17 0 350 KB
Departemen Keperawatan Gawat Darurat
LAPORAN PENDAHULUAN SISTEM OKSIGENASI : ASMA DI RUANG IGD RSUD LABUANG BAJI MAKASSAR
Oleh: PUTRI YUNIAR, S.Kep 709001200023
PRESEPTOR LAHAN
(...........................................)
PRESEPTOR INSTITUSI
(...........................................)
PROGRAM STUDI PROFESI NERS FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN UIN ALAUDDIN MAKASSAR 2021
BAB I KONSEP DASAR PENYAKIT A. Pengertian Asma merupakan penyakit saluran respiratori kronik yang sering dijumpai baik pada anak maupun dewasa. Prevalens asma pada anak sangat bervariasi di antara negara-negara di dunia, berkisar antara 1- 18%. Meskipun tidak menempati peringkat teratas sebagai penyebab kesakitan atau kematian pada anak, asma merupakan masalah kesehatan yang penting. Jika tidak ditangani dengan baik, asma dapat menurunkan kualitas hidup anak, membatasi aktivitas sehari-hari, mengganggu tidur, meningkatkan angka absensi sekolah, dan menyebabkan prestasi akademik di sekolah menurun. Bagi keluarga dan sektor pelayanan kesehatan, asma yang tidak terkendali akan meningkatkan pengeluaran biaya (UKK respirologi, 2016). Asma dapat menyerang semua orang, baik anak maupun dewasa. Batasan asma yang lengkap yang dikeluarkan oleh Global Initiative for Asthma (GINA) didefinisikan sebagai penyakit heterogen berupa gangguan inflamasi kronik saluran nafas. Penyakit ini didefinisikan dengan gejala berupa mengi, sesak napas, dada terasa berat, dan batuk yang bervariasi serta keterbatasan aliran udara yang bervariasi (Roro, 2019) Asma adalah penyakit multifaktorial dengan perjalanan klinis yang bervariasi pada setiap anak dan dapat berubah seiring berjalannya waktu. Asma tidak dapat sembuh, tetapi dapat dikendalikan agar gejala tidak sering muncul. Komunikasi, informasi, dan edukasi kepada orang tua merupakan kunci penting untuk mencapai asma terkendali. (UKK respirologi, 2019). Asma merupakan diagnosis masuk yang paling sering dikeluhkan di rumah sakit anak dan mengakibatkan kehilangan 5-7 hari sekolah secara nasional/tahun/anak. Sebanyak 10-15% anak laki-laki dan 7-10% anak perempuan dapat menderita asma pada suatu waktu selama masa kanak-kanak (Almazini, 2016).
Sesak nafas dan mengi menjadi suatu pertanda seseorang mengalami asma. Asma merupakan gangguan radang kronik pada saluran napas. Saluran napas yang mengalami radang kronik bersifat peka terhadap rangsangan tertentu, sehingga apabila terangsang oleh factor risiko tertentu, jalan napas menjadi
tersumbat
dan
aliran
udara
terhambat
karena
konstriksi
bronkus,sumbatan mukus, dan meningkatnya proses radang. Dari proses radang tersebut dapat timbul gejala sesak nafas dan mengi. Sehingga bisa di simpulkan bahwa asma adalah suatu penyakit dimana saluran nafas mengalami penyempitan
karena
hiperaktivitas
pada
rangsangan
tertentu,
yang
mengakibatkan peradangan, penyempitan ini bersifat sementara (Almazini, P. 2016). B. Etiologi Faktor risiko yang dapat mengakibatkan asma dan memicu untuk terjadinya serangan asma diantaranya adalah riwayat atopic keluarga. Berdasarkan sebuah studi kohort, apabila seorang anak memiliki satu orang tua yang memiliki alergi, maka anak tersebut memiliki kemungkinan untuk menderita alergi sebesar 33%, dan kemungkinan alergi pada anak yang kedua orang tuanya menderita alergi sebesar 70% (Roro, 2019). Menurut Asra, A., & Rudiansyah, (2017).etiologi asma dapat dibagi atas : 1. Asma ekstrinsik / alergi Asma yang disebabkan oleh alergen yang diketahui masanya sudah terdapat semenjak anak-anak seperti alergi terhadap protein, serbuk sari, bulu halus, binatang dan debu. 2. Asma instrinsik / idopatik Asma yang tidak ditemukan faktor pencetus yang jelas, tetapi adanya faktor-faktor non spesifik seperti : flu, latihan fisik, kecemasan atau emosi sering memicu serangan asma. Asma ini sering muncul sesudah usia 40tahun setelah menderita infeksi sinus. 3. Asma campuran Asma yang timbul karena adanya komponen ekstrinsik dan intrinsik.
