LP Atrium Fibrilasi (AF) [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

LAPORAN PENDAHULUAN ATRIAL FIBRILASI (AF) Tugas ini disusun sebagai salah satu bentuk penugasan dalam Praktik Klinik Keperawatan III



Oleh : ROCHMAWATI INTAN PERMATASARI 18613193



PRODI D III KEPERAWATAN FAKULTAS ILMU KESEHATAN UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH PONOROGO 2021



LAPORAN PENDAHULUAN ATRIAL FIBRILASI (AF)



A. Konsep Penyakit 1. Definisi Atrium Fibrilasi adalah distrimia yang terjadi sewaktu atrium berdenyut dengan kecepatan lebih dari 350-600x/menit. Depolarisasi ventrikel menjadi ireguler dan mungkin dapat mengikuti depolarisasi atrium mungkin pula tidak. Pengisian ventrikel tidak secara total bergantung pada kontraksi atrium yang terorganisasi, sehingga aliran darah yang masuk dan keluar ventrikel biasanya cukup kecuali pada waktu-waktu terjadi peningkatan kebutuhan misalnya, selama berolahraga (Corwin, 2009). Fibrilasi atrium didefinisikan sebagai irama jantung abnormal. Aktivitas



listrik



jantung



yang



cepat



dan



tidak



beraturan



mengakibatkan atrium bekerja terus-menerus menghantarkan impuls ke nodus AV sehingga respon venrikel menjadi ireguler. Atrial fibrilasi dapat berdifat akuut maupun kronik dan umumnya terjadi pada usia diatas 50 tahun (Berry and Padgett, 2012). 2. Etiologi Atrial fibrilasi (AF) biasanya menyebabkan ventrikel berkontraksi lebih cepat dari biasanya. Ketika ini terjadi, ventrikel tidak memiliki cukup waktu untuk mengisi sepenuhnya dengan darah untuk memompa ke paru-paru dan tubuh. Etiologi yang terkait dengan AF terbagi menjadi beberapa faktor-faktor, diantaranya adalah : 1) Peningkatan tekanan/resistensi atrium (Penyakit katup jantung, kelainan pengisian dan pengosongan ruang atrium, hipertrofi jantung, kardiomiopati dan hipertensi pulmo (chronic obstructive pulmonary disease dan cor pulmonal chronic), serta tumor intracardiac. 2) Proses



infiltratif



dan



inflamasi



(pericarditis/miocarditis,



amiloidosis dan sarcoidosis dan faktor peningkatan usia)



3) Proses infeksi (demam dan segala macam infeksi) 4) Kelainan Endokrin (hipertiroid, feokromositoma) 5) Neurogenik (stroke dan perdarahan subarachnoid) 6) Iskemik Atrium (infark myocardial) 7) Obat-obatan (alcohol dan kafein) 8) Keturunan/genetic. 3. Tanda dan Gejala AF dapat simptomatik dapat pula asimptomatik. Gejala-gejala AF sangat bervariasi tergantung dari kecepatan laju irama ventrikel, lamanya FA, penyakit yang mendasarinya. Fibrilasi atrium (AF) biasanya menyebabkan ventrikel berkontraksi lebih cepat dari biasanya. Ketika ini terjadi, ventrikel tidak memiliki cukup waktu untuk mengisi sepenuhnya dengan darah untuk memompa ke paruparu dan tubuh. Atrial fibrilasi sering tanpa disertai gejala, tapi kebanyakan penderita mengalami palpitasi (perasaan yang kuat dari denyut jantung yang cepat atau "berdebar" dalam dada), nyeri dada terutama saat beraktivitas, pusing atau pingsan, sesak napas, cepat lelah, laju denyut jantung meningkat, intoleransi terhadap olahraga, sinkop atau gejala tromboemboli, atau dapat disertai gejalagejala gagal jantung (seperti rasa lemah, sakit kepala berat, dan sesak nafas), terutama jika denyut ventrikel yang sangat cepat (sering 140-160 denyutan/menit). Pasien dapat juga disertai tanda dan gejala stroke akut atau kerusakan organ tubuh lainnya yang berkaitan dengan emboli systemik (1,6). AF dapat mencetuskan gejala iskemik pada AF dengan dasar penyakit jantung koroner. Fungsi kontraksi atrial yang sangat berkurang pada AF akan menurunkan curah jantung dan dapat menyebabkan terjadi gagal jantung kongestif pada pasien dengan disfungsi ventrikel kiri. 4. Patofisiolog Mekanisme AF terdiri dari 2 proses, yaitu proses aktivasi lokal dan multiple wavelet reentry. Proses aktivasi lokal bisa melibatkan proses depolarisasi tunggal atau depolarisasi berulang. Pada proses aktivasi lokal, fokus ektopik yang dominan adalah berasal dari vena



