LP Cholangitis [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

A. ANATOMI FISIOLOGI



Kandung empedu adalah sebuah kantung berbentuk seperti buah pir, yang terletak pada permukaan inferior dari hati pada garis yang memisahkan lobus kanan dan kiri, yang disebut dengan fossa kandung empedu. Ukuran kandung empedu pada orang dewasa adalah 7cm hingga 10 cm dengan kapasitas lebih kurang 30mL. Kandung empedu menempel pada hati oleh jaringan ikat longgar, yang mengandung vena dan saluran limfatik yang menghubungkan kandung empedu dengan hati. Kandung empedu dibagi menjadi empat area anatomi: fundus, korpus, infundibulum, dan kolum. Fungsi kandung empedu yaitu sebagai berikut: 1. Menyimpan dan mengkonsentrasikan cairan empedu yang berasal dari hati di antara dua periode makan. 2. Berkontraksi dan mengalirkan garam empedu yang merupakan turunan kolesterol, dengan stimulasi oleh kolesistokinin,ke duodenum sehingga membantu proses pencernaan lemak. B. Definisi Kolangitis adalah infeksi bakteri dari saluran empedu yang terseumbat baik secara parsiil atau total, sumbatan biasanya disebabkan dari dalam lumen saluran empedu misalnya batu koledokus atau dari luar lumen misalnya karsinoma caput pankreas yang menekan duktus koledokus, atau dari dinding saluran empedu misalnya kolangiokarsinoma atau struktur saluran empedu (Nurman, 2011)



C. Klasifikasi Klasifikasi kolangitis menurut Tokyo Guidelines (Wada et al, 2007): Kriteria



Mild (Grade I)



Disfungsi Organ Respon



Moderate (Grade



Severe (Grade



II)



III)



Tidak



Tidak



Ya



Ya



Tidak



Tidak



terhadap



terapi



Mild (Grade I) didefinisikan sebagai kolangitis yang dapat berespon terhadap terapi Moderate (Grade II) didefinisikan sebagai kolangitis yang tidak dapat berespon dengan pengobatan dan tidak menimbulkan disfungsi organ Severe (Grade III) didefinisikan kolangitis yang tidak dapat berespon dengan pengobatan dan menimbulkan disfungsi organ seperti: Kardiovaskuler: hipotensi Saraf: penurunan kesadaran Pernapasan: PaO2 < 300 Renal: Serum kreatinin > 2.0 mg/dl Liver: PT-INR > 1.5 Hematology: Platelet count < 1000.000/ul D. Etiologi Penyebab tersering obstruksi biliaris adalah koledokolitiasis, obstruksi struktur saluran empedu, dan obstruksi anastomose biliaris. Bakteri memiliki akses ke saluran bilier melalui duodenum atau melalui darah dari vena porta. Infeksi akan naik menuju duktus hepatikus menimbulkan infeksi. Peningkatan tekanan bilier akan mendorong infeksi menuju kanalikuli bilier vena hepatica dan saluran limfatik perihepatik yang akan menimbulkan bakteremia (Brunicardi et al, 2017). Penyebab kedua kolangitisadalahobstruksi maligna dari saluran empedu oleh karsinoma pankreas, metastasis dari tumor peri pankreas, metastasis porta hepatis. Selainitupemakaianjangkapanjang



stent



biliarisseringkalidisertaiobstruksi



stent



olehcairanbiliaris yang kentaldan debris biliaris yang menyebabkankolangitis (Cameron, 2011).



