LP Ante Partum Bleeding [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

LAPORAN PENDAHULUAN ASUHAN KEPERAWATAN PADA KLIEN DENGAN APB (ANTE PARTUM BLEEDING)



OLEH: Amiruz Zamroni, S.Kep. NIM 222311101026



PROGRAM STUDI PENDIDIKAN PROFESI NERS FAKULTAS KEPERAWATAN UNIVERSITAS JEMBER 2022



LAPORAN PENDAHULUAN APB (ANTE PARTUM BLEEDING) Oleh Amiruz Zamroni, S.Kep. NIM 222311101026



1.



Kasus APB (Ante Partum Bleeding)



2.



Proses Terjadinya Masalah



a.



Pengertian Ante Partum Bleeding (APB) atau perdarahan antepartum. Ante Partum Bleeding (APB)



merupakan perdarahan pervaginam yang terjadi antara kehamilan 20 minggu hingga waktu persalinan, perdarahan antepartum menyebabkan kematian ibu dan neonatus yang tinggi. Ante Partum Bleeding (APB) adalah salah satu faktor risiko antepartum yang terjadi pada sekitar 2-5% dari seluruh kehamilan di dunia. Ante Partum Bleeding (APB) umumnya disebabkan oleh plasenta previa dan solusio plasenta. Meskipun tidak dapat dicegah, diagnosis dini dan tatalaksana yang baik dapat meningkatkan kemungkinan keselamatan ibu dan neonatus (Gupta, 2016).



b. Etiologi Perdarahan antepartum umumnya disebabkan oleh plasenta previa, solusio plasenta, penyebab lainnya biasanya pada lesi lokal vagina/ serviks (Maryani & Elisa, 2018). 1)



Plasenta previa Plasenta previa adalah keadaan dimana plasenta berimplantasi pada tempat abnormal,



yaitu pada segmen bawah rahim sehingga menutupi sebagian atau seluruh pembukaan jalan lahir (ostium uteri internal) dan oleh karenanya bagian terendah sering kali terkendala memasuki pintu atas panggul atau menimbulkan kelainan janin dalam rahim. Penyebab utama plasenta previa yaitu dengan bertambahnya usia kehamilan, segmen bawah uterus akan lebih melebar dan serviks mulai membuka. Apabila plasenta tumbuh pada segmen bawah uterus, pelebaran segmen bawah uterus dan pembukaan serviks tidak dapat diikuti oleh plasenta yang melekat di dinding rahim sehingga plasenta berada dibawah yang menutupi sebagian atau seluruh jalan lahir, semakin rendah letak plasenta maka semakin dini terjadinya perdarahan (Fauziyah, 2016). Perdarahan biasanya terjadi pada kehamilan lanjut trimester ketiga (III) atau



pada usia kehamilan 28 minggu. Sifat perdarahannya tanpa rasa nyeri, tanpa sebab, dan berulang.Kadang-kadang terjadi pada bangun tidur di pagi hari, Perdarahan kadang banyak dan kadang sedikit. Faktor risiko untuk terjadinya plasenta previa diantaranya: multiparitas, umur < 20 dan > 35 tahun, riwayat SC dan penyebab lainnya (Maryani & Elisa, 2018). 2)



Solusio plasenta Solusio plasenta merupakan terlepasnya sebagian atau keseluruhan plasenta dari



implantasi normalnya (korpus uteri) setelah kehamilan 20 minggu dan sebelum janin lahir. Faktor-faktor yang dapat meningkatkan kejadian solusio plasenta yaitu ibu hamil dengan hipertensi, paritas ibu, kehamilan ganda, usia ibu dan riwayat solusio sebelumnya. Solusio plasenta adalah terlepasnya plasenta dari tempat implantasinya yang normal dari uterus, sebelum janin dilahirkan. Definisi ini berlaku pada kehamilan dengan usia kehamilan (masa gestasi) di atas 22 minggu atau berat janin diatas 500 gr. Proses solusio plasenta dimulai dengan terjadinya perdarahan dalam desidua basalis yang menyebabkan hematoma retroplasenter (Wulandari, 2018).



c.