C. Klasifikasi Menurut UKK Respirologi, (2016) Asma merupakan penyakit yang sangat heterogen dengan variasi yang sangat luas. Atas dasar itu, ada berbagai cara mengelompokkan asma. 1. Berdasarkan umur a. Asma bayi-baduta (bawah dua tahun) b. Asma balita (bawah lima tahun) c. Asma usia sekolah (5-11 tahun) d. Asma remaja (12-17 tahun) 2. Berdasarkan fenotip Fenotip asma adalah pengelompokan asma berdasarkan penampakan yang serupa dalam aspek klinis, patofisologis, atau demografis. a. Asma tercetus infeksi virus b. Asma tercetus aktivitas (exercise induced asthma) c. Asma tercetus allergen d. Asma terkait obesitas e. Asma dengan banyak pencetus (multiple triggered asthma) 3. Berdasarkan kekerapan timbulnya gejala a. Asma intermiten b. Asma persisten ringan c. Asma persisten sedang d. Asma persisten bera 4. Berdasarkan derajat beratnya serangan Asma merupakan penyakit kronik yang dapat mengalami episode gejala akut yang memberat dengan progresif yang disebut sebagai serangan asma. a. Asma serangan ringan-sedang b. Asma serangan berat c. Serangan asma dengan ancaman henti napas
D. Patofisiologi Suatu serangan asma merupakan akibat obstruksi jalan napas difus reversible. Obstruksi disebabkan oleh timbulnya tiga reaksi utama yaitu kontraksi otot-otot polos saluran napas, pembengkakan membran yang melapisi bronkus, pengisian bronkus dengan mukus yang kental. Selain itu, otot-otot bronkus dan kelenjar mukosa membesar, sputum yang kental, banyak dihasilkan dan alveoli menjadi hiperinflasi, dengan udara terperangkap di dalam jaringan paru. Antibodi yang dihasilkan (IgE) kemudian menyerang sel mast dalam paru-paru. Pemajanan ulang terhadap antigen menyebabkan ikatan antigen dengan antibody, menyebabkan pelepasan produk sel-sel mast (mediator) seperti histamin, bradikinin, prostaglandin serta anafilaksis dari substansi yang bereaksi lambat (SRS-A). Pelepasan mediator ini dalam jaringan paru mempengaruhi otot polos dan kelenjar jalan napas, menyebabkan bronkospasme, pembengkakan membran mukosa dan pembentukan mukus yang sangat banyak. Selai itu, reseptor α dan β dari sistem saraf simpatik terletak dalam bronkus. Ketika reseptor α adrenergik dirangsang, terjadi bronkonstriksi, bronkodilatasi terjadi ketika reseptor β adrenergik yang dirangsang (Erin Imaniar, 2015). Keseimbangan antara reseptor α dan β adrenergik dikendalikan terutama oleh siklik adenosine monofosfat (cAMP). Stimulasi reseptor α mengakibatkan penurunan cAMP, yang mengarah pada peningkatan mediator kimia yang dilepaskan oleh sel-sel mast bronkostriksi. Stimulasi reseptor β mengakibatkan peningkatan tingkat cAMP yang menghambat pelepasan mediator kimia dan menyebabkan bronkodilatasi. Teori yang diajukan adalah bahwa penyekata β adrenergik terjadi pada individu dengan Asma. Akibatnya, asmatik rentan terhadap peningkatan pelepasan mediator kimia dan kontriksi otot polos (Erin Imaniar, 2015).