E. Patofisiologi Adanya hambatan dari aliran cairan empedu akan menimbulkan stasis cairan empedu dan apabila berlangsung lama maka akan terjadi kolonisasi bakteri dan pertumbuhan kuman yang berlebihan. Bakteri ini berasal dari flora duodenum yang masuk melalui sfingter Oddi, dapat juga dari penyebaran limfogen dari kandung empedu yang meradang akut (Nurman, 2011) .Mikroorganisme yang menyebabkan infeksi pada kolangitis akut yang sering dijumpai adalah bakteri gram (-) enterik E. Coli, Klebsiella, Streptococcus faecalis dan bakteri anaerob. Bakteri seperti Proteus,Pseudomonas dan Enterobacter enterococci juga tidak jarang ditemukan (Malet, 1996).Kolangitis terjadi akibat kombinasi dari adanya hambatan dari aliran cairan empedu yang berlangsung lama dan terjadi kolonisasi dan proliferasi bakteri. Adanya tekanan yang tinggi dari saluran empedu yang tersumbat, bakteri akan kembali (refluks) ke dalam saluran limfe dan aliran darah dan dapat mengakibatkan sepsis (Nurman, 2011). Selain itu, beberapa dari efek serius kolangitis dapatdisebabkan oleh endotoksemia yangdihasilkan oleh produk pemecahan bakterigram negatif. Endotoksin diserap di ususlebih mudah bila terdapat obstruksi bilier, karena ketiadaan garam



empedu



penyerapannya.



yangbiasanya



mengeluarkan



Selanjutnyakegagalan



garam



endotoksin empedu



sehinggamencegah



mencapaiintestin



dapat



menyebabkan perubahan flora usus. Selain itu fungsi sel-sel Kupferyang jelek dapat menghambat kemampuanhati untuk mengekstraksi endotoksin daridarah portal.Bilamana kolangitis tidak diobati, dapattimbul bakteremia sistemik yang dapat menimbulkan abses hati (Malet, 2011). F. Manifestasi Klinis Adanya manifestasi klinis pada 54% kasus berupa Trias Charcot yaitu demam, ikterus dan nyeri abdomen kuadran kanan atas. Nyeri ini bersifat kolik, menjalar ke belakang atau ke skapula kanan, kadang-kadang nyeri bersifat konstan (Nurman, 2011). Selain itu, juga terdapat tanda dan gejala lain seperti mual dan muntah yang dapat mengakibatkan penurunan nafsu makan sehingga asupan nutrisi berkurang yang dapat mengakibatkan kelelahan serta menurunnya berat badan pada penderita kolangitis. Pasien dengan kolangitis supuratif selain menunjukkan manifestasi klinis berupa trias charcot tapi juga menunjukkan adanya penurunan kesadaran dan hipotensi (Cameron, 2011).



G. Pemeriksaan Diagnostik 1. Pemeriksaan Laboratorium Sebagian besar penderita mengalami hiperbilirubinemia sedang. Peningkatan bilirubin yang tertinggi terjadi pada obstruksi maligna. Tes fungsi hati termasuk alkali fosfatase (GGT) dan transaminase serum (SGOT/SGPT) juga sedikit meningkat yang menggambarkan proses kolestatik (Cameron, 1997). Pada beberapa pasien bahkan dapat meningkat secara menyolok menyerupai hepatitis virus akut. 2. Foto Polos Abdomen Pada pemeriksaan ini diharapkan dapat melihat batu opak dikandung empedu atau di duktus koledokus. Kadang-kadang pemeriksaan ini dipakai untuk skrening, melihat keadaan secara keseluruhan dalam rongga abdomen (Soetikno, 2007). 3. Ultrasonografi (USG) Pada pemeriksaan USG sangat mudah melihat pelebaran duktus biliaris intra/ekstra hepatal sehingga dengan mudah dapat mendiagnosis apakah ada ikterus onstruksi atau ikterus non obstruksi. Apabila terjadi sumbatan daerah duktus biliaris yang paling sering adalah bagian distal maka akan terlihat duktus biliaris komunis melebar dengan cepat yang kemudian diikuti pelebaran bagian proximal.Untuk membedakan obstruksi letak tinggi atau letak rendah dengan mudah dapatdibedakan karena pada obstruksi letak tinggi atau intrahepatal tidak tampak pelebarandari duktus biliaris komunis. Apabila terlihat pelebaran duktus biliaris intra dan ekstrahepatal maka ini dapat dikategorikan obstruksi letak rendah (distal) (Soetikno, 2007). 4. Magnetic Resonance Cholangiopancreatography (MRCP) adalah pemeriksaan duktus billiaris dan duktus pankreatikus dengan memakai pesawat MRI, dengan memakai heavily T2W acquisition untuk memaksimalkan signal dari cairan yang menetap pada duktus biliaris dan duktus pankreatikus (Soetikno, 2007). H. Penatalaksanaan Penatalaksanaan berdasarkan derajat kolangitis (Erina et al, 2011): a. Kolangitis grade I Pemberian terapi medikamentosa direspon dengan baik oleh pasien. Setelah itu, dapat dipertimbangkan untuk melakukan drainase bilier dengan menggunakan endoskopi, perkuatneus, ataupun drainase terbuka. b. Kolangitis grade II Pada pasien ini tidak berespon baik dengan medikamentosa. Selain itu, muncul tandatanda gagal organ. Pada pasien ini, dilakukan drainase bilier awal dengan



