LP Cva [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

LAPORAN PENDAHULUAN DAN ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN CVA (CEREBRO VASKULER ACCIDENT) DI RUMAH SAKIT Dr. SAIFUL ANWAR MALANG Disusun sebagai tugas individu Departemen Surgikal



Disusun oleh: Rahman 135070209111077



PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG 2015



LAPORAN PENDAHULUAN CEREBRO VASKULER ACCIDENT



I.



Konsep Dasar A. Pengertian Stroke gangguan



atau



penyakit



neurologikmendadak



serebrovaskular yang



terjadi



mengacu



akibat



pada



pembatasan



setiap atau



terhentinya aliran darah melaluisistem suplai arteri otak (Price, 2006). Menurut WHO stroke adalah adanya tanda-tanda klinik yang berkembang cepat akibat gangguan fungsi otak fokal (atau global) dengan gejala-gejala yang berlangsung selama 24 jam atau lebih yang menyebabkan kematian tanpa adanya penyebab lain yang jelas selain vaskuler. (Hendro Susilo, 2000) Perdarahan intracerebral adalah disfungsi neurologi fokal yang akut dan disebabkan oleh perdarahan primer substansi otak yang terjadi secara spontan bukan olek karena trauma kapitis, disebabkan oleh karena pecahnya pembuluh arteri, vena dan kapiler. (UPF, 1994). Stroke hemorragic adalah stroke yang terjadi karena pembuluh darah di otak pecah sehingga timbul iskhemik dan hipoksia di hilir. Penyebab stroke hemoragi antara lain: hipertensi,



pecahnya



aneurisma,



malformasi



arteri



venosa.



Biasanya



kejadiannya saat melakukan aktivitas atau saat aktif, namun bisa juga terjadi saat istirahat. Kesadaran pasien umumnya menurun (Ria Artiani, 2009). Stroke hemoragik yaitu suatu kerusakan pembuluh darah otak sehinggamenyebabkan perdarahan pada area tersebut. Hal ini menyebabkan gangguan fungsi saraf (Haryono, 2002). Stroke hemoragik terjadi karena salah satu pembuluh darah di otak (aneurisma,mikroaneurisma, kelainan pembuluh darah kongenital) pecah atau robek. Keadanpenderita stroke hemoragik umumnya lebih parah. Kesadaran umumnyamenurun.Mereka berada dalam keadaan somnolen, osmnolen, spoor, atau komapada fase akut.Stroke hemoragik adalah disfungsi neurologi fokal yang akut dan disebabkan olehperdarahan primer substansi otak yang terjadi secara spontan bukan oleh karenatrauma kapitis, disebabkan oleh karena pecahnya pembuluh arteri, vena dan kapiler (Widjaja, 1994).Stroke perdarahan intraserebral atau perdarahan intraserebral primer adalahsuatu sindroma yang ditandai adanya perdarahan spontan ke dalam substansi otak(Gilroy, 2000).



B. Anatomi Fisiologi 1. Otak Berat otak manusia sekitar 1400 gram dan tersusun oleh kurang lebih 100 triliun neuron. Otak terdiri dari empat bagian besar yaitu serebrum (otak besar), serebelum (otak kecil), brainstem (batang otak), dan diensefalon. (Satyanegara, 1998) Serebrum terdiri dari dua hemisfer serebri, korpus kolosum dan korteks serebri. Masing-masing hemisfer serebri terdiri dari lobus frontalis yang merupakan area motorik primer yang bertanggung jawab untuk gerakangerakan voluntar, lobur parietalis yang berperanan pada kegiatan memproses dan mengintegrasi informasi sensorik yang lebih tinggi tingkatnya, lobus temporalis yang merupakan area sensorik untuk impuls pendengaran dan lobus oksipitalis yang mengandung korteks penglihatan primer, menerima informasi penglihatan dan menyadari sensasi warna. Serebelum terletak di dalam fosa kranii posterior dan ditutupi oleh duramater yang menyerupai atap tenda yaitu tentorium, yang memisahkannya dari bagian posterior serebrum. Fungsi utamanya adalah sebagai pusat refleks yang mengkoordinasi dan memperhalus gerakan otot, serta mengubah tonus dan kekuatan kontraksi untuk mempertahankan keseimbangan sikap tubuh. Bagian-bagian batang otak dari bawah ke atas adalah medula oblongata, pons dan mesensefalon (otak tengah). Medula oblongata merupakan pusat refleks yang penting untuk jantung, vasokonstriktor, pernafasan, bersin, batuk, menelan, pengeluaran air liur dan muntah. Pons merupakan



mata



rantai



penghubung



yang



penting



pada



jaras



kortikosereberalis yang menyatukan hemisfer serebri dan serebelum. Mesensefalon merupakan bagian pendek dari batang otak yang berisi aquedikus sylvius, beberapa traktus serabut saraf asenden dan desenden dan pusat stimulus saraf pendengaran dan penglihatan. Diensefalon di bagi empat wilayah yaitu talamus, subtalamus, epitalamus dan hipotalamus. Talamus merupakan stasiun penerima dan pengintegrasi subkortikal yang penting. Subtalamus fungsinya belum dapat dimengerti sepenuhnya, tetapi lesi pada subtalamus akan menimbulkan hemibalismus yang ditandai dengan gerakan kaki atau tangan yang terhempas kuat pada satu sisi tubuh. Epitalamus berperanan pada beberapa



