LP Amenorea [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

LAPORAN PENDAHULUAN



ASUHAN KEBIDANAN PADA AMENORHEA DI POLI KANDUNGAN RSUD DR. SOETOMO SURABAYA



Disusun Oleh : Anggraeni Puspita Dewi 011913243075



PROGRAM STUDI KEBIDANAN FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS AIRLANGGA SURABAYA 2020



LEMBAR PENGESAHAN



Telah diperiksa dan disetujui untuk memenuhi tugas Profesi Bidan Program Studi Pendidikan Bidan Universitas Airlangga Nama



: Anggraeni Puspita Dewi



NIM



: 011913243075



Judul



: Asuhan Kebidanan Pada Amenorhea di Poli Kandungan RSUD Dr. Soetomo Surabaya Surabaya,



Januari 2020



Mahasiswa



Anggraeni Puspita Dewi 011913243075



Mengetahui, Pembimbing Akademik Program Studi profesi kebidanan FK UNAIR Surabaya



Pembimbing Klinik Poli kandungan RS DR. Soetomo Surabaya



Euvanggelia Dwilda F, S. Keb., Bd Nip 19860224 201608 7 201



Ernawati, S. Kep., Ns NIP 19640421 198602 2 007



BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Wanita dalam kehidupannya tidak luput dari adanya siklus Menstruasi normal yang terjadi secara periodik, perubahan menstruasi menjadi lebih lama dan atau banyak, tidak teratur, lebih sering atau tidak menstruasi sama sekali, bahkan bisa disertai nyeri. Hampir semua wanita pernah mengalami gangguan menstruasi selama masa hidupnya, gangguan ini dapat berupa kelainan siklus atau perdarahan. Masalah ini dihadapi oleh wanita remaja, reproduksi dan klimakterium. (Manuaba, 2010). Haid atau menstruasi merupakan peristiwa penting bagi wanita, terjadi secara periodik dan siklik dari uterus, disertai pelepasan (deskuimasi) endometrium. Saat umur wanita di atas umur 16 tahun belum mengalami menstruasi ataupun pada wanita yang sudah mengalami menstruasi tetapi setelah itu tidak mengalami menstruasi kembali, maka kemungkinan wanita tersebut mengalami Amenorrhea. Amenorrhea merupakan suatu keadaan tidak adanya haid untuk sedikitnya 3 bulan berturut-turut (Wiknjosastro, 2009). Pada amenorea primer, haid atau menstruasi tidak terjadi pada wanita yang berusia 16 tahun ke atas dengan karaktersitik seksual sekunder normal atau umur 14 tahun ke atas tanpa adanya perkembangan karakteristik seksual sekunder. Sedangkan pada amenorea sekunder, wanita sudah pernah mengalami menStruasi beberapa kali kemudian diikuti amenorhea sealama 3 bulan berturut-turut (Manuaba, 2010). Gangguan menstruasi atau haid merupakan keluhan yang banyak dijumpai di poloklinik endokrinologi ginekologi. Untuk menentukan gangguan atau penyakit yang mendasari terjadinya gangguan haid, maka harus memahami patofisiologi gangguan haid, sehingga dapat ditentukan diaganosa dan penanganan yang rasional. Menstruasi merupakan perdarahan secara periodik dan siklik dari uterus wanita usia reproduksi akibat terlepasnya jaringan endometrium. Hal ini merupakan gambaran kematangan seorang wanita dan menandakan awal dan akhir fungsi ovarium. Menstruasi merupakan proses



yang kompleks meliputi proses biofisik dan biokimia dan interaksi beberapa hormon, faktor autocrine dan paracrine, fungsi sel reseptor target pada uterus, ovarium, hipofisis, hipotalamus dan susunan sarap pusat. Gangguan pada salah satu kompartemen siklus haid menyebabkan gangguan haid dan salah satu gangguan haid yang banyak dijumpai adalah amenorea Sebagian besar kasus amenorea disebabkan oleh adanya anovulasi kronik. Anovulasi yang menyebabakan amenorea biasa terjadi sebelum pubertas, selama hamil dan menyusui atau pasca menopause. Terapi bagi perempuan yang mendapatkan pengobatan untuk menghambat gonadotropin seperti analog GnRH, danokrin, dan kontrasepsi oral juga dapat menybabkan amenorea. Eksklusi kehamilan merupakan langkah penting pertama dalam



evaluasi



amenorea. Berdasarkan latar belakang yang telah dipaparkan, maka sebagai seorang bidan profesional perlu lebih memahami tentangkesehatan reproduksi dan gynekologi terutama pada gangguan menstruasibeserta tindak lanjutnya sesuai dengan kewenangan dan kompetensi yang dimiliki. Untuk dapat memahami dan melaksanakan asuhan kebidanan terhadap kesehatan reproduksi



dan



gynekologi, maka mahasiswa perlu mendapatkan kesempatan untuk mengimplementasikan asuhan kebidanan berdasarkan pola pikir manajemen kebidanan. 1.2 Tujuan 1.2.1 Tujuan Umum Mahasiswa mampu melaksanakan asuhan kebidanan amenore dengan menggunakan



pola



pikir



manajemen



kebidanan



serta



mendokumentasikan hasil asuhan dalam bentuk SOAP. 1.2.2



Tujuan khusus 1. Menjelaskan konsep dasar teori amnorea 2. Mahasiswa mampu menjelaskan konsep dasar asuhan sesuai varney a. Pengkajian dengan mengumpulkan data wanita dengan amenorea.



