Cob Intervensi [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

LAPORAN INDIVIDU LAPORAN PENDAHULUAN DAN ASUHAN KEPERAWATAN PASIEN DENGAN DIAGNOSA MEDIS COB + MULTIPLE FRAKTUR Disusun Untuk Memenuhi Tugas Laporan Individu Praktek Profesi Keperawatan Gawat Darurat dan Kritis Di Ruang ICU RS dr. Soedono, Madiun



Oleh: Devi Erlina Mandasari P17212215072



PRODI PENDIDIKAN PROFESI NERS MALANG JURUSAN KEPERAWATAN POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES MALANG TAHUN AJARAN 2021/2022



LEMBAR PENGESAHAN



Laporan Pendahuluan dan Asuhan Keperawatan pada Pasien dengan Diagnosa Medis COB + Multiple fraktur di Ruang ICU RS. dr. Soedono, Madiun. Periode 27 September 2021 s/d 3 Oktober 2021 Tahun Ajaran 2021/2022. Telah disetujui dan disahkan pada tanggal Oktober 2021.



Malang, Preceptor Akademik



Preceptor Lahan RS



Selfia Eki Saptavini, S.Kep., Ns 197310161996032002



Mengetahui, Kepala Ruang



Yiyis Samrotin, S.Kep., Ns 085648812916



LAPORAN PENDAHULUAN A. Masalah Kesehatan : Cedera Otak Berat 1. Pengertian Cedera kepala adalahcedera yang mencakup trauma kulit kepala, tengkorak, dan otak. (Morton,2012). Cedera otak adalah suatu gangguan traumatik dari fungsi otak yang disertai atau tanpa pendarahan interstitial dalam substansi otak tanpa diikuti terputusnya kontinuitas otak (Pretyana D A, 2017). Cedera otak adalah salah satu penyebab kematian. Secara global insiden cedera otak meningkat dengan tajam terutama karena peningkatan penggunaan kendaraan bermotor (Prasetyo, 2016). 2. Klasifikasi



1) Cedera otak dapat dibagi menjadi 3 menurut Prasetyo, (2016) yaitu : a. Cedera Otak Ringan Glaslow Coma Scale > 12, tidak ada kelainan dalam CT-Scan, tiada lesi operatif dalam 48 jam rawat inap di Rumah Sakit. Trauma otak ringan atau cedera otak ringan adalah hilangnya fungsi neurologi atau menurunnya kesadaran tanpa menyebabkan kerusakan lainnya. Cedera otak ringan adalah trauma kepala dengan GCS : 15 (sadar penuh) tidak kehilangan kesadaran, mengeluh pusing dan nyeri kepala, hematoma, laserasi dan abrasi. Cedera otak ringan adalah cedera otak karena tekanan atau terkena benda tumpul. Cedera otak ringan adalah cedera otak tertutup yang ditandai dengan hilangnya kesadaran sementara. Pada suatu



penelitian kadar laktat rata-rata pada penderita cedera otaka ringan 1,59 mmol/L. b. Cedera Otak Sedang Glaslow Coma Scale 9-12, lesi operatif dan abnormalitas dalam CT-Scan dalam 48 jam rawat inap di Rumah Sakit. Pasien mungkin bingung atau somnolen namun tetap mampu untuk mengikuti perintah sederhana (GCS 9-13). Pada suatu penelitian cedera otak sedang mencatat bahwa kadar asam laktat rata-rata 3,15 mmol/L. c. Cedera Otak Berat Glaslow Coma Scale < 9 dalam 48 jam rawat inap di Rumah Sakit. Hampir 100% cedera otak berat dan 66% cedera otak sedang menyebabkan cacat yang permanen. Pada cedera kepala berat terjadinya cedera otak primer sering kali disertai cedera otak sekunder apabila proses patofisiologi sekunder yang menyertai tidak segera dicegah dan dihentikan. Penelitian pada penderita cedera otak secara klinis dan eksperimental menunjukan bahwa pada cedera otak berat dapat disertai dengan peningkatan titer asam laktat dalam jaringan otak dan cairan serebrospinalis (CSS) ini mencerminkan kondisi asidosis otak. Pada suatu penelitian penderita cedera otak berat menunjukan kadar rata-rata asam laktat 3,25 mmol/L. 2) Cedera otak primer adalah kerusakan pada otak yang diperoleh sebagai akibat langsung dari benturan pada tengkorak dan seluruh jaringan