dorongan emosi dasar seseorang. Hipotalamus berkaitan dengan pengaturan rangsangan dari sistem susunan saraf otonom perifer yang menyertai ekspresi tingkah dan emosi. (Sylvia A. Price, 1995). 2. Sirkulasi darah otak Otak menerima 17 % curah jantung dan menggunakan 20 % konsumsi oksigen total tubuh manusia untuk metabolisme aerobiknya. Otak diperdarahi oleh dua pasang arteri yaitu arteri karotis interna dan arteri vertebralis. Dan dalam rongga kranium, keempat arteri ini saling berhubungan dan membentuk sistem anastomosis,



yaitu sirkulus Willisi.(Satyanegara,



1998). Arteri karotis interna dan eksterna bercabang dari arteria karotis komunis kira-kira setinggi rawan tiroidea. Arteri karotis interna masuk ke dalam tengkorak dan bercabang kira-kira setinggi kiasma optikum, menjadi arteri serebri anterior dan media. Arteri serebri anterior memberi suplai darah pada struktur-struktur seperti nukleus kaudatus dan putamen basal ganglia, kapsula interna, korpus kolosum dan bagian-bagian (terutama medial) lobus frontalis dan parietalis serebri, termasuk korteks somestetik dan korteks motorik. Arteri serebri media mensuplai darah untuk lobus temporalis, parietalis dan frontalis korteks serebri. Arteria vertebralis kiri dan kanan berasal dari arteria subklavia sisi yang sama. Arteri vertebralis memasuki tengkorak melalui foramen magnum, setinggi perbatasan pons dan medula oblongata. Kedua arteri ini bersatu membentuk arteri basilaris, arteri basilaris terus berjalan sampai setinggi otak tengah, dan di sini bercabang menjadi dua membentuk sepasang arteri serebri posterior. Cabang-cabang sistem vertebrobasilaris ini memperdarahi medula oblongata, pons, serebelum, otak tengah dan sebagian diensefalon. Arteri



serebri posterior dan cabang-cabangnya memperdarahi sebagian



diensefalon, sebagian lobus oksipitalis dan temporalis, aparatus koklearis dan organ-organ vestibular. (Sylvia A. Price, 1995) Darah di dalam jaringan kapiler otak akan dialirkan melalui venulavenula (yang tidak mempunyai nama) ke vena serta di drainase ke sinus duramatris. Dari sinus, melalui vena emisaria akan dialirkan ke vena-vena ekstrakranial. (Satyanegara, 1998). Darah di dalam jaringan kapiler otak akan dialirkan melalui venula-venula (yang tidak mempunyai nama) ke vena serta di drainase ke sinus duramatris. Dari sinus, melalui vena emisaria akan dialirkan ke vena-vena ekstrakranial. (Satyanegara, 1998).



3. Nervus Cranialis a. Nervus olvaktorius Saraf pembau yang keluar dari otak dibawa oleh dahi, membawa rangsangan aroma (bau-bauan) dari rongga hidung ke otak. b. Nervus optikus Mensarafi bola mata, membawa rangsangan penglihatan ke otak. c. Nervus okulomotoris Bersifat motoris, mensarafi otot-otot orbital (otot pengerak bola mata) menghantarkan serabut-serabut saraf para simpati untuk melayani otot siliaris dan otot iris. d. Nervus troklearis Bersifat motoris, mensarafi otot-otot orbital. Saraf pemutar mata yang pusatnya terletak dibelakang pusat saraf penggerak mata. e. Nervus trigeminus Bersifat majemuk (sensoris motoris) saraf ini mempunyai tiga buah cabang. Fungsinya sebagai saraf kembar tiga, saraf ini merupakan saraf otak besar, sarafnya yaitu: -



Nervus oltamikus: sifatnya sensorik, mensarafi kulit kepala bagian depan kelopak mata atas, selaput lendir kelopak mata dan bola mata.



-



Nervus maksilaris: sifatnya sensoris, mensarafi gigi atas, bibir atas, palatum, batang hidung, ronga hidung dan sinus maksilaris.



-



Nervus mandibula: sifatnya majemuk (sensori dan motoris) mensarafi otot-otot pengunyah. Serabut-serabut sensorisnya mensarafi gigi bawah, kulit daerah temporal dan dagu.



f.



Nervus abdusen Sifatnya motoris, mensarafi otot-otot orbital. Fungsinya sebagai saraf penggoyang sisi mata.



g. Nervus fasialis Sifatnya majemuk (sensori dan motori) serabut-serabut motorisnya mensarafi otot-otot lidah dan selaput lendir ronga mulut. Di dalam saraf ini terdapat serabut-serabut saraf otonom (parasimpatis) untuk wajah dan kulit kepala fungsinya sebagai mimik wajah untuk menghantarkan rasa pengecap.



h. Nervus auditoris Sifatnya sensori, mensarafi alat pendengar, membawa rangsangan dari pendengaran dan dari telinga ke otak. Fungsinya sebagai saraf pendengar. i.



Nervus glosofaringeus Sifatnya majemuk (sensori dan motoris) mensarafi faring, tonsil dan lidah, saraf ini dapat membawa rangsangan cita rasa ke otak.



j.



Nervus vagus Sifatnya majemuk (sensoris dan motoris) mengandung saraf-saraf motorik, sensorik dan parasimpatis faring, laring, paru-paru, esofagus, gaster intestinum minor, kelenjar-kelenjar pencernaan dalam abdomen. Fungsinya sebagai saraf perasa.



k. Nervus asesorius Saraf ini mensarafi muskulus sternokleidomastoid dan muskulus trapezium, fungsinya sebagai saraf tambahan. l.



Nervus hipoglosus Saraf ini mensarafi otot-otot lidah, fungsinya sebagai saraf lidah. Saraf ini terdapat di dalam sumsum penyambung.