pulmonalis superior. Selain itu, fokus ektopik bisa juga berasal dari atrium kanan, vena cava superior dan sinus coronarius. Fokus ektopik ini menimbulkan sinyal elektrik yang mempengaruhi potensial aksi pada atrium dan menggangu potensial aksi yang dicetuskan oleh nodus SA (7,8). Sedangkan multiple wavelet reentry, merupakan proses potensial aksi yang berulang dan melibatkan sirkuit/jalur depolarisasi. Mekanisme multiple wavelet reentry tidak tergantung pada adanya fokus ektopik seperti pada proses aktivasi lokal, tetapi lebih tergantung pada sedikit banyaknya sinyal elektrik yang mempengaruhi depolarisasi. Pada multiple wavelet reentry, sedikit banyaknya sinyal elektrik dipengaruhi oleh 3 faktor, yaitu periode refractory, besarnya ruang atrium dan kecepatan konduksi. Hal ini bisa dianalogikan, bahwa pada pembesaran atrium biasanya akan disertai dengan pemendekan periode refractory dan penurunan kecepatan konduksi. Ketiga faktor tersebutlah yang akan meningkatkan sinyal elektrik dan menimbulkan peningkatan depolarisasi serta mencetuskan terjadinya AF. Aktivasi fokal fokus diawali biasanya dari daerah vena pulmonalis timbulnya gelombang yang menetap dari Multiple wavelet reentry depolarisasi atrial atau wavelets yang dipicu oleh depolarisasi atrial premature atau aktivitas aritmogenik dari fokus yang tercetus secara cepat. Mekanisme fibrilasi atrium identik dengan mekanisme fibrilasi ventrikel kecuali bila prosesnya ternyata hanya di massa otot atrium dan bukan di massa otot ventrikel. Penyebab yang sering menimbulkan fibrilasi atrium adalah pembesaran atrium akibat lesi katup jantung yang mencegah atrium mengosongkan isinya secara adekuat ke dalam ventrikel, atau akibat kegagalan ventrikel dengan pembendungan darah yang banyak di dalam atrium. Dinding atrium yang berdilatasi akan menyediakan kondisi yang tepat untuk sebuah jalur konduksi yang panjang demikian juga konduksi lambat, yang keduanya merupakan faktor predisposisi bagi fibrilasi atrium. Fibrilasi



atrium dapat juga disebabkan oleh gangguan katup jantung pada demam reumatik, atau gangguan aliran darah seperti yang terjadi pada penderita aterosklerosis. Pada AF aktivitas sitolik pada atrium kiri tidak teratur, terjadi penurunan atrial flow velocities yang menyebabkan statis pada atrium kiri dan memudahkan terbentuknya trombus. Pada pemeriksaan TEE, trombus pada atrium kiri lebih banyak dijumpai pada pasien AF dengan stroke emboli dibandingkan dengan AF tanpa stroke emboli. 2/3 sampai ¾ stroke iskemik yang terjadi pada pasien dengan AF non valvular karena stroke emboli. Beberapa penelitian menghubungkan AF dengan gangguan hemostasis dan thrombosis. Kelainan tersebut mungkin akibat dari statis atrial tetapi mungkin juga sebagai kofaktor terjadinya tromboemboli pada AF.



