2016.02.007 - BELLA - ATRIAL FIBRILASI - S1 KEP-dikonversi [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

LAPORAN PENDAHULUAN ASUHAN KEPERAWATAN GAWAT DARURAT PADA PASIEN DENGAN KASUS ATRIAL FIBRILASI (AF) Disusun Untuk Memenuhi Tuga Praktik Laboratorium Klinik Keperawatan (PLKK) Daring Sistem Gadar III



Oleh : NAMA : BELLA DESI VITA AULIYA NIM : 201602007



PROGRAM STUDI S1 KEPERAWATAN SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN BANYUWANGI TAHUN 2020



LEMBAR PENGESAHAN



Laporan pendahuluan asuhan keperawatan gawat darurat pada pasien dengan Atrial Fibrilasi Yang disusun Oleh :



Nama : Bella Desi Vita Auliya NIM : 2016.02.007 Prodi : S1 Keperawatan



Sebagai salah satu syarat sebagai pemenuhan tugas PraktikLaboratorium Klinik (PLKK) Daring sistem Keperawatan Gawat Darurat III yang dilaksanakan pada tanggal 15 juni-03 juli 2020.



Laporan pendahuluan ini telah disetujui Pada tanggal,



Oleh Pembimbing



Ns. Masroni, M.S (In Nursing) NIK: 06.077.0612



A. Tinjauan Teori 1. Definisi Atrial fibrilasi (AF) adalah suatu gangguan pada jantung yang paling umum (ritme jantung abnormal) yang ditandai dengan irama denyut jantung iregular dan peningkatan frekuensi denyut jantung, yaitu sebesar 350-650 x/menit. Pada dasarnya atrial fibrilasi merupakan suatu takikardi supraventrikuler dengan aktivasi atrial yang tidak terkoordinasi sehingga terjadi gangguan fungsi mekanik atrium. Keadaan ini menyebabkan tidak efektifnya proses mekanik atau pompa darah jantung 1,2,3. Dari gambaran elektrokardiogram AF dapat dikenali dengan absennya gelombang P, yang diganti oleh fibrilasi atau oskilasi antara 400-700 permenit dengan berbagai bentuk, ukuran, jarak dan waktu timbulnya yang dihubungkan dengan respon ventrikel yang cepat dan tidak teratur bila konduksi AV masih utuh. Irama semacam ini sering disebutsebagai gelombang “f” 4. a.



Anatomi Jantung Jantung adalah organ berotot dan berongga yang berfungsi memompa darah melalui pembuluh darah dengan frekuensi denyut yang ritmik. Jantung manusia dewasa mempunyai berat yang hampir sama antara satu orang dengan orang yang lain, yaitu kurang lebih sekitar 300-350 gr. Jantung secara normal terletak didalam rongga toraks, yang berada diantara sternum di sebelah anterior dan vertebra di sebelah posterior, sedangkan pada bagian inferior berbatasan dengan diafragma15,16. Anatomi jantung dapat dibagi menjadi 2 bagian, yaitu anatomi eksternal dan anatomi internal13,15,16. 1. Anatomi Eksternal



Anatomi eksternal jantung dapat dikatakan sebagai bagian lapisanlapisan pada jantung. Pada dasarnya terdapat tiga bagian lapisan pada jantung, yaitu pericardium, miokardium dan endokardium. Lapisan perikardium merupakan lapisan jantung bagian luar yang terbuat oleh jaringan ikat yang tebal. Lapisan ini terdiri dari 2 lapisan yaitu perikardium parietal yang berada dibagian luar dan perikardium visceral yang berada dibagian dalam. Ruangan diantara perikardium parietal dan perikardium visceral dinamakan rongga perikardial yang berisi cairan perikardium encer. Fungsi rongga tersebut adalah sebagai ruang kompsensasi pergerakan jantung. Lapisan kedua adalah lapisan miokardium, yang merupakan lapisan paling tebal dan lapisan yang terdiri atas otot-otot jantung. Lapisan ini terdiri dari 3 macam otot, yaitu otot atrium, otot ventrikel dan otot serat khusus. Otot atrium mempunyai karakteristik otot yang lebih tipis dibandingkan dengan otot ventrikel, hal ini lebih banyak dipengaruhi oleh fungsi kontraktilitas jantung berkaitan dengan fungsi pompa darah ke seluruh tubuh. Otot atrium dan otot ventrikel mempunyai kinerja kontraksi yang sama, sedangkan otot serat khusus lebih tergantung dari rangsang konduksi jantung. Lapisan yang terakhir adalah lapisan endokardium. Lapisan ini adalah suatu lapisan yang terdiri dari membran tipis di bagian luar yang membungkus jantung. Lapisan ini terdiri dari jaringan epitel (endotel) dan berhubungan langsung dengan jantung.



2. Anatomi Internal Jantung terdiri dari 4 ruang, yaitu atrium kanan, atrium kiri, ventrikel kanan dan ventrikel kiri. Bagian kanan (atrium dan ventrikel kanan) dan kiri (atrium dan ventrikel kiri) jantung dipisahkan oleh suatu sekat yang dinamakan septum cordis. Disamping itu, jantung juga mempunyai 4 buah katup jantung, yang terdiri dari katup trikuspidalis, katup mitral/bikuspidalis, katup semilunar pulmonalis dan katup semilunar aorta. a. Atrium Kanan Atrium kanan merupakan ruang pada jantung yang berfungsi untuk menampung darah vena yang mengalir melalui vena kava inferior dan vena kava superior. Kedua vena kava bermuara pada tempat yang berbeda, vena kava superior bermuara pada dinding. Bagian supero-posterior atrium kanan, sedangkan vena kava inferior bermuara pada dinding bagian infero-latero-posterior atrium kanan. b. Ventrikel Kanan Ventrikel kanan merupakan ruangan setelah atrium kanan. Darah vena akan dialirkan dari atrium kanan ke ventrikel kanan, yang sebelumnya melewati katup atrio-ventrikular kanan atau triskupidalis. c. Atrium Kiri Atrium kiri merupakan ruangan yang menerima darah (bersih) yang berasal dari paru-paru. Atrium kiri menerima darah dari empat vena pulmonalis yang bermuara pada dinding postero-posterior atau postero-lateral. d. Ventrikel Kiri



