LP Ais [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

LAPORAN PENDAHULUAN ASUHAN KEPERAWATAN MEDIKAL BEDAH PADA PASIEN DENGAN ADOLESCENT IDIOPHATIC SCOLIOSIS (AIS) DI RUANG PROF. SOELARTO LANTAI 1 RSUP FATMAWATI



Disusun oleh : NOVIYANTI 41191095000046



PROGRAM STUDI PROFESI NERS FAKULTAS ILMU KESEHATAN UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 2019



A. Definisi Adolescent Idiophatic Scoliosis (AIS) adalah kelainan struktural, lateral, rotasi dari curva tulang belakang yang muncul pada anak-anak yang sehat pada usia setelah pubertas (Weinstein, 2008). Adolescent Idiopathic Scoliosis atau AIS merupakan suatu kelainan yang ditandai dengan deformitas struktural spinal, yang memengaruhi sekitar 1-4% anak-anak atau remaja berusia antara 10-16 tahun (Fan et al., 2012; Weinstein et al., 2008; Zhu, Tang, et al., 2015). Adolescent idiopathic scoliosis merupakan deformitas struktural tiga dimensi yang terjadi pada pasien selama masa pubertas, dimana penyebab pastinya tidak diketahui. Pada pasien tertentu, AIS dapat berkembang secara progresif sehingga menyebabkan gangguan kosmetik (kedua bahu dan panggul tidak simetris) bahkan gangguan fungsi organ (cardiorespiratory) karena pergeseran volume rongga dada. Resiko terjadinya progresivitas kurva ditentukan oleh jenis kelamin, umur (skeletal maturity/sisa pertumbuhan) dan besar sudut awal serta bentuk kurva itu sendiri. Jenis kelamin perempuan memiliki resiko 8 kali lipat lebih tinggi untuk terjadinya deformitas lebih lanjut dibandingkan laki-laki. Begitu juga dengan bentuk double kurva, memiliki resiko lebih tinggi untuk terjadinya progresivitas dibandingkan single kurva (Tachdjian, 2008). Besar sudut pada pemeriksaan awal juga merupakan indikator penting untuk progresivitas kurva. Semakin besar sudut scoliosis pada saat ditemukan semakin tinggi pula resiko terjadinya progresivitas. Semakin muda umur pasien saat diketemukannya deformitas (time of onset), semakin tinggi resiko terjadinya progresivitas kurva. Progresivitas paling cepat ditemukan pada saat growth spurts. Khususnya tahun terakhir sebelum menarche, progresivitas kurva bisa mencapai 10-15° per tahun (Rothman-simeon, 2011). B. Etiologi 1) Faktor Genetic Peran faktor-faktor genetik atau keturunan yang berperan terhadap terjadinya idhiopathic scoliosis telah dilaporkan secara luas. Pengamatan klinis serta populasi studi telah mendokumentasikan scoliosis dalam keluarga, dengan



prevalensi lebih tinggi pada kalangan dengan memiki riwayat idhiopathic scoliosis dikerabatnya daripada dalam populasi umum. 2) Efek Melatonin Variasi diurnal dari level melatonin tampaknya penting dalam menentukan efek faktor ini pada perkembangan idiopatik scoliosis. Pasien dengan idiopathic scoliosis mungkin diharapkan terjadi



penurunan yang cukup besar untuk



melatonin. Tidak ada bukti bahwa pasien dengan idiopathic scoliosis memiliki ketidakmampuan untuk membentuk melatonin. Dengan demikian, jika terjadi penurunan kadar melatonin sebagai faktor dalam perkembangan scoliosis, hal ini terjadi karena perubahan dalam hal sintesis melatonin atau pengendalian produksi melatonin. Melatonin memainkan peranan sekunder (langsung atau tidak langsung) dalam perkembangan idhiopathik scoliosis. 3) Efek Jaringan Penyokong Kolagen dan elastis fiber adalah elemen-elemen utama dalam struktur pendukung tulang belakang dan telah menjadi focus yang berhubungan dengan patofisiologi idiopathic scoliosis.