5. Patways Faktor usia, obatobatan (alkohol), keturunan



Kardiomiopati, tumor intracardiac



Pericarditis, myocarditis



Kelaianan katup atrium



Resistensi atrium dextra



Volume atrium meningkat Pengosongan atrium inadekuat



Palpitasi



Suplai O2 otak menurun Atrial Fibrilasi (AF) Sinkop Tackikardi supraventrikel dextra ADL menurun



Sesak nafas Ketidakefektifan pola nafas



Pengisian darah keparu-paru Renal flow menurun



RAA meningkat Aldesteron meningkat ADH meningkat



Retensi Na++ H2O Kelebihan volume cairan



Atrial flow velocities menurun Thrombus atrium sinistra Disfungsi ventrikel sinistra



Penurunan curah jantung



Suplai darah jaringan menurun Metabolisme anaerob Asidosos metabolic Penimbunan asam laktat dan ATP menurun Fatigue



Intoleransi aktivitas



6. Manifestasi Klinis 1) Palpitasi (perasaan yang kuat dari detak jantung yang cepat atau berdebar dalam dada) 2) Perasaan tidak nyaman di dada (nyeri dada). 3) Sesak napas/dyspnea 4) Pusing atau sinkop (pingsan mendadak) yanf dapat rerjadi akibat peningkatan laju ventrikel atau tidak adanya pengisia sistolik vetrikel. 5) Kelelahan, kelemahan/kesulitan berolahraga/ beraktivitas. Namun, beberapa kasus atrial fibrilasi bersifat asimtomatik (National Collaborating Center for Chronic, 2006). Thrombus dapat terbentuk dalam rongga atrium kiri atau bagian lainnya karena tidak adanya kontraksi atrium yang mengakibatkan stasis darah. Hal ini akan menyababkan terjadinya emboli pada sirkulasi sistemik terutama otak dan ekstermitas sehingga atrial fibrilasi menjadi salah satu penyebab terjadinta serangan stroke (Philip and Jeremy, 2007). 7. Penatalaksanaan Sasaran utama pada penatalaksanaan AF adalah mengontrol ketidakteraturan irama jantung, menurunkan peningkatan denyut jantung



dan



menghindari/mencegah



adanya



komplikasi



tromboembolisme. Kardioversi merupakan salah satu penatalaksanaan yang dapat dilakukan untuk AF. Menurut pengertiannya, kardioversi sendiri adalah suatu tata laksana yang berfungsi untuk mengontrol ketidakteraturan irama dan menurunkan denyut jantung. Pada dasarnya kardioversi dibagi menjadi 2, yaitu pengobatan farmakologi (Pharmacological Cardioversion) dan pengobatan elektrik (Electrical Cardioversion). a. Mencegah pembekuan darah (tromboembolisme) Pencegahan pembekuan darah merupakan pengobatan untuk mencegah adanya komplikasi dari AF. Pengobatan yang digunakan adalah jenis antikoagulan atau antitrombosis, hal ini dikarenakan



obat



ini



berfungsi



mengurangi



resiko



dari



terbentuknya trombus dalam pembuluh darah serta cabang-cabang vaskularisasi. Pengobatan yang sering dipakai untuk mencegah pembekuan darah terdiri dari berbagai macam, diantaranya : 1) Warfarin, termasuk obat golongan antikoagulan yang berfungsi dalam proses pembentukan sumbatan fibrin untuk mengurangi atau mencegah koagulasi. Warfarin diberikan secara oral dan sangat cepat diserap hingga mencapai puncak konsentrasi



