LP Cva Bleeding [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

ASUHAN KEPERAWATAN PASIEN DENGAN GANGGUAN CEREBRO VASKULAR ACCIDENT BLEEDING DI RUANG SERUNI A RSUD DR. SOETOMO SURABAYA



Disusun Oleh: Shintia Ekawati 132013143050



PROGRAM STUDI PROFESI NES FAKULTAS KEPERAWATAN UNIVERSITAS AIRLANGGA SURABAYA 2020



1. Definisi Cerebrovaskuler Accident (CVA) bleeding atau stroke hemoragik adalah rupturnya pembuluh otak yang mengakibatkan akumulasi darah dan penekanan di sekitar jaringan otak. Ada dua tipe stroke hemoragik yaitu intracerebral hemoragik atau subarachnoid hemoragik. Pecahnya pembuluh darah di otak disebabkan oleh aneurisme (menurunnya elastisitas pembuluh darah) dan arteriovenous malformations (AVMs) (terbentuknya sekelompok pembuluh darah abnormal terbentuk yang mengakibatkan salah satu dari pembuluh darah tersebut mudah ruptur) (American Heart Association, 2015). Stroke hemoragik adalah perdarahan spontan di dalam otak. Penyebab utamanya adalah hipertensi kronik dan adanya degenerasi pembuluh darah cerebral. Perdarahan dapat terjadi di dalam otak dan ruang subaraknoid karena ruptur dari arteri atau ruptur dari aneurisma (Tubagus Vonny, Ali Haji R., Parinding Novita, 2015). ANATOMI DAN FISIOLOGI OTAK Otak adalah organ vital yang terdiri dari 100 - 200 milyar sel aktif yang saling berhubungan dan bertanggung jawab atas fungsi mental dan intelektual kita. Otak terdiri dari sel - sel otak yang disebut neuron. Secara garis besar sistem saraf dibagi menjadi 2, yaitu sistem saraf pusat dan sistem saraf tepi. Sistem saraf pusat (SSP) terbentuk oleh otak dan medulla spinalis. Sistem saraf disisi luar SSP disebut sistem saraf tepi (SST). Fungsi dari SST adalah menghantarkan informasi bolak balik antara SSP dengan bagian tubuh lainnya (Noback dkk, 2005). Otak merupakan bagian utama dari sistem saraf dengan komponen bagiannya adalah : 1) Cerebrum Cerebrum merupakan bagian otak yang terbesar yang terdiri dari sepasang hemisfer kanan dan kiri serta tersusun dari korteks. Korteks ditandai dengan sulkus (celah) dan girus. Cerebrum dibagi menjadi beberapa lobus, yaitu: a) Lobus Frontalis Lobus frontalis berperan sebagai pusat fungsi intelektual yang lebih tinggi, seperti kemampuan berpikir abstrak dan nalar, bicara (area broca di hermisfer kiri), pusat penghidit dan emosi. Bagian ini mengandung pusat pengontrolan gerakan volunter di gyrus presentralis (area motorik primer) dan terdapat area asosiasi motorik (area premotor). Pada lobus ini terdapat daerah broca yang mengatur ekspresi bicara, lobus ini juga mengatur gerakan sadar, perilaku sosial, berbicara, motivasi dan inisiatif (Purves dkk, 2004).



b) Lobus Temporalis Lobus temporalis mencakup bagian korteks serebrum yang berjalan ke bawah dari fisura lateral dan sebelah posterior dari fisura parieto-oksipitalis (White, 2008). Lobus ini berfungsi untuk mengatur daya ingat verbal, visual, pendengaran dan berperan dalam pembentukan dan perkembangan emosi.



Gambar 1. Lobus dan cerebrum dilihat dari samping dan atas (White, 2008) c) Lobus Parietalis Lobus Parietalis merupakan daerah pusat kesadaran sensorik di gyrus post sentralis (area sensorik primer) untuk rasa raba dan pendengaran (White, 2008). d) Lobus Oksipitalis Lobus oksipitalis berfungsi untuk pusat penglihatan dan area asosiasi penglihatan: menginterpretasi dan memproses rangsang penglihatan dari nervus optikus dan mengasosiasikan rangsang ini dengan informasi saraf lain dan memori (White, 2008). e) Lobus Limbik Lobus limbik untuk mengatur emosi manusia, memori emosi dan bersama hipothalamus menimbulkan perubahan melalui pengendalian atas susunan endokrin dan susunan autonom (White, 2008).