menggunakan endoskopi atau perkutaneus drainase. Terapi definitif dengan menghilangkan sumber sumbatan dilakukan setelah kondisi klien stabil. c. Kolangitis grade III Pada pasien ini memerlukan terapi suportif seperti ventilator, obat-obatan inotropik,, terapi medikamentosa. Drainase bilier dilakukan secepatnya segera setelah kondisi pasien stabil. Penalaksnaan Konservatif Penatalaksanaan awal kolangitis adalah terapi konservatif dimana keseimbangan cairan dan elektrolit harus harus dikoreksi dan penggunaan antibiotik. Antibiotik yang dipakai pada kasus ringan sampai berat adalah cephalosporin (misalnya cefazolin, cefixitin). Pada kasus berat digunakan aminoglikosida ditambah dengan clindamycin atau metronidazole. Saluran empedu yang mengalami obstruksi harus didrainase sesegera munkin pada pasien dengan kondisi stabil. Dekompresi Biliaris Sebagian besar pasien (sekitar 70%) dengan kolangitis akut akan berespon terhadap terapi antibiotik saja. Pada kasus tersebut demam menghilang dan tes fungsi hati kembali ke normal dalam 24 sampai 48 jam. Jika pasien tidak menunjukkan perbaikan dalam 12 sampai 24 jam pertama, dekompresi biliaris darurat harus dipertimbangkan. Pada sebagian besar kasus, dekompresi biliaris dilakukan segera secara non operatif baik dengan jalur endoskopik maupun perkutan. Yaitu: (Sabiston, 1968 dan Cameron, 1997). a. Penanggulangan sfingterotomi endoskopik Apabila setelah tindakan di atas keadaan umum tidak membaik atau malah semakin buruk, dapat dilakukan sfingterotomi endoskopik, untuk pengaliran empedu dan nanah serta membersihkan duktus koledokus dari batu. Kadang dipasang pipa nasobilier. Apabila batu duktus koledokus besar, yaitu berdiameter lebih dari 2 cm, sfingterotomi endoskopik mungkin tidak dapat mengeluarkan batu ini. Pada penderita ini mungkin dianjurkan litotripsi terlebih dahulu (De Jong, 1997 dan Burkitt, 1996). b. Lisis batu Disolusi batu dengan sediaan garam empedu kolelitolitik mungkin berhasil pada batu kolesterol. Terapi berhasil pada separuh penderita dengan pengobatan selama satu sampai dua tahun. Lisis kontak melalui kateter perkutan kedalam kandung empedu dengan metil eter berhasil setelah beberapa jam. Terapi ini merupakan terapi invasif walaupun kerap disertai dengan penyulit (De Jong, 1997).



