Li Zayyina LBM 2 Patomekanisme 3 [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

NAMA NIM SGD



: ZAYYINA CHAMALADINA HANFIN : 30101900210 :9 STEP 7



1. apa saja indeks standar antropometri anak yang dapat digunakan untuk menentukan status gizi anak dan bagaimana interpretasinya? Standar Antropometri Anak didasarkan pada parameter berat badan dan panjang/tinggi badan yang terdiri atas 4 (empat) indeks, meliputi: a. Indeks Berat Badan menurut Umur (BB/U)  menggambarkan berat badan relatif dibandingkan dengan umur anak. Indeks ini digunakan untuk menilai anak dengan berat badan kurang (underweight) atau sangat kurang (severely underweight), tetapi tidak dapat digunakan untuk mengklasifikasikan anak gemuk atau sangat gemuk. Penting diketahui bahwa seorang anak dengan BB/U rendah, kemungkinan mengalami masalah pertumbuhan, sehingga perlu dikonfirmasi dengan indeks BB/PB atau BB/TB atau IMT/U sebelum diintervensi.



b. Indeks Panjang Badan menurut Umur atau Tinggi Badan menurut Umur (PB/U atau TB/U)  menggambarkan pertumbuhan panjang atau tinggi badan anak berdasarkan umurnya. Indeks ini dapat mengidentifikasi anak-anak yang pendek (stunted) atau sangat pendek (severely stunted), yang disebabkan oleh gizi kurang dalam waktu lama atau sering sakit. Anak-anak yang tergolong tinggi menurut umurnya juga dapat diidentifikasi. Anak-anak dengan tinggi badan di atas normal (tinggi sekali) biasanya disebabkan oleh gangguan endokrin, namun hal ini jarang terjadi di Indonesia. c. Indeks Berat Badan menurut Panjang Badan/Tinggi Badan (BB/PB atau BB/TB)  menggambarkan apakah berat badan anak sesuai terhadap pertumbuhan panjang/tinggi badannya. Indeks ini dapat digunakan untuk mengidentifikasi anak gizi kurang (wasted), gizi buruk (severely wasted) serta anak yang memiliki risiko gizi lebih (possible risk of overweight). Kondisi gizi buruk biasanya disebabkan oleh penyakit dan kekurangan asupan gizi yang baru saja terjadi (akut) maupun yang telah lama terjadi (kronis).



d. Indeks Masa Tubuh menurut Umur (IMT/U)  digunakan untuk menentukan kategori gizi buruk, gizi kurang, gizi baik, berisiko gizi lebih, gizi lebih dan obesitas. Grafik IMT/U dan grafik BB/PB atau BB/TB cenderung menunjukkan hasil yang sama. Namun indeks IMT/U lebih sensitif untuk penapisan anak gizi lebih dan obesitas. Anak dengan ambang batas IMT/U >+1SD berisiko gizi lebih sehingga perlu ditangani lebih lanjut untuk mencegah terjadinya gizi lebih dan obesitas. -



Ada atau tidak kurva khusus yang dipakai untuk bayi dengan kelahiran prematur? Ditampilkan kurva & pelajari cara penggunaan kurva tersebut Tinggi badan Normal



  



Pada scenario : WHZ < -2 -> wasting HAZ < -3 -> stunting WAZ < -3 -> underweight Tinggi badan untuk usia / HAZ ( stunting : z score < -2) Berat badan untuk tinggi badan / WHZ ( wasting : z score < 2) Berat badan untuk usia / WAZ ( underweight : z score < -2) -



Kurva Fenton 2013 Kurva Fenton 2013 memiliki kelebihan:  Jumlah sampel populasi besar mencapai 4 juta  Dibuat berdasarkan data populasi terbaru antara tahun 1991-2007  Sampel populasi berasal dari negara maju untuk mengurangi pengaruh lingkungan yang tidak baik  Kurva spesifik untuk bayi laki-laki dan perempuan