Ventikel kiri merupakan bagian ruangan pada jantung yang berfungsi memompa darah ke seluruh bagian organ tubuh. Ventrikel kiri mempunyai tebal lapisan sebesar 2-3 kali lipat dibandingkan dengan ventrikel kanan. Hal ini dipengaruhi oleh fungsi pompa darah ventrikel kanan dan kiri. e. Katup Semilunar Katup semilunar terdiri dari dua katup, yaitu katup semilunar pulmonalis dan katup semilunar aorta. Kedua katup ini mempunyai bentuk katup yang sama, tetapi secara antomis katup semilunar aorta lebih tebal dibandingkan dengan katup semilunar pulmonalis. Katup semilunar pulmonalis berfungsi sebagai sekat antara ventrikel kanan dengan paru-paru, sedangkan katup semilunar aorta berfungsi sebagai sekat antara ventrikel kiri dengan aorta. Setiap katup terdiri dari tiga daun katup, untuk katup semilunar pulmonalis terdiri dari daun katup anterior, dekstra dan sinistra. Sedangkan katup semilunar aorta terdiri dari daun katup koroner dekstra, koroner sinistra dan non-koroner. f. Katup Atrio-Ventrikuler Katup Atrio-ventrikuler terdiri dari dua katup, yaitu katup trikuspidalis dan katup bikuspidalis atau mitral. Katup trikuspidalis terdiri dari tiga daun katup yang berbeda ukuran pada setiap daun katup. Ketiga daun katup ini adalah katup anterior, septal dan katup posterior. Katup ini terletak sebagai sekat antara atrium kanan dengan ventrikel kanan. Sedangkan katup bikuspidalis (mitral) terletak sebagai sekat antara atrium kiri dengan ventrikel kiri. Katup bikuspidalis (mitral) mempunyai dua daun katup, yang terdiri dari daun katup mitral anterior dan posterior. Aliran darah yang melewati kedua katup tidak hanya diatur oleh kedua katub ini, tetapi lebih diatur oleh interaksi antara atrium, annulus fibrosus, daun katup, korda tandinea, otot papillaris dan otot ventrikel. Keenam komponen ini merupakan rangkaian unit fungsional dalam proses aliran darah, sehingga bila terjadi gangguan pada salah



satu komponen akan mengakibatkan gangguan hemodinamik yang serius.



Gambar 1. Anatomi Jantung b. Persarafan Jantung Jantung dipersarafi oleh sistem saraf otonom, yaitu serabut saraf simpatis dan serabut saraf parasimpatis. Serabut saraf simpatis mempersarafi daerah atrium, ventrikel dan pembuluh darah koroner. Sedangkan serabut saraf parasimpatis mempersarafi nodus sino-atrial, atrio-ventrikuler dan otototot atrium15,16. Persarafan simpatis eferen preganglionik berasal dari medulla spinalis torakal III-VI dan diperantarai oleh norepinefrin. Sedangkan persarafan parasimpatis berasal dari pusat nervus vagus di medulla oblongata dan diperantarai oleh asetilkolin. Secara fungsional, saraf simpatis mempengaruhi kinerja dari otot ventrikel, sedangkan saraf parasimpatis lebih berperan dalam mengontrol irama dan menurunkan laju denyut jantung. c. Pembuluh Darah Jantung



Pendarahan otot jantung berasal dari aorta melalui dua pembuluh koroner, yaitu arteri koroner kanan dan arteri koroner kiri. Kedua arteri ini, baik arteri koroner kanan atau arteri koroner kiri keluar dari sinus valsava aorta. Arteri koroner kiri akan bercabang menjadi arteri sirkumfleks kiri dan arteri desendens anterior kiri yang memperdarahi sebagian besar bagian proksimal RBB (right bundle branch), LBB (left bundle branch) dan fasikulus anterior LBB. Sedangkan arteri koroner kanan akan bercabang menjadi arteri atrium anterior kanan yang memperdarahi nodus sino-atrial dan arteri koroner desendens posterior yang memperdarahi nodus atrio-ventrikuler dan fasikulus posterior LBB. Pembuluh darah balik dari otot jantung adalah vena koroner. Vana koroner ini berjalan berdampingan dengan arteri koroner yang akan masuk atau bermuara ke dalam atrium kanan melalui sinus koronarius15,16,17.



Gambar 2. Pembuluh Darah Jantung 1. Fisiologi dan Sistem Konduksi Jantung a. Fisologi Jantung Jantung berkontraksi atau berdenyut dengan irama yang ritmik, akibat adanya potensial aksi (otoritmisitas). Terdapat dua jenis khusus sel otot jantung, yaitu 99% sel-sel kontraktil yang melakukan kerja mekanik (kontraksi), tetapi tidak menghasilkan potensial aksi dan 1 % sel-sel otoritmik yang tidak melakukan kerja mekanik (tidak berkontraksi), tetapi mempunyai fungsi dalam mencetuskan dan menghantarkan potensial aksi15,16,17.



Aksi potensial otot jantung yang memicu suatu proses kontraksi mekanik jantung dinamakan excitation contraction coupling. Kontraksi otot jantung dimulai dengan adanya aksi potensial pada sel-sel otoritmik. Potensial aksi dimulai dari proses dopalarisasi, proses plateau dan proses repolarisasi. Ketiga proses ini merupakan rangkaian proses potensial aksi yang harus ada untuk memicu kontraksi otot jantung15. Potensial aksi dimulai dari proses depolarisasi, dimana terjadi pembukaan saluran Na+ secara cepat. Proses masuknya ion Na+ menyebabkan perubahan potensial membran sel-sel otoritmik, mulai dari -70 mv hingga +30 mv. Setelah mencapai ambang batas perubahan potensial, saluran Na+ akan segera menutup yang kemudian diikuti pembukaan saluran Ca2+. Pembukaan saluran Ca2+ terjadi secara lambat, yang menyebabkan proses plateau dan influks Ca2+ dari ekstraseluler ke dalam intraseluler atau sel-sel otoritmik. Setelah beberapa saat, saluran Ca2+ akan menutup dan terjadi pembukaan saluran K+. Pembukaan saluran K+ menyebabkan terjadinya proses repolarisasi,



yang



ditandai



dengan



keluarnya



atau



effluks



ekstraseluler9,16,17.