2) Cerebellum Cerebellum adalah struktur kompleks yang mengandung lebih banyak neuron dibandingkan otak secara keseluruhan. Memiliki peran koordinasi yang penting dalam fungsi motorik yang didasarkan pada informasi somatosensori yang diterima inputnya 40 kali lebih banyak dibandingkan output. Cerebellum terdiri dari tiga bagian fungsional yang berbeda yang menerima dan menyampaikan informasi ke bagian lain dari sistem saraf pusat. Cerebellum merupakan pusat koordinasi untuk keseimbangan dan tonus otot. Mengendalikan kontraksi otot - otot volunter secara optimal. Bagian - bagian dari cerebellum adalah lobus anterior, lobus medialis dan lobus fluccolonodularis (Purves, 2004).



Gambar 2. Cerebellum dari atas (Raine,2009) 3) Brainstem



Brainstem adalah batang otak, berfungsi untuk mengatur seluruh proses kehidupan yang mendasar. Berhubungan dengan diensefalon diatasnya dan medulla spinalis dibawahnya. Struktur - struktur fungsional batang otak yang penting adalah jaras asenden dan desenden traktus longitudinalis antara medulla spinalis dan bagian - bagian otak, anyaman sel saraf dan 12 pasang saraf cranial. Secara garis besar brainstem terdiri dari tiga segmen, yaitu



mesensefalon,



pons



dan



medulla



oblongata.



Gambar 3. Brainsteam (White,2008)



2. Etiologi Cva bleeding biasanya disebabkan oleh beberapa kejadian yaitu : 1) Ruptur aneurisma sakular (70-75%) 2) Nalfomasi arteriovena 3) Ruptur aneurisma fusiform 4) Ruptur aneurisma mikotik 5) Kelainan darah penggunaan antikoagulan, pembekuan darah 6) Infeksi 7) Neoplasma 8) Trauma Faktor Risiko 1) Hipertensi 2) Merokok 3) Usia lanjut 4) Jenis kelamin 5) Pecandu alkohol berat 3. Manifestasi Klinis Manifestasi stroke sangat beragam, tergantung dari arteri serebral yang terkena dan luasnya kerusakan jaringan serebral. Manifestasi klinik yang sering terjadi diantaranya adanya kelemahan pada alat gerak, penurunan kesadaran, gangguan penglihatan, gangguan komunikasi, sakit kepala dan gangguan keseimbangan. Tanda dan gejala ini biasanya terjadi secara mendadak , fokal dan mengenai satu sisi (Kariasa, 2009) Geoffrey et al (2008) dalam Kariasa (2009) bahwa sebagian besar pasien



paska



serangan stroke memiliki keterbatasan gerak, gangguan penhlihatan, gangguan bicara dan gangguan kognitif. Selain aspek fisik ditemukan pula bahwa pasien paska serangan stroke mengalami gangguan psikologis seperti depresi, cemas, ketakutan danmenarik diri dari kehidupan sosial.



Gejala perdarahan subaraknoid antara lain : 1. Nyeri kepala mendadak-intensitas maksimal dalam waktu segera atau menit dan berlangsung selama beberapa jam sampai hari. 2. Tanda rangsang meningeal- mual muntah, fotofobia, kaku kuduk. 3. Penurunan kesadaran sementara (50 % kasus SAH) atau menetap. 4. Serangan epileptik pada 6 % kasus SAH. 5. Defisit neurologis fokal berupa disfasia, hemiparesis, hemihipestesia 6. Kematian mendadak terjadi pada 10 % kasus SAH. Tabel 5.1 Derajat SAH Derajat SAH menurut Hunt Hess Derajat



Manifestasi Klinis



1



Asimtomatik atau nyeri kepala dan kaku kuduk yang ringan.



2



Nyeri kepala yang sedang sampai berat, kaku kuduk dan tidak ada defisit neurologis kecuali pada saraf kranial



3



Bingung, penurunan kesadaran, defisit fokal ringan



4



Stupor, hemiparesis ringan sampai dengan berat, deserebrasi,



5



Gangguan fungsi vegetatif Koma dalam, deserebrasi, moribund appearance (Dewanto George dkk, 2007)



(Dewanto George dkk, 2007) Gejala Klinis



1. Gejala defisit fokal 2. Awitan (onset) 3. Nyeri kepala 4. Muntah pada awalnya 5. hipertensi 6. kaku kuduk 7. kesadaran 8. hemiparesis 9. deviasi mata 10. likuor



Intraserebral (PIS)