Karena scoliosis merupakan



karakteristik



fenotipik banyak berhubungan dengan gangguan jaringan ikat, seperti sindrom marfan, hipotesis bahwa adanya gangguan dalam jaringan ikat merupakan faktor penyebab idiopatik scoliosis adalah masuk akal. Banyak peneliti mengakui bahwa kelainan yang dilaporkan dari unsur-unsur yang berpengaruh terhadap idiopathic scoliosis kemungkinannya memiliki pengaruh



sekunder terhadap



kekuatan



structural scoliosis itu sendiri. 4) Kelainan Otot Rangka Tidak ada kesimpulan yang pasti dapat dicapai dengan keterlibatan etiologi dari kelainan otot rangka. 5) Kelainan Trombosit Kelainan ini muncul berhubungan dengan kerusakan dalam membran sel dan termasuk peningkatan kadar intraselular kalsium dan fosfor, penurunan aktivitas



protein



kontraktil



intraselular,



penurunan



agregasi



trombosit,



peningkatan jumlah intraselular dens bodi, jumlah besar sel-sel metallophilic, lebih tinggi muatan negatif permukaan trombosit, meningkatkan aktivitas calmodulin, abnormal struktur peptide rantai myosin, dan penurunan jumlah situs



alpha-2 adrenergik reseptor di platelet. Perubahan pada morfologi dan fisiologi platelet memungkinkan terjadi kerusakan membran sel pada pasien dengan idiopathic scoliosis 6) Role of Growth and Development Pengendalian terhadap pertumbuhan sangatlah kompleks dan melibatkan interaksi banyak hormon dan growth faktor. Ini termasuk seperti hormon tiroksin, hormone seksual, growth hormon dan yang seperti releasing faktor; berbagai growth faktor; dan Modulator seperti calmodulin. Efek Melatonin mungkin tidak sepenuhnya terpisah dari sumbu growth hormon. Selanjutnya, melatonin dengan alasan yang kuat telah menunjukan dapat merangsang secara independen terhadap produksi insulin-like growth factor-1; oleh karena itu, melatonin mungkin memiliki kapasitas untuk mempengaruhi pertumbuhan secara independen pada growth hormon. 7) Faktor Biomekanik Sifat mekanik dari jaringan tulang belakang, alignment tulang belakang, loading abnormal (baik melalui kekuatan atau displacement) dan cara bagaimana bahwa tulang belakang mensuport tubuh mungkin dapat berpengaruh dalam perkembangan scoliosis. Proses dinamis ini mungkin juga menyebabkan perkembangan scoliosis dengan struktur biomekanis tulang belakang normal. Penelitian berupaya untuk memvalidasi konsep ini yang dimana telah dimulai baru baru ini C. Faktor yang berkaitan Faktor-faktor tertentu yang berkaitan dengan progresifitas: 1) Sex  Progrsifitas lebih sering pada wanita 2) Age  Duval-Beaupere, terdapat hubungan antara progresifitas dgn usia, progrsifitas meningkat pada onset laju pertumbuhan remaja. 3) Menarche  Progresifitas berkurang setelah menarche, Lonstein dan Carlson, 32% dengan kurva progresif dan 68% dengan kurva nonprogressive pada mereka yang mengalami menarche visite pertama 4) Riser Sign  Tanda Risser Iliaka apophysis ossification berhubungan dengan progresifitas. Secara radiografi tampak tanda skeletal maturity. Apophysis tulang