Patofisiologi



1) Plasenta Previa Perdarahan tanpa alasan dan tanpa rasa nyeri merupakan gejala utama dan pertama dari plasenta previa. Walaupun perdarahannya sering dikatakan terjadi pada triwulan ketiga, akan tetapi tidak jarang pula dimulai sejak kehamilan 20 minggu karena sejak itu segmen bawah rahim telah terbentuk dan mulai melebar serta menipis. Dengan bertambah tuanya kehamilan, segmen bawah rahim akan lebih melebar lagi, dan leher rahim mulai membuka. Apabila plasenta atau ari-ari tumbuh pada segmen bawah rahim, pelebaran segmen bawah rahim dan pembukaan leher rahim tidak dapat diikuti oleh plasenta yang melekat disitu tanpa terlepasnya sebagian plasenta dari dinding rahim. Pada saat itulah mulai terjadi perdarahan. Sumber perdarahannya ialah sinus uterus yang terobek karena terlepasnya plasenta dan dinding rahim atau karena robekan sinus marginalis dari plasenta. Perdarahannya tidak dapat dihindarkan karena ketidakmampuan serabut otot segmen bawah rahim untuk berkontraksi menghentikan perdarahan itu, tidak sebagaimana serabut otot uterus menghentikan perdarahan pada kala III dengan plasenta yang letaknya normal, makin rendah letak plasenta, makin dini perdarahan terjadi (Winkjosastro, 2005) 2) Solusio Plasenta Perdarahan dapat terjadi dari pembuluh darah plasenta atau uterus yang membentuk hematoma pada desidua, sehingga plasenta terdesak dan akhirnya terlepas. Apabila perdarahan



sedikit, hematoma yang kecil tersebut akan mendesak jaringan plasenta, peredaran darah antara rahim dan plasenta belum terganggu dan tanda serta gejalanya pun tidak jelas. Kejadiannya baru diketahui setelah plasenta lahir, yang pada pemeriksaan didapatkan cekungan pada permukaan maternalnya dengan bekuan darah lama yang berwarna kehitam-hitaman. Biasanya perdarahan akan berlangsung terus menerus karena otot uterus yang telah meregang oleh kehamilan itu tidak mampu untuk lebih berkontraksi menghentikan perdarahannya. Akibatnya, hematoma retroplasenter akan bertambah besar, sehingga sebagian dan akhirnya seluruh plasenta terlepas dari dinding rahim. Sebagian darah akan menyelundup di bawah selaput ketuban keluar dari vagina atau menembus selaput ketuban masuk ke dalam kantong ketuban atau mengadakan ekstravasasi diantara serabut otot rahim. Nasib janin tergantung dari luasnya plasenta yang terlepas dari dinding rahim. Apabila sebagian besar atau seluruhnya terlepas, anoksia akan mengakibatkan kematian janin. Apabila sebagian kecil yang terlepas, mungkin tidak berpengaruh sama sekali, atau mengakibatkan gawat janin. Waktu sangat menentukan hebatnya gangguan pembekuan darah, kelainan ginjal, dan nasib janin. Makin lama sejak terjadinya solusio plasenta, makin hebat terjadinya komplikasi (Manuaba, 2010).



d. Manifestasi Klinis 1) Plasenta Previa Gejala yang paling khas dari placenta previa adalah perdarahan pervaginam tanpa disertai rasa nyeri, warna darah merah segar, dan jumlahnya tidak banyak. Menurut FKUI, 2019 tanda dan gejala placenta previa adalah: a)



Perdarahan tanpa rasa nyeri dan biasanya berulang



b) Darah biasanya berwarna merah segar c)



Terjadi saat tidur atau melakukan aktivitas



d) Bagian terendah janin tinggi e)



Perdarahan biasanya berulang



2) Solusio Plasenta Solusio Plasenta yang ringan pada umunya tidak menunjukkan gejala yang jelas, perdarahan yang dikeluarkan hanya sedikit. Tapi biasanya terdapat perasaan sakit yang tibatiba diperut, kepala terasa pusing, pergerakan janin awalnya kuat kemudian lambat dan akhirnya berhenti. Fundus uteri naik, rahim teraba tegang.



e.



Penanganan



1) Plasenta Previa a)



Penanganan Ekspektif Tujuannya adalah supaya janin tidak terlahir premature, pasien di rawat tanpa melakukan



pemeriksaan dalam



melalui kanalis servisis. Dilakukan pemantauan klinis secara ketat.



