LP All Kelompok 2 New [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

LAPORAN PENDAHULUAN ANAK DENGAN AKUT LEUKEMIA LIMFOBLASTIK



Disusun Oleh Kelompok 2: 1. Savira Ade Listiyani 2. Nurul Fadlilah 3. Siti Imronah 4. Ika Khirfiyah 5. Mega Widawati 6. Fina Novianti 7. Izza Camila Muhibudin 8. Nanda Kristabella 9. Dewi Puspitasari



PROGRAM STUDI PROFESI NERS FAKULTAS KESEHATAN UNIVERSITAS NGUDI WALUYO 2021



LAPORAN PENDAHULUAN A. DEFINISI Menurut Kyle dan Susan (2016) leukemia merupakan gangguan utama pada sumsum tulang, yaitu elemen normal digantikan dengan sel darah putih abnormal. Normalnya, sel limfoid tumbuh dan berkembang menjadi limfosit dan sel mieloid tumbuh dan berkembang menjadi sel darah merah, granulosit, monosit dan trombosit. Pada semua jenis leukemia, sel darah putih yang abnormal mengambil alih sumsum yang normal. Sel darah merah dan trombosit juga terganggu. Sel leukemia dapat berprofelasi dan dilepaskan ke dalam darah perifer yang menginvasi organ tubuh yang menyebabkan metastasis (Roshdal & Mary 2015). Leukemia adalah penyakit keganasan sel darah yang berasal dari sum-sum tulang yang di tandai oleh proliferasi sel-sel yang abnormal dalam darah tepi (Muthia, 2012). Leukemia merupakan keganasan yang ditandai dengan proliferasi sel imatur di sumsum tulang, darah tepi, dengan infiltrasi organ hati, limpa dan kelenjar limfe. Proliferasi sel imatur mengakibatkan penumpukan sel leukemik di dalam sumsum tulang, sehingga fungsi hematopoesis dan trombopoesis tertekan (Riawan, 2012) ALL merupakan bentuk kanker paling umum terjadi pada anak antara usia 2 dan 10 tahun (Kyle & Susan, 2016). Sebagian besar leukemia yang terjadi pada masa kanak-kanak adalah LLA dan sekitar 25% kanker ini terjadi pada anak berusia kurang dari 15 tahunLLA lebih sering terjadi pada anak laki-laki dan orang kulit putih dibandingkan orang kulit hitam (Axton & Terry, 2014). Leukimia limfoblastik akut merupakan leukemia yang berasal dari sel induk limfoid dimana terjadi proliferasi monoklonal dan ekspansi progresif dari progenitor limfosit B dan T yang imatur dalam sumsum tulang dan beredar secara sistemik. Proliferasi dan akumulasi dari sel leukemia menyebabkan penekanan dari hematopoesis normal (Piatkowska dan Styczynski, 2010). Leukemia limfositik akut merupakan penyakit keganasan sel-sel darah yang berasal dari sum-sum tulang dan ditandai dengan proliferasi maligna sel leukosit immaturea, pada darah tapi terlihat adanya pertumbuhan sel-sel yang abnormal (Friehlig et al, 2015). Sel leukosit dalam darah penderita leukemia berproliferasi secara tidak teratur dan menyebabkan perubahan fungsi menjadi tidak normal sehingga mengganggu fungsi sel normal lain (Permono, B., Ugrasena, S., 2012) B. ETIOLOGI Etiologi terjadinya leukemia belum diketahui hingga saat ini, namun ada beberapa faktor risiko, yaitu : a. Faktor Lingkungan



Faktor lingkungan seperti radiasi ion, radiasi non-ion, hidrokarbon, zat-zat kimia, alkohol, rokok maupun obat-obatan (Belson dkk., 2007). b. Faktor genetik Faktor genetik yang menjadi faktor resiko terjadinya leukimia seperti riwayat keluarga, kelainan gen, dan translokasi kromosom. Leukemia juga dipengaruhi Human T-cell Leukemia Virus-1 (HTLV-1), etnis, jenis kelamin, usia, usia ibu saat melahirkan, serta karakteristik saat lahir seperti berat lahir dan urutan lahir, pemakaian insektisida selama periode kehamilan dan masa anak-anak, pestisida, fungisida serta sampo insektisida (Menegaux dkk., 2006). c. Gangguan regulasi sistem imun Gangguan regulasi sistem imun sebagai respon dari infeksi saat beberapa bulan pertama kehidupan juga dapat menginduksi terjadinya LLA pada masa anak-anak (Roman dkk., 2007). Beberapa faktor lain yang memengaruhi yaitu medan magnet, pemakaian marijuana, dan diet (Lanzkowsky, 2011). d. Kelainan Kromosom Kelainan Kromosom seperti down syndrome dapat menyebabkan leukemia akut (Suradi & Yulia,2010). Insiden leukemia pada anak-anak penderita sindrom down adalah 20 kali lebih banyak daripada normal. Insiden leukemia akut juga meningkat pada penderita dengan kelainan kongenital misalnya agranulositosis kongenital, sindrom Ellis Van Creveld, penyakit seliak, sindrom Bloom, anemia Fanconi, sindrom Wiskott Aldrich, sindrom Kleinefelter dan sindrom trisomi D (Hoffbrand Dkk, 2011)



