LP AF RVR [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

LAPORAN PENDAHULUAN KEPERAWATAN DASAR PROFESI RUANGAN RUAI (NEUROLOGI) “AF RVR”



Preceptor Klinis: Marianto, S.Kep., Ners Disusun Oleh: Nurhillah (891221059)



PROGRAM STUDI PENDIDIKAN PROFESI NERS SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN (STIKES) YARSI PONTIANAK TAHUN AJARAN 2022/2023



LAPORAN PENDAHULUAN AF RVR 1. Pengertian Atrial fibrilasi didefinisikan sebagai aritmia jantung yang memiliki karakteristik RR interval yang ireguler dan tidak repetitive pada gambaran EKG, tidak terdapat gelombang P yang jelas pada gambaran EKG, serta siklus atrial bila dapat dilihat bervariasi dengan kecepatan >300 kali per menit ( 150 kali permenit) dengan irregular. Pasien bisa asimtomatik, mengalami palpitasi cepat, atau sesak napas, atau gagal jantung (PERKI, 2021). Gambaran klinis menurut PERKI (2021): a. Palpitasi (perasaan yang kuat dari detak jantung yang cepat atau “berdebar dalam dada) b. Sesak napas c. Kelemahan dan kesulitan berolahraga d. Nyeri dada e. Pusing f. Kelelahan g. Kebingungan 6. Pemeriksaan Penunjang a. Pemeriksaan laboratorium ditujukan untuk mencari gangguan/ penyakit yang tersembunyi, terutama apabila laju ventrikel sulit dikontrol. Satu studi menunjukkan bahwa elevasi ringan troponin I saat masuk rumah sakit terkait dengan mortalitas dan kejadian kardiak yang lebih tinggi, dan mungkin berguna untuk stratifikasi risiko. 1) Darah lengkap (anemia, infeksi) 2) Elektrolit, ureum, kreatinin serum (gangguan elektrolit atau gagal ginjal) 3) Enzim jantung seperti CKMB dan atau troponin (infark miokard sebagai pencetus FA) 4) Peptida natriuretik (BNP, N-terminal pro-BNP dan ANP) memiliki asosiasi dengan FA. Level plasma dari peptida natriuretik tersebut meningkat pada pasien dengan FA paroksismal maupun persisten, dan menurun kembali dengan cepat setelah restorasi irama sinus. 5) D-dimer (bila pasien memiliki risiko emboli paru) 6) Fungsi tiroid (tirotoksikosis)



7) Kadar digoksin (evaluasi level subterapeutik dan/atau toksisitas) 8) Uji toksikologi atau level etanol II. b. Elektrokardiogram (EKG) Temuan EKG biasanya dapat mengkonfirmasi diagnosis FA dan biasanya mencakup laju ventrikel bersifat ireguler dan tidak terdapat gelombang P yang jelas, digantikan oleh gelombang F yang ireguler dan acak, diikuti oleh kompleks QRS yang ireguler pula. Manifestasi EKG lainnya yang dapat menyertai FA antara lain: 1) Laju jantung umumnya berkisar 110-140x/menit, tetapi jarang melebihi 160170x/menit. 2) Dapat ditemukan denyut dengan konduksi aberan (QRS lebar) Pedoman Tata Laksana Fibrilasi Atrium 25 setelah siklus interval R-R panjang-pendek (fenomena Ashman) 3) Preeksitasi 4) Hipertrofi ventrikel kiri 5) Blok berkas cabang 6) Tanda infark akut/lama Elektrokardiogram juga diperlukan untuk memonitor interval QT dan QRS dari pasien yang mendapatkan terapi antiaritmia untuk FA. c. Foto toraks Pemeriksaan foto toraks biasanya normal, tetapi kadangkadang dapat ditemukan bukti gagal jantung atau tanda-tanda patologi parenkim atau vaskular paru (misalnya emboli paru, pneumonia). d. Uji latih atau uji berjalan enam-menit Uji latih atau uji berjalan enam-menit dapat membantu menilai apakah strategi kendali laju sudah adekuat atau belum (target nadi) (PERKI, 2021). 7. Penatalaksanaan Atrial fibrilasi paroksimal yang singkat, tujuan strategi pengobatan adalah dipusatkan pada kontrol aritmianya (rhytm control). Namun pada pasien dengan AF yang persisten, terkadang kita dihadapkan pada dilema apakah mencoba mengembalikan ke irama sinus (rhytm control) atau hanya mengendalikan laju denyut ventrikular (rate control) saja. Kardioversi merupakan salah satu penatalaksanaan yang dapat dilakukan untuk atrial fibrilasi yang berfungsi untuk mengontrol ketidakteraturan irama dan menurunkan denyut jantung. Pada dasarnya menurut (Muttaqin, 2017) kardioversi dibagi menjadi 2 yaitu: a. Pengobatan farmakologis (pharmacological cardioversion)



