LP Cob [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

LAPORAN PENDAHULUAN DAN ASUHAN KEPERWATAN PADA KLIEN DENGAN COB ( CIDERA OTAK BERAT ) Disusun untuk memenuhi tugas profesi ners Departemen Surgical di Ruang 12 RSUD Dr. Saiful Anwar Malang



Oleh : DYAN EKA RIYANTO PUTRA NIM. 150070300113005



KEMENTERIAN RISET TEKNOLOGI DAN PENDIDIKAN TINGGI PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG 2016



HALAMAN PENGESAHAN “LAPORAN PENDAHULUAN DAN ASUHAN KEPERAWATAN SURGIKAL DENGAN KLIEN “CIDERA OTAK BERAT” DI RUANG 12 RSUD Dr. SYAIFUL ANWAR MALANG” Disusun oleh : DYAN EKA RIYANTO PUTRA 150070300113005 Kelompok 20



Telah diperiksa kelengkapannya pada : Hari : Tanggal : Dan dinyatakan memenuhi kompetensi



Mengetahui, Perseptor Klinik



............................................. NIP.



Perseptor Akademik



.............................................



Kepala Ruang 12 RSUD Dr. Syaiful Anwar Malang



......................................................... NIP. LAPORAN PENDAHULUAN



DEFINISI Trauma kepala atau Head trauma digambarkan sebagai trauma yang mengenai otak yang dapat mengakibatkan perubahan pada fisik, intelektual, emosional, sosial, atau vokasional Fritzell et al, 2001) Cidera otak merupakan kerusakan akibat perdarahan atau pembengkakan otak sebagai respon terhadap cedera dan menyebabkan peningkatan tekanan intra kranial (Smeltzer,2000)



EPIDEMOLOGI Beberapa faktor yang menjadi resiko dari cidera kepala antara lain anakanak yang berada dalam rentang usia 6 bulan–2 tahun, usia 15-24 tahun, dan orang tua. Perbandingan angka kejadian pada pria dan wanita adalah 2:1. Resiko tinggi cidera kepala juga terdapat pada individu yang tinggal pada lingkungan yang termasuk dalam golongan sosioekonomi rendah (Okie, 2005).Tingkat mortalitas pada kasus ini dipengaruhi oleh tingkat keparahan trauma, respon pasca trauma, treatmen yang didapat.



ETIOLOGI Beberapa faktor yang dapat menyebabkan terjadinya trauma kepala antara lain: a.



Kecelakaan lalu lintas(penyebab terbanyak),



b.



pertengkaran,



c.



jatuh,



d.



kecelakaan olahraga,



e.



tindakan criminal



KLASIFIKASI



Berdasarkan jenis luka, cidera otak dibagi menjadi 2 yaitu: a.



Cidera kepala tertutup: biasa disebut sebagai blunt trauma terjadi apabila



benturan hebat pada objek yang keras atau benda yang bergerak dengan kecepatan tinggi menabrak kepala. Lapisan dura masih utuh, tidak ada bagian otak yang muncul keluar. b.



Cidera kepala terbuka: tulang tengkorak terbuka, menyebabkan isi kepala



nampak dari luar seperti skull, meningens, atau jaringan otak termasuk dura. Tereksposenya isi kepala ini meningkatkan resiko terjadinya infeksi. Berdasarkan nilai kesadaran: a.



Cidera otak ringan (GCS 13 – 15): tidak terjadi ganggguan neurologis,



kadang asimptomatik, penurunan kesadaran selama kurang dari 1 jam, amnesia kurang dari 24 jam b.



Cidera otak sedang (GCS 9 – 12): penurunan kesadaran dalam 1-24 jam,



amnesia post trauma selama 1-7 hari. c.



Cidera otak berat (GCS 3-8): penurunan kesadaran lebih dari 24 jam dan



amnesia post trauma lebih dari satu minggu. Jenis cidera otak menurut Fritzell et al (2001) : a.