C. PATOFISIOLOGI Penyebab LLA tidak diketahui. Faktor genetik dan abnormalitas dapat berperan dalam perkembangan LLA. Pada LLA, limfoblast yang abnormal melimpah dalam jaringan pembentuk darah. Limfoblast bersifat mudah pecah dan imatur, menurunkan kemampuan terhadap sel darah putih normal untuk melawan infeksi. Pertumbuhan limfoblast berlebihan dan sel abnormal menggantikan sel normal dalam sumsum tulang. Sel leukemia yang berproliferasi menunjukkan kebutuhan metabolik yang besar, menekan sel tubuh normal terkait kebutuhan zat gizi dan menyebabkan keletihan, penurunan berat badan atau henti tumbuh dan kelelahan otot. Pada sumsum, sel darah putih yang abnormal ini juga menggantikan sel induk yang memproduksi sel darah merah dan produk darah lainnya (seperti trombosit). Sumsum tulang menjadi tidak mampu mempertahankan sel darah merah, sel darah putih dan trombosit, sehingga menyebabkan penurunan jumlah produk tersebut. Pada akhirnya, anak mengalami anemia dan trombositopenia. Karena sumsum tulang berekspansi atau sel leukemia menginfiltrasi tulang, nyeri sendi dan tulang dapat terjadi. Sel leukemia dapat menembus nodus limfe, menyebabkan limfadenopati difus, atau hati dan limpa, menyebabkan hepatosplenomegali (Axton & Terry, 2014; Kyle & Susan, 2016). Lokasi invasi Spp yang



terjadi sekunder karena infiltrasi leukimia dapat



menyebabkan tekanan intrakranial (Betz & sowden, 2009). D. MANIFESTASI KLINIS Gambaran klinis pada ALL bervariasi biasanya mendadak dan progresif seperti penderita merasa lemah, pucat, sesak, pusing hingga gagal jantung akibat anemia. Pada ALL sering terjadi neutropenia yang menyebabkan infeksi dan demam. Trombositopenia dapat menyebabkan perdarahan seperti ptekie, ekimosis atau manifestasi perdarahan lainnya. Keluhan pada sistem saraf pusat (SSP) ditimbulkan oleh infiltrasi sel leukemia dengan gejala sakit kepala, kejang, mual dan muntah. Pada pemeriksaan fisis dapat ditemukan adanya limfadenopati, hepatomegali, dan atau splenomegali (Lanzkowsky, 2011). Kira-kira 66% anak dengan LLA mempunyai gejala dan tanda penyakitnya kurang dari 4 minggu pada waktu didiagnosis,gejala pertama biasanya nonspesifik meliputi



anorexia,iratabel,



dan



letragi.



Kegagalansumsum



tulang



yang



progresifsehingga timbul anemia,demam (neutropenia, keganasan),trombositopenia, ataupun infiltrasi jaringan spesifik (kelenjar getah bening, hati, limfa, otak, tulang, kulit, gusi, testis). Pemeriksaan fisik sering kali menunjukan adanya limfadenopati dan hepatosplenomegali. Keterlibatan susunan saraf pusat (SSP) jarag terjadi pada saat



datang pertama. Testis sering menjadi lokasi ekstramedular LLA : pembesaran satu atau kedua testis tanpa nyeri yang dapat terlihat. Pasien dengan LLA sel T



lebih



sering terjadi pada laki- laki dengan usia yang lebih tua (8-10 tahun), dan sering memiliki hitung leukosit yang tinggi, massa mediastinum anterior, limfadenopati servikal, hepatospenomegali, dan keterlibatan SSP. E. KOMPLIKASI LEUKEMIA 1. Infeksi Komplikasi ini yang sering ditemukan dalam terapi kanker masa anak-anak adalah infeksi berat sebagai akibat sekunder karena neutropenia. Anak paling rentan terhadap infeksi berat selama tiga fase penyakit berikut: a. Pada saat diagnosis ditegakkan dan saat relaps (kambuh) ketika proses leukemia telah menggantikan leukosit normal. b. Selama terapi imunosupresi c. Sesudah pelaksanaan terapi antibiotic yang lama sehingga mempredisposisi pertumbuhan mikroorganisme yang resisten. Walau demikian , penggunaan faktor yang menstimulasi-koloni granulosit telah mengurangi insidensi dan durasi infeksi pada anak-anak yang mendapat terapi kanker. Pertahanan pertama melawan infeksi adalah pencegahan(Wong, 2009)



