Logam Berat Final [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

Hari/tanggal : 5 November 2019 Kelompok : Kelompok 3 (Siang) Dosen : Drh. Huda S. Darusman, M.Si, PhD.



KERACUNAN LOGAM BERAT



Oleh: M Farhan Fauzan Ratu Aesya Adinigntyas Anisa Dira Setiadi Siow Shuen Yuan



B04160166 B04160167 B04160179 B04168010



BAGIAN FARMAKOLOGI DAN TOKSIKOLOGI DEPARTEMEN ANATOMI, FISIOLOGI, DAN FARMAKOLOGI FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2019



PENDAHULUAN Latar Belakang Kasus keracunan logam berat yang berasal dari bahan pangan semakin meningkat jumlahnya. Pencemaran logam berat terhadap alam lingkungan merupakan suatu proses yang erat hubungannya dengan penggunaan bahan pangan oleh manusia. Pencemaran lingkungan oleh logam berat dapat terjadi jika industri yang menggunakan logam tersebut dengan tidak memperhatikan keselamatan lingkungan, terutama saat membuang limbahnya. Konsentrasi tinggi logam berat sangat berbahaya bila ditemukan di dalam lingkungan seperti pada air, tanah, dan udara. Sumber utama kontaminan logam berat dalam bahan pangan sesungguhnya berasal dari udara dan air yang mencemari tanah. Selanjutnya semua tanaman yang tumbuh di atas tanah yang telah tercemar akan mengakumulasikan logam-logam tersebut pada semua bagian seperti akar, batang, daun dan buah. Ternak akan memanen logam-logam berat yang ada pada tanaman dan menumpuknya pada bagian-bagian dagingnya. Selanjutnya manusia yang termasuk ke dalam kelompok omnivora (pemakan segalanya), akan tercemar logam tersebut dari empat sumber utama, yaitu udara yang dihirup saat bernapas, air minum, tanaman (berupa sayuran dan buah-buahan), serta ternak (berupa daging, telur, dan susu). Pencemaran logam berat semakin meningkat sejalan dengan proses meningkatnya industrialisasi. Pencemaran logam berat dalam lingkungan bisa menimbulkan bahaya kesehatan baik pada manusia, hewan, tumbuhan, maupun lingkungan. Efek gangguan logam berat terhadap kesehatan manusia tergantung pada bagian mana dari logam berat tersebut yang terikat dalam tubuh serta besarnya dosis paparan. Efek toksik dari logam berat mampu menghalangi kerja enzim sehingga mengganggu metabolisme tubuh. Istilah logam berat hanya ditujukan kepada logam yang mempunyai berat jenis lebih besar dari 5 g/cm3, namun pada unsur-unsur metaloid yang mempunyai sifat berbahaya juga dimasukkan ke dalam kelompok logam berat. Ada kurang lebih 40 jenis unsur yang termasuk ke dalam kriteria logam berat. Beberapa contoh logam berat yang beracun bagi manusia adalah: arsen (As), kadmium (Cd), tembaga (Cu), timbal (Pb), merkuri (Hg), nikel (Ni), dan seng (Zn) (WHO, 2010; Sherly Ridhowati, 2013).



Tujuan Praktikum ini bertujuan mengetahui senyawa yang digunakan untuk menetralisir logam berat atau metaloid dalam tubuh (antidota) serta melakukan identifikasi beberapa jenis logam dengan cara yang mudah dan sederhana.



METODE PRAKTIKUM Percobaan 1: Antidota Timah Hitam (Pb) Alat dan Bahan Alat dan bahan yang digunakan pada praktkum adalah tabung reaksi, seduhan teh kental, larutan Pb asetat 10%, alkohol, HCl encer dan larutan Natrium thiosulfate 2%. Prosedur Kerja Seduhan teh ditambahkan ke dalam larutan Pb asetat 10%. Kemudian campuran diambil sebagian untuk ditambahkan alkohol sedangkan sebagian lagi ditambahkan larutan HCl encer. Natrium thiosulfate 2% kemudian ditambahkan ke dalam larutan Pb asetat 10%, lalu percobaan diamati.