Adapun kriteria pasien untuk penanganan ekspektif adalah: -



Keadaan umum baik, kadar Hb 8 gr% atau lebih



-



Kehamilan pre term ( < 37 minggu) dengan perdarahan sedikit yang kemudian berhenti



-



Belum ada tanda-tanda in partu



-



Janin masih hidup. Rencana terapi yang dapat diberikan adalah:



-



Rawat inap dan tirah baring



-



Berikan antibiotik profilaksis



-



Pemberian carian parenteral (dextrose 5% atau elektrolit)



-



Bethamethason 24 mg iv untuk pematangan paru janin



-



Pemeriksaan USG sebagai pemantauan kondisi janin dan posisi placenta



-



Monitoring perdarahan



b) Penanganan Aktif Kriteria pasien untuk penanganan aktif antara lain: -



umur kehamilan ≥ 37 minggu



-



BB janin ≥ 2500 gram



-



Ada tanda-tanda persalinan



-



Kondisi umum pasien kurang baik dan atau anemis Penyelesaian masalah placenta previa dapat dipilihkan tindakan dibawah ini yaitu:



-



Sectio caesaria Prinsip utama tindakan sectio caesaria adalah menyelamatkan jiwa ibu. Sedangkan tujuan



utama tindakan sectio caesaria adalah untuk melahirkan janin dengan segera, menghindari kemungkinan robekan uterus, dan eminimalkan terjadinya robekan pada tempat implantasi placenta



-



Partus pervaginam Dilakukan pada kasus placenta previa lateralis atau marginalis pada multipara dan anak



sudah meninggal atau premature. 2) Solusio Plasenta a)



Terapi Konservatif Prinsipnya kita menunggu perdarahan berhenti dan mempertahankan janin agar persalinan



berlangsung spontan. Sambil menunggu berhentinya perdarahan kita berikan suntikan morfin subkutan, stimulasi kardiotonika seperti coramine, cardizol dan pentazol serta transfusi darah. b) Terapi aktif -



Prinsipnya kita mencoba melakukan tindakan dengan maksud agar anak segera dilahirkan dan pedarahan berhenti.



-



Pertolongan persalinan diharapkan dapat terjadi dalam 3 jam, umumnya dapat bersalin secara normal.



-



Tindakan bedah seksio sesarea dilakukan apabila, janin hidup dan pembukaan belum lengkap, gawat janin tetapi persalinan normal tidak dapat dilaksanakan dengan segera, persiapan untuk seksio sesarea, hematoma miometrium tidak mengganggu kontraksi rahim dan observasi ketat kemungkinan terjadinya perdarahan ulang.



-



Persalinan pervaginam dilakukan apabila : Janin hidup, gawat janin, pembukaan lengkap dan bagian terendah didasar panggul, janin telah meninggal dan pembukaan > 2 cm (Saifuddin, 2006).



3.



Pohon Masalah -



Faktor penyebab: Plasenta previa Solusio plasenta



APB (Ante Partum Bleeding)



Perdarahan pervaginam



Merangsang respon nyeri



Risiko Perdarahan Berulang



Perdarahan terus menerus



Gangguan rasa nyaman



Kurang informasi



Kehilangan banyak cairan



Nyeri Akut



Tidak paham proses patotolgi



Hipovolemia



Berduka



Kebingungan dan gelisah



Suplai oksigen dan nutrisi janin ↓



Ansietas



Distress janin



Janin meninggal dalam kandungan



Risiko Cedera Janin



4.



Masalah Keperawatan dan Data yang Dikaji Temukan data-data yang dapat menunjang masalah keperawatan pasien dengan anamnese,



observasi dan pemeriksaan fisik: a.



Identitas Tanyakan tentang identitas pasien dan penanggungjawab pasien. Hasil temuan biasanya pada kasus APB usia sering terjadi < 20 tahun dan > 35 tahun.



b.



Keluhan utama 1) Keluhan yang paling sering muncul pada penderita perasaan sakit di perut secara tibatiba, perdarahan pervaginam yang datang tiba-tiba, warna darah bisa merah segar atau bekuan darah kehitaman. 2) Kepala terasa pusing hebat, mual muntah, mata berkunang-kunang, badan lemas 3) Adanya riwayat trauma langsung pada abdomen 4) Pergerakan anak yang lain dari biasanya ( cepat, lambat atau berhenti)



c.



Riwayat penyakit sekarang Tanyakan riwayat keluhan sampai pasien datang ke tempat pelayanan.



d.