2. Perdarahan Sebelum penggunaan terapi transfuse trombosit, perdarahan merupakan penyebab kematian yang utama pada pasien leukemia. Kini sebagaian besar episode perdarahan dapat dicegah atau dikendalikan dengan pemberian konsentrat trombosit atau plasma kaya trombosit. Karena infeksi meningkat kecenderungan perdarahan dan karena lokasi perdarahan lebih mudah terinfeksi, maka tindakan pungsi kulit sedapat mungkin harus dihindari. Jika harus dilakukan penusukan jari tangan, pungsi vena dan penyuntikan IM dan aspirasi sumsum tulang, prosedur pelaksanaannya harus menggunakan teknik aseptic, dan lakukan pemantauan kontinu untuk mendeteksi perdarahan. Perawatan mulut yang saksama merupakan tindakan esensial, karena sering terjadi perdarahan gusi yang menyebabkan mukositis. Anak-anak dianjurkan untuk menghindari aktivitas yang dapat menimbulkan cedera atau perdarahan seperti bersepeda atau bermain skateboard, memanjat pohon atau bermain dengan ayunan(Wong, 2009) Umumnya transfuse trombosit hanya dilakukan pada episode perdarahan aktif yang tidak bereaksi terhadap terapi lokal dan yang terjadi selama terapi induksi atau relaps. Epistaksis dan perdarahan gusi merupakan kejadian yang paling sering ditemukan. 3. Anemia Pada awalnya, anemia dapat menjadi berat akibat penggantian total sumsum tulang oleh sel-sel leukemia. Selama terapi induksi, transfusi darah mungkin diperlukan. Tindakan kewaspadaan yang biasa dilakukan dalam perawatan anak yang menderita anemia harus dilaksanakan (Wong, 2009)



F. PENATALAKSANAAN LEUKEMIA Penatalaksanaan



dari



leukemia



terbagi



atas



kuratif



dan



suportif.



Penatalaksanaan suportif hanya berupa terapi penyakit lain yang menyertai leukemia beserta komplikasinya, seperti tranfusi darah, pemberian antibiotik, pemberian nutrisi yang baik, dan aspek psikososial (Permono, B., Ugrasena, S., 2010) Penatalaksaan kuratif, seperti kemoterapi, bertujuan untuk menyembuhkan leukemia. Di Indonesia sendiri sudah ada 2 jenis protokol pengobatan yang umumnya digunakan, yaitu protokol Nasional (Jakarta) dan protokol WK-ALL 2010. Selain dengan kemoterapi, terapi transplantasi sumsum tulang juga memberikan kesempatan untuk sembuh terutama pada pasien yang terdiagnosis leukemia sel-T (Permono, B., Ugrasena, S., 2010) 1. Kemoterapi Pengobatan LLA yang umumnya dilakukan adalah kemoterapi. Kemoterapi bertujuan untuk menyembuhkan leukemia dan proses pengobatannya terdiri dari beberapa tahapan-tahapan, yaitu fase induksi- remisi, intensifikasi awal, konsolidasi/terapi profilaksis susunan saraf pusat, intensifikasi akhir (terbagi atas fase re-induksi dan re-konsolidasi), dan maintenance/rumatan.



a. Tahap induksi Tujuan dari tahap pertama pengobatan adalah membunuh sebagian besar selsel leukemia di dalam darah dan sumsum tulang. Terapi induksi kemoterapi biasanya memerlukan perawatan di rumah sakit yang panjang karena obat menghancurkan banyak sel darah normal dalam proses membunuh sel leukemia (American Cancer Society, 2015). Terapi induksi berlangsung 4-6 minggu. Kemungkinan hasil yang dapat dicapai adalah remisi komplit, remisi parsial, atau gagal. b. Tahap Intensifikasi (konsolidasi) Setelah mencapai remisi komplit, segera dilakukan terapi intensifikasi yang bertujuan untuk profilaksis leukemia pada susunan saraf pusat. Hasil yang diharapkan adalah tercapainya perpanjangan remisi dan meningkatkan kesembuhan. c. Tahap Profilaksis SSP Profilaksis SSP diberikan untuk mencegah kekambuhan pada SSP. Pada tahap ini menggunakan obat kemoterapi yang berbeda, kadang-kadang dikombinasikan dengan terapi radiasi, untuk mencegah leukemia memasuki otak dan sistem saraf pusat. d. Tahap Rumatan Pada tahap ini dimaksudkan untuk mempertahankan masa remisi. Tahap ini biasanya memerlukan waktu 2-3 tahun. Dosis sitostatika secara individual dipantau dengan melihat leukosit dan atau monitor konsentrasi obat selama terapi rumatan. 2. Transplantasi Sumsum Tulang Pada



anak



dengan



ALL,



transplantasi



sum-sum



tulangtidak



direkomendasikan selama remisi yang pertama karena kemoterapi masih mungkin memberikan hasil yang menakjubkan. Sum-sum tulang yang digunakan untuk transplantasi bukan hanya dari donor yang ada hubungan keluarga tetapi juga bisa dari donor yang tidak memiliki hubungan keluarga asalkan antigennya cocok atau dari darah yang antigennya tidak cocok.



