21 0 194 KB
KEPERAWATAN ANAK PROGRAM PROFESI NERS
LAPORAN PENDAHULUAN ASFIKSIA NEONATORUM
OLEH : RISKIANTY OCTAHARYANI NIM. 736080719078
DOSEN PEMBIMBING : Ns. RESI NOVYA, M.Kep
PRODI SARJANA KEPERAWATAN DAN PENDIDIKAN PROFESI NERS INSTITUT KESEHATAN MITRA BUNDA TA. 2019/2020
LAPORAN PENDAHULUAN ASFIKSIA NEONATORUM I. KONSEP DASAR PENYAKIT A. Definisi Asfiksia neonatorum adalah keadaan dimana bayi baru lahir tidak dapat bernapas secara spontan dan teratur segera setelah lahir. Keadaan ini biasanya disertai dengan keadaan hipoksia dan hiperkapnu serta sering berakhir dengan asidosis (Marwyah, 2016). Asfiksia adalah kegagalan untuk memulai dan melanjutkan pernapasan secara spontan dan teratur pada saat bayi baru lahir atau beberapa saat sesudah lahir. Bayi mungkin lahir dalam kondisi asfiksia (asfiksia primer) atau mungkin dapat bernapas tetapi kemudian mengalami asfiksia beberapa saat setelah lahir (asfiksia sekunder) (Fauziah dan Sudarti, 2014). Asfiksia Neonatorum merupakan kegagalan bayi baru lahir untuk memulai dan melanjutkan pernafasan secara spontan dan teratur. Keadaan ini biasanya disertai dengan keadaan hipoksia, hiperkapnia dan asidosis. Asfiksia dapat terjadi karena kurangnya kemampuan organ pernapasan bayi dalam menjalankan fungsinya, seperti mengembangkan paru (Sudarti dan fauzizah, 2013). B. Etiologi Asfiksia terjadi karena beberapa faktor : 1. Faktor Ibu Terdapat gangguan pada aliran darah uterus sehingga menyebabkan berkurangnya aliran oksigen ke plasenta dan janin. Hal ini sering dijumpai pada gangguan kontraksi uterus misalnya preeklamsia dan eklamsi, perdarahan abnormal (plasenta previa dan solusio plasenta), partus lama atau partus macet, demam selama persalinan, infeksi berat (malaria, sifilis, TBC, HIV), kehamilan postmatur (setelah usia kehamilan 42 minggu), penyakit ibu. 2. Faktor Plasenta Faktor yang dapat menyebabkan penurunan pasokan oksigen ke bayi sehingga dapat menyebabkanasfiksia pada bayi baru lahir antara lain lilitan tali pusat, tali pusat pendek, simpul tali pusat, prolapsus tali pusat.
3. Faktor Fetus Gangguan ini dapat ditemukan pada keadaan tali pusat menumbang, tali pusat melilit leher, meconium kental, prematuritas, persalinan ganda. 4. Faktor Neonatus Depresi pusat pernapasan pada bayi baru lahir dapat terjadi dikarenakan oleh pemakaian obat seperti anestesi atau analgetika yang berebihan pada ibu yang secara langsung dapat menimbulkan depresi pada pusat pernapasan janin. Asfiksia yang dapat terjadi tanpa didahului dengan tanda gejala gawat janin antara lain bayi prematur (sebelum 37 minggu kehamilan), persalinan dengan tindakan (sungsang, bayi kembar, distoria bahu), kelainan kongenital, air ketuban bercampur mekonium. C. Klasifikasi 1. Asfiksia Berat (nilai APGAR 0–3) Didapatkan frekuensi jantung 100/ menit Menangis kuat Gerakan aktif Gerakan kuat/melawan Seluruh tubuh