plasma



dalam



waktu



±



1



jam



dengan



bioavailabilitas 100%. Warfarin di metabolisme dengan cara oksidasi (bentuk L) dan reduksi (bentuk D), yang kemudian diikuti oleh konjugasi glukoronidasi dengan lama kerja ± 40 jam. 2) Aspirin, secara irreversible menonaktifkan siklo-oksigenase dari trombosit (COX2) dengan cara asetilasi dari asam amino serin terminal. Efek dari COX2 ini adalah menghambat produksi endoperoksida dan tromboksan (TXA2) di dalam trombosit. Hal inilah yang menyebabkan tidak terbentuknya agregasi dari trombosit. Tetapi, penggunaan aspirin dalam waktu lama dapat menyebabkan pengurangan tingkat sirkulasi dari faktorfaktor pembekuan darah, terutama faktor II, VII, IX dan X. b. Mengurangi denyut jantung Terdapat 3 jenis obat yang dapat digunakan untuk menurunkan peningkatan denyut jantung, yaitu obat digitalis, β-blocker dan antagonis kalsium. Obat-obat tersebut bisa digunakan secara individual ataupun kombinasi. 1) Digitalis,



Obat



ini



digunakan



untuk



meningkatkan



kontraktilitas jantung dan menurunkan denyut jantung. Hal ini



membuat



kinerja



jantung



menjadi



lebih



efisien.



Disamping itu, digitalis juga memperlambat sinyal elektrik yang



abnormal



mengakibatkan



dari



atrium



peningkatan



ke



ventrikel.



pengisian



Hal



ventrikel



ini dari



kontraksi atrium yang abnormal. o β-blocker Obat β-blocker merupakan obat yang menghambat efek sistem saraf simpatis. Saraf simpatis pada jantung bekerja untuk meningkatkan denyut jantung dan kontraktilitas jantung. Efek ini akan berakibat dalam efisiensi kinerja jantung. 2) Antagonis Kalsium, Obat antagonis kalsium menyebabkan penurunan kontraktilitas jantung akibat dihambatnya ion Ca2+ dari ekstraseluler ke dalam intraseluler melewati Ca2+ channel yang terdapat pada membran sel. c. Mengembalikan irama jantung Kardioversi merupakan salah satu penatalaksanaan yang dapat dilakukan



untuk



menteraturkan



irama



jantung.



Menurut



pengertiannya, kardioversi sendiri adalah suatu tata laksana yang berfungsi



untuk



mengontrol



ketidakteraturan



irama



dan



menurunkan denyut jantung. Pada dasarnya kardioversi dibagi menjadi 2, yaitu pengobatan farmakologi (Pharmacological Cardioversion)



dan



pengobatan



elektrik



(Electrical



Cardioversion). 1) Pharmacological Cardioversion (Anti-aritmia) -



Amiodarone



-



Dofetilide



-



Flecainide



-



Ibutilide



-



Propafenone



8. Pemeriksaan Penunjang Pemeriksaan penunjang untuk diagnosis atrial fibrilasi, antara lain : 1) Anamnesis: -



Dapat diketahui tipe AF dengan mengetahui lama timbulnya (episode pertama, paroksismal, persisten, permanen)



-



Menentukan beratnya gejala yang menyertai: berdebar-debar, lemah, sesak napas terutama saat aktivitas, pusing, gejala



yang menunjukkan adanya iskemia atau gagal jantung kongestif -



Penyakit jantung yang mendasari, penyebab lain dari FA misalnya hipertiroid



2) Pemeriksaan fisik: -



Tanda



vital



:



denyut



nadi



berupa



kecepatan



dan



regularitasnya, tekanan darah -



Tekanan vena jugularis



-



Ronki pada paru menunjukkan kemungkinan terdapat gagal jantung kongestif



-



Irama gallop s3 pada auskultasi jantung menunjukkan kemungkinan terdapat gagal jantung kongestif, terdapatnya bising pada auskultasi kemungkinan adanya penyakit katup jantung



-



Hepatomegali: kemungkinan terdapat gagal jantung kanan



-



Edema perifer: kemungkinanterdapat gagal jantung kongestif.