C. Etiologi/Faktor Peridsposisi Penyebab perdarahan otak yang paling lazim terjadi 1. Aneurisma Berry, biasanya defek kongenital. 2.



Aneurisma



fusiformis



dari atherosklerosis. Atherosklerosis adalah



mengerasnya pembuluh darah serta berkurangnya kelenturan atau elastisitas dinding pembuluh darah. Dinding arteri menjadi lemah dan terjadi aneurisma kemudian robek dan terjadi perdarahan. 3. Aneurisma myocotik dari vaskulitis nekrose dan emboli septis. 4. Malformasi arteriovenous, adalah pembuluh darah yang mempunyai bentuk abnormal, terjadi hubungan persambungan pembuluh darah arteri, sehingga darah arteri langsung masuk vena, menyebabkan mudah pecah dan menimbulkan perdarahan otak.. 5. Ruptur arteriol serebral, akibat hipertensi yang menimbulkan penebalan dan degenerasi pembuluh darah.



Faktor resiko pada stroke adalah 1. Hipertensi 2. Penyakit kardiovaskuler: arteria koronaria, gagal jantung kongestif, fibrilasi atrium, penyakit jantung kongestif) 3. Kolesterol tinggi, obesitas 4. Peningkatan hematokrit (resiko infark serebral) 5. Diabetes Melitus (berkaitan dengan aterogenesis terakselerasi) 6. Kontrasepasi oral (khususnya dengan disertai hipertensi, merokok, dan kadar estrogen tinggi) 7. Penyalahgunaan obat (kokain), rokok dan alkohol (Smeltzer C. Suzanne, 2002) D. Patofisiologi Hipertensi kronik menyebabkan pembuluh arteriola yang berdiameter 100-400 mcmeter mengalami perubahan patologik pada dinding pembuluh darah tersebut berupa hipohialinosis, nekrosis fibrinoid serta timbulnya aneurisma tipe Bouchard. Arteriol-arteriol dari cabang-cabang lentikulostriata, cabang tembus arteriotalamus dan cabang-cabang paramedian arteria vertebro-basilar mengalami perubahan-perubahan degeneratif yang sama. Kenaikan darah yang “abrupt” atau kenaikan dalam jumlah yang secara mencolok dapat menginduksi pecahnya pembuluh darah terutama pada pagi hari dan sore hari. Jika pembuluh darah tersebut pecah, maka perdarahan dapat berlanjut sampai dengan 6 jam dan jika volumenya besarakan merusak struktur anatomi otak dan menimbulkan gejala klinik. Jika perdarahan yang timbul kecil ukurannya, maka massa darah hanya dapat merasuk dan menyela di antara selaput akson massa putih tanpa merusaknya. Pada keadaan ini absorbsi darah akan diikutioleh pulihnya fungsi-fungsi neurologi. Sedangkan pada perdarahan yang luas terjadi destruksi massa otak, peninggian tekanan intrakranial dan yang lebih berat dapat menyebabkan herniasi otak pada falk serebri atau lewat foramen magnum. Kematian dapat disebabkan oleh kompresi batang otak, hemisfer otak, dan perdarahan batang otak sekunder atau ekstensi perdarahan ke batang otak. Perembesan darah ke ventrikel otak terjadi pada sepertiga kasus perdarahan otak di nukleus kaudatus, talamus dan pons.



Selain kerusakan parenkim otak, akibat volume perdarahan yang relatif banyak akan mengakibatkan peningian tekanan intrakranial dan mentebabkan menurunnya tekanan perfusi otak serta terganggunya drainase otak. Elemen-elemen vasoaktif darah yang keluar serta kaskade iskemik akibat menurunnya tekanan perfusi, menyebabkan neuron-neuron di daerah yang terkena darah dan sekitarnya tertekan lagi. Jumlah darah yang keluar menentukan prognosis. Apabila volume darah lebih dari 60 cc maka resiko kematian sebesar 93 % pada perdarahan dalam dan 71 % pada perdarahan lobar. Sedangkan bila terjadi perdarahan serebelar dengan volume antara 3060 cc diperkirakan kemungkinan kematian sebesar 75 % tetapi volume darah 5 cc dan terdapat di pons sudah berakibat fatal. (Jusuf Misbach, 1999). Otak sendiri merupakan 2% dari berat tubuh total. Dalam keadaan istirahat otak menerima seperenam dari curah jantung. Otak mempergunakan 20% dari oksigen tubuh. Otak sangat tergantung kepada oksigen, bila terjadi anoksia seperti yang terjadi pada CVA di otak mengalami perubahan metabolik, kematian sel dan kerusakan permanen yang terjadi dalam 3 sampai dengan 10 menit (non aktif total). Pembuluh darah yang paling sering terkena ialah arteri serebral dan arteri karotis Interna. Adanya gangguan peredaran darah otak dapat menimbulkan jejas atau cedera pada otak melalui empat mekanisme, yaitu : 1. Penebalan dinding arteri serebral yang menimbulkan penyempitan atau penyumbatan lumen sehingga aliran darah dan suplainya ke sebagian otak tidak adekuat, selanjutnya akan mengakibatkan perubahan-perubahan iskemik otak. Bila hal ini terjadi sedemikian hebatnya, dapat menimbulkan nekrosis. 2. Pecahnya dinding arteri serebral akan menyebabkan bocornya darah ke kejaringan (hemorrhage). 3. Pembesaran sebuah atau sekelompok pembuluh darah yang menekan jaringan otak. 4. Edema serebri yang merupakan pengumpulan cairan di ruang interstitial jaringan otak. Konstriksi lokal sebuah arteri mula-mula menyebabkan sedikit perubahan pada aliran darah dan baru setelah stenosis cukup hebat dan melampaui batas kritis terjadi pengurangan darah secara drastis dan cepat. Oklusi suatu arteri otak akan menimbulkan reduksi suatu area dimana