intrakranial. Namun, kerusakan neurologis dan kerusakan vaskular yang terjadi akibat cedera primer dapat memicu serangkaian kejadian yang menyebabkan edema serebral, iskemia serebral, dan bahkan kematian atau keadaan vegetatif yang persisten. Sedangkan cedera otak sekunder merupakan akibat dari proses patologis yang dimulai pada saat terjadinya cedera hingga beberapa jam bahkan hari, dengan presentasi klinis yang tertunda. Cedera otak sekunder dideskripsikan sebagai konsekuensi akibat gangguan fisiologis seperti iskemia, reperfusi, dan hipoksia pada area otak yang muncul beberapa saat setelah terjadinya cedera otak primer (Santoso MIE, 2018). 3. Etiologi Etiologi cedera otak menurut Amin & Hardhi, (2013) yaitu: a. Cedera akselerasi terjadi jika objek bergerak menghantam kepala yang tidak bergerak b. Cedera deselerasi terjadi jika kepala yang bergerak membentur obyek diam, seperti pada kasus jatuh atau tabrakan mobil ketika kepala membentur kaca depan mobil c. Cedera akselerasi-deselerasi sering terjadi dalam kasus kecelakaan kendaraan bermotor dan episode kekerasan fisik d. Cedera coup-countre coup terjadi jika kepala terbentur yang menyebabkan otak bergerak dalam ruang kranial dan dengan kuat mengenai area tulang tengkorak yang berlawanan serta area kepala yang pertama kali terbentur



e. Cedera rotasional terjadi jika pukulan menyebabkan otak berputar dalam rongga tengkorak, yang mengakibatkan peregangan atau robeknya neuron dalam substansia alba serta robeknya pembuluh darah yang memfiksasi otak dengan bagian dalam rongga tengkorak 4. Patofisiologi Patofisiologi cedera otak menurut Pretyana D A, (2017) yaitu : 1. Pukulan langsung: dapat menyebabkan kerusakan otak pada sisi pukulan (coup injury) atau pada sisi yang berlawanan dari pukulan ketika otak bergerak dalam tengkorak dan mengenai dinding yang berlawanan. 2. Rotasi/deselerasi: fleksi, ektensi, atau rotasi leher menghasilkan serangan pada otak yang menyerang titik-titik tulang dalam tengkorak (misalnya pada sayap dari tulang sfenoid). Rotasi yang hebat juga menyebabkan trauma robekan di dalam substansi putih otak dan batang otak, menyebabkan cedera aksonal dan bintik-bintik perdarahan intraserebral. 3. Tabrakan: otak seringkali terhindar dari trauma langsung kecuali jika berat (terutama pada anak-anak dengan tengkorak yang elastis) 4. Peluru: Cenderung menyebabkan hilangnya jaringan seiring dengan trauma. Pembengkakan otak merupakan masalah akibat disrupsi tengkorak yang secara otomatis menekan otak : a. Derajat cedera otak primer secara langsung berhubungan dengan jumlah kekuatan yang mengenai kepala.



b. Kerusakan sekunder terjadi akibat : komplikasi sistem pernapasan (hipoksia, hiperkarbia, obstruksi jalan napas), syok hipovolemik (cedera kepala tidak menyebabkan syok hipovolemik – lihat penyebab lain), perdarahan intrakranial, edema serebral, epilepsi, infeksi, dan hidrosefalus. 5. Tanda dan gejala Tanda gejala pada pasien dengan cedera otak menurut Wijaya dan Putri (2013), adalah : 1. Cedera otak ringan – sedang a. Disorientasi ringan b. Amnesia post traumatik c. Hilang memori sesaat d. Sakit kepala



e. Mual muntah f. Vertigo dalam perubahan posisi g. Gangguan pendengaran 2. Cedera otak sedang – berat a. Oedema pulmonal b. Kejang c. Infeksi d. Tanda herniasi otak e. Hemiparase f. Gangguan syaraf kranial 6. Pemeriksaan penunjang/diagnostik