Kurva Fenton Kekurangan dari kurva Fenton adalah belum ada studi lain yang bisa memvalidasi kurva ini. Sebuah studi malah mempertanyakan kurva Fenton dikarenakan kurva Fenton diadaptasi mengikuti pertambahan berat badan fetus dalam gestasi. Padahal, saat bayi keluar dari kandungan, akan ada faktor ekstrauterin yang dapat mempengaruhi berat badan bayi seperti asupan nutrisi. Selain itu, kekurangan lain dari kurva Fenton adalah pengukuran panjang badan yang menggunakan measurement tape, dimana alat ini tergolong kurang akurat dalam pengukuran panjang badan. Kurva Fenton juga mengambil sampel dari populasi Amerika dan Kanada sehingga aplikasi kurva Fenton untuk merepresentasikan populasi Asia masih diragukan. Kurva Fenton dapat digunakan pada usia gestasi 22 minggu hingga 50 minggu. Maka saat memasukan berat badan anak prematur ke kurva fenton, masukan berat badan lahir sesuai usia gestasi anak. Setelah melewati usia gestasi 50 minggu, kurva dapat kembali menggunakan kurva pertumbuhan WHO dengan tetap menggunakan usia koreksi hingga usia koreksi 3 tahun.



Sumber:http://www.depkes.go.id/resources/download/infoterkini/Kartu%20Menuju %20Sehat%20KMS.pdf dan Moersintuwarti B Mahendra.2002. Tumbuh Kembang Anak dan Remaja. Ikatan Dokter Anak Indonesia. 2. apa dan bagaimana faktor risiko yang mempengaruhi status gizi dan pertumbuhan? 1. Faktor internal Perbedaan ras/etnik atau bangsa Bila seseorang dilahirkan sebagai ras Eropa maka tidak mungkin ia memiliki faktor herediter ras orang Indonesia atau sebaliknya. Tinggi badan tiap bangsa berlainan, pada umumnya ras orang kulit putih mempunyai ukuran tungkai lebih panjang dari pada ras orang Mongol. - Keluarga Ada kecenderungan keluarga yang tinggi-tinggi dan ada keluarga yang gemuk gemuk. - Umur Kecepatan pertumbuhan yang pesat adalah pada masa prenatal, tahun pertama kehidupan dan masa remaja. - Jenis kelamin Wanita lebih cepat dewasa dibanding anak laki-laki. Pada masa pubertas wanita umumnya tumbuh lebih cepat daripada laki-laki dan kemudian setelah melewati masa pubertas laki-lald akan lebih cePat. - Kelainan genetik Sebagai salah satu contoh : Achorzdropksia yang menyebabkan dwarisme, sedangkan sindrom Marfan tendapat pertumbuhan tinggi badan yang berlebihan.



- Kelainan kromosom Kelainan kromosom umumnya disertai dengan kegagalan pertumbuhan seperti pada sindroma Down's dan sindroma Turner's. 1. Faktor eksternal/lingkungan a. Faktor Pranatal : - Gizi Nutrisi ibu hamil terutama dalam timester akhir kehamilan akan mempengaruhi Pertumbuhan janin. - Mekanis Posisi fetus yang abnormal bisa menyebabkan kelainan kongenital seperti club foot. - Toksin/zat kimia Aminopterin dan obat kontrasepsi dapat menyebabkan kelainan kongenital seperti pktoskisis. - Endokrin Diabetes melitus dapat menyebabkan makrosomia, kardiomegali, hiperplasia adrenal. - Radiasi Paparan radium dan sinar Rontgen dapat mengakibatkan kelainan pada janin seperti mikrosefali, spina bifida, retardasi mental dan deformitas anggota gerak, kelainan kongenital mata, kelainan jantung. - Infeksi Infeksi pada trimester pertama dan kedua oleh TORCH floksoplasma, Rubella, Sitomegalo virus, Herpes simpleks), PMS (Penyakit Menular Seksual) serta penyakit virus lainnya dapat mengakibatkan kelainan pada janin seperti katarak, bisu' tuli, mikrosefali, retardasi mental dan kelainan jantung kongenital. - Kelainan imunologi Eritoblastosis fetalis timbul atas dasar perbedaan golongan darah antara janin dan ibu sehingga ibu membentuk antibodi terhadap sel darah merah janin; kemudian melalui plasenta masuk ke dalam peredaran darah janin dan akan menyebabkan hemolisis yang selanjutnya mengakibatkan hiperbilirubinemia dan kern icterus yang akan menyebabkan kerusakan jaringan otak. - Anoksia embrio Anoksia embrio yang disebabkan oleh gangguan fungsi plasenta menyebabkan pertumbuhan terganggu. - Psikologis ibu Kehamilan yang tidak diinginkan, perlakuan salah,kekerasan mental pada ibu hamil dan lain lain. 2. Faktor Persalinan : Komplikasi persalinan pada bayi seperti trauma kepala dan asfiksia dapat menyebabkan kerusakan pada jaringan otak.



