LP Internal Bleeding [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

KONSEP TEORI



A. DEFINISI



Perdarahan internal (internal yang disebut pendarahan) adalah kehilangan darah yang terjdi dari sistem vaskuler ke dalam rongga atau ruang tubuh. Hal ini berpotensi dapat menyebabkan kematian dan serangan jantung jika pengobatan medis yang tepat tidak diterima dengan cepat. Trauma tumpul abdomen adalah trauma yang disebabkan oleh benturan benda tumpul pada perut. Trauma ini bisa disebabkan oleh kecelakaan lalulintas, pukulan pada perut, atau jatuh dari ketinggian. Limpa dan hati merupakan yangpaling sering mengalami cedera akibat trauma tumpul abdomen. B. PENYEBAB 1. Ruptur lien Jumlahnya mencapai 50% dari cidera organ viseral pada trauma tumpul abdomen. Sekitar 25% pasien dengan trauma lien secara spontan membaik dan tetap sehat untuk beberapa hari hingga beberapa minggu. Ciri klinis Biasanya akibat tubrukan mengenai dinding dada kiri bagian bawah Tanda-tanda perdarahan internal : pucat, gelisah, respirasi cepat, takikardi, hipotensi, peningkatan nyeri tekan abdomen bagian atas, peningkatan kekakuan abdomen bagian atas, peningkatan distensi abdomen, suara usus menghilang atau menurun 2. Ruptur hepar Setelah terjadi trauma tumpul, khususnya cidera pada bagian dada bawah, hepar akan ruptur sendiri atau bersamaan dengan organ lainnya. Lobus kanan lebih sering terkena jika dibandingkan dengan lobus kiri. Ciri klinis : 



1. 2. 3. 4. 5.



Nyeri akibat cidera pada dada kanan bagian bawah Tanda – tanda perdarahan internal Nyeri lebih kuat pada kanan atas Nyeri tekan pada kanan atas Kekakuan pada abdomen atas



3. Ruptur pankreas Ruptur pankreas biasanya terjadi pada trauma tumpul, pankreas tertekan pada kolumna vertebralis dan pada kejadian ekstrim mengakibatkan pankreas terpotong menjadi transversal. Ada dua gejala yang sering terjadi : a. Ruptur organ padat disertai syok, nyeri abdomen hebat, perdarahan internal yang meluas menjadi peritonitis dan distensi abdomen b. Pembentukan pseudokista. Waktu yang dibutuhkan setelah trauma untuk membentuk pseudokista bervariasi. Keadaan pasien membaik dan mulai sembuh tetapi secara perlahan lahan merasakan massa di abdomen bagian atas. Dapat Berkembang dalam beberapa bulan sampai beberapa tahun. 4. Ruptur Ginjal Ruptur Ginjal terjadi akibat jatuh dengan keras atau lemparan atau cedera tubrukan pada abdomen atau pinggang. Akibatnya dapat tejadi hematom, subcapsular, kontusio parenkim, ruptur parenkim, ginal terbelah atau avulsi ginjal dari perlekatan. Gejala klinis : 1. 2. 3. 4. 5. 6.



Riwayat trauma pada pinggang Nyeri pinggang Memar pinggang Pembengkakan daerah pinggang Hematuria Kolik ureter



C. TANDA DAN GEJALA 1. Memar 2. Terdapat nyeri tekan pada area trauma 3. Muntah ataupun batuk darah 4. Feses berwarna hitam atau mengandung darah merah terang D. Perdarahan Intra Abdomen 1. Pengertian Trauma tumpul abdomen adalah cedera atau perlukaan pada abdomen tanpa penetrasi ke dalam rongga peritoneum, dapat diakibatkan oleh pukulan, benturan, ledakan, deselarasi (perlambatan), atau kompresi. Trauma



tumpul kadang tidak memberikan kelainan yang jelas pada permukaan tubuh tetapi dapat mengakibatkan kontusi atau laserasi jaringan atau organ di bawahnya. Benturan pada trauma tumpul abdomen dapat menimbulkan cedera pada organ berongga berupa perforasi atau pada organ padat berupa perdarahan. Cedera deselerasi sering terjadi pada kecelakaan lalu lintas karena setelah tabrakan badan masih melaju dan tertahan suatu benda keras sedangkan bagian tubuh yang relatif tidak terpancang bergerak terus dan mengakibatkan robekan pada organ tersebut. Pada intraperitoneal, trauma tumpul abdomen paling sering menciderai organ limpa (40-55%), hati (3545%), dan usus halus (5-10%). Sedangkan pada retroperitoneal, organ yang paling sering cedera adalah ginjal, dan organ yang paling jarang cedera adalah pankreas dan ureter. 2. Klasifikasi KLASIFIKASI Berdasaran



jenis



organ



yang



cedera



dapat



dibagi



dua



:



1. Pada organ padat seperti hepar dan limpa dengan gejala utama perdarahan 2. Pada organ berongga seperti usus dan saluran empedu dengan gejala utama adalah peritonitis Berdasarkan daerah organ yang cedera dapat dibagi dua, yaitu : a. Organ Intraperitoneal Intraperitoneal abdomen terdiri dari organ-organ seperti hati, limpa, lambung, colon transversum, usus halus, dan colon sigmoid.  Ruptur Hati Hati dapat mengalami laserasi dikarenakan trauma tumpul ataupun trauma tembus. Hati merupakan organ yang sering mengalami laserasi, sedangkan empedu jarang terjadi dan sulit untuk didiagnosis. Pada trauma tumpul abdomen dengan ruptur hati sering ditemukan adanya fraktur costa VII – IX. Pada pemeriksaan fisik sering ditemukan nyeri pada abdomen kuadran kanan atas. Nyeri tekan dan Defans muskuler tidak akan tampak sampai perdarahan pada abdomen dapat menyebabkan iritasi peritoneum (± 2 jam post trauma). Kecurigaan laserasi hati pada trauma tumpul



abdomen apabila terdapat nyeri pada abdomen kuadran kanan atas. Jika keadaan umum pasien baik, dapat dilakukan CT Scan pada abdomen yang hasilnya menunjukkan adanya laserasi. Jika kondisi pasien syok, atau pasien trauma dengan kegawatan dapat dilakukan laparotomi untuk melihat perdarahan intraperitoneal. Ditemukannya cairan empedu pada lavase peritoneal menandakan adanya trauma pada saluran empedu.  Ruptur Limpa Limpa merupakan organ yang paling sering cedera pada saat terjadi trauma tumpul abdomen. Ruptur limpa merupakan kondisi yang membahayakan jiwa karena adanya perdarahan yang hebat. Limpa terletak tepat di bawah rangka thorak kiri, tempat yang rentan untuk mengalami perlukaan. Pada pemeriksaan fisik, gejala yang khas adanya hipotensi karena perdarahan. Kecurigaan terjadinya ruptur limpa dengan ditemukan adanya fraktur costa IX dan X kiri, atau saat abdomen kuadran kiri atas terasa sakit serta ditemui takikardi. Biasanya pasien juga mengeluhkan sakit pada bahu kiri, yang tidak termanifestasi pada jam pertama atau jam kedua setelah terjadi trauma.  Ruptur Usus Halus Sebagian besar, perlukaan yang merobek dinding usus halus karena trauma tumpul menciderai usus dua belas jari. Dari pemeriksaan fisik didapatkan gejala ‘burning epigastric pain’ yang diikuti dengan nyeri tekan dan defans muskuler pada abdomen. Perdarahan pada usus besar dan usus halus akan diikuti dengan gejala peritonitis secara umum pada jam berikutnya. Sedangkan perdarahan pada usus dua belas jari biasanya bergejala adanya nyeri pada bagian punggung. b. Organ Retroperitoneal Retroperitoneal abdomen terdiri dari ginjal, ureter, pancreas, aorta, dan vena cava. Trauma pada struktur ini sulit ditegakkan diagnosis berdasarkan pemeriksaan fisik. Evaluasi regio ini memerlukan CT scan, angiografi, dan intravenous pyelogram. E. Perdarahan Intrakranial