3. Terapi Suportif Selain pengobatan kuratif, juga diperlukan pengobatan suportif meliputi pengobatan penyakit lain yang menyertai leukemia dan pengobatan komplikasi antara lain berupa pemberian tranfusi darah/trombosit, pemberian antibiotik, pemberian obat untuk meningkatkan granulosit, obat anti jamur, pemberian nutrisi yang baik dan pendekatan aspek psikososial (Campbell, 2011). Terapi ini bertujuan untuk mengatasi kegagalan sumsum tulang, baik karena proses leukemia sendiri atau sebagai akibat terapi. Terapi suportif pada penderita leukemia tidak kalah pentingnya dengan terapi spesifik karena akan menentukan angka keberhasilan terapi. Kemoterapi intensif harus ditunjang oleh terapi suportif yang intensif pula, kalu tidak maka penderita dapat meninggal karena efek samping obat, suatu kematian iatrogenic. Terapi suportif berfungsi untuk mengatasi akibat-akibat yang ditimbulkan oleh penyakit leukemia itu sendiri dan juga untuk mengatasi efek samping obat. Terapi suportif yang diberikan adalah : a. Terapi untuk mengatasi anemia Transfusi PRC untuk mempertahankan hemoglobin sekitar 9-10 g/dl. Untuk calon transplantasi sumsum tulang, transfusi darah sebaiknya dihindari. b. Terapi untuk mengatasi infeksi, sama seperti kasus anemia aplastik terdiri atas: i.



Antibiotika adekuat



ii.



Transfusi konsentrat granulosit



iii.



Perawatan khusus (isolasi)



iv.



Hemopoitic growth factor (G-CSF atau GM-CSF)



c. Terapi untuk mengatasi perdarahan terdiri atas: i.



Transfuse



konsentrat



trombosit



untuk



mempertahankan



trombosit minimal 10 x 106/ml, idealnya diatas 20 x 106/ml ii. Pada M3 diberikan Heparin untuk mengatasi DIC



d.



Terapi untuk mengatasi hal-hal lain yaitu: i. Pengelolaan leukostasis : dilakukan dengan hidrasi intravenous dan leukapheresis. Segera lakukan induksi remisi untuk menurunkan jumlah leukosit ii. Pengelolaan sindrom lisis tumor: dengan hidrasi yang cukup, pemberiaan alopurinol dan alkalinisasi urin.



G. PEMERIKSAAN PENUNJANG 1. Pemeriksaan laboratorium a. Pemeriksaan darah tepi terdapat leukosit yang imatur. Berdasarkan pada kelainan sum sum tulang yaitu berupa pansitopenia, limfositosis, dan terdapatnya sel blas (sel muda beranak inti). Sel blas merupakan gejala patognomonik untuk leukemia. b. Pemeriksaan sum sum tulang Pemeriksaan sum sum tulang memberikan gambaran monoton, yaitu hanya terdiri dari sel limfopoetik. Patologis sedangkan sistem lain terdesak (aplasia sekunder). Dapat dilakukan dengan 2 cara yaitu: aspirasi (yang diambil hanya sumsum tulang) dan biopsi (mengangkat sepotong kecil tulang dan sumsum tulang). Biopsi adalah cara pasti untuk mengetahui apakah sel-sel leukemia ada di sumsum tulang. Hal ini memerlukan anestesi lokal. Sumsum tulang diambil dari tulang pinggul atau tulang besar lainnya. 2. Sitogenetik Laboratorium akan meneliti kromosom dari sampel sel darah. Sumsum tulang atau kelenjar getah bening. Jika kromosom abnormal ditemukan, tes dapat menunjukkan jenis leukemia yang dimiliki. 3. Biopsi limpa Pemeriksaan ini akan memperlihatkan proliferasi sel leukemia dan sel yang berasal dari jaringan limpa akan terdesak seperti limfosit normal. RES dan granulosit. 4. Lumbal pungsi Pungsi sumsum tulang merupakan pengambilan sedikit cairan sumsum tulang, yang bertujuan untuk penilaian terhadap simpanan zat besi, mendapatkan spesimen untuk pemeriksaan bakteriovirologis (biakan mikrobiologi), untuk diagnosa sitomorfologi/ evaluasi produk pematangan sel asal darah. Tempat yang biasanya