Gambar 3. Fisiologi Potensial Aksi Jantung



K+



ke



Proses kontraktilitas otot jantung terjadi pada fase plateau proses potensial aksi, dimana terjadi penutupan saluran Na2+ dan pembukaan saluran Ca2+ secara lambat. Proses kontraktilitas otot jantung ini terjadi akibat influks Ca2+ atau kenaikan konsentrasi Ca2+ bebas intraseluler. Pada dasarnya terdapat dua mekanisme yang dapat menerangkan hal tersebut, yaitu Ca2+ ekstraseluler berdifusi kedalam intraseluler akibat pembukaan saluran Ca2+ selama fase plateu pada potensial aksi jantung dan Ca2+ yang dikeluarkan dari cadangan intraseluler (sarcoplamic reticulum) akibat rangsangan masuknya Ca2+ yang berasal dari ekstraseluler 9,17. Peningkatan Ca2+ dalam intraseluler mengakibatkan adanya ikatan Ca2+ dengan troponin. Ikatan antara Ca2+ dengan troponin, mengakibatkan kontraksi otot-otot jantung. Selama kontraksi otot jantung, filamen-filamen tebal (miosin) dan tipis (aktin) akan saling menggeser untuk memperpendek tiap sarkomer. Berkurangnya ikatan antara Ca2+ dengan troponin akan menyebabkan stimulasi proses relaksasi otot jantung. Pada fase ini, Ca2+ yang tidak berikatan dengan troponin akan disimpan kembali di dalam sarcoplamic reticulum dan sebagian Ca2+ keluar ke ekstraseluler. Proses keluarnya Ca2+ ke ekstraseluler terjadi karena adanya pertukaran dengan ion Na2+ yang berada di ekstraseluler. Kemudian ion Na+ yang telah masuk kedalam intraseluler akan bertukaran secara aktif dengan ion K+ melalui proses Na+- K+-ATPase 9,17.



Gambar 4. Fisiologi kontraksi dan Relaksasi Otot Jantung



b. Sistem Konduksi Jantung Pada dasarnya yang menyebabkan adanya potensial aksi hingga menimbulkan kontraktilitas otot jantung adalah adanya impuls atau rangsangan elektrik. Sistem konduksi jantung terdiri dari nodus sino-atrial, nodus atrio-ventrikuler, berkas his, berkas cabang kanan-kiri dan serabut purkinje. Rangsangan atau sinyal elektrik pertama jantung berawal di nodus sino-atrial (Nodus SA) yang berada di latero-superior atrium kanan. Terjadinya sinyal elektrik pada nodus SA menyebabkan kontraksi dari atrium, baik atrium kanan ataupun atrium kiri. Kontraksi yang bersamaan antara atrium kanan dan kiri dipengaruhi oleh penjalaran rangsangan elektrik melalui traktus inter-atrial yang merupakan cabang dari nodus SA. Nodus SA memiliki kemampuan mencetuskan potensial elektrik (pacemaker) tercepat bila dibandingkan dengan sistem konduksi jantung yang lain, yaitu sebesar 60-100 potensial aksi/menit. Kemampuan ini menyebabkan nodus SA sebagai pengontrol utama rangsangan elektrik jantung (overdrive pacemaker) dan mengendalikan sistem konduksi jantung6,8. Sistem penjalaran rangsangan elektrik harus terkoordinasi dengan baik untuk menimbulkan proses mekanik atau pemompaan yang efisien. Penjalaran sinyal elektrik harus memenuhi tiga kriteria, diantaranya adalah : a. Rangsangan dan kontraksi atrium harus sudah selesai sebelum kontraksi ventrikel dimulai b. Rangsangan otot-otot jantung dikoordinasi untuk memastikan setiap pasangan atrium dan pasangan ventrikel berkontraksi sebagai satu kesatuan c. Pasangan atrium dan ventrikel harus saling terkoordinasi sebagai satu sinsitium. Sinyal elektrik dari nodus SA kemudian akan diteruskan ke nodus atrio-ventrikuler (nodus AV). Rangsangan elektrik ini dihantarkan melalui traktus internodal (internodal anterior, posterior dan medial). Nodus AV merupakan satu-satunya penghubung sistem konduksi antara atrium dengan ventrikel. Disamping itu, nodus AV juga mempunyai kemampuan



mencetuskan potensial elektrik (pacemaker) kedua tercepat, yaitu sebesar 4060 potensial aksi/menit. Hal ini memungkinkan nodus SA sebagai pengontrol dan pengendali sistem konduksi jantung apabila terjadi blok pada rangsangan elektrik nodus SA. Secara fisiologis, nodus AV sebenarnya memiliki keterlambatan penjalaran sinyal elektrik, yaitu sebesar 0,08-0,12 detik. Keterlambatan ini sebenarnya mempunyai fungsi dalam memberikan waktu atrium untuk berkontraksi sempurna dan memberikan waktu dalam proses mengosongkan voleme atrium ke dalam ventrikel (memberi waktu pengisian ventrikel), sebelum ventrikel terdepolarisasi dan berkontraksi813. Sistem konduksi setelah nodus AV adalah berkas his. Berkas his sebenarnya dapat dikatakan sebagai sekelompok serabut purkinje yang berasal dari nodus AV, yang berjalan sepanjang septum interventrikuler menuju ke ventrikel. Berkas his akan bercabang menjadi dua bagian, yaitu berkas cabang kanan dan berkas cabang kiri. Berkas cabang kanan (RBB/right bundle branch) merupakan percabangan dari berkas his. RBB bercabang sebagai struktur tunggal di lapisan subendokardium di sisi bagian kanan. Kemudian RBB akan terbagi menjadi tiga cabang, yaitu RBB cabang anterior, posterior dan lateral. Bagian RBB lateral akan berjalan menuju dinding lateral ventrikel kanan dan menuju bagian bawah septum interventrikuler, yang kemudian akan membentuk anyaman purkinje atau serabut purkinje. Berbeda dengan RBB, berkas cabang kiri (LBB/left bundle branch) mempunyai dua struktur percabangan. Kedua struktur percabangan LBB ini berjalan di subendokardium di sisi bagian kiri dan kemudian masing-masing percabangan akan membentuk suatu struktur bangunan seperti pada percabangan RBB, yaitu serabut purkinje. Penjalaran sinyal elektrik menuju ventrikel melewati berkas his dan serabut purkinje berjalan sangat cepat. Disamping itu, serabut purkinje juga mempunyai peran dalam menjaga keseimbangan koordinasi kontraktilitas (sinsitium) antara ventrikel kanan dan ventrikel kiri6,8,9.



