LP Acl Fix [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

LAPORAN PENDAHULUAN ANTERIOR CRUCIATE LIGAMENT (ACL) Dibuat untuk Memenuhi Tugas Profesi Ners Angkatan VIII Di Ruang 6 Bedah RSPAD Gatot Soebroto



Oleh: MARLITA EMELIA PALIYAMA 20160305082



PROGRAM STUDI PROFESI NERS FAKULTAS ILMU KESEHATAN UNIVERSITAS ESA UNGGUL JAKARTA 2017



A. Pengertian Istilah awam cedera ligamen yang paling umum ialah terkilir, dan terjadi ketika jaringan ikat ini diduga membentang melewati kapasitas normal. Hal ini sering bercampur dengan regangan, yang ketika otot telah membentang terlalu jauh. Terkilir sering disebabkan oleh gerakan tiba-tiba dan kekerasan atau dengan teknik peregangan yang tidak tepat. Ketika ligamen rusak lebih parah, dapat robek atau pecah, mengalami cedera yang lebih serius. Karena ligamen memainkan peran penting dalam menstabilkan sendi, sehingga sangat rentan terhadap cedera jika penggunaannya berlebihan atau pegerakan yang tiba-tiba. Banyak atlet profesional melukai lutut, siku, dan bahu terutama karena tindakan yang diambil sambil berlari, melompat, melempar , dan lain sebagainya. Cedera ACL (anterior cruciate ligament) atau ACL rupture adalah robekan di salah satu ligamen lutut yang menghubungkan tulang kaki atas dengan tulang kaki bagian bawah. ACL menjaga kestabilan lutut.Ruptur ACL seringkali terjadi pada atlet olahraga dengan high-impact.



B. Etiologi Penyebab cedera ACL dapat ditimbulkan oleh berbagai aktivitas (tidak hanya aktivitas olahraga). Penyebab cedera berdasarkan betapa sering aktivitas tersebut menyebabkan cedera ACL dapat dikelompokkan sebagai berikut : 1. Gerakan Berputar yang terlalu cepat dan tidak normal (Non-Contact) 2. Lutut berpilin saat mendarat 3. Kontak atau benturan langsung(Diktat Anatomy, 2012). Sedangkan Menurut Robert G. Mark MD dalam bukunya yang berjudul "The ACL Solution", di jelaskan urutan penyebab terjadinya cedera ACL sebagai berikut: 1. Cutting and Pivoting Sport Kebanyakan pemicu cedera ACL pada atlet berasal dari situasi non-contac (sekitar 70%). biasanya terjadi saat atlet mendarat setelah melakukan lompatan, merubah arah dengan cepat untuk menghindari pemain lawan, atau saat atlet melakukan gerakan berhenti secara mendadak (Mark & Mykleburst,2012). 2. Usia Usia muda merupakan kelompok penyumbang angka cedera ACl tertinggi. Faktornya adalah karena mereka melakukan banyak aktivitas fisik dalam kegiatan sehari - hari maupun dalam latihan olahraga kesehatan atau prestasinya. American



Academy of Orthopaedic memberikan data bahwa dari 2000 operasi yang dilakukan untuk cedera ACL kebayakan pasien dalam range usia 15 - 25 tahun (Mark & Mykleburst,2012). 3. Jenis Kelamin Studi menjelaskan bahwa wanita yang aktiv dalam "Cutting Sport" -sepak bola, bola basket, dll- memiliki 6 kali resiko lebih tinggi untuk menderita cedera ACl dibanding pria dengan jenis olahraga yang sama. Sebagian besar dari wanita yang menderita ACL yakni pada usia 12 - 18 tahun (Mark & Mykleburst,2012). Penyebabnya adalah, secara anatomi kondisi "Valgus" wanita lebih lunak dari pada pria. Itu yang menyebabkan wanita memiliki resiko terkena cedera ACl lebih tinggi dibanding dengan pria. Selain itu, faktor tingginya hormon esterogen pada siklus menstruasi membuat kekompakkan sendi menurun, sendi menjadi lebih tidak stabil.