rawan mengalami ossifikasi dari anterior menuju posterior, dan Risser membagi osifikasi ini menjadi empat bagian, 1 sampai dengan 4, 0 tidak tampak ossifikasi dan 5 telah terjadi fusion ossifikasi pada cap sampai illium. Insiden progresifitas terbukti berkurang saat dimana tanda Risser meningkat 5) Curve Pattern  Insiden progresifitas berkaitan dengan pola dari kurva. Secara umum, kurva ganda progresifitas lebih sering daripada satu kurva. Kurva yang memiliki insiden progresifitas tertinggi biasanya adalah pola toraks ganda, pola toraks dan lumbar ganda dan kurva tunggal yang tepat pada toraks. Kurva dengan insidens terendah perkembangan adalah kurva tunggal pada lumbar 6) Curve Magnitude  Angka kejadian progresifitas meningkat dengan seiring meningkatnya derajat besarnya kurva. D. Gejala Klinis Deformity adalah gejala yang biasanya tampak: jelas tampak condong belakang atau tulang rusuk punuk di kurva toraks, dan penonjolan asimetris dari satu pinggul dalam kurva thoracolumbar. Kadang-kadang keseimbangan kurva terlewati tanpa diketahui sampai dewasa tampak dengan gejala sakit punggung. Dimana program skrining sekolah dilakukan, anak-anak akan disebut dengan deformity yang sangat minor. Nyeri adalah keluhan langka dan harus perlu di waspadai oleh dokter untuk kemungkinan adanya tumor saraf dan perlunya MRI. Scoliosis pada anak-anak adalah sebuah bentuk deformity tanpa rasa nyeri. Scoliosis dengan rasa nyeri menunjukkan tumor tulang belakang sampai terbukti sebaliknya. Mungkin adanya riwayat keluarga scoliosis atau catatan beberapa kelainan selama kehamilan atau persalinan; developmental milestones awal harus diperhatikan. Rongga dada harus benar-benar terexpose dan pasien diteliti dari depan, belakang dan sisi samping. Pigmentasi kulit dan anomali kongenital seperti sakralis dimples atau gumpalan rambut yang juga perlu dicari. Tulang belakang mungkin jelas menyimpang dari garis tengah, atau ini mungkin menjadi jelas hanya ketika pasien membungkuk ke depan (Tes Adams). Level dan arah sifat cembung dari kurva major perlu dicatat (misalnya „right toraks‟



berarti kurva di tulang belakang dada dan cembung kearah kanan). Pinggul (pelvis) menjulur keluar di sisi cekung dan tulang belikat pada sisi cembung. Payudara dan bahu juga mungkin asimetris. Dengan toraks scoliosis, rotasi menyebabkan sudut tulang rusuk ke luar atau menonjol, sehingga menghasilkan asimetris rusuk pada punuk di sisi cembung kurva. Dalam deformity yang seimbang maka occiput adalah di atas/melebihi garis tengah; dalam keadaan tidak seimbang (atau decompensated) kurva ini occiput tidak melebihi garis tengah. Ini dapat ditentukan lebih akurat dengan menjatuhkan plumbline dari tonjolan proses spinosus C7 dan mencatat apakah itu jatuh sepanjang gluteal cleft. E. Klasifikasi Tujuan



klasifikasi



Adolescent



Idiopathic



Scoliosis



adalah



untuk



mengelompokkan kedalam bentuk berbeda sehingga mudah dalam komunikasi, membantu penanganan, dan memprediksi hasil atau prognosis. 1. Klasifikasi King’s King Klasifikasi sering digunakan untuk menggambarkan system scoliosis pada thoracic scoliosis. King Klasifikasi diperkenalkan pada tahun 1983, yang mendefinisikan 5 jenis idhiophatic scoliosis.



a. King tipe I  Menunjukkan kurva berbentuk S menyeberangi garis tengah kurva thoraxic dan kurva lumbar. Kurva lumbar lebih besar dan lebih kaku daripada kurva toraks.



Kedua kurva cenderung structural dan sering



merupakan



true doble major kurva.



Indeks fleksibilitas dalam



bending



radiograf adalah negatif. b. King tipe II  Menunjukkan sebagai bentuk S melengkung dimana keduanya yaitu toraks sebagai kurva major dan lumbar sebagai kurva minor menyeberangi garis tengah. Disebut juga false double major, walaupun kurva lumbar lebih flexible dan tidak mengalami deviasi dari central line sebanyak kurva thoracic. Kurva toraks adalah lebih besar. c. King tipe III  Menunjukkan kurva toraks dimana kurva lumbal tidak menyeberangi garis tengah. Merupakan tipe AIS yang paling sering ditemukan . kebanyakan adalah structural. d. King tipe IV  Menunjukkan kurva thorax yang panjang dimana vertebra ke 5 lumbalis berpusat diatas sakrum, tapi vertebra ke 4 lumbalis sudah angled ke arah kurva. Banyak dari kelainan tipe ini memiliki kelainan sagital plane yang terdiri dari severe thoracic lordosis dan thoracolumbar kyposis. e. King tipe V  Menunjukkan double kurva pada toraks dimana sudut toraks vertebra pertama (Th1) mengalami convexity di atas kurva.