1) Laboratorium : darah lengkap, kimia darah, koagulasi, urinalisis, BGA, skrining toksikologi pada urine. 2) CT Scan kepala : hasil pemeriksaan ditemukan adanya edema serebral, perdarahan, fraktur, dan lesi. Pemriksaan CT Scan diidikasikan untuk pasien GCS < 13 pada saat initial assesment, GCS < 15 setelah dua jam dari onset kejadian, suspect open atau despressed skull fracture, terdapat gejala fraktur basis kranii, post-traumatic seizure, defisit neurologi fokal, dan muntah lebih dari satu kali (National Institute for Health and Care Excellence/NICE,2014) 3) X-Ray kepala dan spinal: dilakukan dengan tujuan umtuk melihat adanya fraktur 4) MRI: Hasil MRI kemungkinan ditemukan adanya edema dan perdarahan pada pasien, tetapi MRI jarang diindikasikan untuk pasien yang tidak stabil, menggunakan ventilator, tidak kooperatif, pasien dalam kondisi trauma akut. 5) Angiografi: pemeriksaan angiografi digunakan untuk melihat adanya trauma serebrovaskular atau trombosis. 6) Foto toraks 7) Pemeriksaan EKG 12 lead. 7. Penatalaksanaan medis 1) Jalan nafas (airway) a. Lakukan imobilitasasi servikal dengan cara jaw thrust atau menggunakan servical collar. b. Kaji apakah ada suara gurgling, snoring, dan stridor



c. Jika terdapat gigi yang lepas atau fragmen tulang dijalan napas akibat trauma diwajah, segera ambil d. Buka jalan napas, jika GCS < 8 maka lakukan intubasi endotrakeal e. Lakukan suction jika terdapat darah, saliva, atau muntahan pada jalan napas. f. Lakukan slang orogastrik untuk dekompresi isi ambung (jangan gunakan slang nasogastrik) 2) Pernapasan (breathing) a. Pertahankan saturasi oksigen > 95% dengan pemberian suplemen oksigen. b. Pertahankan frekuensi pernapasan normal (eukapnea) dengan PaCO2 antara 35-38 mmHg. c. Cegah hiperventilasi kecuali jika terjadi herniasi d. Monitoring end-tidal carbon e. Pertimbangan penggunaan agen blokade neuromuskular jika pasien mengalami kesulitan ventilasi. f. Lakukan dekompresi dengan jarum ukuran 12G jika ditemukan tekanan pneumotoraks (pneumothorax tension) g. Jika terdapat kondisi kondisi pneumotoraks dan hemotoraks yang mengancam nyawa, lakukan tindakan drainase pada ICS 5 pada midaksila arterior. 3) Sirkulasi (circulation) a. Pertahankan status normovolemia pada pasien(jaga tekanan arteri antara 70-90 mmHg)



b. Pertahankan perfusi serebral >70mmHg c. Pada pasien dengan trauma selain penetrasi atau trauma tumpul, tekanan darah sistolik hendaknya minimal 60 mmHg d. Pada pasien dengan trauma selain penetrasi atau trauma tumpul, tekanan darah sistolik hendaknya minimal 60 mmHg e. Berikan tambahan cairan isotonik atau produk darah sesuai dengan kebutuhan pasien f. Jika nadi pasien tidak teraba, maka berikan bolus cairan 250cc sampai nadi teraba g. Pasang kateter urin untuk menitoring pengeluaran urin (terutama jika pasien diberikan diuretik) 4) Disability, lakukan monitoring status GCS (Glasgown Coma Scale) secara berkala, respons, pupil, nadi, pernapasan, dan tekanan darah. 5) Segera menyiapkan pasien untuk pemeriksaan diagnostik penunjang. 6) Cegah jangan sampai terjadi peningkatan TIK dengan pemberian sedasi atau analgesik, pemberian diuretik osmotik (monitol), posisikan pasien head elevation 300,minimalisasi stimulasi eksternal. 7) Fasilitasi pasien untuk dilakukan tindakan pembedahan (evakuasi hematom, lobektomi, kranitomi) 8) Cegah jangan sampai terjadi kejang. 9) Pertahankan suhu tubuh normal 10) Pemberian obat yaitu Diuretik osmotik, Loop diuretik, Analgesik, Antibiotik, Antihipertensi.



KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN 1. Pengkajian 1) Identitas Klien Terdiri dari Nama; Alamat; Umur; Status; Diagnosa medis; Tanggal MRS; Keluarga yang dihubungi; Catatan kedatangan; no RM; Keluhan Utama; Pasien merasakan penurunan kesadaran 2) Riwayat Penyakit Sekarang Adakah riwayat luka berat yang tentang kepala contoh benturan keras dan trauma di kepala seringkali mengalami penurunan kesadaran, konvulsi, muntah, sakit kepala, lemah, serta koma. 3) Riwayat Penyakit Dahulu Adakah riwayat hiperkapnea, riwayat cedera kepala sebelmnya, diabetes melitus, anemia, penyakit jantung. 4) Riwayat Penyakit Keluarga Adakah riwayat penyakit degeneratif hipertensi dan diabetes militus. 5) Riwayat Psikososial Siapa pengasuh klien, interaksi soisal, rekan bermain, peran ibu, kepercayaan agama atau budaya. 2. Pola faedah kesehatan. 1) Pola Persepsi Menggambarkan perpespi family pasien terhadap penyakit yang diderita pasien mengenai pengetahuan dan penatalaksanaan penderita cedera benak berat dengan evolusi perfusi jaringan serebral. 2) Pola Nutrisi