C. Klasifikasi Cedera ligament yang berkenaan dengan "Sprain" dapat diklasifikasikan sebagai berikut : 1. Grade 1 Sprain : ligamen sedikit tertarik namun masih mampu menjaga kesetabilan sendi lutut. 2. Grade 2 Sprain : Ligamen tertarik dengan hebat dan membuat sendi lutut menjadi longgar/tidak setabil 3. Grade 3 Sprain : ligamen mengalami sobekan total bahkan hingga terputus sehingga sendi lutut kehilangan kesetabilan. (rthoinfo.aaos.org/26 June 2014/13:29). Sedangkan menurut Giam (1993:137) tingkatan dalam cedera olahraga dikelompokkan sebagai berikut : 1. Cedera ringan merupakan cedera dengan robekan yang hanya dapat dilihat dengan mikroskop, sedikit keluhan, dan tidak mengganggu performance atlet, misalnya : lecet, memar, atau robek ligamen kecil. 2. Cedera sedang adalah cedera dengan kerusakan jaringan, menimbulkan rasa nyeri, bengkak, merah, atau panas dengan menimbulkan gangguan fungsi dan mempengaruhi performance atlet, misalnya : robek otot, dan robek ligament. 3. Cedera berat yaitu cedera dengan robekan otot atau ligamen secara lengkap atau hampir lengkap atau faktur tulang yang memerlukan istirahat total, pengobatan intesif, bahkan operasi.



D. Manifestasi Klinis Pasien selalunya merasa atau mendengar bunyi "pop" di lutut pada saat cedera yang sering terjadi saat mengganti arah, pemotongan, atau pendaratan dari melompat (biasanya kombinasi hiperekstensi /poros). Ketidakstabilan mendadak di lutut (lutut terasa goyah). Hal ini bisa terjadi setelah lompatan atau perubahan arah atau setelah pukulan langsung ke sisi lutut. Nyeri di bagian luar dan belakang lutut. Lutut bengkak dalam beberapa jam pertama dari cedera. Ini mungkin merupakan tanda perdarahan dalam sendi. Pembengkakan yang terjadi tiba-tiba biasanya merupakan tanda cedera lutut serius. Gerakan lutut terbatas karena pembengkakan dan / atau rasa sakit. Kebanyakan cedera pada ACL dapat didiagnosis melalui anamnesa yang cermat menekankan mekanisme kejadian cedera ditambah dengan pemeriksaan fisik yang sesuai.



Pastikan anamnesa mencakup mekanisme kejadian cedera sekarang dan



kejadian sebelumnya jika ada.



E. Patofisiologi Dari ligamenlutut,cruciates adalah yang paling penting dalam menyediakan pengekangan pasif untuk anterior/posterior gerakan lutut. Jika salah satu atau kedua cruciates terganggu, biomekanik selama kegiatan jalan mungkin terganggu. ACL, seperti semua ligamen lain, terdiri dari tipe kolagen. Ultra struktur ligament sangat mirip dengan tendon, tetapi serat didalam ligamen lebih bervariasi dan memiliki isi elastin yang lebih



tinggi. Ligamen menerima suplai



darah



dari



lokasi



insersinya. Vaskularisasi dalam ligamen adalah seragam, dan ligamen masing -masing berisi mechanoreceptors dan ujung



saraf bebas



yang diduga



membantu



dalam menstabilkan sendi. Ruptur ACL yang paling umum, adalah ruptur midsubstan. Jenis ruptur ini terjadi terutama sewaktu ligamentum ditranseksi oleh condillu s femoral lateral yang berputar. ACL menerima suplai darah kaya, terutamanya dari arteri geniculate



medial, sewaktu



biasanya berkembang dengan cepat.



ACL pecah, haemarthrosis



F. Pathway Penyebab :benturan yang keras pada lutut, jatuh dan terkilir, kondisi otot dan sendi yang tidak sempurna, ukuran tungkai yang tidak sama



Tekanan yang berlebihan dan mendadak pada sendi



Ketidakmampuan ligamen menerima beban



Ruptur ligamen



Pembuluh darah pecah



Fungsi ligamen terganggu



Perdarahan di bawah kulit



Ansietas



Kemerahan dan bengkak



Gerakan lutut terbatas



Penekanan pada ujung saraf



Intoleransi aktifitas



Pelepasan mediator nyeri (histamin, bradikinin)



Tindakan operasi



Nyeri



Resiko infeksi



G. Komplikasi Orang yang mengalami cedera ACL berada pada risiko lebih tinggi terkena osteoartritis lutut, dimana tulang rawan sendi memburuk dan permukaan halusnya menjadi kasar. Arthritis dapat tetap terjadi meskipun Anda telah menjalani operasi untuk merekonstruksi ligamen.