Concussion: benturan pada otak yang cukup keras dan mampu membuat



jaringan otak mengenai tulang tengkorak namun tidak cukup kuat untuk menyebabkan memar pada jaringan otak atau penurunan keasadaran yang menetap. Contohnya seperti ketika kita membentur tembok atau benda lain, sesaat kemudian kita akan merasa kepala berputar dan diatasnya ada burungburung emprit yang mengelilingi kepala kita, dan beberapa saat setelah itu kita akan kembali sadar. Recovery time 24-48 jam. Gejala: penurunan kesadaran dalam waktu singkat, mual, amnesia terhadap hal hal yang baru saja terjadi, letargi, pusing.



b.



Contusion:



memar



pada



jaringan



otak



yang



lebih



serius



daripadaconcussion. Lebih banyak disebabkan oleh adanya perdarahan arteri otak, darah biasanya terakumulasi antara tulang tengkorak dan dura. Gejala: penurunan kesadaran,hemiparese, perubahan reflek pupil. c.



Epidural hematoma: terjadi berhubungan dengan proses ekselerasi-



deselerasi atau coup-contracoup yang menyebabkan adanya gangguan pada sistem saraf pada daerah otak yang mengalami memar. Gejala: penurunan kesadaran dalam waktu singkat yang akan berlanjut menjadi penurunan kesadaran yang progresif, sakit kepala yang parah, kompresi batang otak, keabnormalan pernafasa (pernfasan dalam), gangguan motorik yang bersifat kontralateral,dilatasi pupil pada sisi yang searah dengan trauma, kejang, perdarahan. Epidural hematoma merupakan jenis perdarahan yang paling berbahaya karena terjadi pada artesi otak. d.



Subdural hematoma: merupakan tipe trauma yang sering terjadi.



Perdarahan pada meningeal yang menyebabkan akumulasi darah pada daerah subdural (antara duramater dan arachnoid). Biasanya mengenai vena pada korteks cerebri (jarang sekali mengenai arteri). Gejala: mirip dengan epidural hematoma namun dengan onset of time yang lambat karena sobekan pembuluh darah terjadi pada vena sedangkan pada epidural mengenai arteri. e.



Intracerebral hemorrhage: merupakan tipe perdarahan yang sub akut dan



memiliki prognosa yang lebih baik karena aliran darah pada pembuluh darah yang robek berjalan relatif lambat. Sering terjadi pada bagian frontal dan temporal otak. ICH sering disebabkan oleh hipertensi. Gejala: deficit neurologis yang tergantung pada letak perdarahan, gangguan motorik, peningkatan tekanan intracranial.



f.



Skull fracture (fraktur tulang tengkorak): terdapat 4 tipe yaitu linear,



comminuted, basilar, dan depressed. Fraktur pada bagian depan dan tengah tulang tengkorak akan mengakibatkan sakit kepala yang parah. Gejala: mungkin asimtomatik



tergantung



pada



penyebab



trauma,



displacemenet



(perubahan/pergeseran letak) tulang, perubahan sensor motorik,periorbital ekimosis (bercak merah pada mata), adanya battle’s sign (ekimosis pada tulang mstoid), akumulasi darah pada membran timpani.



Gambar dikutip dari smeltzer (2000)



PATOFISIOLOGI Kerusakan akibat cidera otak tidak seluruhnya terjadi pada saat trauma itu terjadi. Berdasarkan waktunya, kerusakan akibat trauma otak dibagi menjadi kerusakan primer, yaitu efek yang muncul beberapa saat setelah kejadian seperti kontusio, perdarahan, memar atau lain sebagainya. Tipe kedua adalah kerusakan sekunder,yaitu kerusakan pada otak yang terjadi beberapa jam atau hari setelah kejadian (Smeltzer, 2000). Merupakan tahap lanjut dari kerusakan primer dan timbul karena kerusakan primer membuka jalan untuk kerusakan berantai seperti meluasnya perdarahan, edema otak, kerusakan neuron lanjut, iskemia, atau hipertermi (Japardi, 2002). Kerusakan sekunder ini sering terjadi akibat ketidakefektifan pemberian intervensi oleh petugas kesehatan. Kerusakan pada otak berbeda dengan kerusakan pada organ- organ lain. Pada otak, dimana dibatasi oleh tulang tengkorak yang keras, jika terjadi memar atau