1) Mencegah pembekuan darah (tromboembolisme) Pencegahan pembekuan darah merupakan pengobatan untuk mencegah adanya komplikasi dari atrial fibrilasi. Pengobatan yang digunakan adalah jenis antikoagulan atau antitrombosis, hal ini dikarenakan obat ini berfungsi mengurangi resiko dari terbentuknya trombus dalam pembuluh darah serta cabang-cabang vaskularisasi. Pengobatan yang sering dipakai untuk mencegah pembekuan darah terdiri dari berbagai macam, diantaranya adalah : 2) Warfarin Warfarin termasuk obat golongan antikoagulan yang berfungsi dalam proses pembentukan sumbatan fibrin untuk mengurangi atau mencegah koagulasi. Warfarin diberikan secara oral dan sangat cepat diserap hingga mencapai puncak konsentrasi plasma dalam waktu ± 1 jam dengan bioavailabilitas 100%. Warfarin di metabolisme dengan cara oksidasi (bentuk L) dan reduksi (bentuk D), yang kemudian diikuti oleh konjugasi glukoronidasi dengan lama kerja ± 40 jam. 3) Aspirin Aspirin



secara



irreversible



menonaktifkan



siklo-oksigenase



dari



trombosit (COX2) dengan cara asetilasi dari asam amino serin terminal. Efek dari COX2 ini adalah menghambat produksi endoperoksida dan tromboksan (TXA2) di dalam trombosit. Hal inilah yang menyebabkan tidak terbentuknya agregasi dari trombosit. Tetapi, penggunaan aspirin dalam 29 waktu lama dapat menyebabkan pengurangan tingkat sirkulasi dari faktorfaktor pembekuan darah, terutama faktor II, VII, IX dan X. 4) Pengendalian denyut jantung Menurunkan kecepatan ventrikel dengan mengurangi konduksi melalui nodus AV. Terdapat 3 jenis obat yang dapat digunakan untuk menurunkan peningkatan denyut jantung, yaitu obat digitalis, β-blocker dan antagonis kalsium. Obat-obat tersebut bisa digunakan secara individual ataupun kombinasi. 5) Digitalis Obat ini digunakan untuk meningkatkan kontraktilitas jantung dan menurunkan denyut jantung. Hal ini membuat kinerja jantung menjadi lebih efisien. Disamping itu, digitalis juga memperlambat sinyal elektrik yang abnormal dari atrium ke ventrikel. Hal ini mengakibatkan peningkatan pengisian ventrikel dari kontraksi atrium yang abnormal. f. β-blocker Obat β-blocker



merupakan obat yang menghambat efek sistem saraf simpatis. Saraf simpatis pada jantung bekerja untuk meningkatkan denyut jantung dan kontraktilitas jantung. Efek ini akan berakibat dalam efisiensi kinerja jantung. 6) Antagonis