E. Manifestasi Klinik 1. Tanda Sebelum muncul suatu episode serangan asma pada penderita, biasanya akan ditemukan tanda-tanda awal datangnya asma. Tanda-tanda awal datangnya asma memiliki sifat-sifat sebagai berikut: sifatnya unik setiap individu, pada indivisu yang sama, tanda-tanda peringatan awal bisa sama, hampir sama, atau sama sekali berbeda. Pada setiap episode serangan dan tanda peringatan awal yang paling bisa diandalkan adalah penurunan dari angka prestasi penggunaan “Preak Flow Meter” (Papi,2017). Beberapa contoh tanda peringatan awal adalah: perubahan dalam pola pernapasan, bersin-bersin, perubahan suasana hati (moodlines), hidung mampet, batuk, gatal-gatal pada tenggorokan, merasa capek, lingkaran hitam dibawah mata, susah tidur, menurunnya toleransi tubuh terhadap kegiatan
olahraga
dan
kecenderungan
penurunan
prestasi
dalam
pengguanaan “Preak Flow Meter”. (Papi,2017). 2. Gejala a. Gejala asma umum Perubahan saluran napas yag terjadi pada asma menyebabkan dibutuhkannya usaha yang jauh lebih keras untuk memasukkan dan mengeluarkan
udara
dari
paru-paru.
Hal
tersebut
dapat
memunculkan gejala berupa sesak napas/sulit bernapas, sesak dada, nafas berbunyi (wheesing) dan batuk (lebih sering terjadi pada anak daripada dewasa) (Rance, 2016). Tidak semua orang akan mengalami gejala tersebut. Beberapa orang dapat mengalaminya dari waktu ke waktu, dan beberapa orang lainnya selalu mengalaminya sepanjang hidupnya. Gejala asma seringkali memburuk pada malam hari atau setelah mengalami kontak dengan pemicu asma (Rance, 2016).
b. Gejala asma berat Gejala asma berat yaitu serangan batuk yang hebat, napas berat, tersengal-sengal, sesak dada, susah berbicara dan berkonsentrasi, napas menjadi dangkal dan cepat atau lambat dibanding biasanya, pundak membungkuk, lubang hidung mengembang dengan setiap tarika napas, bayangan abu-abu atau membiru pada kulit, bermula dari daerah sekitar mulut (sianosis) (Rance, 2016). F. Komplikasi Berbagai komplikasi yang mungkin timbul (Papi, 2017) adalah: 1. Pneumotoraks Pneumotoraks adalah keadaan adanya udara di dalam rongga pleura yang dicurigai bila terdapat benturan atau tusukan dada. Keadaan ini dapat menyebabkan kolaps paru yang lebih lanjut lagi dapat menyebabkan kegagalan napas. 2. Pneumomediastinum Pneumomediastinum dikenal sebagai emfisema mediastinum adalah suatu kondisi dimana uadara hadir di mediastinum. Kondisi ini dapat disebabkan oleh trauma fisik atau situasi lain yang mengarah ke uadar keluar dari paruparu. 3. Atelektasis Atelektasis adalah pengerutan sebagian atau seluruh paru-paru akibat penumbatan saluran udara (bronkus maupun bronkiolus) atau akibat pernapasan yang sangat dangkal. 4. Bronkhitis Bronkhitis atau radang paru-paru adalah kondisi dimana lapisan bagian dalam dari saluran pernapasan di paru-paru yang kecil (bronkiolus) mengalami bengkak. Selain bengkak juga terjadi peningkatan produksi lendir. Akibatnya penderita merasa perlu batuk berulang-ulang dalam upaya mengeluarkan lendir yang berlebihan, atau merasa sulit bernapas
karena sebagian saluran udara menjadi sempit oleh adanya lendir.