b. Pasca natal : - Gizi Untuk tumbuh kembang bayi, diperlukan zat makanan yang adekuat. - Penyakit kronis/kelainan kongenital Tuberkulosis, anemia, kelainan jantung bawaan mengakibatkan retardasi pertumbuhan jasmani. - Lingkungan fisis dan kimia Sanitasi lingkungan yang kurang baik, kurangnya sinar matahari, paparan sinar radioaktif, zat kimia tertentu (Pb, Mercuri, rokok, dan lain{ain) mempunyai dampak yang negatif terhadap pertumbuhan anak. - Psikologis Hubungan anak dengan orang sekitarnya. Seorang anak yang tidak dikehendaki oleh orang tuanya atau anak yang selalu merasa tertekan akan mengalami hambatan di dalam pertumbuhan dan perkembangannya. - Endokrin Gangguan hormon misalnya pada penyakit hipotiroid akan menyebabkan anak mengalami hambatan pertumbuhan. Defisiensi hormon pertumbuhan akan menyebabkan anak menjadi kerdil. - Sosio-ekonomi Kemiskinan selalu berkaitan dengan kekurangan makanan, kesehatan lingkungan yang jelek dan ketidaktahuan, akan menghambat pertumbuhan anak. - Lingkungan pengasuhan Pada lingkungan pengasuhan, interaksi ibu-anak sangat mempengaruhi fumbuh kembang anak. - Obat-obatan Pemakaian kortikosteroid jangka lama akan menghambat pertumbuhan, demikian halnya dengan pemakaian obat perangsang terhadap susunan saraf pusat yang menyebabkan terhambatnya produksi hormon pertumbuhan. Faktor-faktor yang mempengaruhi, antara lain: a) Faktor dalam (internal) yang berpengaruh pada tumbuh kembang anak. 1) Ras/etnik atau bangsa. 2) Keluarga 3) Umur 4) Jenis kelamin 5) Genetik 6) Kelainan kromosom. Misalnya; sindroma Down's dan sindroma Turner's. b) Faktor luar (eksternal). 1) Faktor Prenatal 2) Faktor Persalinan



3) Faktor Pascasalin



Sumber:



-



Soetjiningsih.1995.TUMBUH KEMBANG ANAK. Penerbit Buku Kedokteran EGC. BUKU SAKU PENCEGAHAN DAN TATA LAKSANA GIZI BURUK PADA BALITA DI LAYANAN RAWAT JALAN BAGI TENAGA KESEHATAN Kementerian Kesehatan RI 2020



