LP Close Fraktur Femur Destra [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

LAPORAN PENDAHULUAN ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN NY. S DENGAN DIAGNOSA MEDIS CLOSE FRAKTUR FEMUR DEXTRA DIRUANG CEMPAKA 3 RSUD Dr. LOEKMONO HADI KUDUS



DISUSUN OLEH : AHMAD MUTIUDDIN



PROGRAM STUDI PENDIDIKAN PROFESI NERS FAKULTAS KEPERAWATAN UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH KUDUS TAHUN AKADEMIK 2022/2023



1



LAPORAN PENDAHULUAN CLOSE FRAKTUR FEMUR DEXTRA



A.PENGERTIAN Fraktur adalah terputusnya kontinuitas jaringan tulang, yang biasanya disertai dengan luka sekitar jaringan lunak, kerusakan otot, ruptur tendon, kerusakan pembuluh darah, dan luka organ-organ tubuh dan ditentukan sesuai jenis dan luasnya, terjadinya fraktur jika tulang dikenai stress yang lebih besar dari yang besar dari yang dapat diabsorbsinya. (Smeltzer, 2001) Fraktur femur adalah diskontinuitas atau hilangnya struktur dari tulang femur (Mansjoer, 2000). Sedangkan menurut Sjamsuhidajat & Jong (2005) fraktur femur adalah fraktur pada tulang femur yang disebabkan oleh benturan atau trauma langsung maupun tidak langsung. Fraktur femur juga didefinisikan sebagai hilangnya kontinuitas tulang paha, kondisi fraktur femur secara klinis bisa berupa fraktur femur terbuka yang disertai adanya kerusakan jaringan lunak (otot, kulit, jaringan saraf dan pembuluh darah) dan fraktur femur tertutup yang dapat disebabkan oleh trauma langsung pada paha. Dari beberapa penjelasan tentang fraktur femur di atas, dapat disimpulkan bahwa fraktur femur merupakan suatu keadaan dimana terjadinya kehilangan kontinuitas tulang femur yang dapat disebabkan oleh trauma langsung maupun trauma tidak langsung disertai dengan adanya kerusakan jaringan lunak.



B.ETIOLOGI



1) Fraktur akibat peristiwa trauma Sebagian fraktur disebabkanoleh kekuatan yang tiba-tiba berlebihan yang dapat berupa pemukulan, penghancuran, perubahan tempat. Bila tekanan kekuatan langsungan, tulang dapat pada tempat yang terkena dan jaringan lunak juga pasti akan ikut rusak serta kerusakan pada kulit. 2) Akibat kelelahan atau tekanan Retak dapat terjadi pada tulang seperti halnya pada logam dan benda lain akibat tekanan berulang. Hal ini sering terjadi pada atlet, penari atau calon tentara yang berbaris atau berjalan dalam jarak jauh. 3) Fraktur patologik karena kelemahan pada tulang Fraktur dapat terjadi oleh tekanan yang normal bila tulang tersebut lunak (misalnya oleh tumor) atau tulang-tulang sangat rapuh. 2



C.PATOFISIOLOGI Fraktur dibagi menjadi fraktur terbuka dan fraktur tertutup. Tertutup bila tidak terdapat hubungan antara fragmen tulang dengan dunia luar. Sedangkan fraktur terbuka bila terdapat hubungan antara fragmen tulang dengan dunia luar oleh karena perlukaan di kulit. Sewaktu tulang patah perdarahan biasanya terjadi di sekitar tempat patah ke dalam jaringan lunak sekitar tulang tersebut, jaringan lunak juga biasanya mengalami kerusakan. Reaksi perdarahan biasanya timbul hebat setelah fraktur. Sel- sel darah putih dan sel anast berakumulasi menyebabkan peningkatan aliran darah ketempat tersebut aktivitas osteoblast terangsang dan terbentuk tulang baru umatur yang disebut callus. Bekuan fibrin direabsorbsidan sel- sel tulang baru mengalami remodeling untuk membentuk tulang sejati. Insufisiensi pembuluh darah atau penekanan serabut syaraf yang berkaitan dengan pembengkakan yang tidak di tangani dapat menurunkan asupan darah ke ekstrimitas dan mengakibatkan kerusakan syaraf perifer. Bila tidak terkontrol pembengkakan akan mengakibatkan peningkatan tekanan jaringan, oklusi darah total dan berakibat anoreksia mengakibatkan rusaknya serabut syaraf maupun jaringan otot. Komplikasi ini di namakan sindrom compartment. (Brunner & Suddarth, 2002)