digunakan aspirasi untuk pungsi sumsum tulang adalah spina iliaka posterior superior (SIPS), krista iliaka, spina iliaka anterior superior (SIAS), sternum di antara iga ke-2 dan ke-3 midsternal atau sedikit di kanannya (jangan lebih dari 1 cm), spina dorsalis/prosesus spinosus vertebra lumbalis.Bila terjadi peninggian sel patologis, maka hal ini berarti terjadi leukemia meningeal. Untuk mencegahnya dilakukan lumbal pungsi pada penderita. 5. Spinal Tap Dengan mengambil beberapa cairan cerebrospinal. Prosedur ini memakan waktu sekitar 30 menit dan dilakukan dengan anestesi lokal. Laboratorium akan memeriksa cairan untuk meneliti adanya sel-sel leukemia atau tanda-tanda lain dari masalah (Hoffbrand Dkk, 2011).



KONSEP PENGKJIAN LEUKEMIA LIMFOBLASTIK AKUT PADA ANAK A. Identitas 1. Identitas Pasien, meliputi :



2.



a. Nama



:



b. Umur



:



c. Tempat/tanggal lahir



:



d. Jenis kelamin



:



e. Alamat



:



Identitas Penanggung Jawab : a. Nama b. Jenis kelamin



: :



c. Hubungan dengan pasien : d. Alamat



:



B. Riwayat Kesehatan 1. Keluhan Utama Nyeri sendi dan tulang sering terjadi, lemah , nafsu makan menurun, demam (jika disertai infeksi) bisa juga disertai dengan sakit kepala, purpura, penurunan berat badan dan sering ditemukan suatu yang abnormal. Kelelahan dan petekie berhubungan dengan trombositopenia juga merupakan gejala-gejala umum terjadi. 2. Riwayat Kehamilan dan kelahiran Saat hamil ibu sering mengkomsumsi makanan dengan



bahan



pengawet dan penyedap rasa. Radiasi pada ibu selama kehamilan dapat meningkatkan resiko pada janinnya. Lebih sering pada saudara sekandung,



terutama pada kembar. 3. Riwayat Keluarga Insiden ALL lebih tinggi berasal dari saudara kandung anak-anak yang terserang terlebih pada kembar monozigot (identik). 4. Riwayat Tumbuh Kembang Pada penderita ALL pertumbuhan dan perkembangannya mengalami keterlambatan akibat nutrisi yang didapat kurang karena penurunan nafsu makan, pertumbuhan fisiknya terganggu, terutama pada berat badan anak tersebut. Anak keliatan kurus, kecil dan tidak sesuai dengan usia anak.



Sedangkan pada keadaan normal anak lingkar kepala mencapai 42,5 pada usia 6 bulan. Setiap bulannya lingkar kepala meningkat 1,25 cm. Pada anak dengan penderita penyakit ALL cenderung berat badan menurun, dan tidak sesuai usia, lingkar kepala dan panjang badan relatif tetap (normal). 1) Motorik Kasar Pada anak dengan penyakit ALL pada umumnya dapat melakukan aktivitas secara normal, tapi mereka cepat merasa lelah saat melakukan aktivitas yang terlalu berat (membutuhkan banyak energi). 2) Motorik Halus Pada umumnya anak dengan ALL masih dapat melakukan aktivitas ringan seperti halnya anak-anak normal. Karena aktivitas ringan tidak membutuhkan energi yang banyak dan anak tidak mudah lelah C. Pengkajian Pola Fungsional 1. Nutrisi Anak makan 2 kali sehari, pada ALL terjadi penurunan nafsu makan. Anak suka makan makanan siap saji maupun jajan diluar rumah. Anak tidak suka makan sayur-sayuran, makan buah kadang-kadang sehingga zat besi yang diperlukan berkurang. Selain itu pengaruh ibu yang suka masak menggunakan penyedap rasa dan sering menyediakan makanan siap saji dirumah. Gizi merupakan komponen penting lain dalam pencegahan infeksi. Asupan protein-kalori yang adekuat akan memberikan hospes pertahanan yang lebih baik terhadap infeksi dan meningkatkan toleransi terhadap kemoterapi dan iradiasi. 2. Aktivitas istirahat dan tidur: Saat beraktivitas anak cepat kelelahan. Anak kebanyakan istirahat dan tidur karena kelemahan yang dialaminya. Sebagaian aktivitas biasanya dibantu oleh keluarga. Saat tidur anak ditemani oleh ibunya. Tidur anak terganggu karena nyeri sendi yang sering dialami oleh leukemia.



3.