Penderita cedera benak berat asing mengeluh dengan anokresi, mual, muntah yang menyebabkan berat badan menurun. 3) Pola Eliminasi Pola



penyingkiran



terjadi



sebab



perubahan



pola



berkemih



(polyuria,nokturia,anuria) letih, lemah, susah bergerak/berjalan, kram otot, tonus otat menurun. 4) Pola Aktivitas/istirahat Pola aktivitas/istirahat klien tidak sadarkan diri (koma), lemah, susah bergerak, tonus otot menurun. 5) Nilai Keyakinan Hasil cerminan tentang cedera benak berat mengenai penyakit yang diderita menurut keterangan dari agama dan kepercayaan, kecemasan, dan destinasi kesembuhan dan asa akan sakitnya. 3. Pemeriksaan fisik Comprehensif Body Sistem 1) (Breathing) B1 Pada inspeksi, didapatkan klien lemah, sesak nafas dan peningkatan frekuensi nafas. Saat auskultasi terdengar suara tambahan yaitu ronchi dengan penurunan tingkat kesadaran (koma). 2) (Blood) B2 Pada klien cedera otak berat biasanya sistem kardiovaskuler didapatkan renjatan shock hipovolemik. Tekanan darah biasanya mengalami peningkatan dan dapat terjadi hipertensi masif (tekanan darah >180 mmHg). 3) (Brain) B3



Pasien



koma



GCS:1-X-X



(verbal



tidak



biasa



dikaji



karena



menggunakan respirator). Sklera putih, pupildatasis/midriasis kanan. Terjadi cedera kepala bagian kanan dan ada epidural hematom kanan, post trepanasi. 4) (Bladder) B4 Klien terpasang kateter dengan produksi urin+ 1.500 cc/hari. 5) (Bowel) B5 Klien untuk makan dn minum dibantu dengan susu lewat NGT dan cairannya infus. 6) (Bone) B6 Klien untuk bergerak sendi terbatas, hemiplegi kiri. Ekstreminasi atas dan bawah terdapat luka lecet. Akral hangat,tugor cukup, warna kulit pucat. 6) Diagnosa keperawatan 1. Pola napas tidak efektif b.d gangguan neurologis (D.0005) 2. Bersihan jalan napas tidak efektif b.d hipersekresi jalan napas (D.0001) 3. Risiko perfusi serebral tidak efektif b.d cidera kepala (D.0017) 4. Gangguan mobilitas fisik b.d penurunan kekuatan otot (D.0054) 5. Defisit perawatan diri b.d kelemahan (D.0109). 6. Risiko gangguan integritas kulit/jaringan b.d penurunan mobilitas (D.0139) 7.



I.



Intervensi Keperawatan



Diagnosa Keperawatan Pola nafas tidak efektif D.0005



Pengertian : Inspirasi dan/atau ekspirisasi yang tidak memberikan ventilasi adekuat



Perencanaan Keperawatan Tujuan & Kriteria Hasil Pola Napas Tujuan: Setelah dilakukan tindakan keperawatan 3x24 jam inspirasi dan atau ekspirasi yang tidak memberikan ventilasi adekuat membaik . Kriteria Hasil: Menurun Cukup Sedang Cukup Meningk Menurun Meningk at at 1 Dipsnea   1 2 3 4 5 2 Penggunaan otot bantu napas   1 2 3 4 5 Memburuk Cukup Sedang Cukup Membaik Memburu Membaik k 3 Frekuensi napas   1 2 3 4 5 4 Kedalaman napas   1 2 3 4 5



Intervensi Pemantauan Respirasi Observasi:  Monitor pola nafas, monitor saturasi oksigen  Monitor frekuensi, irama, kedalaman dan upaya napas  Monitor adanya sumbatan jalan nafas Terapeutik



Diagnosa Keperawatan



Perencanaan Keperawatan Tujuan & Kriteria Hasil



Bersihan Jalan Napas Tidak Efektif D.0001 Pengertian : Ketidakmampuan membersihkan sekret atau obstruksi jalan napas untuk mempertahankan jalan napas tetap paten