3



D.PATHWAY



4



E. PEMERIKSAAN PENUNJANG



1) Pemeriksaan rontgen : menetukan lokasi/luasnya fraktur/trauma 2) Scan tulang, scan CT/MRI: memperlihatkan fraktur, juga dapat digunakan untuk mengidentifikasi kerusakan jaringan lunak. 3) Arteriogram : dilakukan bila kerusakan vaskuler dicurigai. 4) Hitung darah lengkap: HT mungkin meningkat (hemokonsentrasi) atau menurun (perdarahan bermakna pada sisi fraktur) perdarahan bermakna pada sisi fraktur atau organ jauh pada trauma multipel. 5) Kreatinin : trauma otot meningkatkan beban kreatinin untuk klien ginjal. 6) Profil koagulasi : perubahan dapat terjadi pada kehilangan darah, transfusi multipel, atau cidera hati. Golongan darah, dilakukan sebagai persiapan transfusi darah jika ada kehilangan darah yang bermakna akibat cedera atau tindakan pembedahan



F. PENATALAKSANAAN MEDIS



Tindakan penanganan fraktur dibedakan berdasarkan bentuk dan lokasi serta usia. Berikut adalah tindakan pertolongan awal pada penderita fraktur : 1) Kenali ciri awal patah tulang memperhatikan riwayat trauma yang terjadi karena benturan, terjatuh atau tertimpa benda keras yang menjadi alasan kuat pasien mengalami fraktur. 2) Jika ditemukan luka yang terbuka, bersihkan dengan antiseptik dan bersihkan perdarahan dengan cara dibebat atau diperban. 3) Lakukan reposisi (pengembalian tulang ke posisi semula) tetapi hal ini tidak boleh dilakukan secara paksa dan sebaiknya dilakukan oleh para ahli dengan cara operasi oleh ahli bedah untuk mengembalikan tulang pada posisi semula. 4) Pertahankan daerah patah tulang dengan menggunakan bidai atau papan dari kedua posisi tulang yang patah untuk menyangga agar posisi tetap stabil. 5) Berikan analgetik untuk mengaurangi rasa nyeri pada sekitar perlukaan. 5



6) Beri perawatan pada perlukaan fraktur baik pre operasi maupun post operasi. Prinsip penanganan fraktur adalah mengembalikan posisi patahan tulang ke posisi semula (reposisi) dan mempertahankan posisi itu selama masa penyembuhan patah tulang (imobilisasi). (Sjamsuhidajat & Jong, 2005) Penatalaksanaan yang dilakukan adalah : 1. Fraktur Terbuka Merupakan kasus emergensi karena dapat terjadi kontaminasi oleh bakteri dan disertai perdarahan yang hebat dalam waktu 6-8 jam (golden period). Kuman belum terlalu jauh meresap dilakukan : pembersihan luka, exici, hecting situasi, antibiotik. Ada bebearapa prinsipnya yaitu : 1. Harus ditegakkan dan ditangani dahulu akibat trauma yang membahayakan jiwa airway, breathing, circulation. 2. Semua patah tulang terbuka adalah kasus gawat darurat yang memerlukan penanganan segera yang meliputi pembidaian, menghentikan perdarahan dengan perban tekan, menghentikan perdarahan besar dengan klem. 3. Pemberian antibiotika. 4. Debridement dan irigasi sempurna. 5. Stabilisasi. 6. Penutup luka. 7. Rehabilitasi. 8. Life saving Semua penderita patah tulang terbuka harus di ingat sebagai penderita dengan kemungkinan besar mengalami cidera ditempat lain yang serius. Hal ini perlu ditekankan mengingat bahwa untuk terjadinya patah tulang diperlukan suatu gaya yang cukup kuat yang sering kali tidak hanya berakibat total, tetapi berakibat multi organ. Untuk life saving prinsip dasar yaitu : airway, breath and circulation. 9. Semua patah tulang terbuka dalam kasus gawat darurat. 6