kemerahan, kemerahan ekstremitas biru (Sumber : Sukarni dan Sudarti, 2013) D. Anatomi Fisiologi Anatomi fisiologi sistem pernapasan terdiri dari : 1. Rongga Hidung (Cavum Nasalis) Udara dari luar akan masuk lewat rongga hidung (cavum nasalis). Rongga hidung berlapis selaput lendir, di dalamnya terdapat kelenjar minyak (kelenjar sebasea) dan kelenjar keringat (kelenjar sudorifera). Selaput lendir berfungsi menangkap benda asing yang masuk lewat saluran pernapasan. Selain itu, terdapat juga rambut pendek dan tebal yang berfungsi menyaring partikel kotoran yang masuk bersama udara. Juga terdapat konka yang mempunyai banyak kapiler darah yang berfungsi menghangatkan udara yang masuk. Di sebelah belakang rongga hidung terhubung dengan nasofaring melalui dua lubang yang disebut choanae. Pada permukaan rongga hidung terdapat rambut-rambut halus dan selaput lendir yang berfungsi untuk menyaring udara yang masuk ke dalam rongga hidung. 2. Faring (Tenggorokan) Udara dari rongga hidung masuk ke faring. Faring merupakan percabangan 2 saluran, yaitu saluran pernapasan (nasofarings) pada bagian depan dan saluran pencernaan (orofarings) pada bagian belakang. Pada bagian belakang faring (posterior) terdapat laring (tekak) tempat terletaknya pita suara (pita vocalis). Masuknya udara melalui faring akan menyebabkan pita suara bergetar dan terdengar sebagai suara. Makan sambil berbicara dapat mengakibatkan makanan masuk ke saluran pernapasan karena saluran pernapasan pada saat tersebut sedang terbuka. Walaupun demikian, saraf kita akan mengatur agar peristiwa menelan, bernapas, dan berbicara tidak terjadi bersamaan sehingga mengakibatkan gangguan kesehatan. Fungsi utama faring adalah menyediakan saluran bagi udara yang keluar masuk dan juga sebagi jalan makanan dan minuman
yang ditelan, faring juga menyediakan ruang dengung(resonansi) untuk suara percakapan. 3. Batang Tenggorokan (Trakea) Tenggorokan berupa pipa yang panjangnya ± 10 cm, terletak sebagian di leher dan sebagian di rongga dada (torak). Dinding tenggorokan tipis dan kaku, dikelilingi oleh cincin tulang rawan, dan pada bagian dalam rongga bersilia. Siliasilia ini berfungsi menyaring benda-benda asing yang masuk ke saluran pernapasan. Batang tenggorok (trakea) terletak di sebelah depan kerongkongan. Di dalam rongga dada, batang tenggorok bercabang menjadi dua cabang tenggorok (bronkus). Di dalam paru-paru, cabang tenggorok bercabang-cabang lagi menjadi saluran yang sangat kecil disebut bronkiolus. Ujung bronkiolus berupa gelembung kecil yang disebut gelembung paru-paru (alveolus). 4. Pangkal Tenggorokan (laring) Laring merupakan suatu saluran yang dikelilingi oleh tulang rawan. Laring berada diantara orofaring dan trakea, didepan lariofaring. Salah satu tulang rawan pada laring disebut epiglotis. Epiglotis terletak di ujung bagian pangkal laring. Laring diselaputi oleh membrane mukosa yang terdiri dari epitel berlapis pipih yang cukup tebal sehingga kuat untuk menahan getaran-getaran suara pada laring. Fungsi utama laring adalah menghasilkan suara dan juga sebagai tempat keluar masuknya udara. Pangkal tenggorok disusun oleh beberapa tulang rawan yang membentuk jakun. Pangkal tenggorok dapat ditutup oleh katup pangkal tenggorok (epiglotis). Pada waktu menelan makanan, katup tersebut menutup pangkal tenggorok dan pada waktu bernapas katu membuka. Pada pangkal tenggorok terdapat selaput suara yang akan bergetar bila ada udara dari paru-paru, misalnya pada waktu kita bicara. 5. Cabang Batang Tenggorokan (Bronkus) Tenggorokan (trakea) bercabang menjadi dua bagian, yaitu bronkus kanan dan bronkus kiri. Struktur lapisan mukosa bronkus sama dengan trakea, hanya tulang rawan bronkus bentuknya tidak teratur dan pada bagian bronkus yang lebih besar cincin
tulang
rawannya
melingkari
lumen
dengan
sempurna.