Gambar 5. Sistem Konduksi Jantung 2. Etiologi Etiologi yang terkait dengan AF terbagi menjadi beberapa faktor-faktor, diantaranya adalah1,2 : a. Peningkatan tekanan/resistensi atrium 1.



Penyakit katup jantung



2.



Kelainan pengisian dan pengosongan ruang atrium



3.



Hipertrofi jantung



4.



Kardiomiopati



5.



Hipertensi pulmo (chronic obstructive pulmonary disease dan cor pulmonal chronic)



6.



Tumor intracardiac



b. Proses infiltratif dan inflamasi 1.



Pericarditis/myocarditis



2.



Amiloidosis dan sarcoidosis



3.



Faktor peningkatan usia



c. Proses infeksi 1.



Demam dan segala macam infeksi



d. Kelainan Endokrin 1.



Hipertiroid



2.



Feokromositoma



e. Neurogenik 1.



Stroke



2.



Perdarahan subarachnoid



f. Iskemik Atrium (Infark myocardial) g. Obat-obatan 1.



Alkohol



2.



Kafein



h. Keturunan/genetik 3. Klasifikasi Menurut AHA (American Heart Association), klasifikasi dari atrial fibrilasi dibedakan menjadi 4 jenis, yaitu3 : 1. AF deteksi pertama Semua pasien dengan AF selalu diawali dengan tahap AF deteksi pertama. Tahap ini merupakan tahapan dimana belum pernah terdeteksi AF sebelumnya dan baru pertama kali terdeteksi.



2. Paroksismal AF AF yang berlangsung kurang dari 7 hari atau AF yang mempunyai episode pertama kali kurang dari 48 jam dinamakan dengan paroksismal AF. AF jenis ini juga mempunyai kecenderungan untuk sembuh sendiri dalam waktu kurang dari 24 jam tanpa bantuan kardioversi. 3. Persisten AF



AF yang sifatnya menetap dan berlangsung lebih dari 48 jam tetapi kurang dari 7 hari. Berbeda dengan paroksismal AF, persisten AF perlu penggunaan dari kardioversi untuk mengembalikan irama sinus kembali normal. 4. Kronik (permanen AF) AF yang sifatnya menetap dan berlangsung lebih dari 7 hari. Pada permanen AF, penggunaan kardioversi dinilai kurang berarti, karena dinilai cukup sulit untuk mengembalikan ke irama sinus yang normal. Disamping klasifikasi menurut AHA (American Heart Association), AF juga sering diklasifikasikan menurut lama waktu berlangsungnya, yaitu AF akut dan AF kronik. AF akut dikategorikan menurut waktu berlangsungnya atau onset yang kurang dari 48 jam, sedangkan AF kronik sebaliknya, yaitu AF yang berlangsung lebih dari 48 jam. Berdasarkan ada tidaknya penyakit yang mendasari, AF dapat dibedakan menjadi 14 : 1. AF primer terjadi bila tidak disertai penyakit jantung atau penyakit sistemik lainnya. 2. AF sekunder disertai adanya penyakit jantung atau penyakit sistemik seperti gangguan tiroid. Berdasarkan bentuk gelombang P AF dibedakan atas: - AF coarse (kasar) - AF fine (halus) 1. Frekuensi : frekuensi atrium 350 sampai 600 denyut per menit; respon ventrikuler biasanya 120 sampai 200 denyut per menit. 2. Gelombang P : tidak terdapat gelombang P yang jelas; tampak undulasi yang ireguler, dinamakan gelombang fibrilasi atau gelombang f, interval PR tidak dapat diukur. 3. Kompleks QRS : biasanya normal. 4. Hantaran : biasanya normal melalui ventrikel. Ditandai oleh respon ventrikel ireguler, karena nodus AV tidak berespons terhadap frekuensi atrium yang cepat, maka impuls yang dihantarkan menyebabkan ventrikel berespons ireguler. 5. Irama : ireguler dan biasanya cepat, kecuali bila terkontrol. Iregularitas irama diakibatkan oleh perbedaan hantaran pada nodus AV.



4. Manifestasi Klinis AF dapat simptomatik dapat pula asimptomatik. Gejala-gejala AF sangat bervariasi tergantung dari kecepatan laju irama ventrikel, lamanya FA, penyakit yang mendasarinya. Fibrilasi atrium (AF) biasanya menyebabkan ventrikel berkontraksi lebih cepat dari biasanya. Ketika ini terjadi, ventrikel tidak memiliki cukup waktu untuk mengisi sepenuhnya dengan darah untuk memompa ke paru-paru dan tubuh. Atrial fibrilasi sering tanpa disertai gejala, tapi kebanyakan penderita mengalami palpitasi (perasaan yang kuat dari denyut jantung yang cepat atau "berdebar" dalam dada), nyeri dada terutama saat beraktivitas, pusing atau pingsan, sesak napas, cepat lelah, laju denyut jantung meningkat, intoleransi terhadap olahraga, sinkop atau gejala tromboemboli, atau dapat disertai gejala-gejala gagal jantung (seperti rasa lemah, sakit kepala berat, dan sesak nafas), terutama jika denyut ventrikel yang sangat cepat (sering 140-160 denyutan/menit) 6,7,8 Pasien dapat juga disertai tanda dan gejala stroke akut atau kerusakan organ tubuh lainnya yang berkaitan dengan emboli systemic. AF dapat mencetuskan gejala iskemik pada AF dengan dasar penyakit jantung koroner. Fungsi kontraksi atrial yang sangat berkurang pada AF akan menurunkan curah jantung dan dapat menyebabkan terjadi gagal jantung kongestif pada pasien dengan disfungsi ventrikel kiri 5. 5. Patofisiologi Mekanisme AF terdiri dari 2 proses, yaitu proses aktivasi lokal dan multiple wavelet reentry. Proses aktivasi lokal bisa melibatkan proses depolarisasi tunggal atau depolarisasi berulang. Pada proses aktivasi lokal, fokus ektopik yang dominan adalah berasal dari vena pulmonalis superior. Selain itu, fokus ektopik bisa juga berasal dari atrium kanan, vena cava superior dan sinus coronarius. Fokus ektopik ini