Subaraknoid



berat



ringan



menit/jam hebat sering



1-2 menit sangat hebat sering



Stroke Nonhemoragik (SNH) berat/ringan



pelan (jam/hari) ringan/tidak ada Tidak, kecuali lesi di batang otak hampir selalu Biasanya tidak sering jarang Biasa ada tidak ada biasa hilang Bisa hilang sebentar dapat hilang sering sejak awal awal tidak ada sering sejak awal bisa ada jarang mungkin ada sering berdarah berdarah jernih (Dewanto George dkk, 2007)



4. Epidemiologi Stroke merupakan masalah medis yang menjadi penyebab kesakitan dan kematian nomor 2 di Eropa serta nomor 3 di Amerika Serikat. Sebanyak 10 % penderita stroke mengalami kelemahan yang memerlukan perawatan.Setiap tahun di Amerika Serikat, sekitar 795.000 orang mengalami stroke yang baru atau berulang. Dari jumlah tersebut, sekitar 610.000 merupakan serangan awal, dan 185.000 merupakan stroke berulang. Studi epidemiologi menunjukkan bahwa sekitar 87% dari stroke di Amerika Serikat ialah iskemik, 10% sekunder untuk perdarahan intraserebral, dan lainnya 3% mungkin menjadi sekunder untuk perdarahan subaraknoid. Prevalensi stroke di Indonesia berdasarkan data Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) tahun 2013 sebesar 7 per mil dan yang terdiagnosis tenaga kesehatan atau gejala sebesar 12,1 per mil. Prevalensi stroke berdasarkan diagnosis nakes tertinggi di Sulawesi Utara (10,8%), diikuti DI Yogyakarta (10,3%), Bangka Belitung dan DKI Jakarta masing-masing 9,7%. Prevalensi Stroke berdasarkan terdiagnosis nakes dan gejala tertinggi terdapat di Sulawesi Selatan (17,9%), DI Yogyakarta (16,9%), Sulawesi Tengah (16,6%, diikuti Jawa Timur sebesar 16%). Prevalensi penyakit stroke pada kelompok yang didiagnosis nakes berdasarkan gejala meningkat seiring dengan bertambahnya umur, tertinggi pada umur ≥ 75 tahun (43,1%) dan (67%). Di provinsi Sulawesi Utara sendiri, prevalensi stroke sebesar 10,4%. Pada tahun 2010 stroke menempati posisi kedua penyakit terbanyak (kasus baru). Pada tahun 2011 stroke kembali menempati posisi pertama penyakit terbanyak (kasus baru) dengan jumlah kasus sebanyak 228 kasus. Peningkatan angka stroke di Indonesia diperkirakan berhubungan dengan peningkatan angka kejadian faktor risiko stroke. Faktor risiko stroke adalah diabetes mellitus, gangguan kesehatan mental, merokok, obesitas dan hipertensi. Hipertensi adalah masalah yang sering dijumpai pada pasien stroke, dan menetap setelah serangan stroke ((Tubagus Vonny, Ali Haji R., Parinding Novita, 2015)



5. Patofisiologis CVA bleeding sebagian besar disebabkan oleh rupturnya aneurismas serebral. Segera setelah perdarahan, rongga subrakhnoid dipenuhi dengan eritrosit di CSF. Eritrosit ini mengikuti salah satu dari beberapa jalan kecil diotak. Beberapa eritrosit akan berkaitan menjadi bekuan pada area perdarahan. Sebagian besar eritrosit akan berkaitan dengan arachnoid villi dan trabekulae. Akibatnya, otak akan mengalami edema. Eritrosit juga berpindah dari ruang subrakhnoid melalui meningeal, dapat secara langsung memecah eritrosit di CSF atau merubahnya menjadi bekuan darah (Hayman et al.,1989). Keadaan ini menyebabkan aliran darah ke otak menjadi berkurang, sehingga menyebabkan terjadinya iskemi pada jaringan otak dan lama-lama akan menyebabkan terjaddinya infark serebri.. Selanjutnya, jaringan otak yang mengalami iskemi/infark akan menyebabkan gangguan/ kerusakan pada sistem saraf. Pada pasien dengan SAH yang masih hidup, sering mengalami kelumpuhan pada saraf kranial kiri, paralisis, aphasia, keruakan kognitif, kelainan perilaku dan gangguan psikiatrik (Bellebaum et al., 2004 dalam American Association of Neuroscience Nurses, 2009). 6. Komplikasi 1)



Ruptur berulang



2)



Hidrosefalus



3)



Vasospasme



4)



Hiponatremia (cerebral salt-wasting syndrome)



5)



Bangkitan (seizure)



6)



Perluasan perdarahan ke intraparenkim.