5. Gagal napas Gagal napas terjadi bila pertukaran oksigen terhadap karbondioksida dalam paru-paru
tidak
dapat
memelihara
laju
konsumsi
oksigen
dan
pemebentukan karbondioksida dalam sel-sel tubuh. G. Pencegahan 1. Menghindari faktor pencetus a. Menghindarkan debu rumah: mengusahakan kamar tidur seperti: 1) Memperhatikan kasur/ bantalnya jangan sampai berdebu atau kapuknya keluar. 2) Sprei, tirai/ gorden, selimut sekurang-kurangnya dicuci minimal 2 minggu sekali 3) Lantai dibersihkan/ dipel setiap hari. b. Lebih baik tidak memelihara binatang apalagi yang berbulu seperti kucing dan anjing c. Untuk anak hindari jangan sampai anak makan coklat, kacang tanah atau makanan yang mengandung coklat atau minum es serta makanan yang mengandung zat pengawet atau pewarna makanan. d. Hindarkan anak kontak dengan orang dewasa yang sedang menderita influenza/ pilek misalnya berbicara atau bersin di dekat anak yang asma. Bila batuk atau bersin, harus menutup mulut dan hidungnya. e. Hindarkan berada di tempat yang sedang terjadi perubahan udara misalnya cuaca sedang mendung jangan main di luar rumah. Hal-hal yang harus diperhatikan: a. Menjaga kesehatan dengan memberi makanan yang cukup bergizi, tetap menghindari makanan yang mengandung alergen (penyebab
asma) bagi anaknya. b. Bila kondisi yang sakit
sudah parah atau keluarga tidak mampu
menangani, segera bawa anak ke Puskesmas/ RS terdekat. 1) Menggunakan obat-obatan atau tindakan untuk mengurangi reaksireaksi yang akan atau yang sudah timbul oleh faktor pencetus 2) Bila kondisi yang sakit sudah parah atau keluarga tidak mampu menangani, segera bawa anak ke Puskesmas/ RS terdekat. 2. Menggunakan obat-obatan atau tindakan untuk mengurangi reaksi-reaksi yang akan atau yang sudah timbul oleh faktor pencetus (Almazini, 2016). H. Penatalaksanaan Tujuan penatalaksanaan jangka panjang asma anak secara umum adalah mencapai kendali asma dan mengurangi risiko serangan, penyempitan saluran respiratori yang menetap dan efek samping pengobatan, sehingga menjamin tercapainya potensi tumbuh kembang anak secara optimal. Secara lebih rinci, tujuan yang ingin dicapai menurut UKK respirologi, (2016). adalah: 1.
Aktivitas
pasien
berjalan
normal,
termasuk
bermain
dan
berolahraga. 2.
Gejala tidak timbul pada siang maupun malam hari.
3.
Kebutuhan obat seminimal mungkin dan tidak ada serangan.
4.
Efek samping obat dapat dicegah untuk tidak atau sesedikit mungkin terjadi, terutama yang memengaruhi tumbuh kembang anak.
Penatalaksanaan jangka panjang pada asma anak dibagi menjadi tata laksana nonmedikamentosa dan tata laksana medikamentosa. Tata laksana nonmedikamentosa berupa pengendalian lingkungan dan penghindaran pencetus, sedangkan tata laksana medikamentosa yaitu obat asma dapat dibagi menjadi dua kelompok besar, yaitu obat Pereda (reliever) dan obat pengendali (controller). Obat pereda disebut juga sebagai obat pelega atau obat serangan. Obat ini digunakan untuk meredakan serangan atau gejala asma bila sedang
timbul. Bila serangan sudah teratasi dan gejala tidak ada lagi, maka pemakaian obat ini dihentikan (UKK respirologi, 2016).