Component



thoracic yang paling atas mungkin extend sampai tulang belakang cervical. Kurva yang tinggi biasanya mengarah ke kiri dan sering selalu merupakan structural. Pasien dengan kelainan tipe ini mungkin memiliki penonjolanan bahu kiri. Kerugian dari sistem King klasifikasi: 



Profil sagital tidak termasuk dalam evaluasi







Jadi yang disebut double dan triple kurva major (bentuk scoliosis dengan dua atau tiga kurva major) tidak termasuk didalamnya.



2. Klasifikasi Lenke Lenke dan coworkers mengembangkan sistem klasifikasi baru untuk adolescent idiopathic scoliosis pada tahun 1997. Dalam sistem klasifikasi baru lebih komprehensif dapat menentukan level instrumentasi dan fusi kurva scoliosis yang harus dilakukan, memungkinkan analisis scoliosis secara tiga dimensi dan mendapatkan reliabilitas intraobserver dan interobserver yang lebih baik. Sistem klasifikasi Lenke bergantung dari pengukuran kurva baik dibidang frontal maupun



sagittal. Sangat komprehensif (42 bentuk kurva berbeda dapat diturunkan) namun memungkinkan ahli bedah belajar secara cepat. Tiga variable utama yang perlu dievaluasi adalah jenis kurva, lumbar spine modifiers, and thoracic sagittal modifiers. Klasifikasi ini berguna untuk komunikasi dan menentukan prognosis serta panduan dalam menentukan terapi. Jika ada indikasi terapi bedah , maka level fusi ditentukan mulai dari 1 level diatas upper end vertebra di bagian atas sampai dengan neutral atau stable vertebra dibagian bawah menggunakan instrumen Harrington rod. Direkomendasikan hanya melakukan fusi thoracic untuk klasifikasi king’s type II. King’s klasifikasi diterima secara luas dandigunakan sebagai guidline dalam penentuan level fusi menggunakan instrumentasi distraksi harrington yang mulai dipakai sebagai standar operasi idiophatic scoliosis sejak awal tahun 1980-an. 3. Klasifikasi Kurva a. Pola Kurva  Pola dari kurva menggambarkan lokasi anatomi, jumlah dan arah kurva. Kurva dapat berlokasi pada upper thoracic, mid-thoracic, thoracolumbar dan mid-lumbar regions. Arah curva ditentukan oleh covex dan concave side dari curva. Curva kanan memiliki concavity pada kiri pasien dan convexity pada kanan pasien dan sebaliknya pada curva kiri. b. Besarnya Kurva  Hasil dari bending radiograph menentukan apakah kurva merupakan kurva major (structural) atau minor (non-struktural). Sisi kiri dan kanan dari bending x rays adalah umunya diambil dalam posisi supine jadi jumlah dari flexibilitas spinal colum dapat ditentukan. Tekanan manual atau traksi minimal mungkin dapat dilakukan selama proses bending radiograph. Kurva major memiliki derajat lebih besar, merupakan kurva structural, artinya bahwa kurva tidak dapat dilakukan bend out pada saat dilakukan bending x rays. Kurva major umumnya ± > 10⁰ dibandingkan kurva minor. The Scoliosis Research Society menjelaskan bahwa major curve adalah sebagai nilai hasil pengukuran cobb yang terbesar pada posisi xray berdiri dan tidak terpengaruh oleh side bending. Kurva minor umumnya dapat dilakukan bend out pada bending radiograph, merupakan kurva non-struktural. Kurva ini juga disebut compensatory curve karena dalam perkembangannya memilki tujuan untuk



menjaga kepala dan rongga dada seimbang dalam coronal plane. Sering kurva minor kembali normal ketika kurva major dilakukan koreksi. The Scoliosis Research Society menjelaskan bahwa kurva minor sebagai kurva lain yang dicatat pada pasien yang tidak memiliki pengukuran cob angle terbesar. F. Penatalaksanaan Terdapat 3 pilihan dasar terapi untuk Adolescent Idhiophatic Scoliosis: 1) Observation Tidak ada metode yang