ESWL (Extracorporeal Shock Wave Lithotripsy) adalahpenghancuran batu saluran empedu dengan menggunakan berbagai jenis lithotripter yang dilengkapi dengan pencitraan flouroskopi sebelum prosedur, diperlukan sfingterotomi endoskopik dan pemasangan kateter nasobiliaris untuk memasukkan material kontras. Terapi dilanjutkan sampai terjadi penghancuran yang adekuat atau telah diberikan pelepasan jumlah gelombang kejut yang maksimum (Cameron, 2011) c. PTBD ( Percutaneous Transhepatik Biliar Drainage) Pengaliran bilier transhepatik biasanya bersifat darurat dan sementara sebagai salah satu alternatif untuk mengatasi sepsis pada kolangitis berat, atau mengurangi ikterus berat pada obstruksi saluran empedu distal karena keganasan. Pada pasien dengan pipa T pada saluran empedu dapat juga dimasukkan koledokoskop dari luar untuk membantu mengambil batu intrahepatik (De Jong, 1997; Brunicardi, 2011). Penatalaksanaan Definitif a. Kolesistektomi Terbuka Merupakan operasi yang membutuhkan anestesi umum kemudian dilakukan irisan pada bagian anterior dinding abdomen dengan panjang 12-20cm Teknik operasi kolesistektomi terbuka Dilakukan dengan insisi subtotal kanan (Kocher) sebagai salah satu insisi yang serbs guna dalam diseksi lambung empedu dan saluran empedu. b. Kolangiografi operatif Dilakukan secara rutin untuk mendapatkan peta anatomik di daerah yang sering mengalami anomalidan untuk menyingkirkan batu empedu yang tidak dicurigai. Kolangiografi dilakukan mengan menggunakan kanlua kangiografi seperti Berci Lehman dn Colangiocath. Insisi dibuat di saluran sistikus Insisi harus cukup besar untuk memasukkan kanula Kanula dipertahankan ditempatnya dengan hemoclip. Kemudian material kontras dimasukkan yaitu hypaque 25%. Sistem operasi kolangiografi adalah fluorokolangiopatidengan penguatan citra serta monitor televisi. Ini memungkinkan pengisian saluran empedu secara lambat dan pemaparan multiple saluran sistem saat diisi. c. Laparoskopi Kolesistektomi Merupakan cara invasif untuk mengangkat batu empedu dengan menggunakan teknik laparoskopi. Kontraindikasinya adalah sepsis abdomen, gangguan pendarahan kehamilan. d. Eksplorasi koledokus: eksplorasi laparoskopi duktus empedu



Umumnya sebelum tindakan operatif batu duktus empedu dideteksi dengan kolangiografi intraoperatif mengalirkan saline melalui kateter kolangiografi setelah sfingter oddi direlaksasikan dengan glukagoN. Jika irigasi tidak berhasil, dapat dilakuakan pemasangan kateter balon melalui duktus sisikus dan turun ke duktus empedu. I. KOMPLIKASI Beberapa komplikasi dari penyakit kolangitis



terutama yang derajat tinggi



(kolangitis supuratif) adalah sebagai berikut: 1. Abses hati piogenik Abses hati piogenik merupakan 75% dari semua abses hati. Abses ini pada anak dan dewasa muda terjadi akibat komplikasi apendisitis, dan pada orang tua sebagai komplikasi penyakit saluran empedu seperti kolangitis. Infeksi pada saluran empedu intrahepatik menyebabkan kolangitis yang menimbulkan kolangiolitis dengan akibat abses multiple (De Jong, 2011). 2. Bakteremia, sepsis bakteri gram negatif Bakteremia adalah terdapatnya bakteri di dalam aliran darah (25-40%). Komplikasi bakteremia pada kolangitis dapat terjadi oleh karena etiologi utama penyebab terjadinya kolangitis adalah infeksi bakteri. Demam merupakan keluhan utama sekitar 10-15% 3. Peritonitis sistem bilier Kebocoran empedu dalam ruang peritoneal menyebabkan iritasi dan peritonitis. Jika empedu terkena infeksi, maka akan menyebabkan peritonitis dan sepsis yang mempunyai resiko tinggi yang sangat fatal. 4. Kerusakan duktus empedu Duktus empedu dapat dengan mudah rusak pada tindakan kolesistektomi atau pada eksplorasi duktus empedu yang tidak sesuai dengan anatominya. Kesalahan yang sangat fatal adalah tidak mengetahui cara melakukan transeksi atau ligasi pada duktus. 5. Perdarahan Arteri hepatik dan arteri sistikus serta vaskularisasi hepar lainnya dapat mengalami trauma dan perdarahan pada saat melakukan operasi. Perdarahan yang terjadi kadang susah untuk dikontrol.