Dengan terbukanya barier jaringan lunak maka patah tulang tersebut terancam untuk terjadinya infeksi seperti kita ketahui bahwa periode 6 jam sejak patah tulang tebuka luka yang terjadi masih dalam stadium kontaminsi (golden periode) dan setelah waktu tersebut luka berubah menjadi luka infeksi. Oleh karena itu penanganan patuah tulang terbuka harus dilakukan sebelum golden periode terlampaui agar sasaran akhir penanganan patah tulang terbuka, tercapai walaupun ditinjau dari segi prioritas penanganannya. Tulang secara primer menempati urutan prioritas ke 6. Sasaran akhir di maksud adalah mencegah sepsis, penyembuhan tulang, pulihnya fungsi. 10. Pemberian antibiotika Mikroba yang ada dalam luka patah tulang terbuka sangat bervariasi tergantung dimana patah tulang ini terjadi. Pemberian antibiotika yang tepat sukar untuk ditentukan hany saja sebagai pemikiran dasar. Sebaliklnya antibiotika dengan spektrum luas untuk kuman gram positif maupun negatif. 11. Debridemen dan irigasi Debridemen untuk membuang semua jaringan mati pada darah patah terbuka baik berupa benda asing maupun jaringan lokal yang mati. Irigasi untuk mengurangi kepadatan kuman dengan cara mencuci luka dengan larutan fisiologis dalam jumlah banyak baik dengan tekanan maupun tanpa tekanan. 12. Stabilisasi. Untuk penyembuhan luka dan tulang sangat diperlukan stabilisasi fragmen tulang, cara stabilisasi tulang tergantung pada derajat patah tulang terbukanya dan fasilitas yang ada. Pada derajat 1 dan 2 dapat dipertimbangkan pemasangan fiksasi dalam secara primer. Untuk derajat 3 dianjurkan pemasangan fiksasi luar. Stabilisasi ini harus sempurna agar dapat segera dilakukan langkah awal dari rahabilitasi penderita. 2. Seluruh Fraktur 1. Rekognisis/Pengenalan Riwayat kejadian harus jelas untuk mentukan diagnosa dan tindakan selanjutnya. 2. Reduksi/Manipulasi/Reposisi



7



3. Upaya untuk memanipulasi fragmen tulang sehingga kembali seperti semula secara optimun. Dapat juga diartikan Reduksi fraktur (setting tulang) adalah mengembalikan fragmen tulang pada kesejajarannya dan rotasfanatomis. 4. OREF Penanganan intraoperatif pada fraktur terbuka derajat III yaitu dengan cara reduksi terbuka diikuti fiksasi eksternal (open reduction and external fixation=OREF) sehingga diperoleh stabilisasi fraktur yang baik. Keuntungan fiksasi eksternal adalah memungkinkan stabilisasi fraktur sekaligus menilai jaringan lunak sekitar dalam masa penyembuhan fraktur. Penanganan pascaoperatif yaitu perawatan luka dan pemberian antibiotik untuk mengurangi risiko infeksi, pemeriksaan radiologik serial, darah lengkap, serta rehabilitasi berupa latihan-latihan secara teratur dan bertahap sehingga ketiga tujuan utama penanganan fraktur bisa tercapai, yakni union (penyambungan tulang secara sempurna), sembuh secara anatomis (penampakan fisik organ anggota gerak; baik, proporsional), dan sembuh secara fungsional (tidak ada kekakuan dan hambatan lain dalam melakukan gerakan). 5. ORIF ORIF adalah suatu bentuk pembedahan dengan pemasangan internal fiksasi pada tulang yang mengalami fraktur. Fungsi ORIF untuk mempertahankan posisi fragmen tulang agar tetap menyatu dan tidak mengalami pergeseran. Internal fiksasi ini berupa Intra Medullary Nail biasanya digunakan untuk fraktur tulang panjang dengan tipe fraktur tranvers. 6. Retensi/Immobilisasi Upaya yang dilakukan untuk menahan fragmen tulang sehingga kembali seperti semula secara optimun. Imobilisasi fraktur. Setelah fraktur direduksi, fragmen tulang harus diimobilisasi, atau dipertahankan dalam posisi kesejajaran yang benar sampai terjadi penyatuan. Imobilisasi dapat dilakukan dengan fiksasi eksterna atau interna. Metode fiksasi eksterna meliputi pembalutan, gips, bidai, traksi kontinu, pin dan teknik gips, atau fiksator eksterna. Implan logam dapat digunakan untuk fiksasi interna yang berperan sebagai bidai interna untuk mengimobilisasi fraktur. 7. Rehabilitasi 8