I. Pemeriksaan penunjang Pemeriksaan ini untuk menunjukkan variabilitas gangguan aliran napas akibat obstruksi, hiperreaktivitas, dan inflamasi saluran respiratori, atau adanya atopi pada pasien. 1. Uji fungsi paru dengan spirometri sekaligus uji reversibilitas dan untuk menilai variabilitas. Pada fasilitas terbatas dapat dilakukan pemeriksaan dengan peak flow meter. 2. Uji cukit kulit (skin prick test), eosinofil total darah, pemeriksaan IgE spesifik. 3. Uji inflamasi saluran respiratori: FeNO (fractional exhaled nitric oxide), eosinofil sputum. 4. Uji provokasi bronkus dengan exercise, metakolin, atau larutan salin hipertonik (Almazini, 2016).
Pathway Asma
BAB II KONSEP DASAR KEPERAWATAN A. Pengkajian Dalam proses pemberian asuhan keperawatan hal yang paling penting dilakukan pertama oleh seorang perawat adalah melakukan pengkajian. Pengkajian dibedakan menjadi dua jenis yaitu pengkajian skrining dan pengkajian mendalam. Kedua pengkajian ini membutuhkan pengumpulan data dengan tujuan yang berbeda (NANDA, 2015). Pengkajian pada pasien asma menggunakan pengkajian mendalam mengenai kesiapan peningkatan manajemen kesehatan, dengan kategori perilaku dan subkategori penyuluhan dan pembelajaran. Pengkajian disesuaikan dengan tanda mayor kesiapan peningkatan manajemen kesehatan yaitu dari data subjektifnya pasien mengekspresikan keinginannya untuk mengelola masalah kesehatan dan pencegahannya dan data objektifnya pilihan hidup sehari-hari tepat untuk memenuhi tujuan program kesehatan Menurut (Muttaqin, 2008) pengkajian keperawatan asma dimulai dari anamnesis, riwayat penyakit, , pemeriksaan fisik, pemeriksaan diagnostik, dan pemeriksaan radiologi. 1.
Anamnesis Data yang dikumpulkan saat pengkajian meliputi nama, umur, dan jenis kelamin. Hal ini perlu dilakukan pada pasien asma karena sangat berkaitan. Status atopik sangat mungkin terjadi pada serangan asma di usia dini karena dapat memberikan implikasi, sedangkan faktor non-atopik menyerang pada usia dewasa. Lingkungan klien akan tergambarkan berdasarkan kondisi tempat tinggal menggambarkan kondisi lingkungan klien berada. Melalui tempat tinggal tersebut, maka dapat diketahui faktorfaktor yang memungkinkan menjadi pencetus serangan asma. Selain itu status perkawinan dan gangguan emosional yang dapat muncul di keluarga atau lingkungan juga merupakan faktor pencetus serangan asma. Hal lain yang perlu dikaji dari identitas klien ini adalah tanggal masuk rumah sakit (MRS), nomor rekam medis, asuransi kesehatan, dan diagnosis medis. Keluhan utama meliputi sesak napas, bernapas terasa berat pada dada, dan adanya keluhan sulit untuk bernapas.
2.
