LP Anemia Kronik [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

LAPORAN PENDAHULUAN ANEMIA KRONIK



A. Konsep Penyakit 1.



Anatomi Fisiologi Sel darah merah atau eritrosit adalah cairan bikonkaf, konfigurasinya mirip dengan bola lunak yang dipijat diantara dua jari, kira-kira berdiameter 8 m, tebal bagian tepi 2 m pada bagian tengah tebalnya 1 m atau kurang. Membran sel darah merah sangat tipis sehingga gas seperti oksigen dan karbondioksida dapat dengan mudah berdifusi melaluinya. Sel darah merah tersusun terutama oleh hemoglobin, yang menyusun sampai 95% masa sel. Sel ini tidak mempunyai inti dan hanya sedikit memiliki ensimmetabolisme dibanding sel lainnya. Adanya sejumlah besar hemoglobin memungkinkan sel ini menjalankan fungsi utamanya transport oksigen antara paru dan jaringan. Pigmen pembawa oksigen hemoglobin merupakan protein yang berat molekulnya 64.000. Molekul ini tersusun atas empat sub unit, masing-masing mengandung bagian heme yang terikat pada rantai globin. Besi berada pada bahian heme molekul ini. Kemampuan khusus bagian heme adalah kemampuannya mengikat oksigen secara longgar dan reversibel. Ketika hemoglobin berikatan dengan oksigen, dinamakan oksihemoglobin. Oksihemoglobin berwarna merah lebih terang dibanding hemoglobin yang tidak mengandung oksigen (hemoglobin tereduksi), maka darah arteri lebih terang dibanding darah vena. Darah keseluruhan normalnya mengandung 15 g hemoglobin per 100 ml darah.



2.



Definisi Anemia penyakit kronik dikenal pula dengan nama sideropenic anemia with reticuloendothelial hipoproliferatif



siderosis.



yang



Anemia



berhubungan



penyakit



dengan



kronis



proses



merupakan



infeksi/inflamasi



anemia kronis,



kerusakan jaringan, atau kondisi yang melepaskan sitokin proinflamasi. Anemia akibat penyakit kronik adalah penurunan kadar Hb sekunder akibat penyakit kronik (inflamasi kronik, infeksi atau keganasan) dan merupakan komorbiditas yang paling sering terjadi pada penyakit kronik (Muttaqin, 2012). 3.



Etiologi Anemia penyakit kronik dapat disebabkan oleh beberapa penyakit/kondisi seperti infeksi kronik misalnya infeksi paru, endokarditis bakterial, inflamasi kronik misalnya artritis reumatoid, demam reumatik atau misalnya penyakit hati alkaholik, gagal jantung kongestif dan idiopatik (Setiati, 2014).



Tabel 1 Etiologi anemia penyakit kronik No



2



Infeksi Kronik Infeksi paru: abses,emfisema, tuberkulosis, bronkiektasis Endokarditis bakterial



3



Infeksi saluran kemih kronik



4



Infeksi jamur kronik



1



5 6 7 8 9



Human immunodeficiency virus (HIV) Meningitis Osteomielitis Infeksi sistem reproduksi wanita Penyakit inflamasi pelvik (PID: pelvic inflamatory disease)



10 11 12 13



4.



Inflamasi Kronik



Lain-lain



Artritis reumatoid



Penyakit hati alkaholik



Demam reumatik Lupus eritematosus sistemik (LES)



Gagal jantung kongestif



Trauma berat



Tromboplebitis Penyakit jantung iskemik



Abses steril Vaskulitis Luka bakar Osteoartritis (OA) Penyakit vaskular kolagen (Collagen vascular disease) Polimialgia Trauma Panas Ulkus dekubitus Penyakit Crohn