Menghindari atropi dan kontraktur dengan fisioterapi.  Segala upaya diarahkan pada penyembuhan tulang dan jaringan lunak. Reduksi dan imobilisasi harus dipertahankan sesuai kebutuhan. Status neurovaskuler (mis. pengkajian peredaran darah, nyeri, perabaan, gerakan) dipantau, dan ahli bedah ortopedi diberitahu segera bila ada tanda gangguan neurovaskuler.



G. PENATALAKSANAAN KEPERAWATAN 1.



a.



PENGEKAJIAN



Kebutuhan Pernafasan Sebelum sakit : pasien mengatakan tidak sesak nafas dapat bernafas dengan normal tanpa alat bantu pernafasan Saat dikaji : pasien mengatakan bernafas normal seperti biasanya SPO2 = 98% RR = 22 x / menit b. Kebutuhan Nutrisi Sebelum sakit : pasien mengatakan pola makan pasien sehari tidak pernah mengalami gangguan makan dan tidak ada gangguan menelan, semua makanan dimakan Saat dikaji : pasien mengatakan bahwa makan seperti biasanya c. Kebutuhan Eliminasi Sebelum sakit BAK



: pasien mengatakan tidak pernah mengalami kesulian dalam BAK sebanyak 4 – 5 kali



BAB



: pasien mengatakan BAB lancar setiap hari dan tidak ada gangguan



Saat dikaji : BAK : pasien mengatakan BAK normal seperi biasanya sebanyak 4 – 5 kali BAB : pasien mengatakan belum pernah BAB sama sekali



9



a. Kebutuhan Istirahat dan Tidur Sebelum sakit : pasien mengatakan sehari – hari pasien tidur normal Saat dikaji : pasien mengatakan kesulitan tidur karena nyeri di kedua Pundak dan kaki kanan b. Kebutuhan Rasa Aman dan Nyaman Sebelum sakit : pasien mengatakan selalu nyaman tidak ada nyeri apapun Saat dikaji : pasien mengatakan merasa tidak nyaman karena ada nyeri di kedua Pundak dan kaki kanan selama di rumah sakit P : gerakan Q: Seperti ditusuk R: kedua punggung dan kaki kanan S: skala 6 T:Hilang timbul



c. Kebutuhan Berpakaian Sebelum sakit : pasien mengatakan selalu memakai pakaiannya sendiri Saat dikaji : pasien mengatakan dibantu mengenakan baju d. Kebutuhan Mempertahankan Suhu Tubuh dan Sirkulasi Sebelum sakit : pasien mengatakan pada saat dingin mengenakan pakaian yang agak tebal atau jaket kalo panas pake baju yang tipis Saat dikaji : pasien mengatakan menggunakan pakaian yang tipis T: 36,50C. e. Kebutuhan Personal Hygiene Sebelum sakit : pasien mengatakan mandi atau membersihkan badan 2 kali sehari Saat dikaji : pasien mengatakan selama dirumah sakit dibersihkan 2 kali sehari f. Kebutuhan Gerak dan Keseimbangan Tubuh Sebelum sakit : pasien mengatakan bisa berjalan Saat dikaji : pasien mengatakan belum bisa berjalan g. Kebutuhan Berkomunikasi dengan orang lain 10