Perdarahan dapat terjadi diantara tengkorak dan durameter (jaringan fibrous penutup otak), diantara durameter dan arachnoid, atau langsung dalam jaringan otak itu sendiri. Berikut ini beberapa macam perdarahan pada cedera kepala : 1. Hematom epidural akut Cedera ini sering disebabkan oleh robeknya arteri meninga media yang berjalan disepanjang region temporal. Cedera arteri sering disebabkan oleh fraktur tengkorak linear di region temporal atau parietal. Akibat dari cidera arteri (walaupun mungkin juga terjadi perdarahan vena dari salah satu sinus durameter), perdarahan dan peningkatan TIK dapat berlangsung dengan cepat sehingga kematian dapat segera terjadi. Gejala hematoma epidural akut meliputi riwayat trauma kepala dengan kehilangan kesadaran sesaat diikuti satu periode dimana penderita sadar dan koheren. Setelah beberapa menit hingga beberapa jam timbul tanda-tanda peningkatan tekanan intracranial (muntah, nyeri kepala, perubahan status kesadaran) kemudian menjadi tidak sadar dan terjadi kelumpuhan kolateral dari tempat cedera kepala. Sering terjadi dilatasi dan tidak ada respon terhadap cahaya dari pupil pada sisi cedera kepala. Hal ini biasanya dengan cepat diikuti oleh kematian. 2. Hematom Subdural Akut Hematom subdural akut terjadi akibat perdarahan diantara durameter dan arachnoid yang berhubungan dengan cedera jaringan otak dibawahnya. Karena perdarahan berasal dari vena, tekanan intracranial meningkat lebih lambat dan baru terdiagnosa beberapa jam atau hari setelah kejadian cedera. Tanda dan gejalanya meliputi : nyeri kepala, fluktuasi tingkat kesadaran, dan tanda neurologis fokal (kelemahan satu sisi tubuh, penurunan reflex tondon dalam, bicara yang tidak jelas dan melantur). 3. Perdarahan intraserebral Merupakan perdarahan yang terjadi dalam jaringan otak. Perdarahan intraserebral pada trauma terjadi akibat trauma tumpul atau



trauma tembus pada kepala. Disisi lain, pembedahan tidak banyak menolong,. Tanda dan gejala tergantung lokasi kerusakan dan beratnya cedera. Gejala yang muncul mirip dengan gejala pada stroke. F. Perdarahan Intrathorak Tauma thorax adalah semua ruda paksa pada thorax dan dinding thorax, baik trauma atau ruda paksa tajam atau tumpul. (Hudak, 1999). Trauma thorak adalah trauma yang terjadi pada toraks yang menimbulkan kelainan pada organ-organ didalam toraks. Hemothoraks adalah adanya darah pada rongga pleura. Perdarahan mungkin berasal dari dinding dada, parenkim paru, jantung, atau pembuluh darah besar (Mancini, 2011). G. ETIOLOGI Secara umum luas kerusakan tergantung dari kecepatan, arah, dan ukuran gaya yang mengenai. Kontusio sering terjadi. Hematom fasia otot rektus mungkin ruptur pembuluh darah epigastrika akibat trauma kekerasan langsung atau kontraksi tiba-tiba dari otot rectus abdominis. Organ padat berupa hepar, lien,dan ginjal sering terkena trauma abdomen tetutup, terfiksir, besar, dan tidak terlindungi. Perdarahan merupakan ciri utama dan jika parah dapat terjadi syok. Organ berongga cukup mobile dan dapat bergerak menjauh dari tempat tubrukan dan lebih jarang rusak jika dibanding organ padat kecuali daerah yang cukup terfiksir seperti duodenum, fleksura duodeno jejunalis, sekum, kolon asenden, fleksura kolon. Peritonitis adalah ciri utama dari ruptur organ berongga akibat keluar isi usus melalui tempat robekan, luka, defek atau ledakan usus. H. KLASIFIKASI Trauma pada dinding abdomen terdiri dari : 1.      Kontusio dinding abdomen Disebabkan trauma non-penetrasi. Kontusio dinding abdomen tidak terdapat cedera intra abdomen, kemungkinan terjadi eksimosis atau penimbunan darah dalam jaringan lunak dan masa darah dapat menyerupai tumor. 2.      Laserasi Jika terdapat luka pada dinding abdomen yang menembus rongga abdomen harus di eksplorasi. Atau terjadi karena trauma penetrasi. Trauma Abdomen adalah terjadinya atau kerusakan pada organ abdomen yang dapat



menyebabkan perubahan fisiologi sehingga terjadi gangguan metabolisme, kelainan imonologi dan gangguan faal berbagai organ. Trauma abdomen pada isi abdomen, menurut Suddarth & Brunner (2002) terdiri dari: 1)      Perforasi organ viseral intraperitoneum Cedera pada isi abdomen mungkin di sertai oleh bukti adanya cedera pada dinding abdomen. 2)      Luka tusuk (trauma penetrasi) pada abdomen Luka tusuk pada abdomen dapat menguji kemampuan diagnostik ahli bedah. 3)      Cedera thorak abdomen Setiap luka pada thoraks yang mungkin menembus sayap kiri diafragma, atau sayap kanan dan hati harus dieksplorasi I. MANIFESTASI KLINIK A. Manifestasi Klinis secara umum menurut Smeltzer (2001) :  Nyeri (khususnya karena gerakan)