Tanda dan Gejala Anemia pada penyakit kronik biasanya ringan sampai dengan sedang dan munculnya setelah 1–2 bulan menderita sakit. Biasanya anemianya tidak bertambah progresif atau stabil dan mengenai berat ringannya anemia pada seorang penderita tergantung kepada berat dan lamanya menderita penyakit tersebut. Gambaran klinis dari anemianya sering tertutupi oleh gejala klinis dari penyakit yang mendasari (asimptomatik).Tetapi pada pasien–pasien dengan gangguan paru yang berat, demam, atau fisik dalam keadaan lemah akan menimbulkan berkurangnya kapasitas daya angkut oksigen dalam jumlah sedang, yang mana ini nantinya akan mencetuskan gejala. Pada pasien–pasien lansia, oleh karena adanya penyakit vaskular degeneratif kemungkinan akan ditemukan gejala– gejala kelelahan, lemah, klaudikasio intermiten, muka pucat dan pada jantung keluhannya dapat berupa palpitasi dan angina pektoris serta dapat terjadi gangguan serebral. Tanda fisik yang mungkin dapat dijumpai antara lain muka pucat, konjungtiva pucat dan takikardi (Farid, 2010). Tanda dan gejala klinis anemia yang mungkin dapat dijumpai, misalnya muka pucat, konjungtiva pucat, tachkikardi, cepat lelah, lemah, dll. Takikardi, Kuku pucat, Cafilary refil 3. Tetapi pada pasien–pasien dengan gangguan paru yang berat, demam, atau fisik dalam keadaan lemah akan menimbulkan berkurangnya kapasitas daya angkut oksigen dalam jumlah sedang.



5.



Patofisiologi Mekanisme bagaimana terjadinya anemia pada penyakit kronik sampai dengan sekarang masih banyak yang belum bisa dijelaskan walaupun telah dilakukan banyak penelitian.Adapendapat yang mengatakan bahwa sitokin–sitokin proses inflamasi seperti tumor nekrosis faktor alfa (TNF a), interleukin 1 dan interferon gama (.) yang diproduksi oleh sumsum tulang penderita anemia penyakit kronik akan menghambat terjadinya proses eritropoesis. Pada pasien artritis reumatoid interleukin 6 juga meningkat tetapi sitokin ini bukan menghambat proses eritropoesis melainkan meningkatkan volume plasma (Muttaqin, 2012). Pada pasien anemia penyakit kronik eritropoetin memang lebih rendah dari pasien anemia defisiensi besi, tetapi tetap lebih tinggi dari orang – orang bukan penderita anemia. Dari sejumlah penelitian disampaikan beberapa faktor yang kemungkinan memainkan peranan penting terjadinya anemia pada penyakit kronik, antara lain (Setiati, 2014) : a. Menurunnya umur hidup sel darah merah (eritrosit) sekitar 20–30% atau menjadi sekitar 80 hari. Hal ini dibuktikan oleh Karl tahun 1969 pada percobaan binatang yang menemukan pemendekan masa hidup eritrosit segera setelah timbul panas. Juga pada pasien artritis reumatoid dijumpai hal yang sama. b. Tidak adanya reaksi sumsum tulang terhadap adanya anemia pada penyakit kronik. Reaksi ini merupakan penyebab utama terjadinya anemia pada penyakit kronik. Kejadian ini telah dibuktikan pada binatang percobaan yang menderita infeksi kronik, dimana proses eritropoesisnya dapat ditingkatkan dengan merangsang binatang tersebut dengan c. pemberian eritropoetin. Sering ditemukannya sideroblast berkurang dalam sumsum tulang disertai deposit besi bertambah dalam retikuloendotelial sistem, yang mana ini menunjukkan terjadinya gangguan pembebasan besi dari sel retikuloendotelial yang mengakibatkan berkurangnya penyedian untuk eritroblast. d. Terjadinya metabolisme besi yang abnormal. Gambaran ini terlihat dari adanya hipoferemia yang disebabkan oleh iron binding protein lactoferin yang berasal dari makrofag dan mediator leukosit endogen yang berasal dari leukosit dan makrofag.



Hipoferemia



dapat



menyebabkan



kegagalan



sumsum



tulang



berespons terhadap pemendekan masa hidup eritrosit dan juga menyebabkan berkurangnya produksi eritropoetin yang aktif secara biologis. e. Adanya hambatan terhadap proliferasi sel progenitor eritroid yang dilakukan oleh suatu faktor dalam serum atau suatu hasil dari makrofag sumsum tulang. f. Kegagalan produksi transferin.



6.



Pathway



7.