H. Penatalaksanaan 1. Terapi Operasi Pembentukan ligament. Kebanyakan ACL yang robek tidak boleh di jahit dan disambung semula. Untuk membolehkan reparasi dari ACL untuk restorasi stabilitas lutut adalah rekonstruksi dari ligament tersebut. Ligament tersebut akan di ganti dengan graft jaringan ligament. Graft tersebut akan menjadi dasar untuk ligament yang baru untuk tumbuh. Graft tersebut diambil dari beberapa sumber. Selalunya dari tendon patella, yang merupakan sambungan patella dan tibia. Tendon hamstring pada posterior pada juga sering digunakan. Kadang tendon kuadrisep yang insersinya dari patella ke paha dapat digunakan. Graft dari kadaver (allograft) juga dapat digunakan. Penyembuhan semula mengambil masa sekurang-kurangnya 6bulan sebelum atlit dapat berolahraga setelah operasi. Tindakan operasi untuk rekonstruktif ACL dapat digunakan dengan arthroscopi dengan insisi yang kecil. Opperasi artroskopi



kurang invasive. Kelebihan dari



artroskopi adalah kerana kurang invasive,kurang nyeri, masa rawat inap lebih pendek dan penyembuhan lebih cepat. Tehnik ini telah dilakukan lebih dari 200 kali sejak tahun 2007. Tehnik operasi ini sangat populer di USA, Eropa dan Jepang karena dengan tehnik ini, hasilnya sangat memuaskan pasien. Saat ini tehnik operasi ini dipakai sebagai standard untuk operasi cedera ACL atlet-atlet papan atas kelas dunia, misalnya Tiger Wood. Setelah luka bedah disembuhkan oleh pasien maka akan menjadwalkan pertemuan pertama mereka dengan seorang fisioterapis. Terapis fisik untuk mengembangkan rencana untuk mengobati pasien. Tujuan utama awal untuk mengurangi pembengkakan dan bekerja untuk mencegah pembentukan jaringan parut. Tujuan berikutnya adalah untuk menyediakan berbagai gerak kembali, sekaligus memperkuat otot-otot yang mendukung sendi lutut. Dengan berbagai peningkatan



gerak dan kekuatan, terapis fisik rehabilitasi mereka akhirnya kegiatan dengan panggung dan kontrol neuromuskular gerakan fungsional yang sesuai dengan kebutuhan sehari-hari pasien. Ini harus mengikuti jalannya akronim pada tahap awal pemulihan dari robek ACL. 2. Terapi Non-Operasi ACL yang robek tidak akan sembuh sendiri dan harus dioperasi. Namun terapi tanpa operasi efektif kepada pasien yang sudah tua dengan aktivitas kehidupan yang sederhana. Jika stabilitas pada lutut intak, indikasinya adalah tanpa operasi. a. Bracing Alat ini dapat memproteksi lutut dari ketidakstabilan. Selanjutnya bias diteruskan dengan pemakaian tongkat yang dapat mengurangi beban pada kaki. b. Terapi Fisikal Apabila oedem berkurang, rehabilitasi akan bermula. Olahraga yang spesifik dapat restorasi fungsi pada lutut dan menguatkan otot kaki yang memberi sokongan padanya.14,15



Gambar. Bracing Knee



I. Pemeriksaan Penunjang 1. Pemeriksaan Gerakan Sendi Lutut Pemeriksaan gerakan sendi lutut sangat penting karena setiap kelainan pada lutut akan memberikan gangguan pergerakan lutut. Pada pemeriksaan perlu diketahui apakah gerakan disertai nyeri atau krepitasi. Secara normal gerakan fleksi pada sendi lutut sebesar 120-145 derajat dan gerakan ekstensi 0 derajat dan mungkin ditemukan hiperekstensi sebesar 10 derajat.