jaringan otak normal sekitarnya yang masih mempunyai pendarahan yang baik berusaha membantu suplai darah melalui jalur-jalur anastomosis yang ada. Perubahan awal yang terjadi pada korteks akibat oklusi pembuluh darah adalah gelapnya warna darah vena, penurunan kecepatan aliran darah dan sedikit dilatasi arteri serta arteriole. Selanjutnya akan terjadi edema pada daerah ini. Selama berlangsungnya perisriwa ini, otoregulasi sudah tidak berfungsi sehingga aliran darah mengikuti secara pasif segala perubahan tekanan darah arteri. Di samping itu reaktivitas serebrovaskuler terhadap PCO2 terganggu. Berkurangnya aliran darah serebral sampai ambang tertentu akan memulai serangkaian gangguan fungsi neural dan terjadi kerusakan jaringan secara permanen.



E. Tanda dan Gejala 1. Vertebro basilaris, sirkulasi posterior, manifestasi biasanya bilateral : a.



Kelemahan salah satu dari empat anggota gerak tubuh



b.



Peningkatan refleks tendon



c.Ataksia d.



Tanda babinski



e.



Tanda-tanda serebral



f. Disfagia g.



Disartria



h.



Sincope, stupor, koma, pusing, gangguan ingatan.



i. Gangguan penglihatan (diplopia, nistagmus, ptosis, paralysis satu mata). j. Muka terasa baal. 2. Arteri Karotis Interna a.



Kebutaan Monokular disebabkan karena insufisiensi aliran darah



arteri ke retina b.



Terasa baal pada ekstremitas atas dan juga mungkin menyerang



wajah. 3. Arteri Serebri Anterior a.



Gejala paling primer adalah kebingungan



b.



Rasa kontralateral lebih besar pada tungkai



c.Lengan bagian proksimal mungkin ikut terserang d.



Timbul gerakan volunter pada tungkai terganggu



e.



Gangguan sensorik kontra lateral



f. Dimensi reflek mencengkeram dan refleks patologis 4. Arteri Serebri Posterior a.



Koma



b.



Hemiparesis kontralateral



c.Afasia visual atau buta kata (aleksia) d.



Kelumpuhan saraf kranial ketiga – hemianopsia, koreo –



athetosis 5. Arteri Serebri Media a.



Mono paresis atau hemiparesis kontra lateral (biasanya



mengenai lengan) b.



Kadang-kadang heminopsia kontralateral (kebutaan)



c.Afasia global (kalau hemisfer dominan yang terkena)



d.



Gangguan semua fungsi yang ada hubungannya dengan



percakapan dan komunikasi e.



Disfagia



6. Komplikasi



Stroke hemoragik dapat menyebabkan a. Infark Serebri b. Hidrosephalus



yang



sebagian



kecil



menjadi



hidrosephalus normotensif c. Fistula caroticocavernosum d. Epistaksis e. Peningkatan TIK, tonus otot abnormal 7. Pemeriksaan Diagnostik a. Angiografi cerebral Membantu menentukan penyebab dari stroke secara spesifik seperti perdarahan arteriovena atau adanya ruptur dan untuk mencari sumber perdarahan seperti aneurism atau malformasi vaskular. b. Lumbal pungsi Tekanan yang meningkat dan disertai bercak darah pada cairan lumbal menunjukkan adanya hemoragi pada subarakhnoid atau perdarahan pada intrakranial. c. CT scan Penindaian ini memperlihatkan secara spesifik letak edema, posisi hematoma, adanya jaringan otak yang infark atau iskemia dan posisinya secara pasti. d. MRI (Magnetic Imaging Resonance) Menggunakan gelombang megnetik untuk menentukan posisi dan bsar terjadinya perdarahan otak. Hasil yang didapatkan area yang mengalami lesi dan infark akibat dari hemoragik. e. EEG Pemeriksaan ini bertujuan untuk melihat masalah yang timbul dan dampak dari jaringan yang infrak sehingga menurunnya impuls listrik dalam jaringan otak.



8. Penatalaksanaan a. Penatalaksanaan umum 5 B dengan penurunan kesadaran : 1) Breathing (Pernapasan)  Usahakan jalan napas lancar.  Lakukan penghisapan lendir jika sesak.  Posisi kepala harus baik, jangan sampai saluran napas tertekuk.  Oksigenisasi terutama pada pasien tidak sadar. 2) Blood (Tekanan Darah)  Usahakan otak mendapat cukup darah.  Jangan terlalu cepat menurunkan tekanan darah pada masa akut. 3) Brain (Fungsi otak)  Atasi kejang yang timbul.  Kurangi edema otak dan tekanan intra cranial yang tinggi. 4) Bladder (Kandung Kemih) 