menimbulkan sinyal elektrik yang mempengaruhi potensial aksi pada atrium dan menggangu potensial aksi yang dicetuskan oleh nodus SA 6,8,9. Sedangkan multiple wavelet reentry, merupakan proses potensial aksi yang berulang dan melibatkan sirkuit/jalur depolarisasi. Mekanisme multiple wavelet reentry tidak tergantung pada adanya fokus ektopik seperti pada proses aktivasi lokal, tetapi lebih tergantung pada sedikit banyaknya sinyal elektrik yang mempengaruhi depolarisasi. Pada multiple wavelet reentry, sedikit banyaknya sinyal elektrik dipengaruhi oleh 3 faktor, yaitu periode refractory, besarnya ruang atrium dan kecepatan konduksi. Hal ini bisa dianalogikan, bahwa pada pembesaran atrium biasanya akan disertai dengan pemendekan periode refractory dan penurunan kecepatan konduksi. Ketiga faktor tersebutlah yang akan meningkatkan sinyal elektrik dan menimbulkan peningkatan depolarisasi serta mencetuskan terjadinya AF 6,8,9. Aktivasi fokal fokus diawali biasanya dari daerah vena pulmonalis timbulnya gelombang yang menetap dari Multiple wavelet reentry depolarisasi atrial atau wavelets yang dipicu oleh depolarisasi atrial premature atau aktivitas aritmogenik dari fokus yang tercetus secara cepat. Mekanisme fibrilasi atrium identik dengan mekanisme fibrilasi ventrikel kecuali bila prosesnya ternyata hanya di massa otot atrium dan bukan di massa otot ventrikel. Penyebab yang sering menimbulkan fibrilasi atrium adalah pembesaran atrium akibat lesi katup jantung yang mencegah atrium mengosongkan isinya secara adekuat ke dalam ventrikel, atau akibat kegagalan ventrikel dengan pembendungan darah yang banyak di dalam atrium. Dinding atrium yang berdilatasi akan menyediakan kondisi yang tepat untuk sebuah jalur konduksi yang panjang demikian juga konduksi lambat, yang keduanya merupakan faktor predisposisi bagi fibrilasi atrium. Fibrilasi atrium dapat juga disebabkan oleh gangguan katup jantung pada demam reumatik, atau gangguan aliran darah seperti yang terjadi pada penderita aterosklerosis 10. Pada AF aktivitas sitolik pada atrium kiri tidak teratur, terjadi penurunan atrial flow velocities yang menyebabkan statis pada atrium kiri dan memudahkan terbentuknya trombus. Pada pemeriksaan TEE, trombus pada atrium kiri lebih banyak



dijumpai pada pasien AF dengan stroke emboli dibandingkan dengan AF tanpa stroke emboli. 2/3 sampai ¾ stroke iskemik yang terjadi pada pasien dengan AF non valvular karena stroke emboli.Beberapa penelitian menghubungkan AF dengan gangguan hemostasis dan thrombosis. Kelainan tersebut mungkin akibat dari statis atrial tetapi mungkin juga sebagai kofaktor terjadinya tromboemboli pada AF 5. 6. Komplikasi Dampak penyakit ini, selain berdebar-debar dan mudah sesak bila naik tangga atau berjalan cepat, juga dapat menyebabkan emboli, bekuan darah yang lepas,yang bisa menyumbat pembuluh darah di otak, menyebabkan stroke atau bekuan darah di bagian tubuh yang lain 11. Kelainan irama jantung (disritmia) jenis atrial fibrilasi seringkali menimbulkan masalah tambahan bagi yang mengidapnya, yaitu serangan gangguan sirkulasi otak (stroke). Ini terjadi karena atrium jantung yang berkontraksi tidak teratur menyebabkan banyak darah yang tertinggal dalam atrium akibat tak bisa masuk ke dalam ventrikel jantung dengan lancar. Hal ini memudahkan timbulnya gumpalan atau bekuan darah (trombi) akibat stagnasi dan turbulensi darah yang terjadi. Atrium dapat berdenyut lebih dari 300 kali per menit padahal biasanya tak lebih dari 100. Makin tinggi frekuensi denyut dan makin besar volume atrium, makin besar peluang terbentuknya gumpalan darah. Sebagian dari gumpalan inilah yang seringkali melanjutkan perjalanannya memasuki sirkulasi otak dan sewaktu-waktu menyumbat sehingga terjadi stroke 11. Pada penyakit katup jantung, terutama bila katup yang menghubungkan antara atrium dan ventrikel tak dapat membuka dengan sempurna, maka volume atrium akan bertambah, dindingnya akan membesar dan memudahkan timbulnya rangsang yang tidak teratur. Sekitar 20 persen kematian penderita katup jantung seperti ini disebabkan oleh sumbatan gumpalan darah dalam sirkulasi otak. Fibrilasi atrium (kontraksi otot atrium yang tidak terorganisasi dan tidak terkoordinasi) biasanya berhubungan dengan penyakit jantung aterosklerotik, penyakit katup jantung, gagal jantung kongestif, tirotoksikosis, cor pulmonale, atau penyakit jantung kongenital 12. 7. Pemeriksaan Penunjang



Pemeriksaan penunjang untuk diagnosis atrial fibrilasi, antara lain 5 : 1.



Anamnesis : Dapat diketahui tipe AF dengan mengetahui lama timbulnya (episode pertama, paroksismal, persisten, permanen) Menentukan beratnya gejala yang menyertai: berdebar-debar, lemah, sesak napas terutama saat aktivitas, pusing, gejala yang menunjukkan adanya iskemia atau gagal jantung kongestif Penyakit jantung yang mendasari, penyebab lain dari FA misalnya hipertiroid



2.