3. bagaimana keterkaitan antara status gizi yang buruk sehingga menyebabkan penyakit community acquired pneumonia dan acyanotic congenital heart disease? Pneumonia dapat diklasifikasikan ke dalam dua bentuk berdasarkan tempat terjadinya infeksi, yaitu Community Acquired Pneumonia (CAP) yang sering terjadi pada masyarakat dan Hospital Acquired Pneumonia (HAP) atau pneumonia nasokomial yang didapat di Rumah Sakit Pneumonia berat pada balita ditandai dengan adanya retraksi epigastirum, interkostal dan suprasternal, kesadaran menurun, serta balita dengan gizi buruk. Pada pneumonia ringan rawat jalan dapat diberikan antibiotik lini pertama, sedangkan pneumonia derajat sedang dan berat yang disertai distres pernapasan dan komplikasi perlu dirawat inap. Manifestasi klinis yang muncul dapat bervariasi pada setiap individu, seperti sakit kepala, nyeri perut, dan muntah kadang dapat ditemukan pada pasien pneumonia -



HUBUNGAN STATUS GIZI BURUK DENGAN PNEUMONIA



Penurunan imunitas akibat menurunnya aktivitas leukosit untuk memfagosit maupun membunuh kuman. Status gizi yang kurang dan buruk dapat menyebabkan gangguan sistem imun. Sel-sel yang terdapat dalam sistem imun terdapat pada jaringan dan organ yang spesifik yaitu jaringan limfoid sebagai jaringan imun. Timus adalah salah satu organ limfoid primer. Sel T yang diproduksi oleh timus pada balita, sangat berperan dalam mekanisme pertahanan tubuh dari benda asing. Organ timus sangat sensitif terhadap malnutrisi karena kekurangan protein dapat menyebabkan atrofi timus. Hampir semua mekanisme pertahanan tubuh memburuk dalam keadaan malnutris. Sumber: PEDIATRIC CARDIOLOGY UPDATE VII, The Role of Pediatrician in Pediatric Cardiac Care with Limited Resources, Ria Nova, Deny Salverra Yosy, Yulia Iriani, Dhandi Wijaya, Ratih Gustifa, Palembang 2019.



4. apa saja gejala dari acyanotic congenital heart disease? Penyakit Jantung Bawaan (PJB) adalah penyakit jantung yang dibawa sejak lahir, dan terjadi ketika bayi masih berada dalam kandungan. Kelainan pembentukan jantung terjadi pada awal kehamilan karena saat usia kandungan 7 minggu, pembentukan jantung sudah lengkap. Penyebab PJB belum pasti, meskipun beberapa faktor dianggap berpotensi sebagai penyebab. Faktor-faktor yang berpotensi antara lain: - infeksi virus pada ibu hamil (misalnya campak Jerman atau rubella), - obat-obatan atau jamu-jamuan, - alcohol - Faktor keturunan atau kelainan genetik dapat juga menjadi penyebab meskipun jarang, misalnya Sindroma Down (Mongolism) yang sering disertai dengan berbagai macam kelainan, dimana salah satunya PJB.



Tatalaksana:



Sumber: PEDIATRIC CARDIOLOGY UPDATE VII, The Role of Pediatrician in Pediatric Cardiac Care with Limited Resources, Ria Nova, Deny Salverra Yosy, Yulia Iriani, Dhandi Wijaya, Ratih Gustifa, Palembang 2019. 5. apa saja gejala dari community acquired pneumonia? Penyebab:



Gejala: - Suhu badan lebih dari 370C dengan atau tanpa menggigil - Leukositosis lebih dari 10.000/mm3 - Sputum purulen, lebih dari 23 neutrofil/ LPB - Batuk, sesak nafas, nyeri dada.



Penyebab paling sering pneumonia yang didapat dari masyarakat dan nosokomial: a. Yang didapat di masyarakat: Streeptococcus pneumonia, Mycoplasma pneumonia, Hemophilus influenza, Legionella pneumophila, chlamydia pneumonia, anaerob oral, adenovirus, influenza tipe A dan B. b. Yang didapat di rumah sakit: basil usus gram negative (E. coli, Klebsiella pneumonia), Pseudomonas aeruginosa, Staphylococcus aureus, anaerob oral. Manifestasi Klinis Gejala khas dari pneumonia adalah demam, menggigil, berkeringat, batuk (baik non produktif atau produktif atau menghasilkan sputum berlendir, purulen, atau bercak darah), sakit dada karena pleuritis dan sesak. Gejala umum lainnya adalah pasien lebih suka berbaring pada