Percobaan 2: Antidota Perak (Ag) Alat dan Bahan Alat dan bahan yang digunakan pada praktkum adalah tabung reaksi, corong gelas, kertas saring, larutan Argentum nitrat 1%, larutan Natrium Klorida 0.9% dan larutan Natrium thiosulfate 2%. Prosedur Kerja Sebanyak 0.5 cc larutan NaCl 0.9% ditambahkan ke dalam 0.5 cc larutan AgNO3 1%. Kemudian ditambahkan 0.5 cc larutan Na thiosulfate 2% ke dalam 0.5 cc larutan AgNO3 1 %. Kedua campuran itu masing-masing disaring dan filtratnya diambil sedikit untuk ditambah larutan NaCl 0.9%. Diamati reaksi yang terjadi.



Percobaan 3: Antidota Barium (Ba) Alat dan Bahan Alat dan bahan yang digunakan pada praktkum adalah tabung reaksi, larutan natrium sulfat 2%, larutan barium klorida 10%, dan larutan HCl 0.1 N. Prosedur Kerja Larutan natrium sulfat 2% ditambahkan ke dalam larutan barium klorida 10%. Kemudian ke dalam larutan tersebut ditambahkan HCl 0.1 N dan diamati perubahan yang terjadi.



Percobaan I: Antidota Air Raksa (Merkuri atau Hg) Alat dan Bahan Alat dan bahan yang digunakan pada praktkum adalah tabung reaksi, larutan HgCl2 1%m alkohol, HCl encer, larutan segar albumin, natirum thiosulfate dan kalim klorida. Prosedur Kerja Dimasukkan seduhan teh ke dalam 5 cc larutan HgCl2 1%. Kemudian kedua campuran dibagi menjadi dua, bagian pertama ditambahkan alkohol dan lainnya ditambahkan HCl encer, kemudian diamati Larutan segar albumin ditambahkan dengan 0.5 cc larutan HgCl2 1%. Kemudian larutan segar albumin telur berlebih ditambahkan ke dalam campuran tadi dan diamati perubahan yang terjadi.



HASIL DAN PEMBAHASAN Reaksi Perubahan



No



Pengujian



1



Seduhan the + Pb + HCl



2



Seduhan the + Pb + 𝐶2 𝐻5 𝑂𝐻



Pb[CH3COO]2 + C2H5OH → Pb[OH]2 endapan coklat + C2H5CH3COO



Endapan coklat dan filtrat agak keruh



3



Pb + Natrium thiosulfate 2%



Pb[CH3COO]2 + Na2S2O3 → PbS2O3 endapan putih + CH3COONa



Endapan putih dan filtrat putih



Foto



Pb[CH3COO]2 + HCl → Endapan coklat Pb[Cl]2 endapan coklat + dan filtrat CH3COOH jernih



Berdasarkan pengamatan terhadap reaksi tabung 1, HCl dan tanin mampu mengendapkan Pb dengan membentuk endapan coklat dalam waktu yang lebih cepat dan menyisakan filtrat yang jernih. Hal ini menunjukkan bahwa pengikatan Pb menggunakan tanin sempurna pada suasana asam. Berdasarkan pengamatan terhadap reaksi tabung 2, etanol dan tanin mampu mengendapkan Pb dengan



membentuk endapan coklat namun membutuhkan waktu yang lama dan menyisakan filtrat yang agak keruh. Hal ini menunjukkan bahwa pengikatan Pb menggunakan tannin tidak sempurna dalam suasana basa. Penambahan alkohol membuat kelarutan Pb lebih lambat karena alkohol membuat larutan menjadi basa. Berdasarkan pengamatan terhadap reaksi tabung 3, natrium thiosulfat tidak mampu mengendapkan Pb, terbentuk endapan putih yang menunjukkan bahwa natrium thiosulfat bereaksi dengan logam dengan cara membentuk senyawa sulfida yang tidak larut. Garam natrium thiosulfat merupakan suatu senyawa sulfat dari alkali dan tidak dapat digunakan sebagai antidota keracunan Pb. Tanin dapat mengikat protein dan bersifat sebagai pengkelat (Basset et al. 1991). Tanin terkondensasi pada penambahan asam asetat dan timbal asetat menghasilkan endapan berwarna coklat. Terbentuknya endapan membuktikan adanya reaksi hidrolisis tanin(Fajriati 2006).