Bronkus
bercabangcabang lagi menjadi bronkiolus. Batang tenggorokan bercabang menjadi dua bronkus, yaitu bronkus sebelah kiri dan sebelah kanan. Kedua bronkus menuju paru-paru, bronkus bercabang lagi menjadi bronkiolus. Bronkus sebelah kanan(bronkus primer) bercabang menjadi tiga bronkus lobaris (bronkus
sekunder), sedangkan bronkus sebelah kiri bercabang menjadi dua bronkiolus. Cabang-cabang yang paling kecil masuk ke dalam gelembung paru-paru atau alveolus. Dinding alveolus mengandung kapiler darah, melalui kapiler-kapiler darah dalam alveolus inilah oksigen dan udara berdifusi ke dalam darah. Fungsi utama bronkus adalah menyediakan jalan bagi udara yang masuk dan keluar paruparu. 6. Paru-paru (Pulmo) Paru-paru terletak di dalam rongga dada bagian atas, di bagian samping dibatasi oleh otot dan rusuk dan di bagian bawah dibatasi oleh diafragma yang berotot kuat. Paruparu ada dua bagian yaitu paru-paru kanan (pulmo dekster) yang terdiri atas 3 lobus dan paru-paru kiri (pulmo sinister) yang terdiri atas 2 lobus. Paru-paru dibungkus oleh dua selaput yang tipis, disebut pleura. Selaput bagian dalam yang langsung menyelaputi paru-paru disebut pleura dalam (pleura visceralis) dan selaput yang menyelaputi rongga dada yang bersebelahan dengan tulang rusuk disebut pleura luar (pleura parietalis). Paru-paru tersusun oleh bronkiolus, alveolus, jaringan elastik, dan pembuluh darah. Bronkiolus tidak mempunyai tulang rawan,tetapi ronga bronkus masih bersilia dan dibagian ujungnya mempunyai epitelium berbentuk kubus bersilia. Setiap bronkiolus terminalis bercabang-cabang lagi menjadi bronkiolus respirasi, kemudian menjadi duktus alveolaris.Pada dinding duktus alveolaris mangandung gelembunggelembung yang disebut alveolus. E. Patofisiologi Segera setelah lahir bayi akan menarik napas yang pertama kali (menangis), pada saat ini paru janin mulai berfungsi untuk resoirasi. Alveoli akan mengembang udara akan masuk dan cairan yang ada didalam alveoli akan meninggalkan alveli secara bertahap. Bersamaan dengan ini arteriol paru akan mengembang dan aliran darah ke dalam paru meningkat secara memadai. Bila janin kekurangan O₂ dan kadar CO₂ bertambah , maka timbullah rangsangan terhadap nervus vagus sehingga DJJ (denyut jantung janin) menjadi lambat. Jika kekurangan O₂ terus berlangsung maka nervus vagus tidak dapat di pengaruhi lagi. Timbullah kini rangsangan dari nervu simpatikus sehingga DJJ menjadi lebih cepat dan akhirnya ireguler dan menghilang. Janin akan mengadakan pernapasan intrauterine dan bila kita periksa kemudian terdapat banyak air ketuban dan
mekonium dalam paru, bronkus tersumbat dan terjadi atelektasis. Bila janin lahir, alveoli tidak berkembang. Jika berlanjut, bayi akan menunjukkan pernapasan yang dalam, denyut jantung terus menurun, tekanan darah bayi juga mulai menurun dan bayi akan terlihat lemas. Pernapasan makin lama makin lemah sampai bayi memasuki periode apneu sekunder. Selama apneu sekunder, denyut jantung, tekanan darah dan kadar O₂ dalam darah (PaO₂) terus menurun. Bayi sekarang tidak dapat bereaksi terhadap rangsangan dan tidak akan menunjukkan upaya pernapasan secara spontan (Sudarti dan Fauziah 2012). F. Tanda dan Gejala 1. Pernafasan megap-megap dan dalam 2. Pernapasan tidak teratur 3. Tangisan lambat atau merintih 4. Warna kulit pucat atau biru 5. Tonus otot lemas atau ekstremitas lemah 6. Nadi cepat 7. Denyut jantung lambat (bradikardi kurang dari 100 kali per menit) 8. Menurunnya O2 9. Meningginya CO2 10. Penurunan pH G. Pemeriksaan Diagnostik Beberapa pemeriksaan diagnostik adanya asfiksia pada bayi (Sudarti dan Fauziah, 2013) yaitu : 1. Pemeriksaan analisa gas darah 2. Pemeriksaan elektrolit darah 3. Berat badan bayi 4. Penilaiaan APGAR Score 5. Pemeriksaan EGC dan CT-Scan H. Komplikasi Dampak yang akan terjadi jika bayi baru lahir dengan asfiksia tidak di tangani dengan cepat maka akan terjadi hal-hal sebagai berikut antara lain: perdarahan otak,
