LP Atrial Fibrilasi [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

BAB I KONSEP TEORI 1.1 Definisi Atrial Fibrilasi Atrial Fibrilasi ( AF ) merupakan suatu gangguan yang terjadi pada jantung paling umum ( ritme jantung abnormal ) ditandai dengan ketidakteraturan irama denut jantung dan peningkatan frekuensi denyut jantung, yaitu sebesar 350-650 x/menit. Secara umum atrial fibrilasi yaitu suatu takikardi supraventikuler dengan aktivasi atrial yang tidak terkoordinasi sehingga terjadi gangguan fungsi mekanik atrium sehingga berakibat pada ketidakefektifan proses mekanik atau pompa darah jantung [ CITATION Rah21 \l 1057 ]. Pada elektrokardiogram (EKG), ciri dari FA adalah tiadanya



konsistensi gelombang P, yang digantikan oleh gelombang getar (fibrilasi) yang bervariasi amplitudo, bentuk dan durasinya. Pada fungsi NAV yang normal, FA biasanya disusul oleh respons ventrikel yang juga ireguler, dan seringkali cepat. Ciri-ciri FA pada gambaran EKG umumnya sebagai berikut: 1. EKG permukaan menunjukkan pola interval RR yang ireguler 2. Tidak dijumpainya gelombang P yang jelas pada EKG permukaan. Kadang-kadang dapat terlihat aktivitas atrium yang ireguler pada beberapa sadapan EKG, paling sering pada sadapan V1. 3. Interval antara dua gelombang aktivasi atrium tersebut biasanya bervariasi, umumnya kecepatannya melebihi 450x/ menit.[ CITATION Pra16 \l 1057 ]



1.2 Etiologi Atrial Fibrilasi Atrial Fibrilasi menyebabkan ventrikel berkontraksi lebih cepat dari biasanya. Etiologi yang terkait dengan atrial fibrilasi terbagi menjadi beberapa faktor, antara lain :



1. Peningkatan tekanan/resistensi atrium ( penyakit katup jantung, kelainan pengisian



dang



pengosongan



ruang



atrium,



hipertrofi



jantung,



kardiomiopati dan hipertensi pulmo serta tumor intracardiac ). 2. Proses infiltratif dan inflamasi ( pericarditis/miocarditis, amiloidosis dan sarcoidosis dan faktor peningkatan usia) 3. Iskemik Atrium ( Infark myocardial ) 4. Obat-obatan ( alkohol dan kafein ) 5. Keturunan / genetik [ CITATION Rah21 \l 1057 ]



1.3 Klasifikasi Atrial Fibrilasi Menurut AHA ( Amerian Heart Association ), klasifikasi dari atrial fibrilasi dibedakan menjadi 4 jenis, antara lain : 1. AF deteksi pertama Semua pasien dengan AF selalu diawali dengan tahap AF deteksi pertama. Tahap ini merupakan tahapan dimana belum pernah terdeteksi AF sebelumnya dan baru pertama kali terdeteksi. 2. Paroksismal AF Jenis paroksismal AF merupakan suatu keadaan atrial fibrilasi yang berlangsung kurang dari 7 hari atau atrial fibrilasi yang memiliki episode pertama kali kurang dari 48 jam. Atrial fibrilasi jenis ini cenderung bisa sembuh sendiri dalam waktu kurang dari 24 jam tanpa bantuan kardioversi. 3. Persisten AF Jenis persisten AF memiliki sifat menetap dan berlangsung lebih dari 48 jam tetapi kurang dari 7 hari. Persisten AF perlu bantuan kardioversi untuk mengembalikan irama sinus kembali normal. 4. Kronik/permanen AF Jenis kronik/permanen AF memiliki sifat menetap dan berlangsung lebih dari 7 hari. Pada jenis ini penggunaan kardioversi kurang berarti karena dinilai cukup sulit untuk mengembalikkan ke irama sinus yang normal.