realiabel



pada evaluasi tahap



awal untuk



keakuratan dalam memprediksi yang mana curva akan mengalami progresifitas, jadi observation adalah merupakan treatment utama dari seluruh curva. Monitor external contour dengan pengukuran rib hump, trunk rotation angle dengan scoliometer, penggunaan alat contour seperti



moiré topography



dan



ISIS



scanning. Metode ini sangat berguna dalam kurva tertentu dengan ukuran kecil dan untuk pasien dengan faktor resiko yang rendah, tapi evaluation secara periodic dari tulang belakang dengan radiograph tetap dibutuhkan. 2) Non-operative treatment dengan observation Electric stimulation, biofeedback, dan manipulation telah dilakukan dan merupakan bagian dari metode terapi non-operative yang memberikan hasil tidak sukses pada pasien adolescent idiophatic scoliosis. Saat ini terapi non-operative utamanya terdiri dari casting dan bracing. Prosedur terapi ini mungkin hanya mencegah progresifitas curva, mereka tidak dapat mengkoreksi dari scoliosis nya. Saat ini non operative treatment yang utama menggunakan orthotics, disebut juga dengan bracing. Sebuah brace memiliki dua fungsi essensial. Pertama, hal ini harus membuat kearah lebih baik pada awal deformity, dan kedua, harus mencegah progresifitas curva. Bracing pada AIS pasien tidaklah untuk mengkoreksi curva, dan umumnya curva berhenti tumbuh dari derajat deformity yang sama setalah 5 tahun terapi dengan menggunakan brace. Sekali lagi, konsep utama dari bracing adalah untuk mencegah progression dari curva. 3) Surgical Intervention Objective utama dalam terapi operative dari AIS adalah untuk mencapai solid arthrodesis (fusion). Pada infantile dan juvenile scoliosis mungkin diterapi



dengan instrumentasi tanpa fusi dalam bentuk growth rod technique. Namun, pada pasien muda hal ini masih sering didapatkan fusi permanen dengan instrumentasi sebagai modalitas treatment terakhir. Fusion tanpa instrumentasi untuk AIS masih jarang dilakukan pada masa sekarang ini. Instrumentasi menyiratkan internal fixation pada tulang belakang melalui anterior atau posterior



approach, atau



kombinasi anterior–posterior approach. Internal fixation device memiliki dua fungsi utama: 1) membantu mengkoreksi deformitas dengan parameter yang aman, 2) menjaga koreksi sampai arthrodesis menjadi solid. Indikasi terapi operasi pada idiophatic scoliosis: 1) Peningkatan kurva pada masa pertumbuhan anak. 2) Deformitas yang berat (>50⁰) dengan asimetris rongga dada pada remaja. 3) Nyeri yang tidak terkontrol dengan terapi non operative. 4) Thoracic lordosis. 5) Deformitas cosmetic yang significant. Tujuan tidakan terapi operative adalah mengkoreksi deformitas, menjaga sagittal balance,meningkatan



fungsi



paru,



minimalisir



morbiditas



atau



nyeri,



memaximalkan fungsi postoperative, meningkatkan atau tidak mencederai fungsi dari lumbar spine. Untuk mencapai tujuan ini pada pasien adolescent idiophatic scoliosis, teknik pembedahan mungkin termasuk anterior, posterior, atau kombinasi prosedur anterior dan posterior G. Komplikasi Pembedahan 1) Neurological Compromise  Dengan adanya modern teknik insiden dari permanent paralisis telah berkurang < 1%. 2) Spinal Decompensation  Over koreksi dapat menimbulkan ketidak seimbangan tulang belakang. Hal ini harus dihindari dengan cara perencanaan perioperatif yang teliti dan perlahan-lahan dalam hal menseleksi level fusion yang sesuai. 3) Pseudoarthrosis  Fusion yang incomplete dapat terjadi sekitar 2 % dari kasus dan mungkin membutuhkan tindakan operasi lanjutan dan grafting. 4) Implant Failure  Hoks dapat terpotong dan rods dapat patah. Jika ini berhubungan dengan symptomatic pseudoarthrosis, maka revisi fusion/fixation akan dibutuhkan