anuragia, dan onoksia, hyperbilirubinemia, kejang sampai koma. Komplikasi tersebut akan mengakibatkan gangguan pertumbuhan bahkan kematian pada bayi (Surasmi, 2013). I. Penatalaksanaan Penatalaksanaan asfiksia (Surasmi, 2013) adalah : 1. Membersihkan jalan napas dengan pengisapan lendir dan kasa steril 2. Potong tali pusat dengan teknik aseptik dan dengan antiseptik 3. Apabila bayi tidak menangis lakukan sebagai berikut : a. Rangsangan taktil dengan cara menepuk-nepuk kaki, mengelus-elus dada, perut dan punggung b. Bila dengan rangsangan taktil belum menangis lakukan resusitasi mouth to mouth c. Pertahankan suhu tubuh agar tidak perburuk keadaan asfiksia dengan cara : membungkus bayi dengan kain hangat, badan bayi harus dalam keadaan kering, jangan memandikan bayi dengan air dingin gunakan minyak atau baby oil untuk membersihkan tubuh bayi, kepala bayi ditutup dengan baik atau kenakan topi. 4. Apabila nilai APGAR pada menit ke lima sudah baik (7-10) lakukan perawatan selanjutnya : bersihkan badan bayi, perawatan tali pusat, pemberian ASI sedini mungkin dan adekuat, melaksanakan antromentri dan pengkajian kesehatan, memasang pakaian bayi dan mengenakan tanda pengenal bayi. II. KONSEP DASAR ASUHAN KEPERAWATAN
A. Pengkajian 1. Biodata : nama bayi, umur/tanggal lahir, jenis kelamin, agama, anak keberapa dan identitas orangtua. Yang lebih ditekankan pada umur bayi karena berkaitan dengan diagnosa asfiksia neonatorum. 2. Keluhan utama : pada bayi dengan asfiksia yang sering tampak adalah sesak napas. 3. Riwayat kehamilan dan persalinan : bagaimana proses persalinan apakah spontan, prematur, aterm, letak bayi dan posisi bayi. 4. Kebutuhan dasar : pola nutrisi pada neonatus dengan asfiksia membatasi intake oral karena organ tubuh terutama lambung belum sempurna, selain itu bertujuan untuk mencegah terjadinya aspirasi pneumoni. Pola eliminasi : umumnya bayi
mengalami gangguan BAB karena organ tubuh terutama pencernaan belum sempurna. Kerbersihan diri : perawat dan keluarga bayi harus menjaga kebersihan terutama saat BAB dan BAK. Pola tidur : biasanya terganggu karena bayi sesak napas. 5. Pemeriksaan Khusus Dilakukan dengan pemeriksaan APGAR pada menit pertama ke 5 dan 10. 6. Pemeriksaan umum Periksa ukuran keseluruhan, kepala, badan, ekstremitas, tonus otot, tingkat aktivitas, warna kulit dan bibir tangis bayi. Pemeriksaan tanda-tanda : a. Laju nafas 40-60 kali per menit, periksa kesulitan bernapas. b. Laju jantung 120-160 kali per menit. c. Suhu normal 36,50C. 7. Pemeriksaan Fisik Pemeriksaan Fisik sistematis menurut Indrayani dan Moudy (2013) : a. Kepala : Pemeriksaan kepala, ubun-ubun (raba adanya cekungan atau cairan dalam ubun-ubun), sutura (pada perabaan sutura masih terbuka), periksa hubungan dalam letak dengan mata dan kepala. Ukur lingkar kepala dimulai dari lingkar oksipito sampai frontal. b. Mata : Buka mata bayi dan lihat apakah ada tanda-tanda infeksi atau pus. Bersihkan kedua mata bayi dengan lidi kapas DTT. c. Telinga : Periksa hubungan letak dengan mata dan kepala. d. Hidung dan mulut : Periksa bibir dan langitan sumbing, refleks hisap, dinilai saat bayi menyusui. e. Leher : Periksa adanya pembesaran kelenjar thyroid. f. Dada : Periksa bunyi nafas dan detak jantung. Lihat adakah tarikan dinding dada dan lihat puting susu (simetris atau tidak). Pengkajian pernapasan : bentuk dada (barrel, cembung), kesimetrisan, adanya insisi, selang dada, penggunaan otot aksesoris : pernapasan cuping 12 hidung, atau substernal, interkostal, atau retraksi subklavikular, frekuensi dan keteraturan pernapasan, auskultasi dan gambarkan bunyi napas : stridor, krekels, mengi, bunyi menurun basah, mengorok, keseimbangan bunyi napas g. Abdomen : Palpasi perut apakah ada kelainan dan keadaan tali pusat.