perdarahan akan mempengaruhi jumlah cairan yang berada dalam tulang tengkorak. Oleh karena tulang tengkorak yang tidak dapat mengembang, sebagai akibatnya perdarahan yang mengalir akan mendesak tulang tengkorak ke dalam(ke jaringan otak). Jika hal ini terus dibiarkan maka jumlah cairan dalam tulang tengkorak akan meningkat dan akan menyebabkan peningkatan tekanan intra cranial. Tahap selanjutnya setelah terjadi PTIK adalah terjadinya gangguan pada aliran darah menuju otak. Peningkatan tekanan ini akan menurunkan aliran darah ke otak sehingga jaringan otak mengalami hipoksia dan terjadilah iskemia. Pada keadaan hipoksia, otak akan melakukan metabolisme anaerob untuk memenuhi kebutuhan energy sel nya. Metabolisme anaerob menghasilkan asam laktat. Herniasi otak terjadi setelah proses iskemia berlangsung.



MANIFESTASI KLINIS Tanda dan gejala dari cidera otak secara umum antara lain: 



Penurunan kesadaran







Keabnormalan pada sistem pernafasan







Penurunan reflek pupil, reflek kornea







Penurunan fungsi neurologis secara cepat







Perubahan TTV (peningkatan frekuensi nafas, peningkatan tekanan darah, bradikardi, takikardi,hipotermi, atau hipertermi)







Pusing, vertigo







Mual dan muntah







Perubahan pada perilaku, kognitif, maupun fisik







Amnesia







Kejang



PEMERIKSAAN PENUNJANG a.



CT Scan: untuk melihat adanya dan letak perdarahan, massa, lesi pada



saraf, perubahan kepadatan jaringan, kejadian iskemik, atau fraktur. b.



Lumbal pungsi: untuk mengetahui adanya perdarahan atau PTIK melalui



analisa CSF. Pada kasus subdural hematom kronis CSF berwarna kuning dengan kandungan protein rendah). c.



EEG: menganalisa gelombang otak. Pada kasus contusion akan



ditemukan gelombang theta dan delta dengan amplitude yang tinggi. d.



X-Ray: untuk mengetahui aliran darah di otak atau adanya fraktur pada



tulang tengkorak. e.



MRI: untuk mengetahui adanya massa di otak atau perubahan struktur



dalam otak



PENATALAKSANAAN Urutan tindakan menurut prioritas adalah sebagai berikut (Japardi, 2002): a.



Jalan nafas (Air way)



Jalan nafas dibebaskan dari lidah yang turun ke belakang dengan posisi kepala ekstensi,kalau perlu dipasang pipa orofaring atau pipa endotrakheal, bersihkan sisa muntahan, darah, lendir atau gigi palsu. Isi lambung dikosongkan melalui pipa nasograstrik untuk menghindarkan aspirasi muntahan. b.



Pernapasan (Breathing)



Gangguan pernafasan dapat disebabkan oleh kelainan sentral atau perifer. Kelainan sentral adalah depresi pernafasan pada lesi medulla oblongata, pernafasan cheyne stokes, ataksik dan central neurogenik hyperventilation. Penyebab perifer adalah aspirasi, trauma dada, edema paru, DIC, emboli paru,



infeksi. Akibat dari gangguan pernafasan dapat terjadi hipoksia dan hiperkapnia. Tindakan dengan pemberian oksigen kemudian cari dan atasi faktor penyebab dan kalau perlu memakai ventilator. c.



Sirkulasi (Circulation)



Hipotensi menimbulkan iskemik yang dapat mengakibatkan kerusakan sekunder. Jarang hipotensi disebabkan oleh kelainan intrakranial, kebanyakan oleh faktor ekstrakranial yakni berupa hipovolemi akibat perdarahan luar atau ruptur alat dalam, trauma dada disertai tamponade jantung atau peumotoraks dan syok septik. Tindakannya adalah menghentikan sumber perdarahan, perbaikan fungsi jantung danmengganti darah yang hilang dengan plasma, hydroxyethyl starch atau darah. d.