b. Interpretasi



data



berdasarkan



data-data



yang



telah



dikumpulkan. c. Identifikasi masalah atau diagnosa potensial lain. d. Identifikasi dan menetapkan kebutuhan yang memerlukan penanganan segera. e. Merencanakan asuhan kebidanan yang menyeluruh. f. Melaksanakan asuhan kebidanan yang telah direncanakan. g. Melakukan evaluasi terhadap asuhan kebidanan yang telah diberikan. 3. Melakukan



pendokumentasian



asuhan



kebidanan



dengan



menggunakan SOAP. 4. Melakukan pembahasan kasus yang ada sesuai dengan teori 1.3



Manfaat 1.3.1



Manfaat Bagi Penulis Penulis dapat mengaplikasikan ilmu yang telah diperoleh selama pendidikan.



1.3.2



Manfaat Bagi Klien Klien mendapatkan asuhan yang baik dan benar.



1.4 Pelaksanaan Laporan Asuhan Kebidanan ini disusun berdasarkan kegiatan praktik klinik yang dilaksanakan di Poli Kandungan RSUD Dr. Soetomo Surabaya pada tanggal 13 Januari 2020 – 26 Januari 2020



BAB II TINJAUAN TEORI 2.1



Konsep Dasar Teori Amenorea



2.1.1



Definisi Amenorrhea adalah keadaan tidak adanya haid untuk sedikitnya 3 bulan



berturut-turut. Lazim diadakan pembagian antara amenorrhea primer dan amenorrhea sekunder. (Wiknjosastro,2009). Sedangkan menurut Manuaba (2010), Amenorhea adalah tidak datangnya mentruasi tepat waktu siklusnya yang normal. Amenoreea dibagi menjadi dua yakni (Manuaba, 2010): a. Amenorhea fisiologis Amenorea yang terdapat pada masa sebelum pubertas, masa kehamilan, masa laktasi dan sesudah menopause b. Amenorhea patologis -



Amenorhea primer Tidak terjadi menstruasi pada wanita yang berusia 16 tahun ke atas dengan karaktersitik seksual sekunder normal atau umur 14 tahun ke atas tanpa adanya perkembangan karakteristik seksual sekunder. Amenore umumnya mempunyai sebab-sebab yang lebih berat dan lebih sulit untuk diketahui, seperti kelainan kongenital dan kelainan genetik (Wiknjosastro, 2009).



-



Amenorhea sekunder Sudah pernah mengalami mentruasi beberapa kali kemudian diikuti amenorhea selama 3 bulan berturut-turut biasanya disebabkan oleh gangguan emosional minor. Adanya amenorhea sekunder lebih menunjuk kepada sebab-sebab yang timbul kemudian dalam kehidupan wanita, seperti gangguan gizi, gangguan metabolisme, tumor-tumor, penyakit infeksi, dan lain-lain (Wiknjosastro, 2009).



2.1.2



Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Amenorrhea 1. Faktor Internal a. Organ Reproduksi



Faktor yang mempengaruhi amenorrhea adalah vagina tidak tumbuh dan berkembang dengan baru, rahim yang tidak tumbuh, indung telur yang tumbuh. Tidak jarang ditemukan kelainan lebih kompleks pada rahim atau rahim tidak tumbuh dengan sempurna. Kelainan ini disebut ogenesis genitalis bersifat permanen artinya wanita tersebut tidak akan mendapatkan haid selama-lamanya (Pardede, 2002). b. Hormonal Alat reproduksi wanita merupakan alat akhir (endogen) yang dipengaruhi oleh sistem hormonal yang komplek. Rangsangan yang datang dari luar masuk dipusat panca indra diteruskan melalui Striaeterminalis menuju pusat yang disebut “Puberitas Inhibitor” dengan hambatan tersebut tidak terjadi rangsangan terhadap hypotalamus, yang akan memberikan rangsangan pada “Hipofise Pars Posterior” sebagai “Mother of Glad” (Pusat kelenjar-kelenjar). Rangsangan yang terus menerus datang di tangkap panca indra, dengan makin selektif dapat lolos menuju hypotalamus dan selanjutnya terus menuju hipofise anterior (depan) mengeluarkan hormon yang dapat merangsang kelenjar untuk mengeluarkan hormon yang dapat merangsang kelenjar untuk mengeluarkan hormon spesifiknya yaitu kelenjar tyroid memproduksi hormon tiroksin, kelenjar indung telur memproduksi hormon estrogen dan progesteron, sedangkan kelenjar adrenal menghasilkan hormon adrenalin. Pengeluaran hormon spesifik sangat penting untuk tumbuh kembang mental dan fisik (Pardede, 2002). c. Penyakit Beberapa penyakit kronis yang menjadi penyebab terganggunya siklus haid, Kanker payudara dan lain-lain. Kelainan ini menimbulkan berat badan yang sangat rendah sehingga datangnya haid akan terganggu (Suhaemi, 2006). 2. Faktor Eksternal a. Status Gizi