h. Genetalia : Untuk laki-laki periksa apakah testis sudah turun kedalam skrotum. Untuk perempuan periksa labia mayor dan minor apakah vagina berlubang dan uretra berlubang. i. Punggung : Untuk mengetahui keadaan tulang belakang periksa reflek di punggung dengan cara menggoreskan jari kita di punggung bayi, bayi akan mengikuti gerakan dari goresan jari kita. j. Anus : Periksa lubang anus bayi. k. Ekstremitas : Hitung jumlah jari tangan bayi. l. Kulit : Lihat warna kulit dan bibir serta tanda lahir.
B. Diagnosa Keperawatan 1. Ketidakefektifan
pola
napas
berhubungan
dengan
imaturitas
paru
dan
neuromuskular, penurunan energi, dan keletihan. 2. Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan gangguan aliran darah ke alveoli, alveolar edema,alveoli-perfusi. 3. Resiko ketidakseimbangan suhu tubuh berhubungan dengan kontrol suhu yang imatur dan penurunan lemak tubuh subkutan. 4. Resiko syndrome kematian bayi mendadak berhubungan dengan prematuritas organ. 5. Resiko cidera berhubungan dengan hipoksia jaringan.
C. Rencana Keperawatan No. 1.
Diagnosa Keperawatan Ketidakefektifan pola
NOC
NIC
NOC :
napas
NIC :
Respiratory status : Airway Management
berhubungan
Ventilation
dengan imaturitas
Respiratory status :
guanakan teknik chin lift
paru
Airway patency
atau jaw thrust bila perlu
neuromuskular,
dan
Vital sign Status
penurunan energi, Kriteria Hasil : dan keletihan.
efektif
jalan
nafas,
Posisikan pasien untuk memaksimalkan ventilasi
Mendemonstrasikan batuk
Buka
dan
Identifikasi
pasien
perlunya pemasangan alat
suara
nafas
yang
jalan nafas buatan
ada
Pasang mayo bila perlu
sianosis dan dyspneu
Lakukan fisioterapi dada
bersih,
tidak
(mampu
jika perlu
mengeluarkan
sputum,
mampu
bernafas
dengan
mudah,
tidak
batuk atau suction
ada jalan
nafas
paten
yang
(klien tidak merasa
pernafasan
Lakukan
Berikan pelembab udara
tidak ada suara nafas
Lembab
Tanda
vital
basah
NaCl
Atur intake untuk cairan mengoptimalkan
dalam rentang normal (tekanan darah, nadi,
pada
perlu Kassa
abnormal)
suction
Berikan bronkodilator bila
dalam rentang normal,
Tanda
suara
mayo
tercekik, irama nafas,
adanya
tambahan
Menunjukkan
frekuensi
Auskultasi suara nafas, catat
pursed lips)
Keluarkan sekret dengan
keseimbangan.
pernafasan)
Monitor
respirasi
dan
status O2 Oxygen Therapy
Bersihkan mulut, hidung dan secret trakea
Pertahankan jalan nafas yang paten
Atur peralatan oksigenasi
Monitor aliran oksigen
Pertahankan posisi pasien
Observasi adanya tanda tanda hipoventilasi
Monitor
adanya
kecemasan
pasien
terhadap oksigenasi Vital sign Monitoring
Monitor TD, nadi, suhu, dan RR
Catat
adanya
fluktuasi
tekanan darah
Monitor VS saat pasien berbaring,
duduk,
atau
TD
pada
lengan
dan
berdiri
Auskultasi kedua
bandingkan
Monitor TD, nadi, RR, sebelum,
selama,
dan
setelah aktivitas
Monitor kualitas dari nadi
Monitor
frekuensi
dan
irama pernapasan
Monitor suara paru
Monitor pola pernapasan abnormal
Monitor suhu, warna, dan kelembaban kulit
Monitor sianosis perifer
Monitor adanya cushing triad (tekanan nadi yang melebar,
bradikardi,
peningkatan sistolik) 2.
Gangguan
NOC :
Identifikasi penyebab dari
perubahan vital sign NIC :
pertukaran
gas
berhubungan
alveoli,
darah
Gas exchange
dengan gangguan aliran
Respiratory Status : Airway Management
ke
alveolar
jalan
nafas,
Respiratory Status :
guanakan teknik chin lift
ventilation
atau jaw thrust bila perlu
Vital Sign Status
edema,alveoliperfusi.