6. Kolangitis asendens dan infeksi lain Kolangitis asendens adalah komplikasi yang terjadinya lambat pada pembedahan sistem bilier yang merupakan anastomosis yang dibentuk antara duktus empedu dan usus besar bagian asendens. Refluks pada bagian intestinal dapat berlanjut menjadi infeksi aktif sehingga terjadi stagnan empedu pada sistem duktus yang menyebabkan drainase tidak adekuat. Komplikasi lain yang harus diperhatikan pada pembedahan sistem bilier adalah abses subp\frenikus. Hal ini harus dijaga pada pasien yang mengalami demam beberapa hari setelah operasi. Komplikasi yang berhubungan dengan pemakaian kateter pada pasien yang diterapi dengan perkutaneus atau drainase endoskopik adalah perdarahan (intra-abdomen atau perkutaneus) dan sepsis.



KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN SECARA UMUM A. Pengkajian a. Identitas Cholangitis cukup jarang terjadi, biasanya terjadi bersamaan dengan penyakit lain yang menimbulkan obstruksi billier dan bactibilia misal setelah prosedur ERCP, 13% pasien mengalami cholangitis. b. Keluhan utama pada penderita kolangitis, klien mengeluh demam, ikterus dan nyeri abdomen kuadran kanan atas. Nyeri ini bersifat kolik, menjalar ke belakang atau ke skapula kanan, kadang-kadang nyeri bersifat konstan. c. Riwayat penyakit  Riwayat penyakit dahulu Riwayat medis pasien mungkin dapat membantu, contohnya riwayat dari keadaan berikut dapat meningkatkan resiko cholangitis  Batu kandung empedu atau batu saluran empedu  Pasca cholecystectomy  Manipula endoskopik atau ERCP cholangiogram  Riwayat cholangitis sebelumnya  Riwayat HIV/AIDS: choalngitis yang berhubungan dengan aids memliki ciri edema bilier ekstrahepatik ulserasi dan obstruksi bilier  Riwayat penyakit sekarang Banyak pasien yang datang dengan ascending cholangitis tidak memiliki gejala klasik tersebut. Sebagian besar pasien mengeluh nyeri abdomen kuadran lateral atas. Gejala lain yang dapat terjadi meliputi: jaundice, demam, menggigil dan kekakuan.  Riwayat penyakit keluarga Perlu dikaji apabila klien mempunyai penyakit keturunan seperti diabetes mellitus, hipertensi, anemia.



B. Pola kebiasaan sehari hari 1.     Aktivitas/istirahat 



Gejala : /kelelahan terus menerus sepanjang hari, nyeri saat beraktivitas







Tanda :Gelisah, perubahan status mental mis : letargi, berubah pada aktivitas.



tanda vital



2.     Integritas ego 



Gejala : Ansietas, kuatir dan takut. Stres yang berhubungan dengan penyakit/keperihatinan finansial (pekerjaan/biaya perawatan medis)







Tanda : Berbagai manifestasi perilaku, mis : ansietas, marah, ketakutan dan mudah tersinggung.



3.     Eliminasi 



Gejala : tidak ada Penurunan berkemih, urine berwarna normal , tidak ada diare/konstipasi.



4.     Makanan/cairan 



Gejala: nafsu makan menurun, mual/muntah, penambahan berat badan signifikan, pembengkakan pada ekstremitas bawah, pakaian/sepatu terasa sesak, diet tinggi garam/makanan yang telah diproses dan penggunaan diuretik.







Tanda:Penambahan berat badan cepat dan distensi abdomen (asites) serta edema (umum, dependen, tekanan dan pitting).