Keterangan: Hasil larutan AgNO3+NaCl (kiri), larutan AgNO3+ Na2S2O3 (tengah), dan larutan AgNO3 +Na2S2O3 yang telah disaring dan ditambahkan NaCl 0.9% (kanan) Perak atau Argentum (Ag) adalah metal berwana putih. Ag didapat pada industri antara lain industri alloy, keramik, gelas, fotografi, cermin, dan cat rambut. Bila masuk kedalam tubuh, Ag akan diakumulasikan di berbagai organ dan menimbulkan pigmentasi kelabu, disebut Argyria. Pigmentasi ini bersifat permanen, karena tubuh tidak dapat mengekskresikannya. Sebagai debu, senyawa Ag dapat menimbulkan iritasi kulit, dan menghitamkan kulit (argyria). Bila terikat nitrat, Ag akan menjadi sangat korosif. Argyria sistemik dapat juga terjadi, karena perak diakumulasikan di dalam selaput lendir dan kulit (Said 2010). Pada percobaan pertama, dilakukan pencampuran AgNO₃ dan NaCl 0.9%. Hasil reaksinya adalah AgNO₃ (aq) + NaCl (aq) ---> AgCl (s) + NaNO₃ (aq). Warna dari larutan ini adalah berwarna putih keruh. Kemudian larutan Na thiosulfat 2% dicampur ke dalam AgNO₃. Perak (I) nitrat bereaksi dengan natrium tiosulfat untuk menghasilkan natrium ditiosulfatoargentat (I) dan natrium nitrat. Reaksinya AgNO3 + 2Na2S2O3 → Na 3 [Ag(S2O3)2] + NaNO3. Hasil larutan tersebut terdapat endapan putih kemudian berubah menjadi kuning coklat. Dari kedua larutan membuktikan Na thiosulfat bisa mengendapkan logam berat dibandingkan dengan NaCl 0.9%. Hal tersebut dikarenakan NaCl 0.9% merupakan larutan isotonis yang konsentrasinya sama dengan tubuh, sehingga tidak dapat mengendapkan logam berat dalam tubuh.



Kemudian masing-masing larutan tersebut disaring, filtratnya diambil dan ditambahkan ke larutan NaCl 0.9%. Hasilnya larutan berwarna bening. Hasil pencampuran barium klorida (BaCl2) dengan natrium sulfat (Na2SO4) menghasilkan senyawa barium sulfat (BaSO4) dan garam (NaCl) serta dengan reaksi sebagai berikut: BaCl2 (l) + Na2SO4 (l)  BaSO4 (s) + 2NaCl (l) Hasil reaksi kedua senyawa tersebut menyebabkan perubahan larutan menjadi putih pekat disertai dengan adanya sedikit endapan putih pada dasar tabung yang merupakan BaSO4 yang terbentuk. BaSO4 merupakan produk kimia inorganic yang biasa ditambahkan ke dalam cat, coating, plastik, dan serat farmatika (Ali et al. 2018). Selain itu, BaSO4 juga sering digunakan sebagai bahan kontras dalam radiografi sebagai alat penunjang diagnosa. Percobaan kedua dilakukan dengan mencampurkan BaCl2 dan Na2SO4 dengan penambahan HCl untuk membuat suasana reaksi menjadi asam. Hasil pencampuran bahan tersebut menunjukkan adanya banyak endapan putih pada dasar tabung dan warna larutan berubah menjadi keruh (lebih jernih dibandingkan larutan sebelumnya). Artinya, pengikatan BaCl2 dengan Na2SO4 lebih baik dilakukan pada keadaan asam. Menurut Kravchenko et al. (2014), pH dapat mempengaruhi kelarutan Ba dalam air. Kelarutan Ba akan meningkat seiring dengan menurunnya kadar pH (semakin asam) Barium klorida (BaCl2) merupakan barium yang dapat larut dalam cairan tubuh dan bersifat racun terhadap tubuh. Barium merupakan stimultan jaringan otot termasuk juga otot polos dimana pada fase akhir keracunan biasanya dapat terjadi juga kelumpuhan urat syaraf (Said 2008). Menurut Moffet (2007), tidak ada antidota spesifik untuk barium, namun penggunaan larutan yang mengandung sulfat (SO4) secara oral dapat membatasi absorbsi barium dengan cara membentuk endapan BaSO4 yang tidak mudah larut. Dengan begitu, diharapkan endapan BaSO4 dapat dikeluarkan melalui saluran pencernaan bersamaan dengan feses.