H. Pemeriksaan Fisik Pemeriksaan Orthopaedic pada pasien scoliosis harus detail. Anamnesa riwayat yang hati-hati dan termasuk pertanyaan seperti usia, gender, mengamati cara berjalan, nyeri, gejala neorologis, riwayat keluarga, growth spurth dan menarche. Usia, untuk menilai kematangan, dan oleh karena itu kedepannya berguna dalam menentukan risiko progresifitas. Cara berjalan, tanda-tanda penyakit saraf, seperti ataksia; mencari atalgic gait. Rasa nyeri, mungkin timbul selama fase progresifitas yang cepat, perlunya mengamati lebih dekat untuk kesempatan intervensi (bracing), atau mungkin tanda dari penyakit saraf yang mendasari. Semua penyakit yang diketahui berhubungan dengan banyaknya kasus scoliosis (penyakit jaringan ikat, gangguan neorologis) harus dikesampingkan. Setelah anamnesa riwayat selesai, maka perlu dilakukan pemeriksaan fisik. Pemeriksa harus melihat keseluruhan pasien dari depan, sisi samping dan belakang, mencatat adanya (1) asimetri scapular dan penonjolan unilateral, (2) asimetri pada pinggang, (3) level bahu, dan (4) asimetri dalam jarak antara lengan dan pinggang I. Intervensi 1) Evaluasi rontgen Evaluasi roentgenographic pada anak dengan kelainan tulang belakang adalah penting. Dalam anak usia kecil, seluruh tulang belakang dan panggul dapat divisualisasikan film 14 x 17 inci (36 x 43 cm). Dalam anak-anak dan remaja, film yang diperlukan lebih panjang 14 x 36 inci (36 x 91 cm). Seluruh tulang belakang akan terlihat pada roentgenograph, dan hubungan antara kepala, bahu, batang atas, dan panggul dapat dihargai. Dalam studi imaging, tiga pemeriksaan yang diperlukan: (1) Standart pemeriksaan, (2) kontrol pemeriksaan, (3) evaluasi pre-terapi diperlukan untuk menguraikan orthotic dan tindakan bedah. Kriteria kualitas dari anterior x-ray adalah: (1) perlvis harus horisontal, (2) symetricaliliac crest, (3) tulang ekor yang diproyeksikan pada simfisis. Sikap Scoliotic secara radiologically didefinisikan oleh adanya defleksi lateral tulang belakang tanpa gibbosity atau vertebra rotasi. Kriteria kualitas x-ray anterior bending: (1) visibilitas yang baik dari vertebral



bodi, (2) visibilitas yang baik dari pedicles, (3) dari transverse apophysis, (4) dari sendi posterior. 2) Evaluasi kerja Cobb Angle merupakan derajat kelengkungan diantara end vertebra yang menggambarkan maximal coronal deviasi daripada curva. Dalam posisi berdiri, pola kurva dideskripsikan seperti dibawah ini. Setiap kurva diukur dengan metode cob angle. Cobb angle diukur dari hasil rontgen PA long cassette posisi berdiri. End vertebra harus di identifikasi pertama kali; ini adalah bagian terakhir yang miring menjadi cekung dan kelengkungannya yang diukur. Kemudian tentukan dan garis pada superior dan inferior endplates dari cranial dan caudal vertebra yang bertanggung jawab/terlibat. Sudut yang didapatkan dari perpotongan garis tegak lurus terhadap superior endplate dari superior end vertebra dan inferior endplate dari inferior end vertebra adalah cob angle. Jika end plate ini tidak jelas, maka pedicle dapat digunakan sebagai gantinya. Semua kelengkungan harus diukur. Pada kurva ganda, superior endplate dari inferior end vertebra adalah superior endplate dari superior end vertebra pada kurva berikutnya.Puncak curva (apex) digambarkan ditengah. Merupakan vertebra/disc dari kurva dengan deviasi paling lateral dan paling horizontal. 3) Evaluasi penampang sagittal Adolescent idiophatic scoliosis adalah merupakan kelainan yang multiplanar dengan perubahan pada bidang coronal, sagittal dan axial. Sayangnya, kebanyakan dari penelitian AIS lebih focus hanya pada bidang coronal. Namun saat ini tampaknya bahwa bidang sagital, dalam konsertasinya dengan bidang coronal, adalah sangat penting dalam menjaga keseimbangan dan stabilitas dari pasien. Tujuannya adalah untuk menjaga keseimbangan bagian tubuh teratas sekitar pelvis (coronal ) dan hips (sagittal) dari pasien jadi otot otot posterior berada pada batas kerja minimum. Hal ini mencegah muscle fatique dan nyeri punggung belakang yang berhubungan. 4) Evaluasi rotasi Rotasi vertebralis dapat ditentukan dengan metode Nash dan Moe dan mungkin memiliki grade I sampai V, tergantung tingkat keparahan rotasi, atau dapat diukur dengan teknik Pedriolle. Nash dan Moe metode, vertebra dibagi