Diagnosa Keperawatan



Pertukaran Gas Tujuan: Setelah dilakukan tindakan keperawatan 3x24 jam oksigenasi dan/atau eliminasi karbondioksida pada membran alveolus-kapiler Normal. Kriteria Hasil: Menurun Cukup Sedang Cukup Meningkat Menurun Meningkat 1 Batuk Efektif   1 2 3 4 5 Meningkat Cukup Sedang Cukup Menurun Meningkat Menurun 2 Produksi Sputum   1 2 3 4 5 3 Mengi   1 2 3 4 5 4 Sianosis   1 2 3 4 5 5 Gelisah 1 2 3 4 5 Memburuk Cukup Sedang Cukup Membaik Memburuk Membaik 5 Pola Nafas   1 2 3 4 5



Intervensi Manajemen Jalan Napas Observasi:  Monitor pola napas  Monitor bunyi napas tambahan  Monitor sputum (jumlah,warna,aroma) Terapeutik  Pertahankan kepatenan jalan napas  Posisikan semi fowler atau fowler  Lakukan fisioterapi dada, jika perlu  Lakukan penghisapan lendir kurang dari 15 detik  Berikan oksigen, jika perlu Edukasi  Anjurkan asupan cairan 2000ml/hari, jika tidak kontraindikasi Kolaborasi  Kolaborasi pemberian bronkodilator, ekspektoran,



Perencanaan Keperawatan



Tujuan & Kriteria Hasil Risiko Perfusi Serebral Tidak Efektif D.0017 Pengertian : Berisiko mengalami penurunan sirkulasi darah ke otak



Perfusi Serebral Tujuan: Setelah dilakukan tindakan keperawatan 3x24 jam diharapkan tidak terjadi risiko perfusi serebral tidak efektif. Kriteria Hasil: No



Meningka



. 1.



t meningkat Tekanan Intrakranial 1 2 Sakit kepala 1 2 Gelisah 1 2 Kecemasan 1 2 Agitasi 1 2



2. 3. 4. 5.



Cukup



Sedan



Cukup



g



Menurun



Menurun



3



4



5



3



4



5



3



4



5



3



4



5



3



4



5



Diagnosa Keperawatan



Perencanaan Keperawatan Tujuan & Kriteria Hasil



Gangguan Mobilitas Fisik D.0054 Pengertian :



Intervensi Manajemen Peningkatan TIK Observasi  Identifikasi penyebab peningkatan TIK  Monitor tanda atau gejala peningkatan TIK  Monitor MAP Terapeutik  Berikan posisi semi fowler  Hindari pemberian cairan IV hipotonik  Cegah terjadinya kejang Kolaborasi  Kolaborasi dalam pemberian sedasi dan anti konvulsan, jika perlu  Kolaborasi pemberian diuretik osmosis, jika perlu



Mobilitas Fisik Tujuan: Setelah dilakukan tindakan keperawatan 3x24 jam diharapkan mobilitas fisik meningkat Kriteria Hasil:



Intervensi Dukungan mobilisasi Observasi:  Identifikasi adanya nyeri atau keluhan fisik lainnya  Identifikasi toleransi fisik melakukan pergerakan



Keterbatasan dalam gerakan fisik dari suatu atau lebih ekstremitas secara mandiri



Menurun



1   2   3   4   5 6



Cukup Menurun Pergerakan ekstremitas 1 2 Kekuatan otot 1 2 Meningkat Cukup Meningkat Nyeri 1 2 Kaku sendi 1 2 Gerakan terbatas 1 2 Kelemahan fisik 1 2



Sedang



Cukup Meningkat



Meningkat



3



4



5



3 Sedang



4 Cukup Menurun



5 Menurun



3



4



5



3



4



5



3



4



5



3



4



5



Diagnosa Keperawatan



Perencanaan Keperawatan Tujuan & Kriteria Hasil



Defisit Perawatan Diri D.0109 Pengertian : Tidak mampu melakukan atau menyelesaikan aktivitas perawatan diri



Perawatan Diri Tujuan: Setelah dilakukan tindakan keperawatan 3x24 jamdiharapkan perawatan diri meningkat Kriteria Hasil: Menurun Cukup Sedang Cukup Meningkat Menurun Meningkat 1 Kemampuan mandi   1 2 3 4 5 2 Kemampuan mengenakan pakaian   1 2 3 4 5 3 Kemampuan makan   4   5 6