yang sakit dengan lutut tertekuk karena nyeri dada. Pemeriksaan fisik didapatkan retraksi atau penarikan dinding dada bagian bawah saat pernafas, takipneu, kenaikan atau penurunan taktil fremitus, perkusi redup sampai pekak menggambarkan konsolidasi atau terdapat cairan pleura, ronki, suara pernafasan bronkial, pleural friction rub. Diagnosis Diagnosis pneumonia kominiti didasarkan kepada riwayat penyakit yang lengkap, pemeriksaan fisik yang teliti dan pemeriksaan penunjang. Diagnosis pasti pneumonia komunitas ditegakkan jika pada foto toraks terdapat infiltrat baru atau infiltrat progresif ditambah dengan 2 atau lebih gejala di bawah ini: a. Batuk-batuk bertambah b. Perubahan karakteristik dahak/purulen c. Suhu tubuh > 38C (aksila) /riwayat demam d. Pemeriksaan fisis: ditemukan tanda-tanda konsolidasi, suara napas bronkial dan ronki e. Leukosit > 10.000 atau < 4500 12,13 Penilaian derajat keparahan penyakit pneumonia komunitas dapat dilakukan dengan menggunakan sistem skor menurut hasil penelitian Pneumonia Patient Outcome Research Team (PORT). Terapi:



faktor resiko dari community acquired pneumonia: 1. Umur > 65 tahun 2. Tinggal di rumah perawatan tertentu (panti jompo)



3. Alkoholismus : meningkatkan resiko kolonisasi kuman, mengganggu refleks batuk, mengganggu transport mukosiliar dan gangguan terhadap pertahanan sistem seluler 4. Malnutrisi : menurunkan immunoglobulin A dan gangguan terhadap fungsi makrofag 4. Kebiasaan merokok juga mengganggu transport mukosiliar dan sistem pertahanan selular dan humoral. 5. Keadaan kemungkinan terjadinya aspirasi misalnya gangguan kesadaran, penderita yang sedang diintubasi 6. Adanya penyakit – penyakit penyerta : PPOK, kardiovaskuler, DM, gangguan neurologis. 7. Infeksi saluran nafas bagian atas : + 1/3 – 1/ 2 pneumonia didahului oleh infeksi saluran nafas bagian atas / infeksi virus



- Usia Setiap tahun di atas usia 65 tahun meningkat resiko terjadinya CAP. Rata–rata terjadinya CAP pada usia lanjut diperkirakan 25 - 44 orang tiap 1000 penduduk, lebih tinggi dibandingkan angka kejadian pada populasi umum yaitu 4,7 – 11,6 tiap 1000 orang. Frekuensi perawatan rumah sakit akibat CAP berat juga meningkat nyata sesuai dengan usia.19 Resiko terjadinya infeksi dengan Drug Resistant Streptococcus Pneumoniae (DRSP) juga meningkat pada usia 65 tahun. - Alkoholisme Efek samping alkohol berpengaruh pada beberapa system pertahanan dalam saluran pernafasan. Alkohol menyebabkan kolonisasi bakteri gram negatif pada orofaring, mengganggu refleks batuk, merubah gerak menelan, dan transport mukosiliar. Alkohol