5.     Higiene 



Gejala: Keletihan/kelemahan, kelelahan selama aktivitas Perawatan diri.







Tanda : Penampilan menandakan kelalaian perawatan personal.



6.     Neurosensori  Gejala : tidak ada gejala  Tanda : Letargi, kusut pikir, diorientasi, perubahan perilaku dan mudah tersinggung. 7.     Nyeri/Kenyamanan  Gejala : Nyeri pada pada area tertentu  Tanda : Tidak tenang, gelisah, fokus menyempit dan perilaku melindungi diri. C. Pemeriksaan fisik a. Rambut kepala : kulit kepala bersih, tidak ada ketombe b. Mata: ,konjungtiva anemis dan sklera ikterik c.Wajah : pucat bibir kering, d.Hidung : simetris kiri dan kanan, tidak ada polip



e.Telingga :simetri kiri dan kanan dan fungsi pendengaran baik f. Leher : tidak terdapat pembesaran KGB dan tonsil g. Dada/thoraks I : bentuk dada simetris kiri dan kanan, terdapat jahitan untuk wsd P : vocal premitus teraba, nyeri tekan P : terdapat bunyi hiper sonor A :vesikuler biasanya tidak terdapat ronchi dan wizing (-) h Jantung I :  ictus cordis tidak terlihat P : ictus teraba P : terdapat bunyi pekak A : s1-s2 tunggal tidak ada suara tambahan i. Abdomen I : biasanya simetris kiri dan kanan P : biasanya nyeri tekan pada bagian kuadran kanan atas P : biasanya abnormal (tympani) A : biasanya peningkatan bising usus (+) J. Genita urinaria Tidak terkaji K. Ekstremitas terjadi kelemahan, keletihan pada saat beraktifitas. Sianosis (-) CRT : Saat ditekan tdk kembali kesemula dalam >2-3 detik D. Diagnosa Keperawatan 1. Risiko infeksi berhubungan dengan penyakit 2. Nyeri berhubungan dengan distensi kandung empedu 3. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan kurang asupan makanan 4. Hipertermi berhubungan dengan penyakit



DAFTAR PUSTAKA Brunicardi F, Andersen D, Billiar T, dkk. Cholangitis in Schwartz Principles of Surgery, Eight edition, New York ; McGraw-Hill, 2007, p : 1203-1213 Cameron L, John, Terapi bedah Mutakhir, Edisi 4, Binarupa Aksaram Jakarta, 2011, hal : 476-479 De Jong, Wim. 2011.Buku Ajar Ilmu Bedah. Jakarta: EGC. Dorland, Newman. 2011. Kamus Kedokteran Dorland. Jakarta: EGC. Erina, Outry Siregar Nurhayat Usman, Kiki Lukman. 2011. Pola Kuman di Duktus Biliaris dan Test Resistensi/Sensitifitas terhadap Antimikroba pada Pasien Ikterus Obstruktif di Duvisi Bedah Digestif , Departemen Ilmu Bedah RSHS. Bandung: Universitas Padjajaran Nurman, A. 2011. Kolangitis Akut Dipandang dari Sudut Penyakit Dalam. J. Kedokteran Trisakti 18 (3): 1-7 Soetikno, Rista D. 2017. Imaging Pada Ikterus Obstruksi. Bandung: Bagian/UPF Radiologi FKUNPAD/RSUP dr. Hasan Sadikin. Wada K, Takada T, Kawarada Y, Nimura Y. Miura F, Yoshida M, Mayumi T, Strasberg S, Pitt HA, Gadacz TR, Buchler MW, BelghitiJ, de Santibanes E, Gouma DJ, Neuhaus H, Dervenis C, Fan ST, Chen MF, Ker CG, Bornman PC, Hilvano SC, Kim SW, Liau KH, Kim MH. Diagnostic criteria and severity assessment of acute cholangitis. Tokyo Guidelines. J Hepatobiliary Pancreat Surg. 2017; 14 (1) 52-8