Disamping klasifikasi menurut AHA ( American Heart Association ), klasifikasi atrial fibrilasi menurut lama waktu berlangsung, antara lain : 1. Atrial Fibrilasi Akut Atrial fibrilasi akut dikategorikan menurut waktu berlangsungnya kurang dari 48 jam atau kurang dari dua hari. 2. Atrial Fibrilasi Kronik Atrial fibrilasi kronik dikategorikan menurut waktu berlangsung lebih dari 48 jam atau lebih dari sua hari [ CITATION Rah21 \l 1057 ]. Berdasarkan kecepatan laju respon ventrikel (interval RR) maka FA dapat dibedakan menjadi: 1. FA dengan respon ventrikel cepat: Laju ventrikel >100x/ menit



Gambar 1.1 Rekaman EKG FA dengan respon ventrikel normal



2. FA dengan respon ventrikel normal: Laju ventrikel 60- 100x/menit



Gambar 1.2 Rekaman EKG FA dengan respon ventrikel normal



3. FA dengan respon ventrikel lambat: Laju ventrikel 2 detik, nyeri tekan atau tidak.



l. Pemeriksaan Ekstremitas Inspeksi :



Amati adanya kelumpuhan pada ekstremitas dan ada tidaknya edema.



Palpasi



: Nyeri tekan dan edema. Pada pemeriksaan ekstremitas bawah dapat ditemukan



sianosis, jari tabuh atau edema. Ekstremitas yang dingin dan tanpa



nadi



mungkin



mengindikasikan



embolisasi



perifer.



Melemahnya nadi perifer dapat mengindikasikan penyakit arterial



perifer atau curah jantung yang menurun [ CITATION PER14 \l 1057 ].



m. Pemeriksaan neurologis Perubahan status mental pasien meliputi orientasi, kemampuan verbal atau bicara, afek yang tidak tepat, memori, dan proses berpikir. Tanda-tanda Transient Ischemic Attack (TIA) atau kejadian serebrovaskular terkadang dapat ditemukan pada pasien



FA.



Peningkatan



refleks



dapat



ditemukan



pada



hipertiroidisme.



9. Pemeriksaan penunjang a. Laboratorium Pemeriksaan laboratorium yang dapat diperiksa antara lain: a. Darah lengkap (anemia, infeksi) b. Elektrolit, ureum, kreatinin serum (gangguan elektrolit atau gagal ginjal) c. Enzim jantung seperti CKMB dan atau troponin (infark miokard sebagai pencetus FA) d. Peptida natriuretik (BNP, N-terminal pro-BNP dan ANP) memiliki asosiasi dengan FA. Level plasma dari peptida natriuretik tersebut meningkat pada pasien dengan FA paroksismal maupun persisten, dan menurun kembali dengan cepat setelah restorasi irama sinus. e. D-dimer (bila pasien memiliki risiko emboli paru) f. Fungsi tiroid (tirotoksikosis) g. Kadar digoksin (evaluasi level subterapeutik dan/atau toksisitas) h. Uji toksikologi atau level etanol b. Pemeriksaan EKG c. Foto rontgen toraks d. Ekokardiografi



e. Pemeriksaan fungsi tiroid f. Uji latih g. Holter monitoring h. Studi elektrofisiologi i. Computed tomography (CT) scan dan magnetic resonance imaging (MRI) 3.2 Diagnosa Keperawatan Diagnosa keperawatan merupakan suatu keputusan klinis terhadap pengalaman atau respon individu, keluarga, atau komunitas pada masalah kesehatan, pada resiko masalah kesehatan atau pada proses kehidupan yang aktual atau potensial. Diagnosa keperawatan merupakan bagian vital untuk menegakkan asuhan keperawatan yang tepat untuk membantu klien mencapai derajat kesehatan yang optimal. [ CITATION PPN171 \l 1057 ].



Berdasarkan SDKI (Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia), diagnosa keperawatan yang dapat ditegakkan pada pasien dengan atrial fibrilasi sebagai berikut : 1. ( D.0005 ) Pola napas tidak efektif berhubungan dengan hambatan upaya napas ditandai dengan dipsnea, penggunaan otot bantu pernapasan, pola napas abnormal, kapasitas vital menurun. 2. ( D.0008 ) Penurunan curah jantung berhubungan dengan perubahan irama jantung ditandai dengan palpitasi, takikardi, gambaran EKG aritmia, lelah, distensi vena jugularis, hepatomegali, dipsnea, warna kulit sianosis. 3. (



D.0056



)



Intoleransi



aktivitas



berhubungan



dengan



ketidakseimbangan antara suplai dan kebutuhan oksigen ditandai dengan mengeluh lelah, frekuensi jantung meningkat, gambaran EKG menunjukkan aritmia, sianosis, tidak nyaman saat beraktivitas. 4. ( D.0022 ) Hipervolemia berhubungan dengan gangguan aliran balik vena ditandai dengan dipsnea, distensi vena jugularis, hepatomegali, balance cairan positif.