Komplikasi Menurut Farid (2010), komplikasi yang dapat terjadi pada anemia kronik adalah: a. Gagal Jantung b. Kejang c. Kematian



8.



Pemeriksaan Diagnostik Pemeriksaan



Laboratorium



pada



anemia kronik



menurut



Harman



(2011)



menunjukan hasil antara lain: a. Anemianya ringan sampai dengan sedang, dimana hemoglobinnya sekitar 7–11 gr/dL. b. Gambaran morfologi darah tepi: biasanya normositik-normokromik atau mikrositik ringan. Gambaran mikrositik ringan dapat dijumpai pada sepertiga pasien anemia penyakit kronik. c. Volume korpuskuler rata–rata (MCV: Mean Corpuscular Volume): normal atau menurun sedikit (= 80 fl). d. Besi serum (Serum Iron): menurun (< 60 mug / dL). e. Mampu ikat besi (MIB = TIBC: Total Iron Binding Capacity): menurun (< 250 mug/dL). f. Jenuh transferin (Saturasi transferin): menurun (< 20%). g. Feritin serum: normal atau meninggi (> 100 ng/mL). Pemeriksaan lain yang dapat dilakukan yaitu pemeriksaan sumsum tulang dan konsentrasi protoporfirin eritrosit bebas (FEP: Free Erytrocyte Protophorphyrin), namun pemeriksaannya jarang dilakukan. Menginterpretasi hasil pemeriksaan sumsum tulang kemungkinannya sulit, oleh karena bentuk dan struktur sel–sel sumsum tulang dipengaruhi oleh penyakit dasarnya. Sedangkan konsentrasi protoporfirin eritrosit bebas memang cenderung meninggi pada pasien anemia penyakit kronik tetapi peninggiannya berjalan lambat dan tidak setinggi pada pasien anemia defisiensi besi. Peninggiannya juga sejalan dengan bertambah beratnya anemia. Oleh karena itu pemeriksaan konsentrasi protoporfirin eritrosit bebas lebih sering dilakukan pada pasien – pasien anemia defisiensi besi 9.



Penatalaksanaan Medis Tidak ada terapi spesifik yang dapat kita berikan untuk anemia penyakit kronik, kecuali pemberian terapi untuk penyakit yang mendasarinya. Biasanya apabila penyakit yang mendasarinya telah diberikan pengobatan dengan baik, maka anemianya juga akan membaik. Pemberian obat–obat hematinik seperti besi, asam folat, atau vitamin B12 pada pasien anemia penyakit kronik, tidak ada manfaatnya (Harman, 2011).



Belakangan ini telah dicoba untuk memberikan beberapa pengobatan yang mungkin dapat membantu pasien anemia penyakit kronik, antara lain: a.



Rekombinan eritropoetin (Epo) Diberikan pada pasien–pasien anemia penyakit kronik yang penyakit dasarnya artritis reumatoid, Acquired Immuno Deficiency Syndrome (AIDS), dan inflamatory bowel disease. Dosisnya dapat dimulai dari 50–100 Unit/Kg, 3x seminggu, pemberiannya secara intra venous (IV) atau subcutan (SC). Bila dalam 2–3 minggu konsentrasi hemoglobin meningkat dan/atau feritin serum menurun, maka kita boleh menduga bahwa eritroit respons. Bila dengan dosis rendah responsnya belum adekuat, maka dosisnya dapat ditingkatkan sampai 150 Unit/Kg, 3x seminggu. Bila juga tidak ada respons, maka pemberian eritropoetin dihentikan dan dicari kemungkinan penyebab yang lain, seperti anemia defisiensi besi. Namun ada pula yang menganjurkan dosis eritropoetin dapat diberikan hingga 10.000–20.000 Unit, 3x seminggu.



b.



Transfusi darah Transfusi berupa packed red cell (PRC) dapat diberikan, bila anemianya telah memberikan keluhan atau gejala. Tetapi ini jarang diberikan oleh karena anemianya jarang sampai berat.



c.



Prednisolon Pemberian prednisolon dosis rendah yang diberikan dalam jangka panjang. Diberikan pada pasien anemia penyakit kronik dengan penyakit dasarnya artritis temporal, reumatik dan polimialgia. Hemoglobin akan segera kembali normal demikian juga dengan gejala–gejala polimialgia akan segera hilang dengan cepat. Tetapi bila dalam beberapa hari tidak ada perbaikan, maka pemberian kortikosteroid tersebut segera dihentikan.



d.