Uji stabilitas sendi lutut yang dapat dilakukan : a. Pemeriksaan ligamentum kolateral medial dan lateral Robekan pada ligamentum kolateral medial dapat diperiksa melalui uji abduction stress dan pada ligamentum kolateral lateral melalui uji adduction stress. Pada pemeriksaan ini sendi lutut dalam keadaan ekstensi penuh, satu tangan pemeriksa memegang pergelangan kaki dan satunya pada lutut. Dengan kedua tangan dilakukan abduksi untuk menguji ligamentum medial, dan adduksi untuk menguji lgamentum lateral. Apabila terdapat robekan pada ligamentum kolateral maka dapat dirasakan sendi bergerak melebihi batas normal.



b. Pemeriksaan ligamentum krusiatum anterior dan posterior Kedua ligamentum ini berfungsi untuk stabilisasi sendi lutut karah depan dan belakang. Ligamentum krusiatum anterior berfungsi untuk mencegah tibia tergelincir ke depan femur, sedangkan ligamentum krusiatum posterior pada arah sebaliknya. Cara pemeriksaan : 1) Uji Drawer Lutut difleksikan 90 derajat dan pemeriksa duduk pada kaki pasien untuk mencegah gerakan kaki. Dengan meletakkan kedua tangan di belakang tibia bagian proksimal dan kedua ibu jari pada kondilus femur, kemudian dilakukan tarikan pada tibia ke depan dan ke belakang. Kecurigaan adanya robekan pada ligamentum krusiatum apabila ada gerakan yang abnormal, baik ke depan ataupun ke belakang. 2) Uji Lachman Pada pemeriksaan ini lutut difleksikan 15-20 derajat. Satu tangan memegang tungkai atas pada kondilus femur, sedangkan tangan lainnya memegang tibia proksimal. Kedua tangan kemudian digerakkan ke depan dan belakang antara tibia proksimal dan femur. 3) Pemeriksaan pivot shift lateral Pemeriksaan ini merupakan pemeriksaan tambahan untuk mengetahui defisiensi pada ligamentum krusiatum anterior. Caranya kaki yang mengalami kelainan diangkat, Dimana kaki kanan diangkat tangan kanan dan kaki kiri diangkat dengan tangan kiri dan lutut dalam keadaan ekstensi maksimal. Dengan satu tangan pemeriksa memutar dari arah luar tungkai



bawah persis di sebelah bawah lutut sehingga terjadi tekanan valgus. Pada saat yang bersamaan tibia dirotasi ke medial. Selanjutnya lutut difleksi secara perlahan-lahan dari posisi ekstensi. Pemeriksaan positif apabila kondilus lateralis tibialis terelokasi secara spontan pada kondilus femur ketika fleksi mencapai 30-35 derajat. 2. Pemeriksaan Radiologi Foto polos dapat memperlihatkan bahwa ligamen telah mengavulsikan sepotong tulang kecil – ligamen medial biasanya dari femur, ligamen lateral dari fibula, ligamen krusiatum anterior dari spina tibia dan krusiatum posterior dari bagian belakang tibia atas. Film tekanan (kalau perlu dibawah anestesi) dapat menunjukkan apakah engsel sendi terbuka ke satu sisi. 3. Pemeriksaan Artroskopi Bila terjadi robekan hebat pada ligamen kolateral dan kapsul, artroskopi tidak boleh dilakukan karena ekstravasasi cairan akan menghambat diagnosis dan menyulitkan prosedur selanjutnya. Indikasi utama untuk melakukan artroskopi adalah pada robekan ligamentum krusiatum terisolasi yang dicurigai, dan pada sprain yang lebih ringan untuk menyingkirkan cedera internal lain misalnya robekan meniskus, yang (kalau ada) dapat ditangani seketika itu juga.



J. Pengkajian 1. Identitas – nama lengkap pasien, umur atau tanggal lahir, jenis kelamin, nama orang tua atau suami atau isteri atau penanggungjawab, alamat, pendidikan pekerjaan, suku bangsa dan agama 2. Keluhan utama – keluhan yang dirasakan pasien yang membawa pasien pergi ke dokter atau mencari pertolongan. Hal yang perlu ditanyakan meliputi nyeri, kekakuan, pembengkakan, deformitas, disabilitas dan penyakit sistemik 3. Riwayat penyakit sekarang – riwayat perjalanan penyakit merupakan cerita yang kronologis, terinci dan jelas mengenai keadaan kesehatan pasien sejak sebelum keluhan utama sampai pasien datang berobat 4. Riwayat penyakit dahulu – mengetahui kemungkinan-kemungkinan adanya hubungan antara penyakit yang pernah diderita dengan penyakitnya sekarang 5. Riwayat penyakit dalam keluarga – untuk mencari kemungkinan penyakit herediter, familial atau penyakit infeksi 6. Riwayat pengobatan – apakah yang sudah dilakukan / diberikan ketika insiden terjadi.