3.3 Intervensi Keperawatan Intervensi keperawatan merupakan segala bentuk terapi yang dikerjakan oleh perawat yang didasarkan pada pengetahuan, dan ketentuan klinis untuk tercapainya peningkatan, pencegahan dan pemulihan kesehatan klien baik individu, keluarga maupun komunitas untuk mencapai luaran (outcome) yang diharapkan [ CITATION PPN181 \l 1057 ]. Tabel 2.1 Intervensi Keperawatan No 1



Diagnosa Keperawatan (SDKI) Pola napas tidak efektif berhubungan dengan hambatan upaya napas ( D.0005 )



Tujuan dan Kriteria Hasil (SLKI) Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama …x 24 jam diharapkan pola napas membaik dengan kriteria hasil : (L.01004) 1. Dipsnea menurun 2. Penggunaan otot bantu napas menurun 3. Pernapasan cuping hidung menurun 4. Frekuensi pernapasan membaik 5. Kedalaman napas membaik 6. Kapasitas vital meningkat



Intervensi (SIKI) Manajemen Jalan Napas ( I.01011 ) Observasi 1. Monitor pola napas (frekuensi, kedalaman, usaha napas). 2. Monitor bunyi napas tambahan (mis. gurgling, mengi, wheezing, ronkhi kering). 3. Monitor sputum (jumlah, warna, aroma). Terapeutik 1. Pertahankan kepatenan jalan napas dengan head-tilt dan chin-lift (Jaw-thrust jika curiga trauma servikal). 2. Posisikan semlFowier atau Fowler. 3. Berikan minum hangat. 4. Lakukan fisioterapi dada, jika perlu. 5. Lakukan penghisapan lendir kurang dari 15 detik. 6. Lakukan



hiperoksigenasi sebelum penghisapan endotrakeal. 7. Keluarkan sumbatan benda padat dengan forsep McGill. 8. Berikan oksigen, jika perlu Edukasi. 1. Anjurkan asupan cairan 2000 ml/hari, jika tidak kontraindikasi. 2. Ajarkan teknik batuk efektif Kolaborasi. 1. Kolaborasi pemberian bronkodilator, ekspektoran, mukolitik, jika perlu. 2



Penurunan curah jantung berhubungan dengan perubahan irama jantung ( D.0008 )



Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama …x 24 jam diharapkan curah jantung meningkat dengan kriteria hasil : (L.02008) 1. Palpitasi menurun 2. Takikardi menurun 3. Gambaran EKG aritmia menurun 4. Lelah menurun 5. Dipsnea menurun 6. Sianosis menurun



Perawatan jantung (I.02075) Observasi 1. Identifikasi tanda/gejala primer penurunan curah jantung (meliputi dispnea, kelelahan, edema, ortopnea, paroxysmal nocturnal dyspnea, peningkatan CVP) 2. Identifikasi tanda/gejala sekunder penurunan curah jantung (meliputi peningkatan berat badan, hepatomegali, distensi vena jugularis, palpitasi, ronkhi basah,



oliguria, batuk, kulit pucat) 3. Monitor tekanan darah (termasuk tekanan darah ortostatik, jika perlu) 4. Monilor intake dan output cairan 5. Monitor berat badan setiap hari pada waktu yang sama 6. Monitor saturasi oksigen 7. Monitor keluhan nyeri dada (mis, intensitas, lokasi, radiasi, durasi, presivitasi yang mengurangi nyeri) 8. Monitor EKG 12 sadapan 9. Monitor aritmia (kelainan irama dan frekuensi) 10. Monitor nilai laboratorium jantung (mis. elektrolit, enzim jantung, BNP, NTpro-BNP) 11. Monitor fungsi alat pacu jantung 12. Periksa tekanan darah dan frekuensi nadi sebelum dan sesudah aktivitas 13. Periksa tekanan darah dan frekuensi nadi sebelum pemberian obat (mis. beta blocker, ACE inhibitor, calclum channel blocker,