menjadi enam bagian yang sama, menggunakan sebagai indikator tanda pedicles dan vertebral bodi: (1) level 0 = simetris concex dan equidistan pedicles, (2) level 1 = bagian cembung pedicle bermigrasi ke segmen pertama, (3) level 2 = bagian cembung pedicle bermigrasi ke kedua segmen, (4) level 3 = bagian cembung pedicle bermigrasi ke tengah segmen, (5) level 4 = bagian cembung pedicle melintasi garis median sisi cekung. 5) Skeletal maturity Skeletal Maturity diukur tidak hanya oleh penampilan fisiologis pasien, tetapi juga radiographycally oleh usia tulang, iliaka epiphysis dan cincin vertebralis apophysis. Usia tulang ditentukan oleh perbandingan roentgenogram dari wrist dan hand dengan standar yang ditemukan dalam Greulich dan Pyle atlas. Osifikasi apophysis dari iliaka dievaluasi, dan dinilai derajatnya menurut Reisser. Cincin vertebralis epiphysis bisa dicatat pada roentgenogram vertebral lateral; ini terdiri dari area osifikasi yang terpisah untuk menggabungkan tubuh vertebral setelah pematangan vertebra selesai. Ini nampaknya bertepatan dengan penghentian pertumbuhan/penutupan lengkap vertebral bodi. 6) MRI Investigasi MRI dilakukan untuk mendeteksi kelainan neurologis, memungkinkan diagnosis dyastematomyelia, syringomyelia, malformasi arnold chiari, expansive intra spinal tulang belakang. MRI tidak dilakukan pada remaja dengan pemeriksaan neorologis normal. MRI dalam kelompok remaja lebih kontroversial karena hanya sangat kecil dapat menilai kelainan. MRI indikasi/petunjuk: (1) vertebra dengan kelainan spinal marrow, (2) idhiophatic scoliosis dengan gangguan neurologis, (3) trauma pada tulang belakang, (4) scoliosis terkait dengan herniasi pada discus, (5) neoplastik dan inflamasi scoliosis. Indikasi MRI pada remaja adalah sebagai berikut: (1) kurva thorac mengarah ke sisi kiri, (2) nyeri,(3) progresifitas curva yang cepat, (4) Congenital scoliosis, (5) Neurofibromatosis.



Daftar Pustaka 



K.L. Moore, A. F. Dalley, A. M. R. Agur. Clinical Oriented Anatomy: Back, Sixth Edition. Lippincott Williams & Wilkins. 2006. Pp. 478-520.







L. Solomon, D. Marwick, S. Nayagam. Apley‟s System of Orthopaedics and Fractures, Ninth Edition. Hodder Arnold. 2010. Pp. 453-465.







R.H. Rothman, F.A. Simeone. The Spine, Third Edition. W.B. Sounders Company. 1992. Pp. 404-411, 393-400.







S.L. Weinstein, L.A. Dolan, Jack.C.Y. Cheng, A. Danielson, J.A. Morcuende. Adolescent Idiophatic Scoliosis. www.thelancet.com. Vol. 371. 2008. Pp. 1527-1534.



.