Buka
Posisikan pasien untuk memaksimalkan ventilasi
Kriteria Hasil :
perlunya pemasangan alat
peningkatan ventilasi
jalan nafas buatan
dan oksigenasi yang
Pasang mayo bila perlu
adekuat
Lakukan fisioterapi dada jika perlu
Memelihara
dan bebas dari tanda tanda
distress
Keluarkan sekret dengan batuk atau suction
Auskultasi suara nafas,
pernafasan
catat
Mendemonstrasikan
tambahan
batuk
efektif
suara
nafas
bersih,
dan
yang
tidak
ada
adanya
Lakukan
suara
suction
pada
mayo
sianosis dan dyspneu
Berika bronkodilator bial perlu
(mampu
Barikan pelembab udara
mengeluarkan
Atur intake untuk cairan
sputum,
mampu
mengoptimalkan
bernafas
dengan
keseimbangan.
mudah,
tidak
ada
pursed lips)
pasien
Mendemonstrasikan
kebersihan paru paru
Identifikasi
Monitor
respirasi
dan
status O2
Tanda tanda vital dalam rentang normal
Respiratory Monitoring
Monitor
rata
kedalaman,
–
irama
rata, dan
usaha respirasi
Catat
pergerakan
dada,amati
kesimetrisan,
penggunaan tambahan,
otot retraksi
otot
supraclavicular
dan
intercostal
Monitor
suara
nafas,
seperti dengkur
Monitor
pola
nafas
:
bradipena,
takipenia,
kussmaul,
hiperventilasi,
cheyne stokes, biot
Catat lokasi trakea
Monitor
kelelahan
diagfragma
otot
(gerakan
paradoksis)
Auskultasi suara nafas, catat area penurunan / tidak adanya ventilasi dan suara tambahan
Tentukan
kebutuhan
suction
dengan
mengauskultasi
crakles
dan ronkhi pada jalan napas utama
Auskultasi setelah
suara
tindakan
paru untuk
mengetahui hasilnya 3.
Resiko
NOC
ketidakseimbangan
Termoregulasi
suhu
Termoregulasi
tubuh
berhubungan dengan
Newborn
kontrol Kriteria Hasil :
suhu yang imatur
Suhu kulit normal
NIC Newborn Care :
Pengaturan mencapai
suhu dan
mempertahankan
: atau suhu
tubuh dalam range normal
dan
penurunan
lemak
tubuh
subkutan.
Suhu badan 36-37 C TTV
dalam
Hidrasi adekuat
Tidak menggigil
Gula darah DBN
Keseimbangan
Pantau suhu bayi baru lahir sampai stabil
batas
normal
Pantau nadi,
tekanan dan
darah,
pernafasan
dengan tepat
hanya
Pantau warna dan suhu kuilt
asam
Pantau dan laporkan tanda
basa DBN
dan gejala hipotermi dan
Bilirubin DBN
hipertemi.
Tingkatkan
keadekuatan
masukan cairan dan nurtisi
Tempatkan bayi baru lahir pada ruangan isolasi atau bawah pemanas
Pertahankan panas tubuh bayi
Gunakan matras panas dan selimuthangat
yang
disesuaikan
dengan
kebutuhan.
Berikan dengan mencegah
pengobatan tepat
untuk
atau
control
menggigil
Gunakan matras sejuk dan mandi dengan air hangat untuk
menyesuaikan
dengan suhu tubuh dengan tepat Temperature
regulation
(pengaturan suhu)
Monitor suhu minimal tiap 2 jam
Rencanakan
monitoring
suhu secara kontinyu
Monitor TD, nadi, dan RR
Monitor warna dan suhu kulit
Monitor
tanda-tanda
hipertermi dan hipotermi
Tingkatkan intake cairan dan nutrisi
Selimuti
pasien
mencegah
untuk
hilangnya
kehangatan tubuh
Ajarkan pada pasien cara mencegah keletihan akibat panas
Diskusikan
tentang
pentingnya
pengaturan
suhu dan
kemungkinan
efek
negative
dan
kedinginan
Beritahu tentang indikasi terjadinya keletihan dan penanganan
emergency
yang diperlukan
Ajarkan
indikasi
dan
hipotermi dan penanganan yang diperlukan
Berikan anti piretik jika perlu
Temperature regulation :
Intraoperative
Mempertahankan
suhu
tubuh interaoperatif yang diharapkan
Atur
kemungkinan
tranfusi 4.