Pasang katheter bila terjadi retensi urine



5) Bowel (Pencernaan)  Defekasi supaya lancar.  Bila tidak bisa makan per-oral pasang NGT/Sonde. 6) Menurunkan kerusakan sistemik. Dengan infark serebral terdapat kehilangan irreversible inti sentral jaringan otak. Di sekitar zona jaringan yang mati mungkin ada jaringan yang masih harus diselamatkan. Tindakan awal yang harus difokuskan untuk menyelamatkan sebanyak mungkin area iskemik. Tiga unsur yang paling penting untuk area tersebut adalah oksigen, glukosa dan aliran darah yang adekuat. Kadar oksigen dapat dipantau melalui gas-gas arteri dan oksigen dapat diberikan pada pasien jika ada indikasi. Hypoglikemia dapat dievaluasi dengan serangkaian pemeriksaan glukosa darah. b. Mengendalikan Hypertensi dan Peningkatan Tekanan Intra Kranial 1) Kontrol hypertensi, TIK dan perfusi serebral dapat membutuhkan upaya dokter maupun perawat. Perawat harus mengkaji masalah-masalah ini, mengenalinya dan memastikan bahwa



tindakan medis telah dilakukan. Pasien dengan hypertensi sedang biasanya tidak ditangani secara akut. Jika tekanan darah lebih rendah setelah otak terbiasa dengan hypertensi karena perfusi yang adekuat, maka tekanan perfusi otak akan turun sejalan dengan tekanan darah. Jika tekanan darah diastolic diatas kira-kira 105 mmHg, maka tekanan tersebut harus diturunkan secara bertahap. Tindakan ini harus disesuaikan dengan efektif menggunakan nitropusid. 2) Jika TIK meningkat pada pasien stroke, maka hal tersebut biasanya terjadi setelah hari pertama. Meskipun ini merupakan respons alamiah otak terhadap beberapa lesi serebrovaskular, namun hal ini merusak otak. Metoda yang lazim dalam mengontrol PTIK mungkin dilakukan seperti hyperventilasi, retensi cairan, meninggikan kepala, menghindari fleksi kepala, dan rotasi kepala yang berlebihan yang dapat membahayakan aliran balik vena ke kepala. Gunakan diuretik osmotik seperti manitol dan mungkin pemberian deksamethasone meskipun penggunaannya masih merupakan kontroversial. c. Terapi Farmakologi Antikoagulasi dapat diberikan pada stroke non haemoragik, meskipun heparinisasi pada pasien stroke iskemik akut mempunyai potensi untuk menyebabkan komplikasi haemoragik. Heparinoid dengan berat molekul rendah (HBMR) menawarkan alternatif pada penggunaan



heparin



dan



dapat



menurunkan



kecendrungan



perdarahan pada penggunaannya. Jika pasien tidak mengalami stroke, sebaliknya mengalami TIA, maka dapat diberikan obat anti platelet. Obat-obat untuk mengurangi perlekatan platelet dapat diberikan dengan harapan dapat mencegah peristiwa trombotik atau embolitik di masa mendatang. Obat-obat antiplatelet merupakan kontraindikasi dalam keadaan adanya stroke hemoragi seperti pada halnya heparin.



d. Pembedahan Beberapa



tindakan



pembedahan



kini



dilakukan



untuk



menangani penderita stroke. Sulit sekali untuk menentukan penderita mana



yang



menguntungkan



untuk



dibedah.



Tujuan



utama



pembedahan adalah untuk memperbaiki aliran darah serebral. Endarterektomi



karotis



dilakukan



untuk



memperbaiki



peredaran darah otak. Penderita yang menjalani tindakan ini seringkali juga menderita beberapa penyulit seperti hypertensi, diabetes dan penyakit kardiovaskuler yang luas. Tindakan ini dilakukan dengan anestesi umum sehingga saluran pernapasan dan kontrol ventilasi yang baik dapat dipertahankan.



II.



Asuhan Keperawatan



A.



Pengkajian Pengkajian



merupakan



tahap



awal



dan



landasan



proses



keperawatan untuk mengenal masalah klien, agar dapat memberi arah kepada tindakan keperawatan. Tahap pengkajian terdiri dari tiga kegiatan, yaitu pengumpulan data, pengelompokkan data dan perumusan diagnosis keperawatan. (Doenges et al,2007) 1. Pengumpulan data Pengumpulan data adalah mengumpulkan informasi tentang status kesehatan klien yang menyeluruh mengenai fisik, psikologis, sosial budaya, spiritual, kognitif, tingkat perkembangan, status ekonomi, kemampuan fungsi dan gaya hidup klien. (Doenges et al, 2007) a. Identitas klien Meliputi nama, umur (kebanyakan terjadi pada usia tua), jenis kelamin, pendidikan, alamat, pekerjaan, agama, suku bangsa, tanggal dan jam MRS, nomor register, diagnose medis. b. Keluhan utama Biasanya didapatkan kelemahan anggota gerak sebelah badan, bicara pelo, dan tidak dapat berkomunikasi. c. Riwayat penyakit sekarang Serangan



stroke



hemoragik



seringkali



berlangsung



sangat



mendadak, pada saat klien sedang melakukan aktivitas. Biasanya terjadi nyeri kepala, mual, muntah bahkan kejang sampai tidak sadar, disamping gejala kelumpuhan separoh badan atau gangguan fungsi otak yang lain. d. Riwayat penyakit dahulu Adanya riwayat hipertensi, diabetes militus, penyakit jantung, anemia, riwayat trauma kepala, kontrasepsi oral yang lama, penggunaan obat-obat anti koagulan, aspirin, vasodilator, obat-obat adiktif, kegemukan. e. Riwayat penyakit keluarga Biasanya ada riwayat keluarga yang menderita hipertensi ataupun diabetes militus. (Hendro Susilo, 2000) f.



Riwayat psikososial Stroke memang suatu penyakit yang sangat mahal. Biaya untuk pemeriksaan, pengobatan dan perawatan dapat mengacaukan



keuangan keluarga sehingga faktor biaya ini dapat mempengaruhi stabilitas emosi dan pikiran klien dan keluarga. g. Pola-pola fungsi kesehatan Pola persepsi dan tata laksana hidup sehat. Biasanya ada riwayat perokok, penggunaan alkohol, penggunaan obat kontrasepsi oral. h. Pola nutrisi dan metabolisme Adanya keluhan kesulitan menelan, nafsu makan menurun, mual muntah pada fase akut. i.