7. Pemeriksaan fisik meliputi: a. Look, cari apakah terdapat: - Deformitas, terdiri dari penonjolan yang abnomal, angulasi, rotasi, dan pemendekan - Functio



laesa



(hilangnya



fungsi),



mencari



tau



apakahbagian



yang



terkenacederamasihdapatberfungsidenganbaikatautidak. - Lihat juga ukuran panjang tulang, bandingkan kiri dan kanan. b. Feel, apakah terdapat nyeri tekan. c. Move, untuk mencari: - Krepitasi, terasa bila adafraktur ketikadigerakkan. - Nyeri bila digerakkan, baik pada gerakan aktif maupun pasif. - Seberapa jauh gangguan-gangguan fungsi, gerakan-gerakan yang tidak mampu dilakukan, range of motion (derajat dari ruang lingkup gerakan sendi), dan kekuatan



K. Diagnosa 1. Nyeri akut berhubungan dengan: Agen injuri (biologi, kimia, fisik, psikologis), kerusakan jaringan 2. Gangguan mobilitas fisik Berhubungan dengan; - Kehilangan integritas struktur tulang - Kerusakan muskuloskeletal dan neuromuskuler - Intoleransi aktivitas/penurunan kekuatan dan stamina 3. Kurang Pengetahuan Berhubungan dengan : keterbatasan kognitif, interpretasi terhadap informasi yang salah, kurangnya keinginan untuk mencari informasi, tidak mengetahui sumber-sumber informasi. 4. Kecemasan berhubungan denganperubahan status kesehatan, ancaman kematian, perubahan konsep diri, kurang pengetahuan dan hospitalisasi



L. Intervensi Diagnosa Keperawatan/ Masalah Kolaborasi



-



-



-



-



-



-



Rencana keperawatan Tujuan dan Kriteria Hasil



Nyeri akut NOC : berhubungan  Pain Level, dengan:  pain control, Agen injuri (biologi,  comfort level kimia, fisik, Setelah dilakukan psikologis), tinfakan kerusakan jaringan keperawatan selama …. Pasien DS: tidak mengalami Laporan secara verbal nyeri, dengan DO: kriteria hasil: Posisi untuk menahan  Mampu mengontrol nyeri nyeri (tahu penyebab Tingkah laku berhati-hati nyeri, mampu Gangguan tidur (mata menggunakan tehnik sayu, tampak capek, sulit nonfarmakologi untuk atau gerakan kacau, mengurangi nyeri, menyeringai) mencari bantuan) Terfokus pada diri sendiri  Melaporkan bahwa Fokus menyempit nyeri berkurang dengan (penurunan persepsi menggunakan waktu, kerusakan proses manajemen nyeri berpikir, penurunan  Mampu mengenali nyeri interaksi dengan orang (skala, intensitas, dan lingkungan) frekuensi dan tanda Tingkah laku distraksi, nyeri) contoh : jalan-jalan,  Menyatakan rasa menemui orang lain nyaman setelah nyeri dan/atau aktivitas, berkurang aktivitas berulang-ulang)  Tanda vital dalam Respon autonom (seperti rentang normal diaphoresis, perubahan  Tidak mengalami tekanan darah, perubahan gangguan tidur nafas, nadi dan dilatasi pupil) Perubahan autonomic dalam tonus otot (mungkin dalam rentang dari lemah ke kaku) Tingkah laku ekspresif (contoh : gelisah, merintih, menangis, waspada, iritabel, nafas panjang/berkeluh kesah)



Intervensi NIC :  Lakukan pengkajian nyeri secara komprehensif termasuk lokasi, karakteristik, durasi, frekuensi, kualitas dan faktor presipitasi  Observasi reaksi nonverbal dari ketidaknyamanan  Bantu pasien dan keluarga untuk mencari dan menemukan dukungan  Kontrol lingkungan yang dapat mempengaruhi nyeri seperti suhu ruangan, pencahayaan dan kebisingan  Kurangi faktor presipitasi nyeri  Kaji tipe dan sumber nyeri untuk menentukan intervensi  Ajarkan tentang teknik non farmakologi: napas dala, relaksasi, distraksi, kompres hangat/ dingin  Berikan analgetik untuk mengurangi nyeri: ……...  Tingkatkan istirahat  Berikan informasi tentang nyeri seperti penyebab nyeri, berapa lama nyeri akan berkurang dan antisipasi ketidaknyamanan dari prosedur  Monitor vital sign sebelum dan sesudah pemberian analgesik pertama kali