3) Laboratorium: hematokrit (anemia), TSH (penyakit gondok), enzim jantung bila dicurigai terdapat iskemia jantung 4) Pemeriksaan EKG: dapat diketahui antara lain irama (verifikasi FA), hipertropi ventrikel kiri, pre-eksitasi ventrikel kiri, sindroma pre-eksitasi (sindroma WPW), identifikasi adanya iskemia) 5) Foto rontgen toraks 6) Ekokardiografi untuk melihat antara lain kelainan katup, ukuran dari atrium dan ventrikel, hipertrofi ventrikel kiri, fungsi ventrikel kiri,



obstruksi



outflow



dan



TEE



(Trans



Esopago



Echocardiography) untuk melihat thrombus di atrium kiri 7) Pemeriksaan fungsi tiroid. Pada AF episode pertama bila laju irama ventrikel sulit dikontrol 8) Uji latih: identifikasi iskemia jantung, menentukan adekuasi dari kontrol laju irama jantung. 9) Pemeriksaa lain yang mungkin diperlukan adalah holter monitor



B. Konsep Dasar Asuhan Keperawatan 1. Pengkajian a. Pengkajian Primer 1) Airways Batuk dengan atau tanpa sputum, penggunaan bantuan otot pernafasan. Oksigen, dll. 2) Breathing Dyspnea saat aktivitas, tidur sambal duduk atau dengan beberpa bantal. 3) Circulation Riwayat penyakit jantung coroner (90-95% mengalami disritmia), penyakit kantup jantung hipertensi, kardiomiopati dan



CHF.



Riwayat



insersi



pacemaker.



Nadi



cepat/lambat/tidak teratur, palpitasi. Temuan fisik meliputi hipotensi atau hipertensi selama episode distrimia. Nadi ireguler atau denyut berkurang. Auskultasi jantung ditemukan adanya irama ireguler, suara ekstrasisitole. Kulit mengalami diaphoresis, pucat, sianosis. Edema dependen, distensi vena jugularis, penurunan urine output. b. Pengkajian sekunder a) Biodata Identitas pasien terdiri dari : nama, umur, jenis kelamin, status perkawinan, agama, suku/bangsa, pendidikan, perkerjaan dan alamat. Indentitas penanggung jawab terdiri dari : nama, hubungan dengan klien, pendidikan, perkerjaan dan alamat. b) Riwayat Kesehatan 1) Keluhan Utama : pada klien dengan gangguan sistem kardiovaskuler secara umum anatara lain sesak napas, batuk, nyeri dada, pingsan, berdebar-debar, cepat lelah, edema ekstermitas. 2) Riwayat Kesehatan Sekarang



Pengkajian



riwayat



penyakit



sekarang



meliputi



penyakit sejak timbul keluhan hingga meminta pertolongan. Misal, sejak kapan keluhan dirasakan, berapa lama dan berapa kali keluhan tersebut terjadi, bagaimana sifat dan berat keluhan, keadaan apa yang memperberat atau meringakan keluhan, adakah usaha mengatasi keluhan ini sebelum meminta pertolongan. 3) Riwayat Kesehatan Dahulu Hal-hal yang dikaji adalah penyakit-penyakit yang pernah dialami klien sebelumnya. Misal hipertensi, pericarditis, kardiomiopati, pneumonia, PPOK, dan lain-lain. 4) Riwayat Kesehatan Keluarga Penyakit yang dialami oleh keluarga, anggota keluarga yang meninggal, dan penyebab kematian, tanyakan penyakit enurun yang dialami anggota keluarga. c. Pemeriksaan Fisik 1) Keadaan Umum : mengobservasi keadaan fisik tiap bagian tubuh, kesadaran klien. 2) Tanda-tanda Vital : a) Tekanan Darah : Nilai normalnya Nilai rata-rata sistolik : 110-140 mmHg Nilai rata-rata diastolik : 80-90 mmHg b) Nadi Nilai



normalnya



:



Frekuensi



:



60-100x/menit



(bradikardi atau takikkardi) c) Pernapasan Nilai normalnya : Frekuensi : 16-20 x/menit. Pada pasien



respirasi



istirahat/aktivitas d) Suhu



meningkat,



dipsnea



pada



saat



Badan Metabolisme menurun, suhu menurun 3) Head to toe: a) Kepala : bentuk , kesimetrisan b) Mata: konjungtiva, anemis, ikterik atau tidak c) Mulut : apakah ada tanda infeksi d) Telinga : kotor atau tidak, ada serumen atau tidak, kesimetrisan e) Muka : ekspresi, pucat f) Leher : apakah ada pembesaran kelenjar tiroid dan limfe g) Dada : gerakan dada, deformitas h) Jantung : Inspeksi : menentukan bentuk precordium dan denyut pada apeks jantung. denyut nadi pada dada dianggap sebagai denyut vena. Palpasi : mendeteksi kelainan yang tampak saat inspeksi Perkusi : menentukan adanya kardiomegali, efusi pericardium, anuerisma aorta. Auskultasi : bunyi jantung normal menunjukkan adanya dua bunyi disebut bunyi jantung pertama (S1) dan bunyi jantung kedua (S2). Bunyi abnormal jantung gallop, snap dan klik, murmur. i) Abdomen : Terdapat asites, hati teraba dibawah arkus kosta kanan j) Ekstremitas : lengan-tangan, reflex, warna dan tekstur kulit, edema, clubbing finger. k) Breathing Inspeksi



:



bentuk



dada,



kesimetrisan



gerakan



pernapsan Palpasi : gerakan dinding dada toraks saat inspirasi dan ekspansi, taktil fremitus



Perkusi : resonan, hipersonan Auskultasi : suara napas normal, trakeobronkhial, vesikuler 2. Diagnosis Keperawatan Diagnosis yang mungkin muncul pada pada pasien dengan meningitis: 1) Penurunan curah jantung b.d perubahan kontraktilitas miokardial/ perubahan inotropic, perubahan frekuensi, irama dan konduksi listrik, perubahan structural. 2) Pola nafas tidak efektif b.d penurunan ekspansi paru 3) Intoleransi aktifitas b.d ketidakseimbangan antar suplai oksigen. 3. Rencana Keperawatan Diagnosis



Standar Luaran



Standar Intervensi



Keperawatan



Keperawatan (SLKI)



Keperawatan Indonesia



(SDKI) D.0008 Penurunan



L.02008 Curah Jantung.



(SIKI) I.02075 Perawatan



Curah Jantung



Tujuan : setelah dilakukan



Jantung



Definisi :



tindakan keperawatan



Observasi



ketidakseimbangan



diharapkan curah jantung



1. Identifikasi



jantung memompa



meningkat dengan Kriteria



tanda/gejala



darah untuk



hasil :



penuruna



memenuhi kebutuhan



1.



Kekuatan nadi perifer



jantung



(meliputi



meningkat



dyspnea,



kelelahan,



Ejection franction (EF)



edema,



meningkat



paroxysmal



3.



Palpitasi menurun



nocturnal



4.



Bradikardi menurun



peningkatan CVP)



5.



Takikardi menurun



6.



Gambaran EKG



tanda/gejala



aritmia menurun



sekunder



7.



Lelah menurun



(peningkatan



8.



Distensi vena jugularis



badan



menurun



hepatomegaly,



Dyspnea menurun



distensi



metabolisme tubuh. 2.



9.



primer curah



ortopnea, dyspnea,



2. Identifikasi



berat badan, vena



10. Pucat/sianosis menurun



jugularis,



11. Batuk menurun



ronkhi basah, oliguri,



12. Ortopne menurun



batuk, kulit pucat.