Pemeriksaan fisik : Tanda vital : denyut nadi berupa kecepatan dan regularitasnya, tekanan darah Tekanan vena jugularis Ronki pada paru menunjukkan kemungkinan terdapat gagal jantung kongestif Irama gallop s3 pada auskultasi jantung menunjukkan kemungkinan terdapat gagal jantung kongestif, terdapatnya bising pada auskultasi kemungkinan adanya penyakit katup jantung Hepatomegali : kemungkinan terdapat gagal jantung kanan Edema perifer : kemungkinanterdapat gagal jantung kongestif



3.



Laboratorium : hematokrit (anemia), TSH (penyakit gondok), enzim jantung bila dicurigai terdapat iskemia jantung



4.



Pemeriksaan EKG : dapat diketahui antara lain irama (verifikasi FA), hipertropi ventrikel kiri, pre-eksitasi ventrikel kiri, sindroma pre-eksitasi (sindroma WPW), identifikasi adanya iskemia)



5.



Foto rontgen toraks



6.



Ekokardiografi untuk melihat antara lain kelainan katup, ukuran dari atrium dan ventrikel, hipertrofi ventrikel kiri, fungsi ventrikel kiri, obstruksi outflow



dan TEE (Trans Esopago Echocardiography) untuk melihat thrombus di atrium kiri 7.



Pemeriksaan fungsi tiroid. Pada AF episode pertama bila laju irama ventrikel sulit dikontrol



8.



Uji latih : identifikasi iskemia jantung, menentukan adekuasi dari kontrol laju irama jantung.



9.



Pemeriksaa lain yang mungkin diperlukan adalah holter monitoring, studi elektrofisiologi.



8.



Penatalaksanaan Sasaran utama pada penatalaksanaan AF adalah mengontrol irama jantung yang tidak teratur, menurunkan peningkatan denyut jantung dan mencegah terjadinya salah



komplikasi tromboembolisme. Kardioversi merupakan



satu penatalaksanaan yang



dapat dilakukan



untuk AF.



Menurut pengertiannya, kardioversi sendiri adalah suatu tata



laksana



yang berfungsi untuk mengontrol ketidakteraturan irama dan menurunkan denyut jantung. Pada dasarnya kardioversi dibagi menjadi 2, yaitu pengobatan farmakologi (Pharmacological Cardioversion) dan pengobatan elektrik (Electrical Cardioversion) 7,13. a. Mencegah pembekuan darah (tromboembolisme) Pencegahan pembekuan darah merupakan pengobatan untuk mencegah adanya komplikasi dari AF.Pengobatan yang digunakan adalah jenis antikoagulan atau antitrombosis, hal ini dikarenakan obat ini berfungsi mengurangi resiko dari terbentuknya trombus dalam pembuluh darah serta cabang-cabang vaskularisasi. Pengobatan yang sering dipakai untuk mencegah pembekuan darah terdiri dari berbagai macam, diantaranya adalah : •



Warfarin



Warfarin termasuk obat golongan antikoagulan yang berfungsi dalam proses pembentukan sumbatan fibrin untuk mengurangi atau mencegah koagulasi. Warfarin



diberikan secara oral dan sangat cepat diserap hingga mencapai puncak konsentrasi plasma dalam waktu ± 1 jam dengan bioavailabilitas 100%. Warfarin di metabolisme dengan cara oksidasi (bentuk L) dan reduksi (bentuk D), yang kemudian diikuti oleh konjugasi glukoronidasi dengan lama kerja ± 40 jam. •



Aspirin



Aspirin secara irreversible menonaktifkan siklo-oksigenase dari trombosit (COX2) dengan cara asetilasi dari asam amino serin terminal. Efek dari COX2 ini adalah menghambat produksi endoperoksida dan tromboksan (TXA2) di dalam trombosit.Hal



inilah



yang



menyebabkan



tidak



terbentuknya



agregasi



dari



trombosit.Tetapi, penggunaan aspirin dalam waktu lama dapat menyebabkan pengurangan tingkat sirkulasi dari faktor-faktor pembekuan darah, terutama faktor II, VII, IX dan X. b.



Mengurangi denyut jantung



Terdapat 3 jenis obat yang dapat digunakan untuk menurunkan peningkatan denyut jantung, yaitu obat digitalis, β-blocker dan antagonis kalsium.Obat-obat tersebut bisa digunakan secara individual ataupun kombinasi. •



Digitalis Obat ini digunakan untuk meningkatkan kontraktilitas jantung dan menurunkan denyut jantung.Hal ini membuat kinerja jantung menjadi lebih efisien.Disamping itu, digitalis juga memperlambat sinyal elektrik yang abnormal dari atrium ke ventrikel.Hal ini mengakibatkan peningkatan pengisian ventrikel dari kontraksi atrium yang abnormal.







β-blocker Obat β-blocker merupakan obat yang menghambat efek sistem saraf simpatis.Saraf simpatis pada jantung bekerja untuk meningkatkan denyut jantung dan kontraktilitas jantung. Efek ini akan berakibat dalam efisiensi kinerja jantung.







Antagonis Kalsium Obat antagonis kalsium menyebabkan penurunan kontraktilitas jantung akibat dihambatnya ion Ca2+ dari ekstraseluler ke dalam intraseluler melewati Ca2+ channel yang terdapat pada membran sel.



c. Mengembalikan irama jantung Kardioversi merupakan salah satu penatalaksanaan yang dapat dilakukan untuk menteraturkan irama jantung. Menurut pengertiannya, kardioversi sendiri adalah suatu tata laksana yang berfungsi untuk mengontrol ketidakteraturan irama dan menurunkan denyut jantung.Pada dasarnya kardioversi dibagi menjadi 2, yaitu pengobatan farmakologi (Pharmacological Cardioversion) dan pengobatan elektrik (Electrical Cardioversion). 1. Pharmacological Cardioversion (Anti-aritmia)



2.



o



Amiodarone



o



Dofetilide



o



Flecainide



o



Ibutilide



o



Propafenone



o



Quinidine



Electrical Cardioversion Suatu teknik memberikan arus listrik ke jantung melalui dua pelat logam (bantalan) ditempatkan pada dada. Fungsi dari terapi listrik ini adalah mengembalikan irama jantung kembali normal atau sesuai dengan NSR (nodus sinus rhythm). Pasien AF hemodinamik yang tidak stabil akibat laju ventrikel yang cepat disertai tanda iskemia, hipotensi, sinkop peru segera dilakukan kardioversi elektrik. Kardioversi elektrik dimulai dengan 200 joule.Bila tidak berhasil dapat dinaikkan menjadi 300 joule.Pasien dipuasakan dan dilakukan anestesi dengan obat anestesi kerja pendek. 3.