Kecukupan pangan yang esensial baik kualitas maupun kuantitas sangat penting untuk siklus menstruasi. Setiap orang dalam siklus hidupnya selalu membutuhkan dan mengkonsumsi berbagai bahan makanan yang mengandung zat gizi. Zat gizi mempunyai nilai yang sangat penting yaitu untuk memelihara proses tubuh dalam pertumbuhan dan perkembangan (Soetjiningsih, 2004). b. Gaya Hidup Gaya hidup terutama perilaku makan dengan porsi yang cukup dan sesuai jadwal serta mengandung gizi seimbang ( 4 sehat 5 sempurna) dapat menyebabkan kondisi tubuh terasa fit dan terhindar dari kekurangan gizi sehingga siklus menstruasi berjalan normal (Soetjiningsih, 2002). Pengaruh lingkungan luar berupa kegiatan fisik, psikis, cahaya dan



bau-bauan



melalui



korteks



serebri



akan



merangsang



hipotalamus menghasilkan beberapa hormon seperti FSH-RH yang merangsang hipofisis mengeluarkan FSH, LH-RH merangsang pengeluaran hormon LH yang kemudian merangsang pematangan sel telur di ovarium. Dibawah pengaruh estrogen dan progesteron yang dihasilkan korpus luteum, maka apabila tidak terjadi pembuahan, korpus luteum akan mengalami degenerasi dan kadar estrogen dan progesteron manurun, sehingga terjadi pelepasan endometrium yang kemudian dikeluarkan melalui rongga rahim, endoserviks dan vagina. Proses ini diatur oleh suatu sistim yang kompleks dan terintegrasi dengan baik antara faktor biofisik dan biokimia. Secara fisiologi ada empat kompartemen yang berperan dalam proses haid dan keempat kompartemen inilah yang menjadi dasar untuk mengevaluasi terjadinya amenorea, yaitu : I.



Kompartemen I : kelainan di saluran keluar kelamin sebagai target organ (uterus dan vagina).



II.



Kompatemen II : kelainan di ovarium



III. Kompartemen III : kelainan di anterior hipofisis



IV. Kompaetemen IV : kelainan karena faktor susunan sarap pusat (hipotalamus) 2.1.3



Etiologi Amenorea Secara umum, penyebab amenore antara lain:



1) Hymen Imperforata : Selaput darah tidak berlubang sehingga darah menstruasi terhambat untuk keluar. 2) Menstruasi Anavulatori : Rangsangan hormone – hormone yang tidak mencukupi untuk membentuk lapisan dinding rahim sehingga tidak terjadi haid atau hanya sedikit. 



Disfungsi Hipotalamus : kelainan organik, psikologis, penambahan berat badan







Disfungsi hipofise : tumor dan peradangan







Disfungsi Ovarium : kelainan congenital, tumor







Endometrium tidak bereaksi



3) Penyakit lain : penyakit metabolik, penyakit kronik, kelainan gizi, kelainan hepar dan ginjal. Etiologi amenorea adalah sangat kompleks, selain disebabkan kelainan endokrinologi bisa juga disebabkan faktor psikis atau penyakit sistemik lain. Secara umum penyebeb amenorea dibagi dalam sebelas bentuk : No



Kelompok



Penyebab



I



Penyebab secara umum



Pubertas tarda Insufisiensi kelenjar hipofisis Penyakit Non endokrinologik Penyakit kronik Intoksikasi Kurang gizi Kerja berat



II



Penyebab di vagina



Tidak ada uterus (total/partial) Atresia himen



III



Penyebab di uterus



Tidak ada uterus Kelainan congenital



Uterus hipoplasi Atresia serviks Atresia cavum uteri Kerusakan endometrium akibat : kuretase, infeksi dan obat-obatan IV



Penyebab di ovarium



Tidak ada ovarium Hipogenesis ovarium Pengangkatan ovarium Ovarium polikistik Insufisiensi ovarium (penyinaran) Folikel persisten Tumor ovarium



V



Penyebab di hipofisis



Insufisiensi sekunder : tumor, trauma, post partum (Sindrom Sheehan)



VI



Penyebab di ensefal



Insufisiensi sekunder : tumor , trauma,



kegemukan,



kekurusan



(anoreksia nervosa) VII



Penyebab di korteks



Trauma psikis



VIII



Penyebab di adrenal



Sindrom



adrenogen



akibat



insufisiensi suprarenal dan tumor IX



Penyebab



di



kelenjar



Hipotiroid/hipertiroid



tiroid X



Penyebab di pancreas



Kekurangan insulin



XI



Obat-obatan



Steroid



seks



atau



obat



meningkatkan kadar PRL



2.1.4



Manifestasi Klinik



Tanda dan gejala yang muncul pada amenorea, diantaranya : 1) Tidak terjadi haid 2) Produksi hormon estrogen dan progesteron menurun.