Pemeriksaan fisik



Setalah ABC, dilakukan pemeriksaan fisik singkat meliputi kesadaran, pupil, defisit fokal serebral dan cedera ekstra kranial. Hasil pemeriksaan fisik pertama ini dicatat sebagai data dasar dan ditindaklanjuti, setiap perburukan dari salah satu komponen diatas bis adiartikan sebagai adanya kerusakan sekunder dan harus segera dicari dan menanggulangi penyebabnya. e.



Pemeriksaan radiologi



f.



Tekanan tinggi intrakranial (TTIK)



Peninggian TIK terjadi akibat edema serebri, vasodilatasi, hematom intrakranial atau hidrosefalus. Untuk mengukur turun naiknya TIK sebaiknya dipasang monitor TIK. TIK yang normal adalah berkisar 0-15 mmHg, diatas 20 mmHg sudah harus diturunkan dengan urutan sebagai berikut: 1. Hiperventilasi



Setelah resusitas ABC, dilakukan hiperventilasi dengan ventilasi yang terkontrol, dengan sasaran tekanan CO2 (pCO2) 27-30 mmHg dimana terjadi vasokontriksi yang diikuti berkurangnya aliran darah serebral. Hiperventilasi dengan pCO2 sekitar 30 mmHg dipertahankan selama 48-72 jam, lalu dicoba dilepas dengan mengurangi hiperventilasi, bila TIK naik lagi hiperventilasi diteruskan lagi selama 24-48 jam. Bila TIK tidak menurun dengan hiperventilasi periksa gas darah dan lakukan CT scan ulang untuk menyingkirkan hematom. 2. Drainase Tindakan ini dilakukan bila hiperventilasi tidak berhasil. Untuk jangka pendek dilakukan drainase ventrikular, sedangkan untuk jangka panjang dipasang ventrikulo peritoneal shunt, misalnya bila terjadi hidrosefalus. 3. Terapi diuretik 



Diuretik osmotik (manitol 20%) Cairan ini menurunkan TIK dengan menarik air dari jaringan otak normal



melalui sawar otak yang masih utuh kedalam ruang intravaskuler. Bila tidak terjadi diuresis pemberiannya harus dihentikan. Cara pemberiannya : Bolus 0,5-1 gram/kgBB dalam 20 menit dilanjutkan 0,25-0,5 gram/kgBB, setiap 6 jam selama 24-48 jam. Monitor osmolalitas tidak melebihi 310 mOSm







Loop diuretik (Furosemid)



Frosemid dapat menurunkan TIK melalui efek menghambat pembentukan cairan cerebrospinal dan menarik cairan interstitial pada edema sebri. Pemberiannya bersamaan manitol mempunyai efek sinergik dan memperpanjang efek osmotic serum oleh manitol. Dosis 40 mg/hari/iv 4. Terapi barbiturat (Fenobarbital)



Terapi ini diberikan pada kasus-kasus yang tidak responsif terhadap semua jenis terapi yang tersebut diatas. Cara pemberiannya: Bolus 10 mg/kgBB/iv selama 0,5 jam dilanjutkan 2-3 mg/kgBB/jam selama 3 jam, lalu pertahankan pada kadar serum 3-4 mg%, dengan dosis sekitar 1 mg/KgBB/jam. Setelah TIK terkontrol, 20 mmHg selama 24-48 jam, dosis diturunkan bertahap selama 3 hari. 5. Streroid Berguna untuk mengurangi edema serebri pada tumor otak. Akan tetapi menfaatnya pada cedera kepala tidak terbukti, oleh karena itu sekarang tidak digunakan lagi pada kasus cedera kepala. 6. Posisi Tidur Penderita cedera kepala berat dimana TIK tinggi posisi tidurnya ditinggikan bagian kepala sekitar 20-30, dengan kepala dan dada pada satu bidang, jangan posisi fleksi atau leterofleksi, supaya pembuluh vena daerah leher tidak terjepit sehingga drainase vena otak menjadi lancar.