Kobalt klorida Bermanfaat untuk memperbaiki anemia pada penyakit kronik dengan cara kerjanya yaitu menstimulasi pelepasan eritropoetin, tetapi oleh karena efek toksiknya obat ini tidak dianjurkan untuk diberikan



B. Rencana Asuhan Klien dengan Anemia Kronik 1. Pengkajian Keperawatan a. Pengkajian Primer



1) Airways - Peningkatan sekresi pernapasan



2) Breathing - Sesak dengan aktifitas ringan atau istirahat - Menggunakan otot aksesori pernapasan



3) Circulation - Penurunan curah jantung : gelisah, letargi, takikardia - Sakit kepala - output urin menurun b. Pengkajian Sekunder 1)



Aktivitas / istirahat Gejala : Keletihan, kelemahan, malaise umum. Kehilangan produktivitas ; penurunan semangat untuk bekerja. Toleransi terhadap latihan rendah. Kebutuhan untuk tidur dan istirahat lebih banyak. Tanda : Takikardia/ takipnae, dispnea pada waktu bekerja atau istirahat. Letargi, menarik diri, apatis, lesu, dan kurang tertarik pada sekitarnya. Kelemahan otot, dan penurunan kekuatan. Ataksia, tubuh tidak tegak. Bahu menurun, postur lunglai, berjalan lambat, dan tanda-tanda lain yang menunujukkan keletihan



2)



Sirkulasi Gejala : Riwayat kehilangan darah kronik, misalnya perdarahan GI kronis, menstruasi berat (DB), angina, CHF (akibat kerja jantung berlebihan). Riwayat endocarditis infektif kronis. Palpitasi (takikardia kompensasi). Tanda : TD : peningkatan sistolik dengan diastolik stabil dan tekanan nadi melebar, hipotensi postural. Disritmia : abnormalitas EKG, depresi segmen ST dan pendataran atau depresi gelombang T; takikardia. Bunyi jantung : murmur sistolik (DB). Ekstremitas (warna) : pucat pada kulit dan membrane mukosa (konjuntiva, mulut, faring, bibir) dan dasar kuku. Pengisian kapiler melambat (penurunan aliran darah ke kapiler dan vasokontriksi kompensasi) Eleminasi Gejala : Riwayat pielonefritis, gagal ginjal. Flatulen, sindrom malabsorpsi (DB). Hematemesis, feses dengan darah segar, melena. Diare atau konstipasi. Penurunan haluaran urine. Tanda : distensi abdomen.



3)



Makanan/cairan Gejala : Penurunan masukan diet, masukan diet protein hewani rendah/masukan produk sereal tinggi (DB). Nyeri mulut atau lidah, kesulitan menelan (ulkus pada faring). Mual/muntah, dyspepsia, anoreksia. Adanya penurunan berat badan. Tidak pernah puas mengunyah atau peka terhadap es, kotoran, tepung jagung, cat, tanah liat, dan sebagainya (DB). Tanda : Lidah tampak merah daging/halus (AP; defisiensi asam folat dan vitamin B12). Membrane mukosa kering, pucat. Turgor kulit : buruk, kering, tampak kisut/hilang elastisitas (DB). Stomatitis dan glositis (status defisiensi). Bibir : selitis, misalnya inflamasi bibir dengan sudut mulut pecah. (DB).



4)



Nyeri/kenyamanan Gejala : Nyeri abdomen samara : sakit kepala (DB)



5)



Pernapasan Gejala : riwayat TB, abses paru. Napas pendek pada istirahat dan aktivitas. Tanda : takipnea, ortopnea, dan dispnea.



6)



Seksualitas Gejala : Perubahan aliran menstruasi, misalnya menoragia atau amenore (DB). Hilang libido (pria dan wanita). Imppoten. Tanda : serviks dan dinding vagina pucat.



2. Diagnosa Keperawatan a.



Gangguan perfusi jaringan berhubungan dengan perubahan afinitas/ikatan O2 dengan Hb dan penurunan konsentrasi Hb dalam darah



b.