7. Pemeriksaan Diagnostik 1)



Pemeriksaan darah lengkap untuk mengetahui adanya anemia (penyakit sickle cell) atau leukositosis (setelah terjadinya bangkitan atau infeksi sistemik)



2)



Pemeriksaan koagulasi untuk menentukan riwayat koagulopati sebelumnya



3)



Ureum dan elektrolit untuk menentukan hiponatremi akibat salt wasting (bukan karena SIADH)



4)



Glukosa serum untuk menentukan hipoglikemi



5)



Rontgen toraks untuk melihat edema pulmonal atau aspirasi



6)



EKG 12 sadapan untuk melihat aritmia jantung atau perubahan segmen ST.



7)



CT scan kepala tanpa kontras dilakukan < 24 jam sejak awitan.



8)



Pungsi lumbal bila CT scan kepala tampak normal.



9)



CTA (Computed Tomography Angiography) dilakukan jika diagnosis SAH telah dikonfirmasi dengan CT Scan atau LP



8. Penatalaksanaan



Manajemen stroke hemoragik pertama-tama ditujukan langsung pada penanganan A (airway), B (breathing), C (Circulation), D (Detection of focal neurological deficit) Terapi perdarahan Intraserebral adalah sebagai berikut : a. Terapi Medik -



Jalan nafas dan oksigenasi dengan target pCO2 30-35 mmHg



-



Kontrol tekanan darah. Penatalaksanaan tekanan darah tinggi sama seperti stroke iskemik dengan syarat :  Tekanan darah diturunkan bila tekanan sistolik > 180 mmHg atau tekanan diastolik > 105 mmHG  Pada fase akut tekanan darah tinggi, tekanan darah tidak boleh diturunkan lebih dari 20 %



-



Penatalaksanaan peningkatan tekanan intrakranial  Tindakan pengobatan pertama adalah osmoterapi, tapi tidak boleh digunakan sebagai profilaksis. Manitol 20 % 1 g/kg dalam 20 menit, dilanjutkan dengan 0,25-0,5 g/kg/ 4 jam dalam 20 menit. Untuk mempertahankan gradien osmotik, furosemid ( 10 mg dalam 2-8 jam) dapat diberikan secara terus menerus bersama dengan osmoterapi  Hiperventilasi dengan sasapan pCO2 35 mmHg  Pengaturan cairan



b. Terapi Pembedahan Indikasi tindakan pembedahan -



Pasien dengan perdarahan serebelar > 3 cm yang secara neurologis memburuk atau yang mengalami kompresi batang otak dan hidrosefalus akibat obstruksi ventrikuler.



-



Perdarahan intraserebral dengan lesi struktural seperti aneurisma, malformasi arteriovena, atau angioma kavernosa dapat diangkat jika keadaan pasien stabil.



-



Pasien usia muda dengan perdarahan lobus yang sedang atau besar yang secara klinis memburuk Indikasi terapi konservatif medikamentosa :



-



Pasien dengan perdarahan kecil (< 10 cm3) atau defisit neurologi yang minimal



-



Pasien dengan GCS kurang dari sama dengan 4, kecuali dengan perdarahan serebelar disertai kompresi batang otak, dapat menjadi kandidat untuk pembedahan darurat dalam situasi klinis tertentu.



9. WOC



10. Asuhan Keperawatan PENGKAJIAN 1. Identitas Klien Terdiri dari nama, umur, jenis kelamin, pendidikan, alamat, pekerjaan, agama, suku bangsa, dan sumber pembiayaan. 2. Keluhan Utama Klien biasanya mengeluh nyeri kepala, mual, muntah, mengalami kelemahan pada anggota gerak, bicara pelo, dan kesulitan berkomunikasi. 3. Riwayat Kesehatan Klien a. Riwayat Kesehatn Sekarang Klien mengalami nyeri kepala yang hebat, serangan stroke biasanya terjadi secara tiba-tiba yang sehingga menyebabkan pasien mengalami kelemahan pada anggota gerak, dan kesulitan berkomunikasi. b. Riwayat Kesehatan Dahulu Apakah klien mengalami penyakit stroke sebelumnya, adakah riwayat penyakit penyerta seperti hipertensi, diabetes mellitus, dan penyakit jantung. c. Riwayat Kesehatan Keluarga Apakah ada anggota keluarga yang memiliki riwayat penyakit stroke, diabetes mellitus, dan hipertensi. 4. Pemeriksaan Fisik B1 (Breathing) : inspeksi pergerakan dada pasien, apakah terjadi pergerakan dada yang tertinggal, pasien menggunakan otot bantu pernapasan, dan adanya peningkatan frekuensi napas. Auskultasi bunyi napas tambahan pada pasien seperti ronki yang sering ditemukan pada pasien stroke. Palpasi toraks didapatkan taktil premitus seimbang kanan dan kiri. B2 (Blood) : pada pasien stroke biasanya didapatkan peningkatan tekanan darah di atas normal. Palpasi untuk menghitung heart rate atau nadi dan kedalaman serta teratur atau tidaknya denyut nadi. Lakukan auskultasi untuk mengetahui bunyi jantung.