yang



3) Nyeri kepala 4) Badan lemah Tanda dan gejala tergantung dari penyebabnya : 1) Jika penyebabnya adalah kegagalan mengalami pubertas, maka tidak akan ditemukan tanda – tanda pubertas seperti pembesaran payudara, pertumbuhan rambut kemaluan dan rambut ketiak serta perubahan bentuk tubuh. 2) Jika penyebanya adalah kehamilan, akan ditemukan morning sickness dan pembesaran perut. 3) Jika penyebabnya adalah kadar hormon tiroid yang tinggi maka gejalanya adalah denyut jantung yang cepat, kecemasan, kulit yang hangat dan lembab. 4) Sindroma Cushing menyebabkan wajah bulat ( moon face ), perut buncit, dan lengan serta tungkai yang lurus. Gejala lainnya yang mungkin ditemukan pada amenore : 1) Sakit kepala 2) Galaktore ( pembentukan air susu pada wanita yang tidak hamil dan tidak sedang menyusui ) 3) Gangguan penglihatan ( pada tumor hipofisa ) 4) Penurunan atau penambahan berat badan yang berarti 5) Vagina yang kering 6) Hirsutisme ( pertumbuhan rambut yang berlebihan, yang mengikuti pola pria ), perubahan suara dan perubahan ukuran payudara. 2.1.5



Patofisiologi Disfungsi hipofise terjadi gangguan pada hipofise anterior gangguan dapat berupa tumor yang bersifat mendesak ataupun menghasilkan hormone yang membuat menjadi terganggu. Kelainan kompartemen IV (lingkungan) gangguan pada pasien ini disebabkan oleh gangguan mental yang secara tidak langsung menyebabkan terjadinya pelepasan neurotransmitter seperti serotonin yang dapat menghambat pelepasan gonadrotropin.Kelainan ovarium dapat menyebabkan amenorrhea primer maupun sekuder.



Amenorrhea primer mengalami kelainan perkembangan ovarium ( gonadal disgenesis ). Kegagalan ovarium premature dapat disebabkan kelainan genetic dengan peningkatan kematian folikel, dapat juga merupakan proses autoimun dimana folikel dihancurkan. Melakukan kegiatan yang berlebih dapat



menimbulkan amenorrhea dimana dibutuhkan kalori



yang



banyaksehingga cadangan kolesterol tubuh habis dan bahan untuk pembentukan hormone steroid seksual (estrogen dan progesteron ) tidak tercukupi. Pada keadaaan tersebut juga terjadi pemecahan estrogen berlebih untuk mencukupi kebutuhan bahan bakar dan terjadilah defisiensi estrogen dan progesteron yang memicu terjadinya amenorrhea.Pada keadaan latihan berlebih



banyak



dihasilkan



endorphin



yang



merupakan



derifat



morfin.Endorphin menyebabkan penurunan GnRH sehingga estrogen dan progesterone



menurun.Pada



keadaan



tress



berlebih



cortikotropin



realizinghormone dilepaskan. Pada peningkatan CRH terjadi opoid yang dapat menekan pembentukan GnRH. 2.1.6



Komplikasi Komplikasi yang paling ditakutkan adalah infertilitas. Komplikasi lainnya adalah tidak percaya dirinya penderita sehingga dapat mengganggu kompartemen IV dan terjadilah lingkaran setan terjadinya amenorrhea. Komplikasi lainnya muncul gejala-gejala lain akibat hormon seperti osteoporosis.



2.1.7



Pemeriksaan Penunjang Pada amenorrhea primer, apabila didapatkan adanya perkembangan seksual sekunder maka diperlukan pemeriksaan organ dalam reproduksi (indung telur, rahim, perlekatan dalam rahim) melalui pemeriksaan : a. USG b. Histerosalpingografi c. Histeroskopi, dan d. Magnetic Resonance Imaging (MRI).



Apabila tidak didapatkan tanda-tanda perkembangan seksualitas sekunder maka diperlukan pemeriksan kadar hormon FSH dan LH. a. Setelah kemungkinan kehamilan disingkirkan pada amenorrhea sekunder, maka dapat dilakukan pemeriksaan Thyroid Stimulating Hormone (TSH) karena kadar hormon prolaktin dalam tubuh. b. Selain itu, kadar hormon prolaktin dalam tubuh juga perlu diperiksa. Apabila kadar hormon TSH dan prolaktin normal, maka Estrogen / Progesterone Challenge Test adalah pilihan untuk melihat kerja hormon estrogen terhadap lapisan endometrium alam rahim. Selanjutnya dapat dievaluasi dengan MRI. 2.1.8



Langkah pemeriksaan : a.