Intoleransi aktivitas berhubungan dengan Ketidakseimbangan antara suplei dan kebutuhan oksigen



c.



Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan kegagalan untuk mencerna atau ketidak mampuan mencerna makanan /absorpsi nutrient yang diperlukan untuk pembentukan sel darah merah.



C. Perencanaan Keperawatan No.



Diagnosa Keperawatan



Tujuan dan Kriteria Hasil



Intervensi



1.



Gangguan perfusi jaringan berhubungan dengan perubahan afinitas/ikatan O2 dengan Hb dan penurunan konsentrasi Hb dalam darah



NOC  Circulation status  Tissue Perfusion : cerebral Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama ……..klien menunjukkan keefektifan perfusi jaringan dengan Kriteria Hasil : a. mendemonstrasikan status sirkulasi yang ditandai dengan : Tekanan systole dandiastole dalam rentang yang diharapkan  Tidak ada ortostatikhipertensi  Tidak ada tanda tanda peningkatan tekanan intrakranial (tidak lebih dari 15 mmHg) b. mendemonstrasikan kemampuan kognitif yang ditandai dengan:  berkomunikasi dengan jelas dan sesuai dengan kemampuan  menunjukkan perhatian, konsentrasi dan orientasi  memproses informasi  membuat keputusan dengan benar c. menunjukkan fungsi sensori motori cranial yang utuh : tingkat kesadaran mambaik,



NIC Peripheral Sensation Management (Manajemen sensasi perifer) 1. Monitor adanya daerah tertentu yang hanya peka terhadap panas/dingin/tajam/tumpul 2. Monitor adanya paretese 3. Instruksikan keluarga untuk mengobservasi kulit jika ada lsi atau laserasi 4. Gunakan sarun tangan untuk proteksi 5. Batasi gerakan pada kepala, leher dan punggung 6. Monitor kemampuan BAB 7. Kolaborasi pemberian analgetik 8. Monitor adanya tromboplebitis 9. Diskusikan menganai penyebab perubahan sensasi Intrakranial Pressure (ICP) Monitoring (Monitor tekanan intrakranial) 1. Berikan informasi kepada keluarga 2. Set alarm 3. Monitor tekanan perfusi serebral 4. Catat respon pasien terhadap stimuli 5. Monitor tekanan intrakranial pasien dan respon neurology terhadap aktivitas 6. Monitor jumlah drainage cairan serebrospinal 7. Monitor intake dan output cairan 8. Restrain pasien jika perlu 9. Monitor suhu dan angka WBC 10. Kolaborasi pemberian



tidak ada gerakan gerakan involunter



2.



Intoleransi aktivitas berhubungan dengan Ketidakseimbangan antara suplei dan kebutuhan oksigen



NOC  Self Care : ADL  Toleransi aktivitas  Konservasi energi Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama …. klien bertoleransi terhadap aktivitas dengan Kriteria Hasil :  Berpartisipasi dalam aktivitas fisik tanpa disertai peningkatan tekanan darah, nadi dan RR  Mampu melakukan aktivitas sehari hari (ADL’s) secara mandiri  Keseimbangan aktivitas dan istirahat  Mampu berpindah dengan atau tanpa bantuan alat  Level kelemahan  Energy psikomotor  Status kardiopulmonary adekuat  Sirkulasi status baik  Status respirasi : pertukaran gas dan ventilasi adekuat



antibiotik 11. Posisikan pasien pada posisi semifowler 12. Minimalkan stimuli dari lingkungan NIC : Activity Therapy 1. Kolaborasikan dengan Tenaga Rehabilitasi Medik dalammerencanakan progran terapi yang tepat. 2. Bantu klien untuk mengidentifikasi aktivitas yang mampu dilakukan 3. Bantu untuk memilih aktivitas konsisten yangsesuai dengan kemampuan fisik, psikologi dan social 4. Bantu untuk mengidentifikasi dan mendapatkan sumber yang diperlukan untuk aktivitas yang diinginkan 5. Bantu untuk mendpatkan alat bantuan aktivitas seperti kursi roda, krek 6. Bantu untu mengidentifikasi aktivitas yang disukai 7. Bantu klien untuk membuat jadwal latihan diwaktu luang 8. Bantu pasien/keluarga untuk mengidentifikasi kekurangan dalam beraktivitas 9. Sediakan penguatan positif bagi yang aktif beraktivitas 10. Bantu pasien untuk mengembangkan motivasi diri dan penguatan 11. Monitor respon fisik, emoi, social dan spiritual Energy Management 1. Observasi adanya pembatasan klien dalam melakukan aktivitas 2. Dorong anal untuk mengungkapkan perasaan



3.



Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan kegagalan untuk mencerna atau ketidak mampuan mencerna makanan /absorpsi nutrient yang diperlukan untuk pembentukan sel darah merah.



NOC:  Nutritional status: Adequacy of nutrient  Nutritional Status : food and Fluid Intake  Nutritional Status : nutrient intake  Weight Control Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama….masalah nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh teratasi Kriteria hasil : a. Adanya peningkatan BB sesuai dengan tujuan b. BBI sesuai dengan tinggi badan c. Mampu mengidentifikasi kebutuhan nutrisi d. Tidak ada tanda- tanda malnutrisi e. Menunjukkan penigkatan fungsi pengecapan dari menelan f. Tidak terjadi penurunan BB yang berarti



terhadap keterbatasan 3. Kaji adanya factor yang menyebabkan kelelahan 4. Monitor nutrisi dan sumber energi tangadekuat 5. Monitor pasien akan adanya kelelahan fisik dan emosi secara berlebihan 6. Monitor respon kardivaskuler terhadap aktivitas 7. Monitor pola tidur dan lamanya tidur/istirahat pasien NIC : Nutrition Managemen 1. Kaji adanya alergi makanan 2. Kolaborasi dengan ahli gizi untuk menentukan jumlah kalori dan nutrisi yang dibutuhkan pasien. 3. Anjurkan pasien untuk meningkatkan intake Fe 4. Anjurkan pasien untuk meningkatkan protein dan vitamin C 5. Berikan substansi gula 6. Yakinkan diet yang dimakan mengandung tinggi serat untuk mencegah konstipasi 7. Berikan makanan yang terpilih ( sudah dikonsultasikan dengan ahli gizi) 8. Ajarkan pasien bagaimana membuat catatan makanan harian. 9. Monitor jumlah nutrisi dan kandungan kalori 10. Berikan informasi tentang kebutuhan nutrisi 11. Kaji kemampuan pasien untuk mendapatkan nutrisi yang dibutuhkan Nutrition Monitoring: 1. BB pasien dalam batas normal



2. Monitor adanya penurunan berat badan 3. Monitor tipe dan jumlah aktivitas yang biasa dilakukan 4. Monitor interaksi anak atau orangtua selama makan 5. Monitor lingkungan selama makan 6. Jadwalkan pengobatan dan tindakan tidak selama jam makan 7. Monitor kulit kering dan perubahan pigmentasi 8. Monitor turgor kulit 9. Monitor kekeringan, rambut kusam, dan mudah patah 10. Monitor mual dan muntah 11. Monitor kadar albumin, total protein, Hb, dan kadar Ht 12. Monitor makanan kesukaan 13. Monitor pertumbuhan dan perkembangan 14. Monitor pucat, kemerahan, dan kekeringan jaringan konjungtiva 15. Monitor kalori dan intake nuntrisi 16. Catat adanya edema, hiperemik, hipertonik papila lidah dan cavitas oral. 17. Catat jika lidah berwarna magenta, scarlet



Daftar Pustaka



Farid (2010). Acute Respiratory Distress Syndrome. Maj Farm vol 4 (12).



Harman EM. (2011). Anemia of Chronic Disease.



Muttaqin, Arif. 2012. Buku Ajar Asuhan Keperawatan Klien dengan Gangguan Perfusi Jaringan. Jakarta : Salemba Medika



Setiati, S. dkk. 2014. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Edisi 6. Jilid 1. Jakarta: Interna Publishing.



Wilkinson,J & Ahern, N (2012). Buku Saku Diagnosa Keperawatan Nanda, Intervensi Nic, Kriteria Hasil Noc. Jakarta : Prima Medika.