Sebelum sakit : pasien mengatakan selalu berkomunikasi sama keluarga dan orang lain Saat dikaji : pasien mengatakan berbicara dengan anaknya selama dirumah sakit h. Kebutuhan Spiritual Sebelum sakit : pasien mengatakan rajin sholat dan mengaji Saat dikaji : pasien mengatakan tidak mengaji dan sholat selama di rumah sakit i. Kebutuhan Bekerja Sebelum sakit : pasien mengatakan sebagai ibu rumah tangga Saat dikaji : pasien mengatakan tidak bisa bersih – bersih dan mengurus rumah j. Kebutuhan Bermain dan Rekreasi Sebelum sakit : pasien mengatakan berkunjung ke rumah anaknya Saat dikaji : pasien mengatakan tidak bisa berkunjung ke rumah anaknya selama dirumah sakit k. Kebutuhan Belajar Sebelum sakit : pasien mengatakan menyempatkan waktu untuk baca buku Saat dikaji : pasien mengatakan tidak bisa baca buku



2.DIAGNOSA KEPERAWATAN



1. Nyeri akut berhubungan dengan agen pencedera fisik 2.  Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan kerusakan integritas struktur tulang



3.INTERVENSI KEPERAWATAN DIAGNOSA KEPERAWATAN (SDKI)



TUJUAN DAN



INTERVENSI



KRITERIA HASIL



(SIKI)



(SLKI) 11



a) Nyeri akut berhubungan dengan agen pencedera fisik ditandai dengan mengeluh nyeri, gelisah, sulit tidur



b)



Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan kerusakan integritas struktur tulang ditandai dengan mengeluh sulit menggerakan ekstremitas, kekuatan otot menurun, rentang gerak (ROM) menurun



Setelah dilakukan asuhan keperawatan 3 x 24 jam diharapkan nyeri akut meningkat dengan kriteria hasil :



a. Manajemen nyeri b.Edukasi manajemen nyeri c. Pemberian obat d. Terapi relaksasi



a. Mengeluh nyeri menurun (5) b. Gelisah menurun (5) c. Sulit tidur menurun (5) Setelah dilakukan asuhan a. Dukungan ambulasi keperawatan 3 x 24 jam b. Identifikasi adanya diharapkan mobilitas fisik nyeri atau keluhan fisik meningkat dengan kriteria lainnya hasil : c. Identifikasi fisik Pergerakan melakukan ambulasi ekstremitas meningkat (5) d. Fasilitasi aktivitas b. Kekuatan otot dengan alat bantu meningkat (5) e. Fasilitasi melakukan c. Rentang gerak mobilisasi fisik (ROM) meningkat (5)



a.



f.



Jelasakan tujuan dan prosedur ambulasi



Anjurkan melakukan ambulasi dini



4. PENGGUNAAN REFERENSI



Ahern, N. R & Wilkinson, J. M. (2011). Buku Saku Diagnosis Keperawatan Edisi 9 Edisi Revisi. Jakarta: EGC.



12



Smeltzer, S. C. (2001). Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah. Jakarta: EGC. M a n s j o e r , A . ( 2 0 0 0 ) . Kapita Selekta Kedokteran Edisi Ketiga Jilid 2. Jakarta: Media Aesculapius Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Nurarif, A. H & Kusuma, H. (2015). Aplikasi Asuhan Keperawatan Berdasarkan Diagnosa Medis dan Nanda NIC-NOC Edisi Revisi Jilid 2. Yogyakarta: Penerbit Mediaction. Sjamsuhidajat, Wim de Jong. 2005. Buku Ajar Ilmu Bedah Edisi II. Jakarta: EGC.



13