B3 (Brain) : melihat kesadaran umum pasien dengan menilai GCS, pasien dengan stroke dapat mengalami penurunan kesadaran. Stroke menyebabkan berbagai defisit neurologis, bergantung pada lokasi lesi (pembuluh darah mana yang tersumbat) B4 (Bladder) : inspeksi apakah ada pembesaran kandung kemih, dan palpasi apakah ada massa atau edema pada kandung kemih, pasien stroke akan mengalami gangguan eleminasi urine. B5 (Bowel) : inspeksi abdomen apakah ada massa atau benjolan. Auskultasi peristaltik usus. Palpasi apakah ada nyeri abdomen. Pasien stroke akan didapatkan adanya keluhan kesulitan menelan, nafsu makan menurun, mual muntah pada fase akut. B6 (Bone) : turgor kulit pasien akan akan buruk. DIAGNOSA KEPERAWATAN 1. Risiko perfusi serebral tidak efektif berhubungan dengan embolisme 2. Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan penurunan kekuatan otot 3. Defisit nutrisi berhubungan dengan ketidakmampuan menelan makanan



INTERVENSI Diagnosa Risiko perfusi serebral tidak efektif berhubungan dengan embolisme (D.0017)



Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan penurunan kekuatan otot (D.0054)



Defisit nutrisi berhubungan dengan ketidakmampuan menelan makanan (D.0019)



SLKI Setelah dilakukan asuhan keperawatan selama 3x24 jam diharapkan masalah klien dapat teratasi dengan kriteria hasil: Perfusi Serebral (L.02014) - Tingkat kesadaran meningkat (5) - Sakit kepala menurun (5) - Tekanan darah sistolik membaik (5) - Tekanan darah diastolik membaik (5) Setelah dilakukan asuhan keperawatan selama 3x24 jam diharapkan masalah klien dapat teratasi dengan kriteria hasil: Mobilitas fisik (L.05042) - Pergerakan ekstremitas meningkat (5) - Kekuatan otot perlahan meningkat (5) - Kaku pada sendi menurun (1) Setelah dilakukan asuhan keperawatan selama 3x24 jam diharapkan masalah klien dapat teratasi dengan kriteria hasil: Status menelan (L.06052) - Reflek menelan meningkat (5) - Kemampuan mengunyah meningkat (5) - Muntah menurun (5)



SIKI Manajemen Peningkatan Tekanan Intrakranial (I.06194) 1. Monitor tanda dan gejala peningkatan TIK yaitu tekanan darah meningkat, pola napas ireguler, dan penurunan kesadaran 2. Monitor status pernapasan 3. Berikan posisi semifowler 4. Penggunaan ventilator agar PaCO2 optimal Perawatan tirah baring (I.14572) 1. Tempatkan pada kasur nyaman 2. Posisikan pasien senyaman mungkin 3. Berikan gerakan aktif/pasif 4. Ubah posisi pasien setiap 2jam sekali 5. Pertahankan kebersihan pasien Terapi Menelan (I.03144) 1. Monitor gerakan lidah saat makan 2. Gunakan alat bantu makan jika perlu 3. Posisikan duduk 4. Berikan perawatan mulut sesuai kebutuhan 5. Anjurkan membuka dan menutup mulut saat memberikan makanan.



DAFTAR PUSTAKA Sang Joon, AN., et al. 2017. Epidemiology, Risk Factors, and Clinical Features of Intracerebral Hemorrhage: An Update. https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC5307940/ Smajlovic, D. Strokes in young adults: Epidemiology and prevention. Vasc. Health Risk Manag. 2015, 11, 157-164. Tim Pokja PPNI. SDKI. 2016. Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia. Jakarta Selatan:PPNI Pusat. Tim Pokja PPNI. SIKI. 2018. Standar Intervensi Keperawatan Indonesia. Jakarta Selatan: PPNI Pusat. Tim Pokja PPNI. SLKI. 2019. Standar Luaran Keperawatan Indonesia. Jakarta Selatan: PPNI Pusat. American Association of Neuroscience Nurses (AANN). 2009. Care of the Patient with Aneurysmal Subarachnoid Haemorrhae. www.aann.org