G. Keseimbangan cairan elektrolit Pada saat awal pemasukan cairan dikurangi untuk mencegah bertambahnya edema serebri dengan jumlah cairan 1500-2000 ml/hari diberikan perenteral, sebaiknya dengan cairan koloid seperti hydroxyethyl starch, pada awalnya dapat dipakai cairan kristaloid seperti NaCl 0,9% atau ringer laktat, jangan diberikan cairan yang mengandung glukosa oleh karena terjadi keadaan hiperglikemia



menambah edema serebri. Keseimbangan cairan tercapai bila tekanan darah stabil normal, yang akan takikardia kembali normal dan volume urin normal >30 ml/jam. Setelah 3-4 hari dapat dimulai makanan peroral melalui pipa nasogastrik. h. Nutrisi Pada cedera kepala berat terjadi hipermetabolisme sebanyak 2-2,5 kali normal dan akan mengakibatkan katabolisme protein. Proses ini terjadi antara lain oleh karena meningkatnya kadar epinefrin dan norepinefrin dalam darah dan akan bertambah bila ada demam. Setelah 3-4 hari dengan cairan perenteral pemberian cairan nutrisi peroral melalui pipa nasograstrik bisa dimulai, sebanyak 2000-3000 kalori/hari. i.



Epilepsi/kejang Pengobatan: 



Kejang pertama: Fenitoin 200 mg, dilanjutkan 3-4 x 100 mg/hari







Status epilepsi: diazepam 10 mg/iv dapat diulang dalam 15 menit.



Bila cendrung berulang 50-100 mg/ 500 ml NaCl 0,9% dengan tetesan 3 detik, sianosis B3: nyeri kepala, penurunan tingkat kesadaran, pusing, perubahan reflek pupil B4: inkkontinensia urin, distensi kandung kemih, retensi urin B5:



mual,



muntak,



reflek menelan



mengalami



penurunan,



konstipasi B6: kelemahan, keterbatasan kemampuan gerak



DIAGNOSA KEPERAWATAN: 1.



Perubahan perfusi jaringan serebral berhubungan dengan penghentian aliran darah (hemoragi, hematoma); edema cerebral; penurunan TD sistemik/hipoksia (hipovolemia, disritmia jantung)



2.



Resiko tinggi pola napas tidak efektif berhubungan dengan kerusakan neurovaskuler (cedera pada pusat pernapasan otak). Kerusakan persepsi atau kognitif. Obstruksi trakeobronkhial.



3.



Perubahan persepsi sensori berhubungan dengan perubahan transmisi dan/atau integrasi (trauma atau defisit neurologis).



4.



Perubahan proses pikir berhubungan dengan perubahan fisiologis; konflik psikologis.



5.



Kerusakan mobilitas fisik berhubungan dengan kerusakan persepsi atau kognitif. Penurunan kekuatan/tahanan. Terapi pembatasan /kewaspadaan keamanan, misal: tirah baring, imobilisasi.



6.



Resiko tinggi terhadap infeksi berhubungan dengan jaringan trauma, kulit rusak, prosedur invasif. Penurunan kerja silia, stasis cairan tubuh. Kekurangan nutrisi. Respon inflamasi tertekan (penggunaan steroid). Perubahan integritas sistem tertutup (kebocoran CSS)



7.



Resiko tinggi terhadap perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan perubahan kemampuan untuk mencerna nutrien (penurunan tingkat kesadaran). Kelemahan otot yang diperlukan untuk mengunyah, menelan. Status hipermetabolik.



8.



Perubahan proses keluarga berhubungan dengan transisi dan krisis situasional. Ketidak pastian tentang hasil/harapan.



9.



Kurang pengetahuan mengenai kondisi dan kebutuhan pengobatan berhubungan dengan kurang pemajanan, tidak mengenal informasi. Kurang mengingat/keterbatasan kognitif.