juga mengganggu fungsi limfosit, neutrofil, monosit, dan makrofag alveolar. Faktorfaktor tersebut menyebabkan penurunan bersihan bakteri dari jalan nafas pasien. Legionella pneumophila lebih sering terjadi pada pemabuk berat. - Nutrisi Kerentanan terhadap infeksi meningkat dengan adanya fenomena akibat malnutrisi seperti penurunan kadar sekresi IgA, suatu kegagalan pengerahan makrofag, dan perubahan pada imunitas seluler. Sehingga frekuensi kolonisasi saluran nafas oleh bakteri gram negatif meningkat. pada pasien dengan malnutrisi, dan kejadian pneumonia berat meningkat. - Merokok Merokok mempengaruhi transport mukosilier, pertahanan humoral dan seluler, dan fungsi sel epitel dan meningkatkan perlekatan Streptococcus pneumoniae dan Haemophylus influenzae kepada epitel orofaring. Lebih dari itu merokok merupakan predisposisi terjadinya infeksi yang disebabkan oleh Streptococcus pneumoniae, Haemophylus influenzae, dan Legionella pneumophilla. Sumber: PEDIATRIC CARDIOLOGY UPDATE VII, The Role of Pediatrician in Pediatric Cardiac Care with Limited Resources, Ria Nova, Deny Salverra Yosy, Yulia Iriani, Dhandi Wijaya, Ratih Gustifa, Palembang 2019.



6. mengapa masalah pertumbuhan ini bisa terjadi?  Faktor penentu kualitas tumbuh kembang anak adalah potensi genetik-heredo konstituinal (intrinsik) dan peran lingkungan (ekstrinsik). Gangguan tumbuh kembang terjadi bila ada faktor genetik dan atau karena faktor lingkungan yang tidak mampu mencukupi kebutuhan dasar tumbuh kembang anak. Peran lingkungan sangat penting untuk mencukupi kebutuhan dasar tumbuh kembang anak yaitu kebutuhan biopsikosial yang terdiri dari kebutuhan biomedis/’asuh’ (nutrisi, imunisasi, higienitas, pengobatan, pakaian, tempat tinggal, sanitasi lingkungan dan lain-lain) dan kebutuhan psikososial/asih dan asah (kasih sayang, penghargaan, komunikasi, stimulasi bicara, gerak, sosial, moral, intelegensi dan lain-lain) sejak masa konsepsi sampai akhir remaja. Ibu (atau pengganti ibu) merupakan lingkungan pertama dan paling erat sejak janin di dalam kandungan (bahkan sampai remaja) oleh karena itu disebut lingkungan mikro, ayah, kakak, adik, nenek-kakek, pengasuh, status sosial ekonomi berupa sarana di dalam rumah, sanitasi, sarana bermain, nilai-nilai, aturan-aturan, dan lain-lain merupakan lingkungan berikutnya dan dinamakan lingkungan mini. Status Gizi Pada Anak Status gizi anak < 2 tahun ditentukan dengan menggunakan tabel Berat Badan menurut Panjang Badan (BB/PB); sedangkan anak umur ≥ 2 tahun ditentukan dengan menggunakan tabel Berat Badan menurut Tinggi Badan (BB/TB).



Anak didiagnosis gizi buruk apabila secara klinis “Tampak sangat kurus dan atau edema pada kedua punggung kaki sampai seluruh tubuh” dan atau jika BB/PB atau BB/TB < - 3 SD atau 70% median. Sedangkan anak didiagnosis gizi kurang jika “BB/PB atau BB/TB < - 2 SD atau 80% median”



Batita membutuhkan 75-90 kal/kgbb. Pemberian makanan sesuai usia bayii



Dibawah 1 tahun Diberikan MPASI seperti makanan lunak yang berupa bubur,susu,sari buah Usia 1 tahun Mulai diperkenalkan makanan semi padat seperti nasi tim sebagai masa transisi ke makanan padat.tekstur makanan diberikan secara bertahap dengan varian menu. Usia 2-3 tahun Gigi tumbuh sehingga mengonsumsi makanan yang tekturnya kasar dan mulai menyukai kudapan atau makanan ringan. Usia 4-5 tahun Anak mulai sudah bisa memilih makanan yabg disukai.bisa menggunakan alat makan meskipun belum sempurna dan mengonsumsi makanan yang lebih padat.jenis makanan dan pola makan disesuaikan pola menu keluarga.lebih baik dikenalkan banyak jenis makanan.



Sumber : MENU SEHAT ALAMI UNTUK BATITA & BALITA oleh Budi Sutomo, S.Pd & Dr. Dwi Yanti Anggraini tahun 2010 . 7. apa dampak jangka panjang dan pendek apabila masalah pertumbuhan ini  dibiarkan?