Riwayat penyakit dahulu Terkait penyakit yang pernah diderita oleh pasien dan gangguan yang menjadi pemicu munculnya placenta previa atau solutio placenta, misalnya: 1) Riwayat tekanan darah sebelum hamil, riwayat pre eklampsia/eklampsia 2) Riwayat solusio placenta pada kehamilan sebelumnya 3) Riwayat hipertensi sebelumnya



e.



Riwayat penyakit keluarga Tanyakan penyakit yang pernah diderita oleh keluarga



f.



Riwayat perkawinan Tanyakan status perkawinan, umur saat menikah pertama kali, berapa kali menikah dan berapa usia pernikahan saat ini



g.



Riwayat obstertri 1) Riwayat haid Tanyakan usia menarche, siklus haid, lama haid , keluhan saat haid dan HPHT 2) Riwayat kehamilan Kaji tentang riwayat kehamilan lalu dan saat ini. Tanyakan riwayat ANC,keluhan saat hamil, hasil pemeriksaan leopold, DJJ, dan pergerakan janin



h.



Pemeriksaan fisik Pemeriksaan fisik menggunakan sistem pengkajian head to toe dan data fokus obstetri harus dapat ditemukan 1) Kepala leher - Kaji kebersihan dan distribusi kepala dan rambut - Kaji expresi wajah klien ( pucat, kesakitan) - tingkat kesadaran pasien baik secara kualitatif maupun kuantitatif. Kesadaran kuantitatif diukur dengan GCS. - Amati warna sklera mata ( ada tidaknya ikterik) dan konjungtiva mata ( anemis ada/tidak) - Amati dan periksa kebersihan hidung, ada tidaknya pernafasan cuping hidung, deformitas tulang hidung - Amati kondisi bibir ( kelembaban, warna, dan kesimetrisan ) - Kaji ada tidaknya pembesaran kelenjar tiroid, bendungan vena jugularis 2) Thorak - Paru Hitung frekuensi pernafasan, inspeksi irama pernafasan, inspeksi pengembangan kedua rongga dada simetris/tidak, auskultasi dan identifikasi suara nafas pasien - Jantung dan sirkulasi darah Raba kondisi akral hangat/dingin, hitung denyut nadi, identifikasikan kecukupan volume pengisian nadi, reguleritas denyut nadi, ukurlah tekanan darah pasien saat pasien berbaring/istirahat dan diluar his. Identifikasikan ictus cordis dan auskultasi jantung identifikasi bunyi jantung. 3) Payudara Kaji pembesaran payudara, kondisi puting (puting masuk, menonjol, atau tidak) , kebersihan payudara dan produksi ASI 4) Abdomen -



Kaji pembesaran perut sesuai usia kehamilan /tidak



-



Lakukan pemeriksaan leopold 1-4



-



Periksa djj berapa kali denyut jantung janin dalam 1 menit



-



Amati ada striae pada abdomen/tidak



-



Amati apakah uterus tegang baik waktu his atau diluar his



- Ada tidaknya nyeri tekan



5) Genetalia - Kaji dan amati ada tidaknya perdarahan pevaginam - k/p lakukan pemeriksaan dalam didapatkan hasil serviks bisa sudah terbuka atau tertutup, jika sudah maka serviks akan menonjol. 6) Ekstremitas - Kaji ada tidaknya kelemahan - Capilerry revile time - Ada tidaknya oedema - Kondisi akral hangat/dingin - Ada tidaknya keringat dingin - Tonus otot , ada tidaknya kejang 7) Pemeriksaan obstetri Dituliskan hasil pemeriksaan leopold dan DJJ janin 8) Pemeriksaan penunjang a) Pemeriksaan laboratorium -



Albumin urine (+), penurunan kadar HB



-



Pemeriksaan pembekuan darah tiap 1 jam



b) Pemeriksaan USG



5.



-



Tampak tempat terlepasnya plasenta



-



Tepian placenta



-



Darah



Diagnosis Keperawatan Kemungkinan diagnosa keperawatan yang muncul antara lain:



a.



Risiko perdarahan b.d. plasenta previa/solusio plasenta



b. Nyeri akut b.d agen pencedera fisiologi c. Ansietas b. d krisis situasional d. Berduka b.d kehilangan/ kematian janin e. Hipovolemia b.d kehilangan cairan aktif/perdarahan f.