Riwayat Penyakit saat ini Klien dengan serangan asma datang mencari pertolongan terutama dengan keluhan sesak napas yang hebat dan mendadak, kemudian diikuti dengan gejala-gejala lain seperti wheezing, penggunaan otot bantu napas, kelelahan, gangguan kesadaran, sianosis, dan perubahan tekanan darah. Serangan asma mendadak secara klinis dapat dibagi menjadi tiga stadium. Stadium pertama ditandai dengan batuk-batuk berkala dan kering. Batuk ini terjadi karena iritasi mukosa yang kental dan mengumpul. Pada stadium ini terjadi edema dan pembengkakan bronkhus. Stadium kedua ditandai dengan batuk disertai mukus yang jernh dan berbusa. Klien merasa sesak napas, berusaha untuk bernapas dalam, ekspirasi memanjang diikuti bunyi mengi (wheezing). Pada stadium ini posisi yang nyaman dan disukai klien adalah duduk dengan tangan diletakkan pada pinggir tempat tidur, tampak pucat, tampak gelisah serta warna kulit mulai membiru. Stadium ketiga ditandai dengan suara napas hampir tidak terdengar ini dikarenakan aliran udara kecil, batuk (-), pernapasan tidak teratur dan dangkal, asfiksia yang mengakibatkan irama pernapasan meningkat.
3.
Riwayat penyakit keluarga Penyakit asma memiliki hipersensitivitas yang lebih ditentukan oleh faktor genetik dan lingkungan, sehingga perlu dikaji tentang riwayat penyakit asma dan alergi pada anggota keluarga.
4.
Pemeriksaan fisik Keadaan umum: hal yan perlu dikaji perawat mengenai tentang kesadaran klien, kecemasan, kegelisahan, kelemahan suara bicara, denyut nadi, frekuensi pernapasan yang meningkat, penggunaan otot-otot bantu pernapasan, sianosis, batuk dengan lendir lengket, dan posisi istirahat klien. a. B1 (Breathing) Inpeksi: pada klien asma terlihat adanya peningkatan usaha dan frekuensi pernapasan, serta penggunaan otot bantu napas. Inpeksi dada terutama melihat postur bentuk dan kesimetrisan, peningkatan diameter anteroposterior, retraksi otot-otot interkostalis, sifat dan irama pernapasan dan frekuensi. Palpasi: biasanya kesimetrisan, ekspansi, dan taktil fremitus normal
Perkusi: pada perkusi didapatkan suara normal sampai hipersonor sedangkan diafragma menjadi datar dan rendah. Auskultasi: terdapat suara vesikuler yang meningkat disertai dengan ekspirasi lebih dari 4 detik atau lebih dari tiga kali inspirasi, dengan bunyi napas tambahan utama wheeezing pada akhir ekspirasi. b. B2 (blood) Dampak asma pada status kardiovaskuler perlu dimonitor oleh perawat meliputi: keadaan hemodinamik seperti nadi, tekanan darah, dan CRT. c. B3 (Brain) Tingkat kesadaran saat infeksi perlu dikaji. Disamping itu diperlukan pemeriksaan GCS, untuk menentukan tingkat kesadaran klien apakah composmentis, somnolen, atau koma. d. B4 (Bladder) Berkaitan dengan intake cairan maka perhitungan dan pengukuran volume output urine perlu dilakukan, sehingga perawat memonitor apakah terdapat oliguria, karena hal tersebut merupakan tanda awal dari syok. e. B5 (Bowel) Nyeri, turgor, dan tanda-tanda infeksi sebaiknya juga dikaji, hal-hal tersebut dapat merangsang serangan asma. Pengkajian tentang status nutrisi klien meliputi jumlah, frekuensi, dan kesulitan-kesulitan dalam memnuhi kebutuhannya. Pada klien dengan sesak napas, sangat potensial terjadi kekurangan pemenuhan kebutuhan nutrisi, hal ini karena terjadi dipneu saat makan, laju metabolisme, serta kecemasan yang dialami klien.