- Perubahan dalam nafsu makan dan minum Diagnosa Keperawatan/ Masalah Kolaborasi



Gangguan mobilitas fisik Berhubungan dengan : - Gangguan metabolisme sel - Keterlembatan perkembangan - Pengobatan - Kurang support lingkungan - Keterbatasan ketahan kardiovaskuler - Kehilangan integritas struktur tulang - Terapi pembatasan gerak - Kurang pengetahuan tentang kegunaan pergerakan fisik - Indeks massa tubuh diatas 75 tahun percentil sesuai dengan usia - Kerusakan persepsi sensori - Tidak nyaman, nyeri - Kerusakan muskuloskeletal dan neuromuskuler - Intoleransi aktivitas/penurunan kekuatan dan stamina - Depresi mood atau cemas - Kerusakan kognitif - Penurunan kekuatan otot, kontrol dan atau masa - Keengganan untuk memulai gerak - Gaya hidup yang menetap, tidak digunakan, deconditioning - Malnutrisi selektif atau umum DO: - Penurunan waktu reaksi



Rencana keperawatan Tujuan dan Kriteria Hasil



Intervensi



NOC : NIC :  Joint Movement : Exercise therapy : ambulation Active  Monitoring vital sign sebelm/sesudah  Mobility Level latihan dan lihat respon pasien saat  Self care : ADLs latihan  Transfer performance  Konsultasikan dengan terapi fisik Setelah dilakukan tentang rencana ambulasi sesuai tindakan dengan kebutuhan keperawatan  Bantu klien untuk menggunakan selama….ganggua tongkat saat berjalan dan cegah n mobilitas fisik terhadap cedera teratasi dengan  Ajarkan pasien atau tenaga kesehatan kriteria hasil: lain tentang teknik ambulasi  Klien meningkat  Kaji kemampuan pasien dalam dalam aktivitas fisik mobilisasi  Mengerti tujuan dari  Latih pasien dalam pemenuhan peningkatan mobilitas kebutuhan ADLs secara mandiri  Memverbalisasikan sesuai kemampuan perasaan dalam  Dampingi dan Bantu pasien saat meningkatkan mobilisasi dan bantu penuhi kekuatan dan kebutuhan ADLs ps. kemampuan  Berikan alat Bantu jika klien berpindah memerlukan.  Memperagakan  Ajarkan pasien bagaimana merubah penggunaan alat posisi dan berikan bantuan jika Bantu untuk diperlukan mobilisasi (walker)



- Kesulitan merubah posisi - Perubahan gerakan (penurunan untuk berjalan, kecepatan, kesulitan memulai langkah pendek) - Keterbatasan motorik kasar dan halus - Keterbatasan ROM - Gerakan disertai nafas pendek atau tremor - Ketidak stabilan posisi selama melakukan ADL - Gerakan sangat lambat dan tidak terkoordinasi Diagnosa Keperawatan/ Masalah Kolaborasi



Rencana keperawatan Tujuan dan Kriteria Hasil



Kurang Pengetahuan NOC: Berhubungan dengan :  Kowlwdge : disease keterbatasan process kognitif, interpretasi  Kowledge : health terhadap informasi Behavior yang salah, Setelah dilakukan kurangnya keinginan tindakan untuk mencari keperawatan informasi, tidak selama …. pasien mengetahui sumbermenunjukkan sumber informasi. pengetahuan tentang proses penyakit dengan DS: Menyatakan secara kriteria hasil: verbal adanya  Pasien dan keluarga masalah menyatakan DO: ketidakakuratan pemahaman tentang mengikuti instruksi, penyakit, kondisi, perilaku tidak sesuai prognosis dan program pengobatan  Pasien dan keluarga mampu melaksanakan prosedur yang dijelaskan secara benar  Pasien dan keluarga mampu menjelaskan kembali apa yang dijelaskan perawat/tim kesehatan lainnya