Risiko cedera janin b.d penurunan suplai oksigen uteroplasental



6.



Rencana Tindakan Keperawatan



No Diagnosis Keperawatan (SDKI) Tujuan dan Kriteria Hasil (SLKI) 1 Risiko Perdarahan b.d. plasenta Tujuan: previa/solusio plasenta Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama … x 24 jam, diharapkan tidak terjadi perdarahan berulang dengan Kriteria Hasil:



2



Nyeri Akut b.d fisiologis



Intrvensi (SIKI) Pencegahan Perdarahan Observasi:  Monitor tanda dan gejala perdarahan  Monitor nilai hemoglobin/hematokrit sebelum dan setelah kehilangan darah  Monitor koagulasi Tingkat Perdarahan: a. Nilai Hb dalam batas normal (12,0-16,0) Terapeutik b. Nilai Ht dalam batas normal  Batasi tindakan invasif, jika perlu c. Nilai TD dalam batas normal (110/70 Pertahankan bedrest selama 130/90 mmHg) perdarahan d. Perdarahan per vaginam berkurang Edukasi  Jelaskan tanda dan gejala perdarahan  Anjurkan meningkatkan asupan makan dan vitamin K  Anjurkan segera melapor jika terjadi perdarahan Kolaborasi  Kolaborasi pemberian obat pengontrol perdarahan, jika perlu  Anjurkan pemberian produk darah, jika perlu agen pencedera Tujuan: Manajemen Nyeri Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama Observasi: … x 24 jam, diharapkan nyeri berkurang dengan  Identifikasi lokasi, karakteristik, Kriteria Hasil: durasi, frekuensi, kualitas, intensitas nyeri



3



Ansietas b. d krisis situasional



 Identifikasi skala nyeri Tingkat Nyeri a. Keluhan nyeri berkurang  Identifikasi respons nyeri non verbal b. Ekspresi meringis menjadi rileks  Identifikasi faktor yang memperberat c. Frekuensi nadi dalam batas normal (60-100 dan memperingan nyeri x/menit) Terapeutik: d. Pola napas dalam batas normal (16-24  Berikan teknik nonfarmakologi untuk x/menit) mengurangi rasa nyeri  Kontrol lingkungan yang memperberat rasa nyeri  Fasilitasi istirahat dan tidur Edukasi  Jelaskan strategi meredakan nyeri  Ajarkan teknik nonfarmakologis untuk mengurangi rasa nyeri Kolaborasi  Kolaborasi pemberian analgetik, jika perlu Tujuan: Reduksi Ansietas Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama Observasi: … x 24 jam, diharapkan ansietas menurun  Identifikasi saat tingkat ansietas dengan Kriteria Hasil: berubah  Monitor tanda-tanda ansietas Terapeutik: Tingkat Ansietas: a. Perilaku gelisah berkurang  Ciptakan suasana teraupetik untuk b. Verbalisasi kebingungan berkurang menumbuhkan kepercayaan c. Ketegangan berkurang  Temani pasien untuk mengurangi kecemasan, jika memungkinkan  Pahami situasi yang membuat ansietas



4



Berduka b.d kehilangan/ kematian Tujuan: janin Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama … x 24 jam, diharapkan berduka berkurang dengan Kriteria Hasil: Tingkat Berduka: a. Verbalisasi perasaan seding berkurang b. Menangis berkurang



 Dengarkan dengan penuh perhatian  Gunakan pendekatan yang tenang dan meyakinkan Edukasi  Informasikan secara faktual mengenai diagnosis, pengobatan, dan prognosis  Latih kegiatan pengalihan untuk mengurangi ketegangan Dukungan Proses Berduka Observasi:  Identifikasi kehilangan yang dihadapi  Identifikasi proses berduka yang alami Terapeutik:  Tunjukkan sikap menerima dan empati  Motivasi agar mau mengungkapkan perasaan kehilangan  Fasilitasi mengekspresilan perasaan dengan cara yang nyaman (mis.membaca buku, menulis, menggambar atau bermain)  Diskusikan strategi kopig yang dapat digunakan Edukasi  Jelaskan kepada pasien dan keluarga bahwa sikap mengingkari, marah, tawar menawar, sepresi dan