Kalsium



Obat



antagonis



kalsium



menyebabkan



penurunan



kontraktilitas jantung akibat dihambatnya ion Ca2+ dari ekstraseluler ke dalam intraseluler melewati Ca2+ channel yang terdapat pada membran sel. b. Pengobatan elektrik (electrical cardioversion). 1) Electrical Cardioversion Suatu teknik memberikan arus listrik ke jantung melalui dua pelat logam (bantalan) ditempatkan pada dada. Fungsi dari terapi listrik ini adalah mengembalikan irama jantung kembali normal atau sesuai dengan NSR (nodus sinus rhythm). 8. Asuhan Keperawatan a. Pengkajian 1) Anamnesis Spektrum presentasi klinis FA sangat bervariasi, mulai dari asimtomatik hingga syok kardiogenik atau kejadian serebrovaskular berat. Hampir >50% episode FA tidak menyebabkan gejala (silent atrial fibrillation) (PERKI, 2021). Beberapa gejala ringan yang mungkin dikeluhkan pasien antara lain: a) Palpitasi. Umumnya diekspresikan oleh pasien sebagai: pukulan genderang, gemuruh guntur, atau kecipak ikan di dalam dada. b) Mudah lelah atau toleransi rendah terhadap aktivitas fisik c) Presinkop atau sinkop d) Kelemahan umum, pusing Selain itu, FA juga dapat menyebabkan gangguan hemodinamik,



kardiomiopati



yang



diinduksi



oleh



takikardia,



dan



tromboembolisme sistemik. Penilaian awal dari pasien dengan FA yang baru pertama kali terdiagnosis harus berfokus pada stabilitas hemodinamik dari pasien. 2) Pemeriksaan Fisik Pemeriksaan fisis selalu dimulai dengan pemeriksaan jalan nafas (Airway), pernafasan (Breathing) dan sirkulasi (Circulation) dan tanda-tanda vital, untuk mengarahkan tindak lanjut terhadap FA. Pemeriksaan fisis juga dapat memberikan informasi tentang dasar penyebab dan gejala sisa dari FA (PERKI, 2021).



a) Tanda Vital Pengukuran laju nadi, tekanan darah, kecepatan nafas dan saturasi oksigen sangat penting dalam evaluasi stabilitas hemodinamik dan kendali laju yang adekuat pada FA. Pada pemeriksaan fisis, denyut nadi umumnya ireguler dan cepat, sekitar 110-140x/menit, tetapi jarang melebihi 160-170x/menit. Pasien dengan hipotermia atau dengan toksisitas obat jantung (digitalis) dapat mengalami bradikadia. b) Kepala dan Leher Pemeriksaan kepala dan leher dapat menunjukkan eksoftalmus, pembesaran tiroid, peningkatan tekanan vena jugular atau sianosis. Bruit pada arteri karotis mengindikasikan penyakit arteri perifer dan kemungkinan adanya komorbiditas penyakit jantung koroner. c) Paru Pemeriksaan paru dapat mengungkap tanda-tanda gagal jantung (misalnya ronki, efusi pleura). Mengi atau pemanjangan ekspirasi mengindikasikan adanya penyakit paru kronik yang mungkin mendasari terjadinya FA (misalnya PPOK, asma). d) Jantung Pemeriksaan jantung sangat penting dalam pemeriksaan fisis pada pasien FA. Palpasi dan auskultasi yang menyeluruh sangat penting untuk mengevaluasi penyakit jantung katup atau kardiomiopati. Pergeseran dari punctum



maximum



atau



adanya



bunyi



jantung



tambahan



(S3)



mengindikasikan pembesaran ventrikel dan peningkatan tekanan ventrikel kiri. Bunyi II (P2) yang mengeras dapat menandakan adanya hipertensi pulmonal. Pulsus defisit, dimana terdapat selisih jumlah nadi yang teraba dengan auskultasi laju jantung dapat ditemukan pada pasien FA. e) Abdomen Adanya asites, hepatomegali atau kapsul hepar yang teraba mengencang dapat mengindikasikan gagal jantung kanan atau penyakit hati intrinsik. Nyeri kuadran kiri atas, mungkin disebabkan infark limpa akibat embolisasi perifer. f) Ekstremitas bawah



Pada pemeriksaan ekstremitas bawah dapat ditemukan sianosis, jari tabuh atau edema. Ekstremitas yang dingin dan tanpa nadi mungkin mengindikasikan embolisasi perifer. Melemahnya nadi perifer dapat mengindikasikan penyakit arterial perifer atau curah jantung yang menurun. g) Neurologis Tanda-tanda



Transient



Ischemic



Attack



(TIA)



atau



kejadian



serebrovaskular terkadang dapat ditemukan pada pasien FA. Peningkatan refleks dapat ditemukan pada hipertiroidisme. b. Diagnosa Keperawatan 1) Penurunan curah jantung berhubungan dengan perubahan irama jantung 2) Nyeri akut berhubungan dengan agen pecendera fisiologis 3) Pola nafas tidak efejtif berhubungan dengan hambatan upaya naoas 4) Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelemahan c. Intervensi No



Diagnosa Keperawatan



Tujuan & Kriteria Hasil



Intervensi



.