Anamnesis Apabila dijumpai amenorea yang pertama adalah menyingkirkan kemungkinan adanya kehamilan. Selanjutnya dilakukan anamnesis umur, usia menars, menstruasi terakhir, riwayat kelainan genetik dalam keluarga, gangguan psikis atau stress emosional, aktifitas fisik berlebihan, menderita penyakit diabetes mellitus, gangguan fungsi hati, gangguan fungsi tiroid, diet, penambahan atau pengurangan berat badan, penggunaan psikofarmaka, obat-obatan untuk menurunkan atau menaikkan berat badan dan obat-obatan tradisional. Selain itu ditanyakan perubahan dan timbulnya tandatanda seks sekunder serta keluarnya air susu ibu diluar masa purperium



b. Pemeriksaan fisik Meliputi pemeriksaan berat badan, tinggi badan, status gizi, pertumbuhan



payudara,



tanda-tanda



seks



sekunder



seperti



pertumbuhan rambut pubis dan ketiak, perut membesar, jerawat, ketombe, pembesaran klitoris, deformitas toraks, bukti adanya penyakit SSP dan galaktorea (keluarnya air susu diluar masa purperium)



c. Pemeriksaan ginekologi Pada



pemeriksaan



penderita



amenorea



sangat



penting



disingkirkan kemungkinan kehamilan. Pemeriksaan meliputi pemeriksaan genitalia eksterna dan interna, termasuk tanda-tanda seks sekunder. Langkah pertama untuk mencari penyebab amenorea, setelah kemungkinan kehamilan dapat disingkirkan adalah melakukan pemeriksaaan hormon TSH, prolaktin, dan uji progesteron. Apabila dijumpai galaktorea maka perlu dilakukan pemeriksaan hormon TSH, prolaktin dan rongent sella tursica. Tujuan pemeriksaan uji progesteron adalah untuk mengetahui kadar estrogen endogen dan saluran keluar alat reproduksi wanita. Bila kadar TSH meningkatkan maka segera dapat ditegakkan diagnosis hipotiroidisme. Kadar TSH dan prolaktin yang normal disertai adanya perdarahan withdrawal mengarah pada diagnosis tidak adanya ovulasi. Kadar prolaktin yang normal dapat menyingkirkan kemungkinan adanya tumor hipofise Langkah kedua bertujuan mencari penyebab perdarahan withdrawal negatif yaitu : dengan pemberian estrogen konjugasi diikuti dengan uji progesteron. Bila tidak ada perdarahan withdrawal maka diagnosis adanya defek pada kompartemen I (endometrium dan saluran keluar) dapat ditegakkan. Langkah ketiga bertujuan mencari penyebab ketidakmampuan pasien memproduksi estrogen yang memadai berasal dari defek pada kompartemen II (ovarium) atau kompartemen III dan IV (aksis SSPhipofise). Untuk memproduksi estrogen, diperlukan ovarium yang mengandung folikel normal dan gonadotropin dalam jumlah yang memadai untuk merangsang folikel. Pengambilan darah untuk menentukan kadar gonadotropin harus dilakukan 2 minggu setelah pemberian estrogen konjugat dan uji progesteron. Kadar FSH dan LH rendah sampai normal dihubungkan dengan amenorea hipotalamik sedangkan kadar FSH dan LH yang tinggi dihubungkan dengan kegagalan ovarium.



Kondisi Awal Wanita dewasa normal



FSH serum



LH serum



5 – 30 IU/L,



5 – 20 IU/L



dengan kadar



dengan kadar



puncak saat



puncak saat



ovulasi mencapai



ovulasi



2X kadar basal



mencapai 3X kadar basal



Pada keadaan



< 5 IU/L



< 5 IU/L



> 30 IU/L



> 40 IU/L



hipogonadotropik : -



masa pubertas



-



disfungsi



hipotalamus-hipofise Pada keadaan hipergonadotropik : -



masa postmenopause



-



oophorektomi dan



kegagalan ovarium



Wanita dengan amenorea sekunder Setelah melakukan anamnesis, pemeriksaan fisik dan ginekologi dan tidak ditemukan kelainan organis, dilakukan uji progesteron (Uji P). Diberikan progesteron (medroksi progesteron asetat/MPA, atau noretisteron atau hidrogesteron) dengan dosis 2 x 5 mg selama 7 hari. Uji P positif bila perdarahan terjadi 3 – 4 hari kemudian. Bila setelah 2 – 3 hari pemberian progesteron sudah terjadi perdarahan, maka progesteron tidak dilanjutkan. Uji P positip berarti uterus dan endometrium normal, vagina dan himen normal, ada ovarium dengan pertumbuhan folikel yang normal dan secara tidak langsung dapat diartikan fungsi hipofisis dan fungsi hipotalamus normal. Amenorea pada wanita dengan uji P positip terjadi karena disregulasi hipotalamus – hipofisis, kemungkinan besar karena gangguan sisitim umpan balik poros hipotalamus – hipofisis.