Pola eliminasi Biasanya terjadi inkontinensia urine dan pada pola defekasi biasanya terjadi konstipasi akibat penurunan peristaltik usus.



j.



Pola aktivitas dan latihan Adanya kesukaran untuk beraktivitas karena kelemahan, kehilangan sensori atau paralise/ hemiplegi, mudah lelah



k. Pola tidur dan istirahat Biasanya klien mengalami kesukaran untuk istirahat karena kejang otot/nyeri otot. l.



Pola hubungan dan peran Adanya perubahan hubungan dan peran karena klien mengalami kesukaran untuk berkomunikasi akibat gangguan bicara.



m. Pola persepsi dan konsep diri Klien merasa tidak berdaya, tidak ada harapan, mudah marah, tidak kooperatif. n. Pola sensori dan kognitif Pada



pola



sensori



klien



mengalami



gangguan



penglihatan/kekaburan pandangan, perabaan/sentuhan menurun pada muka dan ekstremitas yang sakit. Pada pola kognitif biasanya terjadi penurunan memori dan proses berpikir. o. Pola reproduksi seksual Biasanya terjadi penurunan gairah seksual akibat dari beberapa pengobatan stroke, seperti obat anti kejang, anti hipertensi, antagonis histamin. p. Pola penanggulangan stress Klien biasanya mengalami kesulitan untuk memecahkan masalah karena gangguan proses berpikir dan kesulitan berkomunikasi.



q. Pola tata nilai dan kepercayaan Klien biasanya jarang melakukan ibadah karena tingkah laku yang tidak stabil, kelemahan/kelumpuhan pada salah satu sisi tubuh. 2. Pemeriksaan fisik a. Keadaan umum Kesadaran : umumnya mengalami penurunan kesadaran Suara bicara : kadang mengalami gangguan yaitu sukar dimengerti, kadang tidak bisa bicara Tanda-tanda vital : tekanan darah meningkat, denyut nadi bervariasi b. Pemeriksaan integumen Kulit : jika klien kekurangan O2 kulit akan tampak pucat dan jika kekurangan cairan maka turgor kulit kan jelek. Di samping itu perlu juga dikaji tanda-tanda dekubitus terutama pada daerah yang menonjol karena klien CVA Bleeding harus bed rest 2-3 minggu Kuku : perlu dilihat adanya clubbing finger, cyanosis Rambut : umumnya tidak ada kelainan c. Pemeriksaan kepala dan leher Kepala : bentuk normocephalik Muka : umumnya tidak simetris yaitu mencong ke salah satu sisi Leher : kaku kuduk jarang terjadi (Satyanegara, 1998) d.



Pemeriksaan dada



Pada pernafasan kadang didapatkan suara nafas terdengar ronchi, wheezing ataupun suara nafas tambahan, pernafasan tidak teratur akibat penurunan refleks batuk dan menelan. e.



Pemeriksaan abdomen



Didapatkan penurunan peristaltik usus akibat bed rest yang lama, dan kadang terdapat kembung. f. Pemeriksaan inguinal, genetalia, anus Kadang terdapat incontinensia atau retensio urine g.



Pemeriksaan ekstremitas



Sering didapatkan kelumpuhan pada salah satu sisi tubuh. h. -



Pemeriksaan neurologi Pemeriksaan nervus cranialis



Umumnya terdapat gangguan nervus cranialis VII dan XII central. -



Pemeriksaan motorik Hampir selalu terjadi kelumpuhan/kelemahan pada salah satu sisi tubuh.



-



Pemeriksaan sensorik Dapat terjadi hemiparestesi



-



Pemeriksaan refleks Pada fase akut reflek fisiologis sisi yang lumpuh akan menghilang. Setelah beberapa hari refleks fisiologis akan muncul kembali didahuli dengan refleks patologis.



3. Pemeriksaan penunjang a. Pemeriksaan radiologi -



CT scan : didapatkan hiperdens fokal, kadang-kadang masuk ventrikel, atau menyebar ke permukaan otak.



-



MRI : untuk menunjukkan area yang mengalami hemoragik. (Marilynn E. Doenges, 2007)



-



Angiografi serebral : untuk mencari sumber perdarahan seperti aneurisma atau malformasi vaskuler. (Satyanegara, 1998)



-



Pemeriksaan foto thorax : dapat memperlihatkan keadaan jantung, apakah terdapat pembesaran ventrikel kiri yang merupakan salah satu tanda hipertensi kronis pada penderita stroke.



b. Pemeriksaan laboratorium Pungsi lumbal : pemeriksaan likuor yang merah biasanya dijumpai pada perdarahan yang masif, sedangkan perdarahan yang kecil biasanya warna likuor masih normal (xantokhrom) sewaktu hari-hari pertama. (Satyanegara, 1998) Pemeriksaan darah rutin Pemeriksaan kimia darah : pada stroke akut dapat terjadi hiperglikemia. Gula darah dapat mencapai 250 mg dalam serum dan kemudian berangsur-angsur turun kembali. Pemeriksaan darah lengkap : unutk mencari kelainan pada darah itu sendiri.