digoksin) Terapeutik 1. Posisikan pasien semi-Fowler atau Fowler dengan kaki ke bawah atau posisi nyaman 2. Berikan diet jantung yang sesuai (mis, batasi asupan kafein, natrium, kolesterol, dan makanan tinggi lemak) 3. Gunakan stocking elastis atau pneumatik intermiten, sesuai indikasi 4. Fasilitasi pasien dan keluarga untuk modifikasi gaya hidup sehat 5. Berikan terapi relaksasi untuk mengurangi stres, jika perlu 6. Berikan dukungan emosional dan spiritual 7. Berikan oksigen untuk mempertahankan saturasi oksigen >94% Edukasi 1. Anjurkan beraktivitas fisik sesuai toleransi 2. Anjurkan beraktivitas fisik secara bertahap 3. Anjurkan berhenti



merokok 4. Ajarkan pasien dan keluarga mengukur berat badan harian 5. Ajarkan pasien dan keluarga mengukur intake dan output cairan Kolaborasi 1. Kolaborasi pemberian antiaritmia, jika perlu 2. Rujuk ke program rehabilitasi jantung 3



Intoleransi aktivitas berhubungan dengan ketidakseimbanga n antara suplai dan kebutuhan oksigen ( D.0056 )



Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama …x 24 jam diharapkan toleransi aktivitas meningkat dengan kriteria hasil : (L.05047) 1. Kemudahan melakukan aktivitas seharihari meningkat 2. Keluhan lelah menurun 3. Dipsnea menurun 4. Aritmia menurun 5. Sianosis menurun 6. Frekuensi napas membaik 7. EKG iskemia



Manajemen Energi (I.05178) Observasi 1. Identkal gangguan fungsi tubuh yang mengakibatkan kelelahan 2. Monitor kelelahan fisik dan emosional 3. Monitor pola dan jam tidur 4. Monitor lokasi dan ketidaknyaan selama melakukan aktivitas Terapeutik 1. Sediakan lingkungan nyaman dan rendah stimulus (mis.cahaya, suara, kunjungan) 2. lakukan latihan rentang gerak pasif dan/atau aktif 3. Berikan aktivitas distraksi yang menenangkan



4. Fasilitas duduk di sisi tempat tidur, jika tidak dapat berpindah atau berjalan Edukasi 1. Anjukan tirah baring 2. Anjurkan melakukan aktivitas secara bertahap 3. Anjurkan menghubungi perawat jika tenda dan gejala kelelahan tidak berkurang 4. Ajarkan strategi koping untuk mengurangi kelelahan Kolaborasi 1. Kolaborasi dengan ahli gizi tentang cara meningkatkan asupan makanan. 4



Hipervolemia berhubungan dengan gangguan aliran balik vena ( D.0022 )



Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama …x 24 jam diharapkan keseimbangan cairan meningkat dengan kriteria hasil : (L.05020) 1. Asites menurun 2. Membran mukosa membaik 3. Keluaran urin meningkat 4. Tekanan arteri rata-rata membaik



Manajemen Hipervolemia ( 103114 ) Observasi 1. Periksa tanda dan gejala hipervolemia (mis ortopnea, dispnea, edema, JVP/CVP meningkat, refleks hepatojugular positif, suara napas tambahan) 2. identifikasi penyebab hipervolemia 3. Monitor status hemodinamik (mis. frekuensi jantung,



5. Turgor membaik



kulit



4. 5.



6.



7.



tekanan darah, MAP. CVP. PAP, PCWP,CO, CI), jika tersedia Monitor Intake dan output cairan Monitor tanda hemokonsentrasi (mis, kadar natrium, BUN, hematokrit, berat jenis urine) Monitor tanda peningkatan tekanan onkotik plasma (mis. kadar protein dan albumin meningkat) Monitor kecepatan infus secara ketat Monitor efek samping diuretik (mis hipotensi ortortostatik, hipovolemla, hipokalemia hiponatremia)