5



Hipovolemia b.d kehilangan cairan Tujuan: aktif/perdarahan Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama … x 24 jam, diharapkan status cairan membaik dengan Kriteria Hasil: Status Cairan: a. Turgor kulit membaik b. Output urin mengkat c. Frekuensi nadi dalam batas normal (60100 x/menit) d. Nilat Hb dalam batas normal (12,0 -16,0)



menerima adalah wajar dalam menghadapi kehilangan  Ajarkan melewati proses berduka secara bertahap Manajemen Hipovolemia Observasi:  Periksa tanda dan gejala hypovolemia (mis. frekuensi nadi meningkat, nadi teraba lemah, tekanan darah menurun, tekanan nadi menyempit, turgor kulit menurun, membran mukosa, kering, volume urin menurun, hematokrit meningkat, haus, lemah)  Monitor intake dan output cairan Terapeutik  Hitung kebutuhan cairan  Berikan posisi modified trendelenburg  Berikan asupan cairan oral Edukasi  Anjurkan memperbanyak asupan cairan oral  Anjurkan menghindari perubahan posisi mendadak Kolaborasi  Kolaborasi pemberian cairan IV isotons (mis. Nacl, RL)



6



Risiko cedera janin b.d penurunan Tujuan: suplai oksigen uteroplasental Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama … x 24 jam, diharapkan tidak terjadi cedera pada janin dengan Kriteria Hasil: Tingkat Cedera: a. Tidak terjadi cedera pada bayi b. Tidak terjadi luka pada bayi



 Kolaborasi pemberian cairan IV hipotonis (mis. glukosa 2,5%, Nacl 0,4%)  Kolaborasi pemberian cairan koloid (mis. albumin, plasmanate) Pemantauan DJJ Observasi:  Identifikasi status obstetrik  Identifikasi riwayat obstetrik  Identifikasi adanya penggunaan obat, diet dan merokok  Identifikasi pemeriksaan kehamilan sebelumnya  Monitor DJJ secara berkala  Monitor tanda vital ibu Terapeutik:  Atur posisi pasien  Lakukan manuver leopold untuk menentukan letak janin Edukasi  Jelaskan tujuan dan prosedur pemantauan  Informasikan hasil pemantauan, jika perlu



DAFTAR PUSTAKA



Dawadi, P., A. S. Bhatta, dan J. Shakya. 2020. Factors associated with postpartum depressive symptoms in community of central nepal. Psychiatry Journal. 2020:1–7. Djami, M. 2018. Proses Adaptasi Fisiologi Dan Psikologi Ibu Nifas. Fauziyah, Y. 2016. Obstetri Patologi untuk Mahasiswa Kebidanan dan Keperawatan. Yogyakarta: Nuha Medika. Finlayson, K., N. Crossland, M. Bonet, dan S. Downe. 2020. What matters to women in the postnatal period: a meta-synthesis of qualitative studies. PLoS ONE. 15(4):1–23. Gupta, N. 2016. Antepartum hemorrhage. In Principles of Critical Care in Obstetrics (pp. 281301). New Delhi: Springer. Maryani, D. & Elisa, M. 2018. Asuhan kebidanan pada ibu hamil dengan plasenta previa totalis di ruang melati rumah sakit bhayangkara tk. iii kota bengkulu. Journal of Midwifery. 6(2): 1-6. Nurarif, A. H. dan Kusuma, Hardhi. 2015. Aplikasi Asuhan Keperawatan Berdasarkan Diagnosa Medis dan NANDA Jilid 1. Jogjakarta: Mediaction. Tim Pokja SDKI DPP PPNI. 2016. Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia. Edisi 1. Jakarta : PPNI Tim Pokja SDKI DPP PPNI. 2018. Standar Luaran Keperawatan Indonesia. Edisi 1. Jakarta : PPNI Tim Pokja SDKI DPP PPNI. 2018. Standar Intervensi Keperawatan Indonesia. Edisi 1. Jakarta : PPNI Puswati, D. dan A. Suci. 2019. The relationship of husband role on psychological adaptation levels of postpartum mother in camar1 arifin achmad hospital riau province. KnE Life Sciences Wulandari, I. A. 2018. Hubungan paritas ibu (primipara dan multipara) terhadap kejadian solusio plasenta di rsud syekh yusuf gowa tahun 2018. Jurnal Kesehatan Delima Pelamonia. 2(1): 36-40.