B. Diagnosis Diagnosis keperawatan merupakan suatu penilaian klinis mengenai respon klien terhadap masalah kesehatan yang dialami baik secara aktual maupun potensial. Diagnosa keperawatan bertujuan untuk dapat menguraikan berbagai respon klien baik individu, keluarga dan komunitas terhadap situasi yang berkaitan dengan kesehatan (PPNI, 2016). Diagnosa keperawatan yang dapat muncul pada pasien asma menurut SDKI (2017) yaitu : 1. Bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan ketidakmampuan keluarga memberikan perawatan bagi anggotanya yang sakit. 2. Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan ketidakmampuan keluarga memberikan perawatan bagi anggotanya yang sakit 3. Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan ketidakmampuan keluarga memberikan perawatan bagi anggotanya yang sakit 4. Manajement kesehatan keluarga tidak efektif berhubungan dengan ketidakmampuan keluarga mengambil keputusan dalam merawat anggota yang sakit C. Intervensi dan Standar Luaran Keperawatan Intervensi keperawatan merupakan suatu perawatan yang dilakukan perawat berdasarkan penilaian klinis dan pengetahuan perawat untuk meningkatkan outcome pasien/klien (Bulechek, Butcher, Dochterman, & Wagner, 2016). Intervensi keperawatan adalah segala treatment yang dikerjakan oleh perawat yang didasarkan pada pengetahuan dan penelitian klinis untuk mencapai luaran (outcome) yang diharapkan (PPNI, 2018). Rencanaan keperawatan merupakan rencana tindakan yang akan diberikan kepada klien sesuai dengan kebutuhan berdasarkan diagnosa keperawatan yang muncul. Rencana keperawatan berdasarkan Standar Intervensi Keperawatan Indonesia (SIKI, 2018) dan Standar Luaran Keperawatan Indonesia (SLKI,2019) dapat dijabarkan dalam tabel sebagai berikut :
No 1
Diagnosis
Tujuan
Bersihan jalan nafas
Setelah dilakukan tindakan
Manajement jalan nafas
tidak
keperawatan
1. Observasi
efektif
Intervensi
diharapkan
berhubungan dengan
klien jalan nafas klien tetap
a. Monitor bunyi nafas tambahan
ketidakmampuan
paten dengan kriteria hasil :
b. Monitor sputum
keluarga memberikan
a. Batuk efektif meningkat
perawatan
bagi
b. Produksi
anggotanya
yang
menurun
sakit.
sputum
c. Mengi menurun d. Wheezing menurun e. Gelisah menurun f. Frekuensi nafas membaik g. Polanafas membaik
2. Terapeutik a. Posisikan semifowler atau fowler b. Berikan minum hangat c. Berikan oksigen jika perlu 3. Edukasi Ajarkan teknik batuk efektif 4. Kolaborasi Kolaborasi
pemberian
ekspektoran, mukolitik
bronkodilator,
2
Gangguan pertukaran Setelah gas
diberikan
berhubungan keperawatan
tindakan Pemantauan respirasi diharapkan
dengan
pernafasan pasien membaik,
ketidakmampuan
dengan kriteria hasi :
keluarga memberikan perawatan
bagi
anggotanya yang sakit
a. Tingkat
1. Observasi a.
Monitor
frekuensi,
irama,
kedalaman dan upaya nafas kesadaran
pasien meningkat
b.
Monitor pola nafas
c.
Monitor
b. Bunyi nafas tambahan menurun
batuk
efektif d.
c. Gelisah menurun d. Nafas cuping hidung
kemampan
Monitor
adanya
produksi
sputum e.
menurun
Monitor adanya sumbatan jalan nafas
f.
Palpasi kesimetrisan ekspansi paru
g.
Auskultasi bunyi nafas
h.