Bila kadar FSH dan prolaktin normal, tetapi LH tinggi kemungkinan wanita tersebut menderita sindroma ovarium polikistik Wanita dengan uji Progesteron negatif dilakukan uji estrogen + progesteron dengan memberikan estogen (estrogen konjugasi atau estrogen valerinat atau etinilestradiol) 1 x 1 tablet perhari selama 21 hari dan pemberian progesteron 5 – 10 mg perhari pada hari ke-12 – 21. Uji estrogen dan progesteron paling sederhana adalah dengan pemberiaan pil KB. Uji estrogen + progesteron positip apabila 2 – 3 hari terjadi perdarahan. Apabila uji estrogen + progesteron positip berarti wanita tersebut hipoestrogen pengobatan dilanjutkan dengan pemberiaan estrogen selama 25 hari dan dari hari ke-19 – 25 diberikan progesterone Uji E + P positip artinya wanita tersebut hipoestrogen karena terganggunya pembentukan estrogen di folikel. Untuk mengetahui penyebab terganggunya pembentukan estrogen di folikel dilakukan pemeriksaan hormon FSH, LH.dan prolaktin. Apabila uji estrogen + progesteron negatip sebaiknya dilakukan pemeriksaan lanjutan untuk mencari penyebab gangguan tersebut. Wanita dengan uji Progesteron positif yang belum menginginkan anak diberikan progesteron dari hari ke-16 sampai hari ke-25 siklus haid, diberikan selama 3 siklus berturut-turut. Setelah itu dilihat apakah siklus haid menjadi normal kembali, bila kemudian terjadi lagi gangguan haid atau amenorea, maka perlu pemeriksaan lanjutan untuk mencari penyebab amenorea tersebut. Wanita yang ingin punya anak tidak dianjurkan pemberian progesteron, tetapi dianjurkan pemberiaan obat-obatan pemicu ovulasi seperti klomifen sitrat, epimestrol ataupun gonadotropin. Uji hMG Dilakukan bila FSH dan LH sangat rendah, maka dilakukan uji hMG untuk memicu fungsi ovarium, dimana ovarium yang normal akan memproduksi estrogen yang dapat diperiksa melalui urin atau darah.



Hasil uji hMG positif : amenorea terjadi karena kurangnya produksi gonadotropin di hipofisis atau produksi LH-RH di hipotalamus atau gangguan sentral. Hasil uji hMG negatif : ovarium tidak memiliki folikel atau memiliki folikel tetapi tidak sensitip terhadap gonadotropin, seperti pada sindroma ovarium resisten2,5. Bila FSH, LH normal sampai rendah dan prolaktin tinggi, maka diagnosis adalah amenorea hiperprolaktinemia dengan salah satu penyebab adalah tumor hipofisis (prolaktinoma). Pada amenorea normoprolaktin kadar prolaktin, FSH dan LH normal, maka selanjutnya dilakukan uji stimulasi dengan klomifen sitrat (uji klomifen) dengan memberikan 100 mg/ hari selama 5 – 10 hari. Uji klomifen positif bila setelah hari ketujuh pemberiaan klomifen terjadi peningkatan kadar FSH,LH dan estradiol. Hal ini menunjukkan



fungsi



hipofisis



normal.



Uji



klomifen



negatif selanjutnya dilakukan uji stimulasi dengan LH-RH untuk mengetahui fungsi parsial adenohipofisis, apakah sel-sel yang memproduksi FSH dan LH mampu mengeluarkan FSH dan LH bila diberikan LH-RH dari luar. Uji LH-RH dikatakan positif bila dijumpai kadar FSH dan LH normal atau tinggi setelah pemberian LH-RH dari luar. Hal ini berarti amenorea terjadi karena gangguan di hipotalamus, sedangkan apabila uji LH – RH negatip berarti gangguan terjadi di hipofisis. 2.1.9



Terapi Penanganan Amenorrhea Pengobatan yang dilakukan sesuai dengan penyebab dari amenorrhea yang dialami, apabila penyebabnya adalah obesitas, maka diet dan olahraga adalah terapinya. Belajar untuk mengatasi stress dan menurukan aktivitas fisik yang berlebih juga dapat membantu. Terapi amenorrhea diklasifikasikan berdasarkan penyebab saluran reproduksi atas dan bawah, penyebab indung telur, dan penyebab susunan saraf pusat.