RENCANA TINDAKAN KEPERAWATAN 1) Perubahan perfusi jaringan serebral berhubungan dengan penghentian aliran darah (hemoragi, hematoma); edema cerebral; penurunan TD sistemik/hipoksia (hipovolemia, disritmia jantung) Tujuan:







Mempertahankan tingkat kesadaran biasa/perbaikan, kognisi, dan fungsi motorik/sensorik.



Kriteria hasil: 



Tanda vital stabil dan tidak ada tanda-tanda peningkatan TIK



INTERVENSI Tentukan faktor-faktor menyebabkan



yg



koma/penurunan



RASIONAL Penurunan



tanda/gejala



kegagalan



dalam



neurologis



pemulihannya



atau setelah



perfusi jaringan otak dan potensial



serangan awal, menunjukkan perlunya pasien



peningkatan TIK.



dirawat di perawatan intensif.



Pantau /catat status neurologis



Mengkaji tingkat kesadaran dan potensial



secara teratur dan bandingkan



peningkatan



dengan nilai standar GCS.



menentukan



TIK



dan



lokasi,



bermanfaat



dalam



perluasan



dan



perkembangan kerusakan SSP.



Evaluasi keadaan pupil, ukuran, kesamaan antara kiri dan kanan,



Reaksi



pupil



diatur



oleh



saraf



cranial



okulomotor (III) berguna untuk menentukan apakah batang otak masih baik. Ukuran/



reaksi terhadap cahaya.



kesamaan



ditentukan



oleh



keseimbangan



antara persarafan simpatis dan parasimpatis. Respon terhadap cahaya mencerminkan fungsi yang terkombinasi dari saraf kranial optikus (II) dan okulomotor (III). Peningkatan TD sistemik yang diikuti oleh penurunan TD diastolik (nadi yang membesar) Pantau



tanda-tanda



vital:



TD,



merupakan tanda terjadinya peningkatan TIK,



nadi, frekuensi nafas, suhu.



jika



diikuti



oleh



penurunan



kesadaran.



Hipovolemia/hipertensi dapat mengakibatkan kerusakan/iskhemia cerebral. Demam dapat mencerminkan kerusakan pada hipotalamus. Peningkatan konsumsi demam



kebutuhan



oksigen dan



metabolisme



terjadi



menggigil)



(terutama yang



dan saat



selanjutnya



menyebabkan peningkatan TIK. Bermanfaat sebagai indikator dari cairan total tubuh



yang



jaringan.



terintegrasi



Iskemia/trauma



dengan



perfusi



serebral



dapat



mengakibatkan diabetes insipidus. Gangguan ini



dapat



mengarahkan



pada



masalah



hipotermia atau pelebaran pembuluh darah Pantau intake dan out put, turgor kulit dan membran mukosa.



yang



akhirnya



akan



berpengaruh



negatif



terhadap tekanan serebral. Memberikan efek ketenangan, menurunkan reaksi



fisiologis



istirahat



tubuh



untuk



dan



meningkatkan



mempertahankan



atau



menurunkan TIK. Aktivitas



ini



akan



meningkatkan



tekanan



intrathorak dan intraabdomen yang dapat Turunkan stimulasi eksternal dan berikan



kenyamanan,



lingkungan yang tenang.



seperti



meningkatkan TIK. Meningkatkan aliran balik vena dari kepala sehingga



akan



mengurangi



kongesti



dan



oedema atau resiko terjadinya peningkatan Bantu



pasien



untuk



TIK.



menghindari /membatasi batuk, muntah, mengejan.



Pembatasan



cairan



diperlukan



untuk



Tinggikan kepala pasien 15-45



menurunkan edema serebral, meminimalkan



derajad



fluktuasi aliran vaskuler TD dan TIK.



sesuai



indikasi/yang



dapat ditoleransi.



Menurunkan hipoksemia, yang mana dapat meningkatkan vasodilatasi dan volume darah



Batasi pemberian cairan sesuai indikasi.



serebral yang meningkatkan TIK. Diuretik digunakan pada fase akut untuk menurunkan air dari sel otak, menurunkan edema otak dan TIK,. Steroid menurunkan



Berikan oksigen tambahan sesuai



inflamasi,



indikasi.



edema



yang



selanjutnya



jaringan.



menurunkan



Antikonvulsan



untuk



mengatasi dan mencegah terjadinya aktifitas kejang. Analgesik untuk menghilangkan nyeri . Berikan



obat



misal:



sesuai



diuretik,



indikasi, steroid,



antikonvulsan, analgetik, sedatif, antipiretik.