Operatif Catheter ablation



Prosedur ini menggunakan teknik pembedahan dengan membuatan sayatan pada daerah paha.Kemudian dimasukkan kateter kedalam pembuluh darah utma hingga masuk kedalam jantung.Pada bagian ujung kateter terdapat elektroda yang berfungsi menghancurkan fokus ektopik yang bertanggung jawab terhadap terjadinya AF. Maze operation Prosedur maze operation hampeir sama dengan catheter ablation, tetapi pada maze operation, akan mengahasilkan suatu “labirin” yang berfungsi untuk membantu menormalitaskan system konduksi sinus SA. Artificial pacemaker Artificial pacemaker merupakan alat pacu jantung yang ditempatkan di jantung, yang berfungsi mengontrol irama dan denyut jantung. 9. Prognosis Penelitian epidemiologi telah menunjukan bahwa pasien dengan irama sinus hidup lebih lama dibandingkan dengan seseorang kelainan atrium. Penelitian juga menunjukkan penggunaan antikoagulan dan pengontrolan secara rutin bertuJuan untuk asimtomatik pada pasien usia lanjut. Hasil penelitian tersebut menunjukan bahwa terapi medis yang ditujukan untuk mengendalikan irama jantung tidak menghasilkan keuntungan keberhasilan dibandingkan dengan terapi kontrol rate dan antikoagulan 13. Terapi AF secara keseluruhan memberikan prognosis yang lebih baik pada kejadian tromboemboli terutama stroke. AF dapat mencetuskan takikardi cardiomiopati bila tidak terkontrol dengan baik. Terbentuknya AF dapat menyebabkan gagal jantung pada individu yang bergantung pada komponen atrium dari cardiac output dimana pasien dengan penyakit jantung hipertensi dan pada pasien dengan penyakit katup jantung termasuk dalam resiko tingi akan terjadinya gagal jantung saat terjadi AF 13.



10.Pathway Faktor usia, obat-obatan (alkohol), keturunan/genetik



iumdekstra



Kardiomiopati, tumor intracardiac



Pericarditis,miocarditid



Kelainan katup atrium



Resistensi atrium dextra



Suplai O2 otak menurun



Sinkop



Volume atrium meningkat



Pengosongan atrium inadekuat Palpitasi



ADL menurun Atrial fibrilasi (AF)



Tachicardi supraventrikel dextra



Sesak nafas



Ketidakefektifan pola nafas



Pengisian darah ke paru-paru Suplai darah jaringan menurun Renal flow menurun



Atrial flow velocities menurun Metabolisme anaerob



RAA meningkat Trombus atrium sinistra Asidosis metabolik Aldesteron meningkat Disfungsi ventrikel sinistra Penimbunan asam laktat dan ATP menurun



ADH meningkat Penurunan Curah Jantung Retensi Na++ H2o



Fatigue



Hipervolemia Intoleransi Aktivitas



B. Konsep Asuhan Keperawatan Gawat Darurat Pada Pasien dengan Atrial Fibrilasi (AF) 2.1 Pengkajian 2.1.1 General Impression 1) Keluhan Utama Pada pasien atrial fibrilasi biasanya mengalami keluhan nyeri pada daerah dada 2) Mekanisme Cedera Pada pasien atrial fibrilasi biasanya tidak diawali dengan adanya cidera 3) Orientasi (Tempat,waktu, dan orang) Kondisi orientasi pada setiap pasien dengan atrial fibrilasi dapat berbeda-beda, tergantung dengan tingkat kesadaran dari pasien. 2.1.2 Primary Survey 1) Airway a. Pastikan kepatenan jalan nafas pada pasien dengan atrial fibrilasi b. Kaji irama pernafasan pasien. Pada pasien dengan atrial fibrilasi yang mengalami sumbatan pada jalan nafas maka dapat mempengaruhi irama pernafasan c. Kaji pola nafas pasien. Teratur atau tidak d.Adanya retraksi otot dada atau tidak e. Adanya sesak nafas atau tidak 2) Breathing a. Kaji pergerakan dada, Pada pasien atrial fibrilasi biasanya mengalami abnormalitas pergerakan dada akibat palpitasi b. Kaji irama pernafasan pasien



c. Kaji pola nafas pasien. Teratur atau tidak d. Adanya retraksi otot dada atau tidak e. Adanya sesak nafas atau tidak. 3) Circulation a. Hitung nadi pasien. Teraba atau tidak b. Ada sianosis pasien atau tidak c. Hitung CRT pasien d. Kaji akral pada pasien e. Hitung tekanan darah pada pasien. 4) Disability Kaji respon pasien dengan AVPU, tingkat kesadaran pasien, GCS, reflek pupil dan cahaya pada pasien. 2.1.3 secondary Survey 1) Anamnesa Kaji riwayat alergi, medikasi, riwayat penyakit sebelumnya, makan minum terakhir dan penyebab peristiwa pada pasien. 2) Exposure Kaji adanya deformitas, contusio, abrasi, penetrasi, laserasi, atau edema pada pasien. 3) Full Vital Sign/Five Intervention/Family Present Kaji tekanan darah, nadi, RR, dan suhupasien. Hadirkan keluarga untuk memberikan ketenangan pada pasien. 4) Give Confort (Pemberian Kenyamanan)



Pemberian kenyamanan pada pasien dengan atrial fibrilasi dapat dilakukan dengan memberikan terapi obat-obatan yang dapat memberi kenyamanan pada pasien. 5) History Menjelaskan pre hospital sampai dengan pasien masuk ke IGD 6) Pemeriksaan Fisik Hasil pemeriksaan fisik pada pasien dengan atrial fibrilasi biasanya ditemukan abnormalitas pada bagian dada. Pasien akan merasakan nyeri pada saat dilakukan palpasi dada. 7) Inspect Posterior surface Pada pasien dengan atrial fibrilasi tidak ditemukan abnormalitas pada pemeriksaan ini. 8) Pemeriksaan Diagnostik Pemeriksaan diagnostik pada pasien atrial fibrilasi salah satunya yaitu dengan Elektrokardiografi (EKG). Pemeriksaan EKG pada pasien atrial fibrialsi untuk mengetahui irama jantung pada pasien.