A. Saluran Reproduksi 1. Aglutinasi labia (penggumpalan bibir labia) yang dapat diterapi dengan krim estrogen. 2. Kelainan bawaan dari vagina, hymen imperforata (selaput dara tidak memiliki lubang), septa vagina (vagina memiliki pembatas diantaranya). Diterapi dengan insisi atau eksisi (operasi kecil). 3. Sindrom Mayer-Rokitansky-Kuster-Hauser Sindrom ini terjadi pada wanita yang memiliki indung telur normal namun tidak memiliki rahim dan vagina atau memiliki keduanya namunkecil atau mengerut. Pemeriksaan dengan MRI atau ultrasonografi (USG) dapat membantu melihat kelainan ini. Terapi yang dilakukan berupa terapi non-bedah dengan membuat vagina baru menggunakan skin graft. 4. Sindrom feminisasi testis Terjadi pada pasien dengan kromosom 46, XY kariotipe, dan memiliki dominan X-linked sehingga menyebabkan gangguan dari hormon testosteron. Pasien ini memiliki testis dengan fungsi normal tanpa organ dalam reproduksi wanita (indung telur, rahim). Secara fisik bervariasi dari wanita tanpa pertumbuhan rambut ketiak dan pubis sampai penampakan seperti layaknya pria namun infertil (tidak dapat memiliki anak) 5. Parut pada rahim Parut pada endometrium (lapisan rahim) atau perlekatan intrauterine (dalam rahim) yang disebut sebagai sindrom Asherman dapat terjadi karena tindakan kuret, operasi sesar, miomektomi tuberkulosis.



(operasi Kelainan



pengambilan ini



mioma



dapat



rahim),



dilihat



atau



dengan



histerosalpingografi (melihat rahim dengan menggunakan foto rontgen dengan kontras). Terapi yang dilakukan mencakup operasi pengambilan jaringan parut. Pemberian dosis estrogen setelah operasi terkadang diberikan untuk optimalisasi penyembuhan lapisan dalam rahim.



B. Gangguan Indung Telur 1. Disgenesis Gonadal Adalah tidak terdapatnya sel telur dengan indung telur yang digantikan oleh jaringan parut. Terapi yang dilakukan dengan terapi penggantian hormon pertumbuhan dan hormon seksual. 2. Kegagalan Ovari Prematur Kelainan ini merupakan kegagalan dari fungsi indung telur sebelum usia 40 tahun. Penyebabnya diperkirakan kerusakan sel telur akibat infeksi atau proses autoimun. 3. Tumor Ovarium Tumor indung telur dapat mengganggu fungsi sel telur normal.



C. Gangguan Susunan Saraf Pusat 1. Gangguan Hipofisis Tumor atau peradangan pada hipofisis dapat mengakibatkan amenorrhea. Hiperprolaktinemia (Hormone prolaktin berlebih) akibat tumor, obat, atau kelainan lain dapat mengakibatkan gangguan pengeluaran hormon gonadotropin. Terapi dengan menggunakan agonis dopamin dapat menormalkan kadar prolaktin dalam tubuh. Sindrom Sheehan adalah tidak efisiennya fungsi hipofisis. Pengobatan berupa penggantian hormon agonis dopamin atau terapi bedah berupa pengangkatan tumor. 2. Gangguan Hipotalamus Sindrom polikistik ovari, gangguan fungsi tiroid, dan sindrom cushing merupakan kelainan yang menyebabkan gangguan hipotalamus. Pengobatan sesuai dengan penyebabnya. 3. Hipogonadotropik Penyebabnya adalah kelainan organik dan kelainan fungsional (anoreksia nervosa atau bulimia). Pengobatan untuk kelainan fungsional membutuhkan bantuan psikeater.



2.2



Konsep Dasar Asuhan Kebidanan Pada Amenorea



Pengkajian Data 2.2.1 DATA SUBYEKTIF a.



Biodata Umur : pasien amenorea biasanya datang pada usia 14 - 16 tahun atau lebih



b.



Keluhan Utama Tidak terjadi menstruasi pada wanita yang berusia 16 tahun ke atas dengan karaktersitik seksual sekunder normal atau umur 14 tahun ke atas tanpa adanya perkembangan karakteristik seksual sekunder atau sudah pernah mengalami mentruasi beberapa kali kemudian diikuti amenorhea sealama 3 bulan berturut-turut



c.



Riwayat Kesehatan yang Lalu Amenorea bisanya terjadi pada pasien dengan kelainan kongenital dan kelainan genetik, seperti polikistik ovarii sindrom (PCOS), Asherman sindrom, anorexia nervousa, adanya infeksi yang merusak sebagian atau seluruh endometrium, trauma opererasi, miomektomi dan kuretase



d.



Riwayat Pubertas dan menstruasi -



Dapat terjadi keterlambatan pada pertumbuhan seks sekunder (buah dada, rambut kemaluan)



e.



-



Belum menstruasi pada usia 14/16 tahun pada amenorea primer



-



Menarche pada usia 12-13 tahun pada amenorea sekunder



-



Menstruasi tidak teratur Pola Fungsional Kesehatan  Pola nutrisi Pada anorexia nervousa dan bulimia nervousa sering menyebabkan terjadinya amenorea.  Pola eliminasi Pada anorexia nervosa biasanya akan terjadi konstipasi  Pola Istirahat Pada wanita dengan istirahat yang kurang akan meningkatkan stress yang dapat menyebabkan amenorea  Pola aktivitas



tingkat aktivitas tinggi seperti pada atlit akan meningkatkan stress sehingga dapat menyebabkan terjadinya amenorea. 2.2.2 DATA OBYEKTIF 1) Pemeriksaan Umum Keadaan Umum : baik / lemah Kesadaran



: composmentis / spoor / somnolen / apatis / koma



TD



: 120/80 mmHg



Nadi



: 80 – 100 x/menit



RR



: dapat normal 16 – 24 x/menit



Suhu : ≥ 36,5oC – 37,5oC 2) Pemeriksaan Fisik Dada



: Pada amenorea sekunder didapatkan pertumbuhan payudara



Abdomen



: Pada amenorea sekunder dapat disebabkan oleh kehamilan sehingga penting untuk memeriksa adanya pembesaran abdomen akibat adanya kehamilan



Genitalia



: Terdapat pertumbuhan rambut pubis, hymen imperforata, vagina hipoplasi, vaginal septum.