 Jangka pendek : gangguan pertumbuhan dan perkembangan otak, otot, dan komposisi tubuh, serta metabolic programming glukosa, lemak dan protein.  Jangka panjang : dapat berpengaruh tidak tercapainya potensi yang ada ketika dewasa; perawakan pendek, mempengaruhi sistem kekebalan tubuh, menurunkan kecerdasan, produktivitas kerja dan fungsi reproduksi; serta meningkatkan risiko (pada usia dewasa) untuk mengalami obesitas, menderita diabetes, hipertensi, penyakit jantung, keganasan dan penyakit generatif lainnya. Gangguan perkembangan anak yang sering dialami anak dengan PJB a) Gangguan bicara dan bahasa. Kemampuan berbahasa merupakan indikator seluruh perkembangan anak. Kurangnya stimulasi akan dapat menyebabkan gangguan bicara dan berbahasa bahkan gangguan ini dapat menetap. b) Cerebral palsy. Merupakan suatu kelainan gerakan dan postur tubuh yang tidak progresif, yang disebabkan oleh karena suatu kerusakan/gangguan pada sel-sel motorik pada susunan saraf pusat yang sedang tumbuh/belum selesai pertumbuhannya. c) Perawakan Pendek. Short stature atau Perawakan pendek merupakan suatu terminologi mengenai tinggi badan yang berada di bawah persentil 3 atau -2 SD pada kurva pertumbuhan yang berlaku pada populasi tersebut. Penyebabnya dapat karena varisasi normal, gangguan gizi, kelainan kromosom, penyakit sistemik atau karena kelainan endokrin.



Komplikasi yang mungkin terjadi pada kasus 1. Gizi buruk tanpa komplikasi, yang ditandai : a. lingkar lengan atas (LiLA) < 11,5 cm untuk balita berusia 6-59 bulan b. BB/PB (atau BB/TB) kurang dari -3 SD c. adanya edema bilateral dengan derajat +1 atau +2



Sumber: HUBUNGAN PENYAKIT JANTUNG BAWAAN DENGAN PERKEMBANGAN ANAK USIA 0-5 TAHUN DI UNIT PERAWATAN JANTUNG RS DR. KARIADI SEMARANG, ALFYANA NADYA RAHMAWATI, STIKES KUSUMA HUSADA SURAKARTA 8. apa saja langkah pencegahan untuk mengatasi masalah pertumbuhan? Pemberian edukasi pada ibu



Bertujuan untuk memberikan informasi penanganan gizi buruk pada tahap tumbuh kejar pada anak dengan penyakit jantung bawaan yaitu jumlah kalori yang diberikan, jadwal harian, dan jenis dan variasi makanan bernilai gizi. Pemberian edukasi gizi terbukti dapat membantu anak untuk mencapai target kalori tumbuh kejar yang diberikan - Faktor orang tua -> kesiapan dalam menikah • Sebelum menikah, disarankan seorang wanita melakukan premarital screening (periksa kesehatan) terutama periksa lab darah untuk penyakit TORCH. • Imunisasi -> mencegah penyebaran dan penularan penyakit



Sumber: PEDIATRIC CARDIOLOGY UPDATE VII, The Role of Pediatrician in Pediatric Cardiac Care with Limited Resources, Ria Nova, Deny Salverra Yosy, Yulia Iriani, Dhandi Wijaya, Ratih Gustifa, Palembang 2019.



Akre, J. Boedihardjo, SD. Pemberian Makanan untuk Bayi: Dasar-dasar Fisiologis. Perinasia. Jakarta. 2004 Achmad Djaeni S. 1987. IImu Gizi. cetakan pertama. Jakarta: PT Dian Rakyat Bagian Ilmu Kesehatan Anak Universitas Indonesia. Buku Kuliah Ilmu Kesehatan Anak Jilid 1. Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Jakarta. 1985