Keterangan: Hasil larutan HgCl2+Tanin+Alkohol (kiri), larutan HgCl2+Tanin+HCl (tengah), dan larutan HgCl2+Albumin (kanan)



Hasil pengamatan HgCl2+Tanin+Alkohol memberikan hasil endapan merkuri dan air jernih, sedangkan pada HgCl2+Tanin+HCl memberikan hasil air yang keruh dan tidak membentuk endapan. Hasil ini menunjukkan tanin berkerja lebih baik di keadaan basa dibandingkan dengan keadaan asam (Tiwari et al. 2010). Keracunan HgCl (garam merkuri) merupakan salah satu jenis keracunan logam berat yang banyak ditemui di perairan. Salah satu penanganan awal keracunan merkuri adalah pemberian antidota asal albumin. Hasil pengamatan menunjukkan bahwa penggunaan albumin dapat mengendapkankan merkuri menjadi gumpalan berbentuk gelatin. Albumin merupakan protein yang mampu berikatan dengan berbagai macam logam. Keracunan merkuri dapat diikat menjadi bentuk gumpalan gelatin. Konsentrasi gumpalan sesuai dengan jumlah merkuri dan albumin yang berikatan. Semakin tinggi konsentrasi albumin dan merkuri, semakin banyak gumpalan gelatin yang terbentuk (Ganiswara et al. 1995).



SIMPULAN Berdasarkan hasil praktikum dapat disimpulkan bahwa Setiap logam memiliki rute masing-masing untuk masuk dalam tubuh manusia. Dosis pemaparan yang dibutuhkan untuk menimbulkan keracunan dan gejala klinis yang muncul merupakan kekhasan masing-masing logam. Logam dalam bentuk ion yang beredar dalam sirkulasi tubuh akan berbahaya, sehingga salah satu mekanisme kerja dari antidota yaitu dengan membentuk Kristal dan mengendapkannya sehingga sulit diserap tubuh.



DAFTAR PUSTAKA Ali W, Putranto W, Muryanto S, dan Bayuseno A. 2018. Synthesis of barium sulfate in the variation of temperature and additive concentration. MATEX Web of Conferences. 159. 01056. Basset J, Denney RC, Jeffery GH, Mendham J. 1991. Buku Ajar Vogel Bagian I. Kimia Analisis Kuantitatif Anorganik. Jakarta (ID): Penerbit Buku Kedokteran EGC. Fajriati, Imelda. 2006. Optimasi Metode Penentuan Tanin. [Internet]. [diakses pada tanggal 2019 November 11]. Terhubung pada: http://digilib.uinsuka.ac.id/7897/1/IMELDA%20FAJRIATI%20OPTIMA SI%20METODE%20PEN ENTUAN%20TANIN.pdf Ganiswara, Sulistia G. 1995. Farmakologi dan Terapi ed.4. Jakarta: Gaya Baru.



Kravchenko J, Darrah TH, Miller RK, Lyerly HK, dan Vengosh A. 2014. A review of the health impacts of barium from natural and anthropogenic exposure. Environ Goechem Health. 36: 797-814. Moffet D. 2007. Toxicological Profile for Barium. Atlanta: Agency for Toxic Substances and Disease Registry. Said NI. 2008. Teknologi Pengolahan Air Minum “Teori dan Pengalaman Praktis”. Jakarta (ID): Pusat Teknologi Lingkungan. Said NI. 2010. Metode penghilangan logam berat (As, Cd, Cr, Ag, Cu, Pb, Ni, dan Zn) di dalam air limbah industri. JAI. 6(2): 137-141. Sherly Ridhowati. 2013. Mengenal Pencemaran Ragam Logam. Yogyakarta (ID): Graha Ilmu. Tiwari, Radhey Mohan dan Malini Sinha. 2010. Veterinary Toxicology. Oxford Book Company; Jaipur, India. WHO. 2010. WHO guidelines for indoor air: Selected pollutants. WHO Regional Office for Europe. Denmark.