Eleminasi: Anak gangguan ALL pada umumnya mengalami diare, dan penurunan haluran urin. BAB 3-5x sehari, dengan konsistensi cair. Haluan urin sedikit yang disebabkan susahnya masukan cairan pada anak, warna urine kuning keruh. Saat BAK anak merasa nyeri karena nyeri tekan diperianal.



4.



Personal Hygiene Anak mandi 2x sehari, gosok gigi 2x setelah makan dan mau tidur. Sebagaian aktivitas hygiene personal sebagaian dibantu oleh orang tua.



D. Pemeriksaan Fisik 1. Keadaan Umum Pada anak –anak tampak pucat, demam, lemah, sianosis 2.



Pemeriksaan TTV a. Nadi :Pada penderita ALL, terdapat manifestasi klinik nadi teraba kuat dan cepat (takikardia) b. TD



:pada penderita ALL, tekanan darahnya tinggi disebabkan oleh



hiperviskositas darah c. Suhu : Pada penderita ALL yang terjadi infeksi l suhu akan naik (hipertermi, >37,50C) d. RR



: pada umumnya anak sesak nafas, tachypnea (Pernafasan



>30x/menit), retraksi dada c. Kepala dan leher d. Rongga mulut a. apakah terdapat peradangan (infeksi oleh jamur atau



bakteri).



Penyebab yang paling sering adalah stafilokokus,streptokokus, dan bakteri gram negative usus serta berbagai spesies jamur. b. perdarahan gusi, c. pertumbuhan gigi apakah sudah lengkap d. ada atau tidaknya karies gigi. e. Mata a. Konjungtiva : anemis atau tidak. Terjadi gangguan penglihatan akibat infiltrasi ke SSP, b.



sclera: kemerahan, ikterik.



c. Perdarahan pada retinas



f. T elinga: ketulian g.



Leher:



distensi



vena



jugularis Perdarahan otak Leukemia system saraf pusat: nyeri kepala, muntah (gejala tekanan tinggi intrakranial), perubahan dalam status mental, kelumpuhan saraf otak, terutama saraf VI dan VII, kelainan neurologic fokal h. Pemeriksaan Dada dan Thorax a. Inspeksi = bentuk thorax, kesimetrisan, adanya retraksi



dada,



penggunaan otot bantu pernapasan b. Palpasi denyut apex (Ictus Cordis) c. Perkusi untuk menentukan batas jantung dan batas paru. d. Auskultasi = suara nafas, adakah ada suara napas tambahan: ronchi (terjadi penumpukan secret akibat infeksi di paru), bunyi jantung I, II, dan III jika ada i. Pemeriksaan Abdomen a. Inspeksi bentuk abdomen apakah terjadi pembesaran pada kelenjar limfe, ginjal, terdapat bayangan vena, auskultasi peristaltik usus, palpasi nyeri tekan bila ada pembesaran hepar dan limpa. b. Perkusi adanya asites atau tidak. j.



Pemeriksaan Genetalia a. Pembesaran pada testis b. Hematuria



k. Pemeriksaan Integumen a. Kulit -



Perdarahan kulit (pruritus, pucat, sianosis, ikterik, eritema, petekie, ekimosis, ruam)



-



nodul subkutan, infiltrat, lesi yg tidak sembuh, luka bernanah, diaforesis (gejala hipermetabolisme).



b. kuku l.



peningkatan suhu tubuh : rapuh, bentuk sendok / kuku tabuh, sianosis perifer.



Pemeriksaan Ekstremitas Adakah sianosis, kekuatan otot,nyeri tulang dan sendi (karena infiltrasi sumsum tulang oleh sel-sel leukemia



KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN N SDKI O 1 Nyeri Akut (0077) Definisi : pengalaman sensorik atau emosional yang berkaitan dengan kerusakan jaringan aktual atau fungsional dengan onset mendadak atau lambat dan berintensitas ringan hingga berat yang berlangsung kurang dari 3 bulan a. Penyebab Agen cedera fisiologis b. Gejala dan tanda mayor - Tampak meringis - Bersikap protektif - Gelisah - Nadi meningkat - Sulit tidur c. Gejala dan tanda minor - Nafsu makan berubah - Berfokus pada diri sendiri



SLKI



SIKI



Kontrol Nyeri (L.06063) Kriteria hasil : - Melaporkan nyeri terkontrol - Kemampuan mengenali penyebab nyeri - Kemampuan menggunakan teknik non-farmakologis - Dukungan orang terdepat - Keluhan nyeri - Pengunaan analgesik