(SDKI)



(SIKI)



(SLKI)



1



Penurunan



curah Tujuan:



Perawatan Jantung



jantung b.d perubahan Setelah dilakukan tindakan Observasi:  irama jantung



asuhan keperawatan selama 3x24



jam



Pemurunan



diharapkan curah







primer penurunan curah



jantung



jantung



dapat meningkat 



Kriteria Hasil: - Kekuatan



nadi



- Gambaran EKG aritmia menjadi menurun - Kelelahan menurun



menjadi



Identifikasi tanda/gejala sekunder penurunan curah



perifer



menjadi meningkat



Identifikasi tanda/gejala



jantung 



Monitor tekanan darah







Monitor intake dan output cairan







Monitor saturasi oksigen 







Monitor keluhan nyeri dada







Monitor EKG 12 Sandapan



Terapeutik:  



Posisikan pasien semi fowler



atau fowler dengan kaki ke bawah atau posisi nyaman 



Berikan diet jantung yang sesuai







Fasilitasi pasien dan keluarga untuk memotivasi gaya hidup sehat







Berikan terapi relaksasi untuk mengurangi stres, jika perlu







Berian dukungan emosional dan spiritual







Berikan oksigen untuk mempertahankan saturasi oksigen >94%



Edukasi 



Anjurkan beraktivitas fisik sesuai toleransi







Anjurkan beraktivitas fisik secara bertahap







Anjurkan berhenti merokok







Anjurkan pasien dan keluarga mengukur berat badan







Anjurkan pasien dan keluarga mengukur intake dan output cairan harian



Kolaborasi 



Kolaborasi pemberian antiaritmia, jika perlu







Rujuk ke program rehabilitasi jantung



2



Nyeri akut b.d agen Tujuan: pecendera fisiologis



setelah dilakukan tindakan asuhan keperawatan selama



Manajemen Nyeri Observasi



3x24 jam diharapkan nyeri -



Identifikasi lokasi, karakteristik,



pada pasien dapat berkurang.



durasi,



Kriteria Hasil:



intensitas nyeri



frekuensi,



kualitas,



- keluhan nyeri menurun



-



Identifikasi skala nyeri



- meringis menurun



-



Idenfitikasi respon nyeri non verbal



- gelisah menurun - kesulitan tidur menurun



-



Identifikasi



faktor



yang



memperberat dan memperingan nyeri -



Identifikasi



pengetahuan



dan



keyakinan tentang nyeri -



Identifikasi



pengaruh



budaya



terhadap respon nyeri -



Identifikasi pengaruh nyeri pada kualitas hidup



-



Monitor



keberhasilan



komplementer



yang



terapi sudah



diberikan -



Monitor



efek



samping



penggunaan analgetik Terapeutik -



Berikan



Teknik



nonfarmakologis



untuk



mengurangi nyeri (mis: TENS, hypnosis,



akupresur,



terapi



music, biofeedback, terapi pijat, aromaterapi, Teknik imajinasi terbimbing,



kompres



hangat/dingin, terapi bermain) -



Kontrol



lingkungan



yang



memperberat rasa nyeri (mis: suhu



ruangan,



pencahayaan,



kebisingan) -



Fasilitasi istirahat dan tidur



-



Pertimbangkan jenis dan sumber nyeri dalam pemilihan strategi meredakan nyeri



Edukasi -



Jelaskan penyebab, periode, dan pemicu nyeri



-



Jelaskan strategi meredakan nyeri



-



Anjurkan memonitor nyeri secara mandiri



-



Anjurkan menggunakan analgesik secara tepat



-



Ajarkan Teknik farmakologis untuk mengurangi nyeri



Kolaborasi -



Kolaborasi pemberian analgetik, jika perlu



3



Pola nafas tidak efektif Tujuan: b.d nafas



hambatan



upaya Setelah dilakukan tindakan asuhan keperawatan selama 3x24 jam diharapkan pola nafas menjadi membaik Kriteria hasil:



Manajemen Jalan Napas Observasi 1. Monitor pola napas (frekuensi, kedalaman, usaha napas) 2. Monitor bunyi napas tambahan (misalnya: gurgling, mengi,



wheezing, ronchi kering)



- Dispnea menurun - penggunaan



otot



bantu



napas menurun - frekuensi napas membaik



3. Monitor sputum (jumlah, warna, aroma) Terapeutik



- kedalaman napas membaik 1. Pertahankan kepatenan jalan napas dengan head-tilt dan chinlift (jaw thrust jika curiga trauma fraktur servikal) 2. Posisikan semi-fowler atau fowler 3. Berikan minum hangat 4. Lakukan fisioterapi dada, jika perlu 5. Lakukan penghisapan lender kurang dari 15 detik 6. Lakukan hiperoksigenasi sebelum penghisapan endotrakeal 7. Keluarkan sumbatan benda padat dengan forsep McGill 8. Berikan oksigen, jika perlu Edukasi 1. Anjurkan asupan cairan 2000 ml/hari, jika tidak ada kontraindikasi 2. Ajarkan Teknik batuk efektif Kolaborasi 1. Kolaborasi pemberian bronkodilator, ekspektoran, mukolitik, jika perlu.



4



Intoleransi aktivitas b.d Tujuan: kelemahan



Manajemen Energi



Setelah dilakukan tindakan asuhan keperawatan selama 3x24 jam diharapkan toleran si



aktifitas



Observasi 



tubuh yang mengakibatkan



menjadi



kelelahan



meningkat. Kriteria Hasil:



Identifikasi gangguan fungsi







Monitor kelelahan fisik dan emosional



-



keluhan Lelah menurun



-



dispnea aktivitas menurun







Monitor pola dan jam tidur



-



dispnea setelah aktivitas







Monitor lokasi dan



-



menurun



ketidaknyamanan selama



frekuensi nadi membaik



melakukan aktivitas Terapeutik 



Sediakan lingkungan nyaman dan rendah stimulus (mis: cahaya, suara, kunjungan)







Lakukan latihan rentang gerak pasif dan/atau aktif







Berikan aktivitas distraksi yang menenangkan







Fasilitasi duduk di sisi tempat tidur, jika tidak dapat berpindah atau berjalan



Edukasi 



Anjurkan tirah baring







Anjurkan melakukan aktivitas secara bertahap







Anjurkan menghubungi perawat jika tanda dan gejala kelelahan tidak berkurang







Ajarkan strategi koping untuk



mengurangi kelelahan Kolaborasi 



Kolaborasi dengan ahli gizi tentang cara meningkatkan asupan makanan



DAFTAR PUSTAKA Anggrahini, N. S. (2022). Laki-laki Usia 59 Tahun Dengan Atrial Fibrilasi: Laporan Kasus. Journals.ums, 365-369. Muttaqin, A. (2017). Asuhan Keperawatan Klien Dengan Gangguan Sistem Kardiovaskuler dan Hematologi. Jakarta: Salemba Medika. PERKI. (2021). Pedoman Tatalaksana Atrial Fibrilasi (AF). Jakarta: Centra Communication. PPNI. (2018). Standar Diagnosa Keperawatan Indonesia. Jakarta: DPP PPNI. PPNI. (2018). Standar Luaran Keperawatan Indonesia. Jakarta: DPP PPNI. PPNI. (2018). Standar Intervensi Keperawatan Indonesia. Jakarta: DPP PPNI. Rampengan, S. H. (2016). Kardioversi Pada Fibrilasi Atrium (1st ed). Jakarta: Penerbit FKUI. Sudarta. (2019). Asuhan Keperawatan Klien Dengan Ganggua Sistem Kardiovaskuler. Bandung: Goysen Publishing.