Terapeutik 1. Timbang berat badan setiap hari pada waktu yang sama 2. Batasi asupan cairan dan garam 3. Tinggikan kepala tempat tidur 30-40" Edukasi 1. Anjurkan melapor jika haluaran urin 1 kg dalam sehart 3. Ajarkan cara mengukur dan mencatat asupan dan haluaran cairan 4. Ajarkan cara membatasi calran Kolaborasi 1. Kolaborasi pemberian diuretik 2. Kolaborasi penggantian kehilangan kalium akibat diuretik 3. Kolaborasi pemberian continuous renal replacement therapy (CRRT), jika perlu (Sumber : PPNI, 2017 & PPNI, 2018) 3.3.1



Implementasi Keperawatan Implementasi keperawatan merupakan suatu kegiatan yang dilakukan oleh perawat untuk membantu pasien memperbaiki masalah status kesehatan yang dihadapi menjadi lebih baik dengan kriteria hasil sesuai yang diharapkan. Proses pelaksanaan implementasi harus berfokus pada kebutuhan klien, faktor-faktor lain yang mempengaruhi pelayanan keperawatan, strategi implementasi keperawatan, dan kegiatan komunikasi [ CITATION Din171 \l 1057 ] . Perawat melakukan tindakan keperawatan untuk melaksanakan intervensi yang disusun pada tahap perencanaan dan pada tahap terakhir implementasi dilakukan pendokumentasian berupa tindakan dan respon klien. Adapun proses pada implementasi yaitu : a. Mengkaji kembali pasien b. Menentukan kebutuhan perawatan terhadap bantuan



c. Mengimplementasikan intervensi keperawatan d. Melakukan supervisi terhadap asuhan keperawatan yang didelegasikan e. Mendokumentasikan tindakan keperawatan 3.3.2



Evaluasi Keperawatan Evaluasi keperawatan merupakan tahap akhir dari rangkaian proses keperawatan tujuannya untuk mengetahui apakah tindakan keperawatan yang telah dilakukan tercapai atau perlu pendekatan lain. Evaluasi keperawatan merupakan tolok ukur keberhasilan dari rencana dan pelaksanaan tindakan keperawatan dalam pemenuhan kebutuhan pasien. Penilaian ini merupakan tahapan yang menentukan apakah tujuan tercapai [ CITATION Din171 \l 1057 ] . Dengan dilakukannya evaluasi keperawatan terhadap masalah yang dihadapi pasien maka perawat dapat mengambil keputusan : 1.



Mengakhiri tindakan keperawatan, apabila pasien sudah mencapai tujuan yang ditetapkan.



2.



Memodifikasi intervensi keperawatan, apabila pasien belum mencapai tujuan yang sudah ditetapkan.



DAFTAR PUSTAKA



Agestin, N. (2020). Studi Literatur : Asuhan Keperawatan pada Pasien Hipertensi dengan Masalah Keperawatan Gangguan Pola Tidur. eprints.umpo. Dinarti, Yuli Mulyanti. (2017). Bahan Ajar Keperawatan : Dokumentasi Keperawatan. Jakarta: Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. Effendi. (2017). Tatalaksana Fibrilasi Atrium. cdkjournal, 93-96 (44).



Fatmawati, A. H. (2018). Pengaruh Pelayanan Asuhan Keperawatan Terhadap Kepuasan Pasien di Puskesmas Takalala Kabupaten Soppeng. Mirai: Journal Of Management, 33-57. January. CT, dkk. (2014 ). AHA/ACC/HRS Guideline for the Management of Patient Atrial Fibrilation A report of the American College of Cardiology/American Herat Assesment Force on Practice Guidelines and the Hearth Rhytm Society. Journal of the American Heart Association , 586. PERKI. (2014). Pedoman Tata Laksana Fibrilasi Atrium. Jakarta: Centra Communications Perhimpunan Dokter Spesialis Kardiovaskuler Indonesia. PPNI. (2017). Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia. Jakarta: DPP PPNI. PPNI. (2018). Standar Intervensi Keperawatan Indonesia. Jakarta: DPP PPNI. PPNI. (2018). Standar Luaran Keperawatan Indonesia. Jakarta: Dewan Pengurus Pusat Persatuan Perawat Nasional Indonesia. Pranata Raymond, dkk. (2016). Komplikasi Kardiovaskular dan Neurologis yang Berhubungan dengan Fibrilasi Atrium. Jurnal Kardiologi Indonesia, 164172 (37). Rahayu Ayu. (2021). Terapi Non Farmakologi Pada Atrial Fibrilasi. Gowa: Pustaka Taman Ilmu.