Sedatif



digunakan



untuk



mengendalikan



kegelisahan, agitasi. Antipiretik menurunkan atau mengendalikan demam yang mempunyai pengaruh meningkatkan metabolisme serebral atau peningkatan kebutuhan terhadap oksigen.



2) Resiko tinggi pola napas tidak efektif berhubungan dengan kerusakan neurovaskuler (cedera pada pusat pernapasan otak). Kerusakan persepsi atau kognitif. Obstruksi trakeobronkhial. Tujuan:







mempertahankan pola pernapasan efektif.



Kriteria evaluasi: 



bebas sianosis, GDA dalam batas normal



INTERVENSI Pantau frekuensi,



irama,



RASIONAL Perubahan dapat menandakan awitan komplikasi



kedalaman pernapasan. Catat



pulmonal



ketidakteraturan pernapasan.



keterlibatan otak. Pernapasan lambat, periode apnea



atau



dapat



menandakan



menandakan



lokasi/luasnya



perlunya



ventilasi



mekanis. Pantau dan catat kompetensi reflek



gag/menelan



dan



kemampuan



pasien



untuk



melindungi



jalan



napas



sendiri. Pasang jalan napas



Kemampuan memobilisasi atau membersihkan sekresi penting untuk pemeliharaan jalan napas. Kehilangan



refleks



menelan



atau



batuk



menandakan perlunaya jalan napas buatan atau intubasi.



sesuai indikasi. Angkat kepala tempat tidur sesuai



aturannya,



posisi



miirng sesuai indikasi. Anjurkan



pasien



Untuk memudahkan ekspansi paru/ventilasi paru dan menurunkan adanya kemungkinan lidah jatuh



untuk



melakukan napas dalam yang



yang menyumbat jalan napas. Mencegah/menurunkan atelektasis.



efektif bila pasien sadar. Lakukan penghisapan dengan ekstra hati-hati, jangan lebih dari



10-15



karakter,



detik. warna



kekeruhan dari sekret.



Catat



Penghisapan biasanya dibutuhkan jika pasien



dan



koma atau dalam keadaan imobilisasi dan tidak dapat membersihkan jalan napasnya sendiri.



Penghisapan pada trakhea yang lebih dalam harus dilakukan dengan ekstra hati-hati karena hal tersebut dapat menyebabkan atau meningkatkan hipoksia yang menimbulkan vasokonstriksi yang pada akhirnya akan berpengaruh cukup besar pada perfusi jaringan. Auskultasi



suara



napas, daerah



Untuk mengidentifikasi adanya masalah paru



adanya



seperti atelektasis, kongesti, atau obstruksi jalan



suara tambahan yang tidak



napas yang membahayakan oksigenasi cerebral



normal



dan/atau menandakan terjadinya infeksi paru.



perhatikan hipoventilasi



dan



misal:



ronkhi,



wheezing, krekel. Pantau analisa gas darah, tekanan oksimetri Menentukan Lakukan ronsen thoraks ulang.



kecukupan



pernapasan,



keseimbangan asam basa dan kebutuhan akan terapi. Melihat kembali keadaan ventilasi dan tandatandakomplikasi



Berikan oksigen.



yang



berkembang



misal:



atelektasi atau bronkopneumoni. Memaksimalkan oksigen pada darah arteri dan membantu dalam pencegahan hipoksia. Jika pusat pernapasan tertekan, mungkin diperlukan ventilasi mekanik.



Lakukan fisioterapi dada jika ada indikasi.