B. Analisa data



Analisa data merupakan kegiatan intelektual yang meliputi kegiatan mentabulasi, mengklasifikasi, mengelompokkan, mengkaitkan data dan akhirnya menarik kesimpulan. C. Diagnosa keperawatan Diagnosa keperawatan merupakan suatu pernyataan dari masalah pasien yang nyata ataupun potensial dan membutuhkan tindakan keperawatan sehingga masalah pasien dapat ditanggulangi atau dikurangi. 1. Gangguan perfusi jaringan serebral yang berhubungan dengan perdarahan intracerebral. 2. Gangguan



mobilitas



fisik



berhubungan



dengan



hemiparese/hemiplagia. 3. Gangguan persepsi sensori berhubungan dengan penurunan sensori, penurunan penglihatan. 4. Gangguan



komunikasi



verbal



berhubungan



dengan



penurunan



sirkulasi darah otak. 5. Gangguan eliminasi alvi(konstipasi) berhubungan dengan imobilisasi, intake cairan yang tidak adekuat. 6. Resiko gangguan nutrisi berhubungan dengan kelemahan otot mengunyah dan menelan. 7. Kurangnya pemenuhan perawatan diri yang berhubungan dengan hemiparese/hemiplegi. 8. Resiko gangguan integritas kulit yang berhubungan tirah baring lama. 9. Resiko ketidakefektifan bersihan jalan nafas yang berhubungan dengan penurunan refleks batuk dan menelan. 10. Gangguan eliminasi uri (inkontinensia uri) yang berhubungan dengan lesi pada upper motor neuron.



D. Perencanaan Setelah merumuskan diagnosa keperawatan maka perlu dibuat perencanaan intervensi keperawatan dan aktivitas keperawatan. Tujuan perencanaan adalah untuk mengurangi, menghilangkan dan mencegah masalah keperawatan klien. Tahapan perencanaan keperawatan klien adalah penentuan prioritas diagnosa keperawatan,penentuan tujuan, penetapan kriteria hasil dan menentukan intervensi keperawatan. Rencana keperawatan dari diagnosa keperawatan diatas adalah : Diagnosa Keperawatan/ Masalah Kolaborasi



Rencana keperawatan



Perfusi jaringan cerebral tidak efektif b/d gangguan afinitas Hb oksigen, penurunan konsentrasi Hb, Hipervolemia, Hipoventilasi, gangguan transport O2, gangguan aliran arteri dan vena



NOC :  Circulation status  Neurologic status  Tissue Prefusion : cerebral Setelah dilakukan asuhan selama……… ketidakefektifan perfusi jaringan cerebral teratasi dengan kriteria hasil:  Tekanan systole dan diastole dalam rentang yang diharapkan  Tidak ada ortostatikhipertensi  Komunikasi jelas  Menunjukkan konsentrasi dan orientasi  Pupil seimbang dan reaktif  Bebas dari aktivitas kejang  Tidak mengalami nyeri kepala



DO Gangguan status mental Perubahan perilaku Perubahan respon motorik Perubahan reaksi pupil Kesulitan menelan Kelemahan atau paralisis ekstrermitas - Abnormalitas bicara -



Tujuan dan Kriteria Hasil Intervensi NIC :  Monitor TTV  Monitor AGD, ukuran pupil, ketajaman, kesimetrisan dan reaksi  Monitor adanya diplopia, pandangan kabur, nyeri kepala  Monitor level kebingungan dan orientasi  Monitor tonus otot pergerakan  Monitor tekanan intrkranial dan respon nerologis  Catat perubahan pasien dalam merespon stimulus  Monitor status cairan  Pertahankan parameter hemodinamik  Tinggikan kepala 045o tergantung pada konsisi pasien dan order medis



-



-



-



-



-



-



Diagnosa Keperawatan/ Masalah Kolaborasi



Rencana keperawatan



Gangguan mobilitas fisik



NOC :  Joint Movement : Active  Mobility Level  Self care : ADLs  Transfer performance Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama….gangguan mobilitas fisik teratasi dengan kriteria hasil:  Klien meningkat dalam aktivitas fisik  Mengerti tujuan dari peningkatan mobilitas  Memverbalisasikan perasaan dalam meningkatkan kekuatan dan kemampuan berpindah  Memperagakan penggunaan alat Bantu untuk mobilisasi (walker)



Berhubungan dengan : Gangguan metabolisme sel Keterlembatan perkembangan Pengobatan Kurang support lingkungan Keterbatasan ketahan kardiovaskuler Kehilangan integritas struktur tulang Terapi pembatasan gerak Kurang pengetahuan tentang kegunaan pergerakan fisik Indeks massa tubuh diatas 75 tahun percentil sesuai dengan usia Kerusakan persepsi sensori Tidak nyaman, nyeri Kerusakan muskuloskeletal dan neuromuskuler Intoleransi aktivitas/penurunan kekuatan dan stamina Depresi mood atau cemas Kerusakan kognitif Penurunan kekuatan otot, kontrol dan atau masa Keengganan untuk memulai gerak Gaya hidup yang menetap, tidak digunakan, deconditioning Malnutrisi selektif atau umum



Tujuan dan Kriteria Hasil Intervensi NIC : Exercise therapy : ambulation 



























 



Monitoring vital sign sebelm/sesudah latihan dan lihat respon pasien saat latihan Konsultasikan dengan terapi fisik tentang rencana ambulasi sesuai dengan kebutuhan Bantu klien untuk menggunakan tongkat saat berjalan dan cegah terhadap cedera Ajarkan pasien atau tenaga kesehatan lain tentang teknik ambulasi Kaji kemampuan pasien dalam mobilisasi Latih pasien dalam pemenuhan kebutuhan ADLs secara mandiri sesuai kemampuan Dampingi dan Bantu pasien saat mobilisasi dan bantu penuhi kebutuhan ADLs ps. Berikan alat Bantu jika klien memerlukan. Ajarkan pasien bagaimana merubah posisi dan berikan bantuan jika diperlukan