13. TD membaik



palpitasi,



3. Monitor



14. CRT membaik aaa



tekanan



darah (termasuk TD ortostotik, jika perlu) 4. Monitor intake dan output cairan 5. Monitor BB setiap waktu yang sama 6. Monitor



saturasi



oksigen 7. Monirtor



keluhan



nyeri dada 8.



Monitor



EKG



sadapan 9. Monitor



aritmia



(kelianan irama dan frekeunsi) 10. Periksa



TD



frekuensi sebelum



dan badi



pemberian



obat. Terapeutik 1. Posisika semi-fowler



pasien atau



fowler dengan kaki ke bawah atau posisi nyaman 2. Berikan diet jantung yang sesuai 3. Fasilitasi pasien dan



keluarga



untuk



modifikasi



gaya



hidup sehat 4. Berikan



terapi



relaksasi



untuk



mengurangi



stros,



jika perlu 5. Berikan



dukungan



emosional



dan



spiritual 6. Berikan



oksigen



untuk mempertahankan saturasi



oksigen



>94% Edukasi 1. Anjurkan beraktivitas



fisik



sesuai toleransi 2. Anjurkan beraktivitas



fisik



secara beratahap 3. Anjurkan



behenti



merokok 4. Ajarkan pasien dan keluarga mengukur berat badan harian 5. Ajarkan pasien dan keluarga mengukur intak



dan



cairan harian



output



D.0005 Pola Nafas



L.01004 Pola Nafas



I.01011 Manajemen



Tidak Efektif



Tujuan : Setelah dilakukan



Jalan Nafas



Definisi :



tindakan keperawatan



Observasi



inspirasi/ekpirasi



diharapkan pola nafas



yang tidak



membaik. Kriteria hasil :



memberikan ventilasi adekuat Gejala dan tanda manyor Subjektif : dyspnea Objektif : 1. Penggunaaan otot bantu pernafasan



1. Ventilasi semenit meningkat 2. Tekanan ekspirasi meningkat 3. Tekanan inspirasi meningkat 4. Dyspnea menurun 5. Penggunaan otot bantu



2. Fase ekspirasi



napas menurun



memanjang



6. Pemanjangan fase



3. Pola nafas abnormal Gejala dan tanda minor Sujektif : ortopnea



ekpirasi menurun 7. Ortopnea menurun 8. Frekuensi napas membaik 9. Kedalaman membaik



1. Monitor pola nafas (frekuensi, kedalaman, usaha nafas) 2. Monitor bunyi nafas tambahan (mis: gagling, mengi, Wheezing, ronkhi) 3. Monitor sputum (jumlah, warna, aroma) Terapeutik 1. Posisikan semi fowler atau fowler 2. Ajarkan teknik batuk efektif Kolaborasi pemberian



Objektif



bronkodilato, ekspetoran,



1. Pernafasan



mukolitik, jika perlu.



pursed-lip 2. Pernafasan cuping hidung 3. Diameter thoraks enterior-posterior meningkat 4. Ventilasi semenit menurun 5. Kapasitas vital menurn



6. Tekanan ekspirasi menurun 7. Tekanan inspirasi menurun 8. Eksursi dada berubah



DAFTAR PUSTAKA Aspaiani,RY. 2016. Buku Ajar Asuhan Keperawatan Pada pasien Gangguan Kardiovaskuler : aplikasi nic&noc. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC. Greener, M. 2010. The nurse’s Role in the Management of Atrial Fibrilation. Nurse Prescribing. PPNI. 2016. Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia : Definisi dan Indikator Diagnostik, Edisi 1. Jakarta: DPP PPNI. PPNI. 2018. Standar Intervensi Keperawatan Indonesia : Definisi dan Tindakan Keperawatan, Edisi 1. Jakarta: DPP PPNI. PPNI. 2018. Standar Luaran Keperawatan Indonesia : Definisi dan Kriteria Hasil Keperawatan, Edisi 1. Jakarta: DPP PPNI.