Manajemen Nyeri (I08238) Definisi : mengidentifikasi dan mengelola pengalaman sensorik atau emosional yang berkaitan dengan kerusakan jaringan atau fungsional dengan onset mendadak atau lambat dan berintegritas ringan hingga berat dan konsisten Observasi - Identifikasi lokasi, karakteristik, durasi, frekuensi, kualitas, intensitas nyeri. - Identifikasi skala nyeri - Identifikasi faktor yang memperberat nyeri. - Identifikasi pengetahuan dan keyakinan tentang nyeri Terapeutik - Berikan teknik non farmakologis untuk mengurangi rasa nyeri. - Kontrol lingkungan yang memperberat rasa nyeri. - Fasilitasi istirahat dan tidur. Edukasi - Ajarkan teknik non farmakologis untuk mengurangi rasa nyeri Kolaborasi - Kolaborasi pemberian analgetik



2



Kontrol Risiko (L.14128) Setelah dilakukan tindakan keperawatan 1x24 jam diharapkan klien mampu mengkontrol resiko



Risiko Infeksi (0142) Definisi : berisiko mengalami peningkatan terserang organisme patogenik



Tingkat Nyeri (L.08066) Kriteria hasil - Keluhan nyeri - Meringis - Sikap protektif - Gelisah - Kesulitan tidur - Mual - Muntah - Nafsu makan



Pencegahan Infeksi (I.14539) Definisi : mengidentifikasi dan menurunkan risiko terserang organisme patogenik Observasi



3



a. -



Faktor risiko Penyakit kronis Malnutrisi Peningkatan paparan organisme patogen ligkungan - Ketidakadekuatan pertahanan tubuh



dengan Kriteria hasil : - Kemampuan mencari informasi tentang faktor resiko - Kemampuan mengidentifikasi faktor resiko - Kemampuan melakukan stategi kontrol resiko



Monitor tanda dan gejala infeksi Terapeutik - Cuci tangan pakai sabun sebelum dan sesudah kotak dengan pasien dan lingkungan pasien Edukasi - Jelaskan tanda dan gejala infeksi - Ajarkan cara mencuci tangan dengan benar - Anjurkan meningkatkan asupan nutrisi Kolaborasi - Kolaborasikan pemberian imunisasi



Perfusi Perifer Tidak Efektif (D.0009) Definisi : penurunan sirkulasi darah pada level kapiler yang dapat menganggu metabolisme tubuh Penyebab : - Penurunan konsentrasi hemoglobin - Kekurangan volume cairan - Kurang terpapar informasi tentang faktor pemberat - Kurang aktivitas fisik



Perfusi perifer (L.02011) Kriteria hasil - Denyut nadi perifer - Warna kulit pucat - Nyeri - Kelemahan otot - Akral - Pengisian kapiler - Turgor kulit



Perawatan Sirkulasi (L.14569) Definisi : mengidentifikasi dan merawat area lokal dengan keterbatasan sirkulasi perifer Observasi - Periksa sirkulasi perifer (nadi perifer, edema, pengisian kapiler, warna, suhu, ankel brachial index) - Identifikasi faktor risiko gangguan sirkulasi - Monitor panas, kemerahan, nyeri, bengkak pada ekstremitas Terapeutik - Lakukan pencegahan infeksi - Lakukan hidrasi Edukasi - Ajarkan program diet untuk memperbaiki sirkulasi - Anjurkan program rehabilitasi vaskuler Kolaborasi - Kolaborasikan pemberian obat



-



4



Intoleransi aktivitas (D.0056) Definisi : Ketidakcukupan energi untuk melakukan aktivitas sehari-hari a. Penyebab : - Ketidakseimbangan antara suplai dan kebutuhan oksigen - Tirah baring - Kelemahan - Imobilitas - Gaya hidup monoton b. Gejala dan tanda mayor - Subjektif Mengeluh lelah - Objektif Frekuensi jantung meningkat >20% dari kondisi istirahat c. Gejala dan tanda minor Subjektif - Merasa tidak nyaman setelah beraktivitas - Merasa lemah Objektif - Sianosis - Tekanan darah berubah >20% dari kondisi istirahat Defisit Nutrisi (D.0019) Definisi : asupan nutrisi tidak cukup untuk memenuhi kebutuhan metabolisme a. Penyebab Ketidakmampuan menelan, mencerna, dan mengabsorbsi makanan b. Gejala dan tanda mayor Objektif : berat badan



Toleransi Aktivitas (L.05047) Definisi: Respon fisiologis terhadap aktivitas yang membutuhkan tenaga. Kriteria Hasil : - Frekuensi nadi - Saturasi oksigen - Kemudahan dalam melakukan aktiivtas sehari-hari - Keluhan lelah - Dispnea saat aktivitas - Sianosis



Status Nutrisi (L.03030) Setelah dilakukan tindakan keperawatan diharapkan klien asupan nutrisi untuk memenuhi kebutuhan metabolismenya terpenuhi dengan kriteria hasil : - Porsi makanan yang dihabiskan meningkat - Kekuatan otot menyunyah meningkat