-



-



DO: Penurunan waktu reaksi Kesulitan merubah posisi Perubahan gerakan (penurunan untuk berjalan, kecepatan, kesulitan memulai langkah pendek) Keterbatasan motorik kasar dan halus Keterbatasan ROM Gerakan disertai nafas pendek atau tremor Ketidak stabilan posisi selama melakukan ADL Gerakan sangat lambat dan tidak terkoordinasi



Diagnosa Keperawatan/ Masalah Kolaborasi Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh Berhubungan dengan : Ketidakmampuan untuk memasukkan atau mencerna nutrisi oleh karena faktor biologis, psikologis atau ekonomi. DS: -Nyeri abdomen -Muntah -Kejang perut -Rasa penuh tiba-tiba setelah makan



Rencana keperawatan Tujuan dan Kriteria Hasil Intervensi NOC:  a Nutritional status: Adequacy of nutrient  b Nutritional Status : food and Fluid Intake c Weight Control Setelah dilakukan  tindakan keperawatan selama….nutrisi kurang teratasi dengan indikator:  Albumin serum   Pre albumin serum  Hematokrit  Hemoglobin   Total iron binding  capacity  Jumlah limfosit 



Kaji adanya alergi makanan Kolaborasi dengan ahli gizi untuk menentukan jumlah kalori dan nutrisi yang dibutuhkan pasien Yakinkan diet yang dimakan mengandung tinggi serat untuk mencegah konstipasi Ajarkan pasien bagaimana membuat catatan makanan harian. Monitor adanya penurunan BB dan gula darah Monitor lingkungan selama makan Jadwalkan pengobatan dan tindakan tidak selama jam makan



DO: -Diare -Rontok rambut yang berlebih -Kurang nafsu makan -Bising usus berlebih -Konjungtiva pucat -Denyut nadi lemah



 Monitor turgor kulit  Monitor kekeringan, rambut kusam, total protein, Hb dan kadar Ht  Monitor mual dan muntah  Monitor pucat, kemerahan, dan kekeringan jaringan konjungtiva  Monitor intake nuntrisi  Informasikan pada klien dan keluarga tentang manfaat nutrisi  Kolaborasi dengan dokter tentang kebutuhan suplemen makanan seperti NGT/ TPN sehingga intake cairan yang adekuat dapat dipertahankan.  Atur posisi semi fowler atau fowler tinggi selama makan  Kelola pemberan anti emetik:.....  Anjurkan banyak minum  Pertahankan terapi IV line  Catat adanya edema, hiperemik, hipertonik papila lidah dan cavitas oval



E. Pelaksanaan Merupakan realisasi dari perawatan yang telah dibuat. Perawat mempertimbangkan



beberapa



alternatif



dalam



tindakan



keperawatan,



memutuskan dan melaksanakan tindakan yang mungkin berhasil mengurangi atau



memecahan



masalah



klien.



Ada



beberapa



fase



perencanaan



keperawatan yaitu fase pertama persiapan yang meliputi pengetahuan tentang rencana,



validasi



rencana,



pengetahuan



dan



keterampilan



mengimplementasikannya, fase kedua adalah puncak pelaksanaan yang berorientasi



pada



tujuan.



Hal



penting



dalam



pelaksanaan



adalah



mengumpulkan data yang berhubungan dengan reaksi klien termasuk reaksi fisik, psikologis, sosial dan spiritual. Fase ketiga merupakan terminasi antara perawat dan klien setelah implementasi, termasuk didalamnya kesimpulan dari semua pelaksanaan yang telah dilakukan. F. Evaluasi Evaluasi merupakan langkah akhir dalam proses keperawatan. Evaluasi adalah kegiatan yang di sengaja dan terus-menerus dengan melibatkan klien, perawat, dan anggota tim kesehatan lainnya. Dalam hal ini diperlukan pengetahuan tentang kesehatan, patofisiologi, dan strategi evaluasi. Tujuan evaluasi adalah untuk menilai apakah tujuan dalam rencana keperawatan tercapai atau tidak dan untuk melakukan pengkajian ulang.



DAFTAR PUSTAKA Abdul, G. (2009) Manajemen stroke.yogyakarta: pustaka cendikia press. Brunner & Suddarth., (2004). Medical Surgical Nursing. JB Lippincot Company, Philadelphia. Dochterman & Bulecheck. 2004. NIC : Nursing Interventions Classification. Fourth Edition. Missouri : Mosby Doenges, M.E.,Moorhouse M.F.,Geissler A.C. (2007). Rencana Asuhan Keperawatan. EGC, Jakarta. Harsono. (2000). Kapita Selekta Neurologi, Gadjah Mada University Press, Yogyakarta. Herdman, T.H. 2012. NANDA International Nursing Diagnoses : Definitions & Classification, 2012-2014. Oxford : Wiley-Blackwell Moorhead, Sue. 2004. NOC : Nursing Outcomes Classification. Fourth Edition. Missouri : Mosby Muttaqin, A. 2008. Asuhan Keperawatan Klien dengan Gangguan Sistem Persarafan. Jakarta : Salemba Medika Price S.A., Wilson L.M. (2006). Patofisiologi Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit Edisi 4, Buku II, EGC, Jakarta. Susilo, H. (2000). Simposium Stroke, Patofisiologi Dan Penanganan Stroke, Suatu Pendekatan Baru Millenium III. Bangkalan. WHO. 1989. Recommendation on Stroke Prevention, diagnosis and therapy in Stroke. Stroke; 20:1407-31.