2.2 Diagnosa Keperawatan Menurut Standart Diagnosa Keperawatan (SDKI), diagnosa keperawatan yang bisa muncul pada kasus atrial fibrilasi adalah sebagai berikut : 1). Intoleransi aktifitas berhubungan dengan ketidakseimbangan antara suplai oksigen ditandai dengan frekuensi jantung meningkat >20% dari kondisi istirahat, dispnea saat/setelah beraktifitas, gambaran EKG beraktifitas



menunjukkan aritmia saat/setelah



2). Penurunan curah jantung berhubungan dengan Irama Jantung ditandai dengan takikardia, gambaran EKG aritmia atau gangguan konduksi 3). Hipervolemia berhubungan dengan gangguan mekanisme regulasi ditandai dengan Edema perifer/edema anasarka, Jugularis Venous Pressure (JVP), Intake lebih banyak dari output 4). Ketifak efektifan pola nafas berhubungan dengan depresi pusat pernafasan ditandai dengan takipnea, dipsnea, pola napas abnormal.



2.3 Intervensi Keperawatan



DIAGNOSA KEP KRITERIA HASIL 1). Intoleransi Aktifitas Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 60 menit diharapkan : berhubungan IR-ER dengan Aritmia saat beraktivitas 1 2 3 4 5 ketidakseimbangan Frekuensi Napas 1 2 3 4 5 1 2 3 4 5 antara suplai dan Frekuensi Nadi kebutuhan oksigen Keterangan: Aritmia saat bernafas : ditandai dengan 1 : Meningkat frekuensi jantung 2 : Cukup meningkat meningkat >20% 3 : Sedang 4 : Cukup menurun dari kondisi 5 : Menurun istirahat, dipsnea Frekuensi Napas : 1 : Memburuk saat/setelah 2 : Cukup memburuk beraktifitas, 3 : Sedang gambaran EKG 4 : Cukup membaik 5 : Membaik menunjukkan Frekuensi Nadi : aritmia saat/setelah 1 : Memburuk aktifitas. 2 : Cukup memburuk 3 : Sedang 4 : Cukup membaik 5 : Membaik



INTERVENSI Observasi 1. Identifikasi deficit tingkat aktifitas 2. Identifikasi kemampuan berpartisipasi dalam aktifitas tertentu 3. Identifikasi sumberdaya untuk aktifitas yang diinginkan 4. Identifikasi makna aktifitas rutin 5. Monitor respon emosional, fisik, sosial, dan spiritualterhadap aktivitas Terapeutik : 1. Sediakan lingkungan yang nyaman dan rendah stimulus 2. Ajarkan cara melakukan aktivitas yang dipilih 3. Anjurkan melakukan aktivitas fisik, sosial, spiritual, dan kognitif dalam menjaga fungsi dan kesehatan 4. Anjurkan terlibat dalam aktifitas kelompok



2). Penurunan



curah Setalah dilakukan tindakan keperawatan selama 60 menit diharapkan : jantung IR-ER berhubungan Takikardi 1 2 3 4 5 dengan perubahan Gambaran EKG Aritmia 1 2 3 4 5 1 2 3 4 5 Irama Jantung Tekanan Darah 1 2 3 4 5 ditandai dengan Kekuatan Nadi Perifer Keterangan : takikardia, Takikardi : gambaran EKG 1 : Menurun aritmia atau 2 : Cukup menurun 3 : Sedang gangguan konduksi 4 : Cukup meningkat 5 : Meningkat Gambaran EKG Aritmia, Tekanan dDarah : 1 : Membaik 2 : Cukup membaik 3 : Sedang 4 : Cukup memburuk 5 : Memburuk Kekuatan Nadi Perifer : 1 : Memburuk 2 : Cukup memburuk 3 : Sedang



Observasi 1. Identifikasi tanda dan gejala primer penurunan curah jantung (meliputi dipsnea, kelelahan, edema, ortpnea) 2. Monitor tekanan darah 3. Monitor saturasi oksigen 4. Monitor keluhan nyeri dada 5. Monitor aritmia Terapeutik 1. Posisikan pasien semifowler atau fowler dengan kaki ke bawah atau posisi nyaman 2. Berikan terapi relaksasi untuk mengurangi stress (jika perlu) Edukasi 1. Anjurkan beraktivitas fisik sesuai toleransi 2. Anjurkan berktifitas fisik secara bertahap kolaborasi



Kolaborasi 1). Kolaborasi pemberian aritmia (jika perlu) 2). Rujuk ke rehabilitasi jantung 3). Hipervolemia Setalah dilakukan tindakan keperawatan selama 60 Observasi berrhubungan menit diharapkan : 1). Periksa tanda dan gejala hipovolemia dengan gangguan 2). Monitor status hemodinamik



mekanisme regulasi ditandai dengan Edema perifer/edema anasarka, Jugularis Venous Pressure (JVP), Intake lebih banyak dari output



4). Ketidakefektifan pola nafas berhubungan dengan depresi pusat pernafasan ditandai dengan Takipnea,dipsnea, pola nafas abnormal



3). Monitor intake dan output ciran Tekanan Darah 1 5 4). Monitor hemokonsentrasi Tekanan Arteri 1 5 5). Monitor tanda peningkatan tekanan Keluaran urin 1 5 onkrotik plasma Keterangan : Terapeutik 1 : Meningkat 1). Timbang BB setiap hari pada waktu 2 : Cukup meningkat yang sama 3 : Sedang 2). Batasi asupan cairan dan garam 4 : Cukup menurun 3). Tinggikan kepala tempat tidur 30-40º 5 : Menurun Edukasi 1). Anjurkan melapor jika haluaran urin