Resiko
Persiapan untuk tranfusi NIC
syndrome NOC :
kematian
bayi
mendadak
infant Teaching: Infant Safety 0-3
Parent
mount
Attachment
berhubungan
Parenting performance
Ajarkan keluarga untuk
dengan
Preterm
tidak
prematuritas organ.
infant
Kriteria Hasil :
Menjaga
didekat
bayi
organization
merokok
Ajarkan orang tua atau pengasuh
keamanan
menggunakan
atau mencegah cedera
tempat makan yang aman
fisik anak dari lahir
Ajarkan untuk mengubah
hingga usia 2 tahun
posisi bayi terlentang saat
Indek usia kandungan
tidur
antara
24
dan
37
Ajarkan
untuk
tidak
minggu (aterm)
menggunakan kasur bulu
RR 30-60x/menit
atau selimut, atau bantal
Saturasi oksigen lebih
pada tempat tidur bayi
dari 85%
Tidak ada perubahan
pengasuh
warna kulit bayi
penggunaan
Tidak
menghindari perhiasan
pada bayi
terjadi
termoregulasi
Anjurkan orang tua atau
Kaji faktor resiko prenatal
Tidak ada perubahan
seperti usia ibu terlalu
warna kulit
muda
Mengatur posisi bayi
Ajarkan pada orang tua
terlentang saat tidur
atau pengasuh bagaimana
Memperoleh
mencegah jatuh
asuhan
antenatal yang adekuat
Instruksikan orang tua dan
sejak awal kehamilan
pengasuh untuk mengecek
Mengidentifikasi
temperature air sebelum
faktor keamanan yang
memandikan bayi
tepat yang melindungi
Aman kan bayi jauh dari
individu atau anak dan
hewan peliharaan
sindrom kematian bayi mendadak
Parent Education : Infant
Menghindari merokok
Beri
saat kehamilan
kesehatan
Mampu
berhubungan
berinteraksi
materi
strategi
dengan pengasuh
pendidikan yang dengan
dan
tindakan
untuk mencegah sindrom kematian bayi mendadak dan
dengan
tindakan
resusitasi 5.
Resiko dengan jaringan.
mengatasinya NIC
cidera NOC
berhubungan
Environment Management
Risk Kontrol
hipoksia Kriteria Hasil :
Klien
(Manajemen lingkungan)
terbebas
dari
mampu
Klien cara/metode
kebutuhan
dengan kondisi fisik dan
untuk
mencegah
fungsi kognitif pasien dan
injury/cedera
riwayat penyakit terdahulu
Klien
pasien
mampu
menjelaskan resiko
Identifikasi
keamanan pasien, sesuai
menjelaskan
Sediakan Iingkungan yang aman untuk pasien
cedera
untuk
faktor
Menghindarkan lingkungan
dari
yang
lingkungan/perilaku
berbahaya
personal
memindahkan perabotan)
Mampu memodifikasi
Memasang
gaya
tempat tidur
hidup
mencegah injury
untuk
(misalnya side
rail
Menyediakan tempat tidur
kesehatan yang ada
yang nyaman dan bersih
Menggunakan fasilitas Mampu perubahan kesehatan
Menempatkan lampu
mengenali
saklar
ditempat
yang
mudah dijangkau pasien.
status
Membatasi pengunjung
Menganjurkan
keluarga
untuk menemani pasien.
Mengontrol
lingkungan
dari kebisingan
Memindahkan barang
yang
barangdapat
membahayakan
Berikan penjelasan pada pasien dan keluarga atau pengunjung
adanya
perubahan
status
kesehatan dan penyebab penyakit.
DAFTAR PUSTAKA Nurarif .A.H. dan Kusuma. H. (2015). APLIKASI Asuhan Keperawatan Berdasarkan Diagnosa Medis & NANDA NIC-NOC. Yogyakarta: MediAction. Sudarti dan Fauziah. A. 2014. Patologi Kehamilan, Persalinan, Nifas dan Neonatus Resiko Tinggi. Yogyakarta: Nuha Medika. Sudarti dan Fauziah. A. 2013. Asuhan Kebidanan Neonatus Risiko Tinggi dan Kegawatan. Yogyakarta: Nuha Medika.