Ekstremitas



: Terdapat ulkus atau kalus pada tangan atau punggung jari pada penderita anorexia nervosa



3) Pemeriksaan Penunjang 



PPTest



: untuk menentukan apakah amenorea berkaitan



dengan kehamilan 



Laboratorium



:



Pemeriksaan hormonal FSH, prolactin, fungsi



kelenjar tyroid (TSH),tes provokasi progesteron. 



Radiologi







USG, Vaginoskopi, Hiteroskopi, Laparoskopi



: Magnetic Resonance Imaging (MRI), CT scan



2.2.3 Identifikasi Masalah / Diagnosa Kebidanan Identifikasi terhadap masalah atau diagnosa berdasarkan interpretasi yang benar atas data yang dikumpulkan. Diagnosa kebidanan ini dibuat sesuai standard nomenklatur kebidanan. Nn/ Ny....P …. dengan amenorea sekunder



2.2.4 Mengidentifikasi Diagnosa Atau Masalah Potensial Identifikasi diagnosa atau masalah potensial dibuat setelah mengidentifikasi diagnosa atau masalah kebidanan. 2.2.5 Identifikasi kebutuhan segera Pada tahap ini bidan mengidentifikasi perlunya tindakan segera, baik tindakan konsultasi, kolaborasi dengan dokter atau rujukan berdasarkan kondisi klien. 2.2.6 Perencanaan a. Jelaskan hasil pemeriksaan pada ibu dan keluarga. R/ ibu dan keluarga mengetahui keadaan ibu b. Jelaskan penyebab terjadinya gangguan pada tubuhnya R/ dengan mengetahui penyebab gangguan dapat mengurangi kecemasan dan lebih kooperatif c. Berikan dukungan sosial R/ mengurangi kecemasan d. Berikan KIE tentang :Nutrisi, Aktivitas, Istirahat R/: diharapkan dapat memperbaiki sistem regulasi hormon sehingga tidak terjadi amenore e. Lakukan



kolaborasi



dengan



dokter



untuk



pemberian



informed



concent,pemeriksaan lebih lanjut, dan pemberian terapi amenorea. R/ informed concent sebagai bukti persetujuan tindakan perawatan pada ibu. 2.2.7 Implementasi Merupakan pelaksanaan dari rencana asuhan yang telah dibuat sebelumnya. 2.2.8 Evaluasi Evaluasi dari asuhan yang telah diberikan, evaluasi yang diharapkan adalah tidak adanya komplikasi.



DAFTAR PUSTAKA Alimul. 2003. Metode Penelitian Keperawatan. Jakarta : Rineka Cipta. Baziad A, Surjana E J, 1993. Pemeriksaan dan Penanganan Amenorea, edisi pertama, KSERI, Jakarta, 35 – 56. Kumala. 2005. Keluarga Berencana dan Kontrasepsi. Jakarta : Pustaka Sinar Harapan. Marheni, Herni. 2016. Konsep dasar amenorrhea. www.klikdokter.com. / Diakses 16 Desember 2019. Perkins R B, Hall J E, Martin K A, 1999. Neuroendocrine Abnormalities in Hypothalamic Amenorea, The Journal of Clinical Endocrinology & Metabolism, The Endocrine Society. Rebar R W, Disorders of Menstruation, Ovulation, and Sexual Response, Principles and Practise of Endocrinology and Metabolism, 2nd edition, J>B> Lippicott Company, Philadephia. 880 – 97. Santiago L P, 1993. Primary Amenorea and Secondary Amenorea, Decision Making Reproductive Endocrinolgy, 1st edition, Blackwell Scientific Publication Inc, 49 – 64. Scherzer W J, Clamrock H, 1996. Amenorea, Novaks Gynecology, 12



th



edition,



William & Wilkins, Baltimore, 809 – 831. Soetjiningsih. 2002. Tumbuh Kembang. Jakarta : EGC. Speroff L, Glass R H, Kase N G, 1993. Clinical Gynecologic Endocrinology and Infertility, 5 th edition, William & Wilkins, Philadelphia. 401 – 454. Suparyanto. 2015. Amenorrhea. www.jurnalmedika.com/ Diakses 19 Desember 2019 Winknjosastro. 2008. Ilmu Kandungan. Jakarta : YBPSP.