Diagnosa Keperawatan



1 2 3 4 Kemampuan ke toilet (BAB/BAK) 1 2 3 4 Verbalisasi keinginan melakukan perawatan diri 1 2 3 4 Mempertahankan kebersihan mulut 1 2 3 4



5



Intervensi Dukungan Perawatan Diri Observasi:  Identifikasi kebiasaan aktivitas perawatan diri sesuai usia  Monitor tingkat kemandirian  Identifikasi kebutuhan alat bantu kebersihan diri, berpakaian, berhias, dan makan Terapeutik:  Sediakan lingkungan yang teraupetik  Siapkan keperluan pribadi  Dampingi dalam melakukan perawatan diri sampai mandiri  Fasilitasi untuk menerima keadaan ketergantungan



5 5 5



Perencanaan Keperawatan



Risiko Gangguan Integritas Kulit/Jaringan D.0139 Pengertian : Berisiko mengalami Kerusakan kulit (dermis dan/atau epidermis) atau jaringan (membran mukosa, kornea, fasia, otot, tendon, tulang, kartilago, kapsul sendi dan/atau ligamen)



Tujuan & Kriteria Hasil Integritas Kulit dan Jaringan Tujuan: Setelah dilakukan tindakan keperawatan 3x24 jam diharapkan integritas kulit dan jaringan meningkat Kriteria Hasil: Menurun Cukup Sedang Cukup Meningkat Menurun Meningkat 1 Elastisitas   1 2 3 4 5 2 Hidrasi   1 2 3 4 5 Meningkat Cukup Sedang Cukup Menurun Meningkat Menurun 3 Kerusakan lapisan kulit   1 2 3 4 5 4 Perdarahan   1 2 3 4 5 5 Nyeri 1 2 3 4 5 6 Hematoma 1 2 3 4 5



Intervensi Perawatan Integritas Kulit Observasi:  Identifikasi penyebab gangguan integritas kulit Terapeutik:  Ubah posisi tiap 2 jam jika tirah baring  Gunakan produk berbahan petrolium atau minyak pada kulit kering  Hindari produk berbahan dasar alkohol pada kulit Edukasi  Anjurkan menggunakan pelembab  Anjurkan minum air yang cukup  Anjurkan meningkatkan asupan nutrisi  Anjurkan menghindari terpapar suhu ekstrem  Anjurkan mandi dan menggunkan sabun secukupnya Perawatan Luka



DAFTAR PUSTAKA Amin,



Hardhi,



2013,



Aplikasi



Asuhan



Keperawatan



& NANDA NIC NOC, Jilid 1,2, Yogyakarta : MediAction Publishing



Berdasarkan



Diagnosa



Medis



Morton,et al. (2012). Keperawatan kritis pendekatan asuhan holistik. Vol.1. Jakarta: kedokteran EGC Prasetyo,



JokoWareng,



pada



Nyeri



Purwanti, Post



oktisri,



Operasi



2016,



Fraktur



Pengaruh



di



Rumah



Terapi



Hypoanalgesia



Sakit



Karima



Utama



Yang



Mengalami



Cedera



Surakarta, http://v1.eprints.ums.ac.id/archive/etd/44867/6 Pretyana



D.



A,



Kepala Rsud



2017,



Ringan



Asuhan



Dengan



Karanganyar,



Keperawatan Ketidakefektifan



Program



Studi



Pada



Pasien



Bersihan D3



Jalan



Keperawatan



Nafas Sekolah



Di Tinggi



Igd Ilmu



Kesehatan Kusuma Husada Surakarta. Santoso MIE, Rahayu M, Balafif F. 2016. Correlation Of Severe Head Injury Epidural Hematoma Trepanation Respond Time With Outcome. MNJ. 02(01):14-18. Wijaya,



A.S



&



Putri,



Y.M,



2013,



KMB



1



Keoerawatan



Medikal



Bedah,



Putri,



Y.M,



2013,



KMB



2



Keoerawatan



Medikal



Bedah,



Yogyakarta: Nuha Medika Wijaya,



A.S



&



Yogyakarta: Nuha Medika Tim Pokja SDKI DPP PPNI. 2017. Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia. Edisi 1. Jakarta : PPNI



Tim Pokja SLKI DPP PPNI. 2019. Standar Luaran Keperawatan Indonesia. Edisi 1. Jakarta : PPNI Tim Pokja SIKI DPP PPNI. 2018. Standar Intervensi Keperawatan Indonesia. Edisi 1. Jakarta : PPNI