Monitor saturasi oksigen
2. Terapeutik a. Atur
interval
pemantauan
respirasi sesuai kondisi pasien b. Dokumentasikan hasil pantauan
3. Edukasi a. Jelaskan
tujuan
prosedur
pemantauan b. Informasikan hasil pemantauan Dukungan ventilasi 1. Observasi a. Identifikasi
adanya
kelelahan
otot bantu nafas b. Monitorr status respirasi dan oksigenasi 2. Terapeutik a. Pertahankan
kepatenan
jalan
nafas b. Berikan posisi semifowler atau fowler c. Berikan kebutuhan
oksigenasi
sesuai
3
Pola efektif
nafas
tidak Setelah
dilakukan
tindakan Manajement jalan nafas
berhubungan keperawatan pola nafas pasien
dengan
kembali
ketidakmampuan
kriteria hasil :
keluarga memberikan perawatan
bagi
anggotanya yang sakit
normal,
a. Ventilasi
dengan semenit
inspirasi meningkat c. Penggunaan otot bantu nafas menurun nafas
membaik membaik
c. Posisikan semifowler atau fowler d. Berikan oksigen jika perlu
b. Tekanan ekspirasi dan
e. Kedalaman
a. Monitor pola nafas b. Terapeutik
meningkat
d. Frekuensi
1. Observasi
nafas
D. Implementasi Pelaksanaan keperawatan adalah pemberian asuhan keperawatan yang dilakukan secara langsung kepada pasien. Kemampuan yang harus dimiliki perawat pada tahap implementasi adalah kemampuan komunikasi yang efektif, kemampuan untuk menciptakan hubungan saling percaya dan saling membantu, kemampuan tekhnik psikomotor, kemampuan melakukan observasi sistematis, kemampuan memberikan pendidikan kesehatan, kemampuan advokasi dan evaluasi. Tahap pelaksanaan keperawatan meliputi: fase persiapan (preparation), tindakan dan dokumentasi. E. Evaluasi Evaluasi adalah fase kelima dan fase terakhir proses keperawatan. Dalam konteks ini, evaluasi adalah aktivitas yang direncanakan, berkelanjutan, dan terarah ketika klien dan profesional kesehatan menentukan kemajuan klien menuju pencapaian tujuan/hasil, dan keefektifan rencana asuhan keperawatan. Tujuan evaluasi adalah untuk menilai pencapaian tujuan pada rencana keperawatan yang telah ditetapkan, mengidentifikasi variabel-variabel yang akan mempengaruhi pencapaian tujuan, dan mengambil keoutusan apakah rencana keperawatan diteruskan, modifikasi atau dihentikan .
DAFTAR PUSTAKA
Almazini, P. (2016). Bronchial Thermoplasty pilihan terapi Baru untuk asma Berat Vol. 39 : 63-64. Jakarta: FK Universitas Indonesia Asra, A., & Rudiansyah. (2017). Statistika Terapan Edisi Kedua. Jakarta: In Media Erin Imaniar. (2015). Asma Bronkial pada Anak Asma Bronkial pada Anak. Vol. 2 No. 2 Fakultas Kedokteran, Universitas Lampung Roro Rukmi Windi Perdani. (2019). Asma Bronkial pada Anak. Vol. 3 No. 1 Fakultas Kedokteran, Universitas Lampung Rance, K. (2016). Management of Acute Loss of Asthma Control : The Yellow Zone. Diakses dari http://www.npjournal.org UKK Respirologi PP IDAI. (2016). Pedoman Nasional Asma Anak Edisi Ke-2 Cetakan Ke-2 Papi, A., C.B., Seren, E.P., & Helen, KR. (2017). Asthma. Diakses dari http://dx.doi.org/10.1016/50140-6736(17)33311-1 Persatuan Perawat Nasional Indonesia (PPNI). 2017. Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia (SDKI) definisi dan indicator diagnostic. Jakarta Selatan : DPP PPNI Persatuan Perawat Nasional Indonesia (PPNI). 2019. Standar Luaran Keperawatan Indonesia (SLKI) definisi dan indicator diagnostic. Jakarta Selatan : DPP PPNI Persatuan Perawat Nasional Indonesia (PPNI). 2018. Standar Intervensi Keperawatan Indonesia (SiKI) definisi dan indicator diagnostic. Jakarta Selatan : DPP PPNI Potter, P.A & Perry A.G. (2012). Fundamental of Nursing. Jakarta : EGC