Terapi Aktivitas (I.05186) Definisi : Menggunakan aktivitas fisik, Kognitif,sosial, dan spiritual tertentu untuk memulihkan keterlibatan, frekuensi atau durasi aktivitas invidu atau kelompok Tindakan : Observasi - Identifikasi defisit tingkat aktivitas - Identifikasi kemampuan berpartisipasi dalam aktiivtas tertentu - Identifikasi strategi meningkatkan partisipasi dalam aktivitas - Monitor respon emosional, fisik, sosial terhadap aktivitas Teraupetik : - Fasilitasi fokus kemampuan bukan defisit yang dialami - Libatkan keluarga dalam aktivitas - Berikan penguatan positif atas partisipasi dalam aktivitas - Jadwalkan aktivitas dalam rutinitas sehari-hari Edukasi Nutrisi Anak (I.12396) Definisi : menyediakan informai mengenai pemenuhan kebutuhan nutrisi pada anak Observasi - Identifikasi kesiapan dan kemampuan menerima informasi Terapeutik - Sediakan materi dan media pendidikan kesehatan nutrisi untuk anak dengan



menurun min 10% dibawah rentang ideal



-



c. Gejala dan tanda minor Subjektif - nafsu makan menurun Objektif - Membran mukosa pucat - Rambut rontok berlebihan



ALL Kekuatan otot Edukasi menelan meningkat Verbalisasi keinginan - Berikan Edukasi kebutuhan gizi seimbang pada anak untuk meningkatkan - Ajarkan ibu nutrisi meningkat mengidentifikasi makanan dengan gizi seimbang.



Risiko ketidakseimbangan Keseimbangan cairan cairan (D.0036) (L.03020) Definisi : Resiko mengalami Kriteria Hasil : - Asupan cairan penurunan, peningkatan atau percepatan perpindahan - Kelembapan membran cairan dari instravaskular, mukosa - Dehidrasi interstisial atau intraselular a. Faktor risiko : - Tekanan darah - Prosedur - Turgor kulit pembedahan mayor - Trauma/perdarahan - Aferesis - Asites - Obstruksi intestinal - Peradangan pankreas - Penyakit ginjal atau kelenjar - Disfungsi intestinal



Manajemen cairan (I.03098) Definisi : mengidentifikasi dan mengelola keseimbangan cairan dan mencegah komplikasi akibat ketidakseimbangan cairan Tindakan : Observasi : - Monitor status hidrasi - Monitor berat badan harian - Monitor status hemodinamik Teraupetik - Catat intake output dan hitung balans cairan 24 jam - Berikan asupan cairan sesuai kebutuhan - Berikan cairann intravena Kolaborasi - Kolaborasi pemeberian deuretik



DAFTAR PUSTAKA Bakta, I. (2015). Hematologi Klinik Ringkas. Jakarta: EGC. David, G. (2015). Acute lymphoblastic leukemia. The Pharmacogenomics Journal, hlm.77– 89. Dorland, W. A. N. (2012). Kamus Kedokteran Dorland; Edisi 28. Buku Kedokteran EGC. Friehling, et al. (2015). Acute lymphoblastic leukemia. Hoffbrand Dkk. (2011). Kapita Selekta Hematologi Ed. 4. Penerbit Buku Kedokteran EGC. Irianto, K. (2015). Memahami Berbagai Macam Penyakit: Penyebab, Gejala, Penularan, Pengobatan, Pemulihan dan Pencegahan. CV. Alfabeta. Kementerian



Kesehatan,



R. (2013). Riset KEsehatan



Dasar Indonesia.



Lanzkowsky. (2011). Manual of Pediatric Hematology and Oncology. Elsevier. Muthia, D. (2012). Leukimia Limfoblastik Akut (LLA) anak. Universitas Islam Indonesia. NANDA. (2015). Diagnosis Keperawatan Definisi & Klasifikasi 2015-2017 Edisi 10 editor T Heather Herdman, Shigemi Kamitsuru. EGC. Permono, B., Ugrasena, S., & I. (2010). Buku ajar hematologi. Cetakan Ketiga. IDAI. Permono, B., Ugrasena, S., & I. (2012). Buku ajar hematologi. IDAI. Piatkowska dan Styczynski. (2010). Leukimia Limfoblastik Akut. PPNI. (2017). Standar Diagnosa Keperawatan Indonesia. Persatuan Perawat Nasional Indonesia. PPNI. (2018). Standar Intervensi Keperawatan Indonesia. Persatuan Perawat Nasional Indonesia. PPNI. (2019). Standar Luaran Keperawatan Indonesia. Persatuan Perawat Nasional Indonesia. Riawan. (2012). Ilmu Keperawatan Anak. EGC. WHO. (2012). Acute Limfoblast Leukemia. Wong, D. L. (2009). Buku Ajar Keperawatan Pediatriks. Penerbit Buku Kedokteran EGC