Walaupun merupakan kontraindikasi pada pasien dengan peningkatan TIK fase akut tetapi tindakan



ini seringkali berguna pada fase akut rehabilitasi untuk napas



memobilisasi



dan



dan



membersihkan



menurunkan



jalan resiko



atelektasis/komplikasi paru lainnya. 3) Resiko tinggi terhadap infeksi berhubungan dengan jaringan trauma, kulit rusak, prosedur invasif. Penurunan kerja silia, stasis cairan tubuh. Kekurangan nutrisi. Respon inflamasi tertekan (penggunaan steroid). Perubahan integritas sistem tertutup (kebocoran CSS) Tujuan: Mempertahankan normotermia, bebas tanda-tanda infeksi. Kriteria evaluasi: Mencapai penyembuhan luka tepat waktu.



INTERVENSI Berikan perawatan antiseptik,



aseptik



pertahankan



tehnik



dan



RASIONAL Cara pertama



cuci



terjadinya infeksi nosokomial.



untuk



menghindari



tangan yang baik. Observasi daerah kulit yang mengalami kerusakan, daerah yang terpasang alat invasi, catat karakteristik dari drainase dan adanya inflamasi.



adanya demam, menggigil, diaforesis perubahan



dini



memungkinkan tindakan pencegahan



Pantau suhu tubuh secara teratur, catat



dan



Deteksi



fungsi



(penurunan kesadaran).



mental



perkembangan untuk



dengan



infeksi



melakukan segera



terhadap



dan



komplikasi



selanjutnya. Dapat mengindikasikan perkembangan sepsis yang selanjutnya memerlukan



Anjurkan untuk melakukan napas dalam,



evaluasi atau tindakan dengan segera.



latihan pengeluaran sekret paru secara terus menerus. Observasi karakteristik Peningkatan



sputum.



pembersihan Berikan antibiotik sesuai indikasi



menurunkan



mobilisasi sekresi



dan



paru



resiko



untuk



terjadinya



pneumonia, atelektasis.



Terapi profilatik dapat digunakan pada pasien



yang



mengalami



trauma,



kebocoran CSS atau setelah dilakukan pembedahan untuk menurunkan resiko terjadinya infeksi nosokomial. DAFTAR PUSTAKA



Abdul Hafid (1989), Strategi Dasar Penanganan Cidera Otak. PKB Ilmu Bedah XI – Traumatologi , Surabaya. Doenges M.E. (2000), Rencana Asuhan Keperawatan: Pedoman Untuk Perencanaan dan Pendokumentasian Perawatan Pasien. Edisi 3 . EGC. Jakarta. Sjamsuhidajat, R. Wim de Jong (1997), Buku Ajar Ilmu Bedah. Edisi Revisi. EGC, Jakarta. Carpenito,



LJ.,2004. Nursing



Care



Plans



&



Documentation:



Nursing



Diagnoses and Collaborative Problems 4th Edition. Philadelpia :LWW Publisher Frizzell, et all, 2001. Handbook of Pathophysiology. New York: Springhouse corp



Japardi, I., 2002. Penatalaksanaan Cidera Kepala Akut. Medan : USU Okie, S., 2005. Traumatic Brain Injury in the War Zone, The New England Journal of Medicine, 352:2043-2047. Smeltzer, BG., 2000. Brunner’s and Suddarth’s Textbook of Medical Surgical Nursing 3 ed. Philadelpia: LWW Publisher



PATHWAY Cidera kepala



TIK - oedem - hematom Respon biologi



Hypoxemia Kelainan metabolisme



Cidera otak primer



Cidera otak sekunder



Kontusio Laserasi



Kerusakan cel otak 



Gangguan autoregulasi



 rangsangan simpatis



Stress



Aliran darah keotak 



 tahanan vaskuler



 katekolamin



Sistemik & TD  lambung



 sekresi asam



O2   ggan metabolisme



 tek. Pemb.darah



Mual, muntah



Pulmonal Asam laktat 



 tek. Hidrostatik



Asupan nutrisi



kurang Oedem otak



kebocoran cairan kapiler



Ggan perfusi jaringan



oedema paru  cardiac out put 



Cerebral Difusi O2 terhambat



Ggan perfusi jaringan



Gangguan pola napas  hipoksemia, hiperkapnea