Intervensi NIC :  Kaji tingkat pengetahuan pasien dan keluarga  Jelaskan patofisiologi dari penyakit dan bagaimana hal ini berhubungan dengan anatomi dan fisiologi, dengan cara yang tepat.  Gambarkan tanda dan gejala yang biasa muncul pada penyakit, dengan cara yang tepat  Gambarkan proses penyakit, dengan cara yang tepat  Identifikasi kemungkinan penyebab, dengan cara yang tepat  Sediakan informasi pada pasien tentang kondisi, dengan cara yang tepat  Sediakan bagi keluarga informasi tentang kemajuan pasien dengan cara yang tepat  Diskusikan pilihan terapi atau penanganan  Dukung pasien untuk mengeksplorasi atau mendapatkan second opinion dengan cara yang tepat atau diindikasikan  Eksplorasi kemungkinan sumber atau dukungan, dengan cara yang tepat



Rencana keperawatan



Diagnosa Keperawatan/ Masalah Kolaborasi



Kecemasan berhubungan dengan Faktor keturunan, Krisis situasional, Stress, perubahan status kesehatan, ancaman kematian, perubahan konsep diri, kurang pengetahuan dan hospitalisasi DO/DS: - Insomnia - Kontak mata kurang - Kurang istirahat - Berfokus pada diri sendiri - Iritabilitas - Takut - Nyeri perut - Penurunan TD dan denyut nadi - Diare, mual, kelelahan - Gangguan tidur - Gemetar - Anoreksia, mulut kering - Peningkatan TD, denyut nadi, RR - Kesulitan bernafas - Bingung - Bloking dalam pembicaraan - Sulit berkonsentrasi



Tujuan dan Kriteria Hasil -











 



Intervensi



NOC : NIC : Kontrol kecemasan Anxiety Reduction Koping (penurunankecemasan) Setelah dilakukan  Gunakan pendekatan yang asuhan selama menenangkan ……………klien  Nyatakan dengan jelas harapan kecemasan teratasi terhadap pelaku pasien dgn kriteria hasil:  Jelaskan semua prosedur dan apa Klien mampu yang dirasakan selama prosedur mengidentifikasi dan  Temani pasien untuk memberikan mengungkapkan keamanan dan mengurangi takut gejala cemas  Berikan informasi faktual mengenai Mengidentifikasi, diagnosis, tindakan prognosis mengungkapkan dan  Libatkan keluarga untuk menunjukkan tehnik mendampingi klien untuk mengontol  Instruksikan pada pasien untuk cemas menggunakan tehnik relaksasi Vital sign dalam batas  Dengarkan dengan penuh perhatian normal Postur tubuh, ekspresi  Identifikasi tingkat kecemasan wajah, bahasa tubuh  Bantu pasien mengenal situasi yang menimbulkan kecemasan dan tingkat aktivitas  Dorong pasien untuk menunjukkan mengungkapkan perasaan, ketakutan, berkurangnya persepsi kecemasan  Kelola pemberian obat anti cemas:........



Daftar Pustaka Apley,A.G., & Solomon,L. 1995. Buku Ajar Ortopedi dan Fraktur Sistem Apley, 7th edition. Jakarta : Widya Medika Ayres ,S.M.,Shoemaker,W.C.,et al. 1995. Textbook of Critical Care, 3rd edition. Philadelphia : W.B. Saundres Company Doengoes, M.E. 2000. Rencana Asuhan Keperawatan. Jakarta: EGC Ethel, Sloane. 2003. Anatomi dan Fisiologi Untuk Pemulai. Jakarta : EGC Manjoer, A. 2001. Kapita Selekta Kedokteran. Edisi 3. Fakultas Kedokteran Universita Indonesia. Media Aesculapius. Rasjad, C. 2003. Pengantar Ilmu Bedah Orthopaedi. Edisi ke-12. Makasar: Bintang Lamupatue Regauer S, Compton CC. 1990. Cultured Keratinocyte Sheet Enhance Spontaneous ReEpithelization in a Dermal Explant Model of Partial-Thickness Wound Healing. J Invest Dermatol. Rosenberg Coley Metcalf. 2010. Tibial Plateau Fracture Post-Operative Protocol.[serial online]. https://www.rcmclinic.com/pdfs/knee/post-op/tibial_plateau_fracture.pdf [6 Oktober 2015] Smeltzer, S. C., & Bare, B. G. 2007. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah. Volume 1. Edisi 8. Jakarta: EGC. Sjamsuhidajat. 2004. Buku Ajar Ilmu Bedah. Jakarta : EGC. Tucker,Susan Martin. 2003. Standar Perawatan Pasien. Jakarta : EGC