 Demam



 Nyeri tekan dan lepas (mungkin



 Anoreksia



menandakan iritasi peritoneum



 Mual dan muntah



Cairan gastrointestinal atau darah



 Takikardi



 Distensi abdomen



 Peningkatan suhu tubuh



B. Manifestasi Klinis secara umum menurut (Scheets, 2002), yaitu : 1. Laserasi, memar,ekimosis



12. Tanda Cullen adalah



2. Hipotensi



ekimosis periumbulikal



3. Tidak adanya bising usus



pada perdarahan peritoneal



4. Hemoperitoneum



13. Tanda Grey-Turner adalah



5. Mual dan muntah



ekimosis pada sisi tubuh



6. Adanya tanda “Bruit” (bunyi



( pinggang ) pada



abnormal pd auskultasi pembuluh darah, biasanya pd arteri karotis),



perdarahan retroperitoneal 14. Tanda coopernail adalah



7. Nyeri



ekimosis pada



8. Pendarahan



perineum,skrotum atau



9. Penurunan kesadaran



labia pada fraktur pelvis



10. Sesak



15. Tanda balance adalah



11. Tanda Kehrs adalah nyeri di



daerah suara tumpul yang



sebelah kiri yang disebabkan oleh



menetap pada kuadran kiri



perdarahan limfa.Tanda ini ada



atas saat perkusi pada



saat pasien dalam posisi



hematoma limfe



recumbent. C. Manifestasi Klinis secara umum menurut (Hudak & Gallo, 2001), yaitu : 1) Nyeri  Nyeri dapat terjadi mulai dari nyeri sedang sampai yang berat. Nyeri dapat timbul di bagian yang luka atau tersebar. Terdapat nyeri saat ditekan dan nyeri lepas. 2) Darah dan cairan  Adanya penumpukan darah atau cairan dirongga peritonium yang disebabkan oleh iritasi. 3) Cairan atau udara dibawah diafragma  Nyeri disebelah kiri yang disebabkan oleh perdarahan limpa. Tanda ini ada saat pasien dalam posisi rekumben. 4) Mual dan muntah 5) Penurunan kesadaran (malaise, letargi, gelisah)  Yang disebabkan oleh kehilangan darah dan tanda-tanda awal shock hemoragi D. Berdasarkan jenis trauma (FKUI, 1995) : 1. Trauma tembus  trauma perut dengan penetrasi kedalam rongga peritoneum 



Hilangnya seluruh / sebagian fungsi organ







Kontaminasi bakteri







Respon stress simpatis







Kematian sel







Perdarahan dan pembekuan darah



2. Trauma tumpul  trauma perut tanpa penetrasi kedalam rongga peritoneum 



Kehilangan darah







Memar / jejas pada dinding perut







Nyeri tekan – ketok – lepas dan kekakuan (rigidity) dinding perut







Iritasi cairan usus







Kerusakan organ – organ







Bising usus melemah / menghilang



E. Berdasarkan tipe trauma (Diklat. 2004) : 1. Pada organ padat  yang paling sering engalami kerusakan adalah hati dan limpa yang akan menyebabkan perdarahan bervariasi dari ringan – sangat berat bahkan kematian. 



Gejala perdarah secara umum :  Penderita tampak anemis  Perdarahan berat  syok hemoragik







Gejala adanya darah intraperitoneal :  Nyeri abdomen bervariasi ringan – berat  Bising usus menurun / hilang  Nyeri tekan – lepas dan kekauan otot dinding perut  Pembesaran – distensi abdomen  Suara pekak pada posisi abdomen yang meninggi



2. Pada organ berongga 



Infeksi rongga peritoneum







Rasa neri di seluruh area abdomen







Terkadang ditemukan penonjolan organ abdomen  omentum, usus halus atau kolon







Bising usus menurun dan kekauan otot dinding perut



J. PATOFISIOLOGI Menurut (Hudak & Gallo, 2001) kecelakaan atau trauma yang terjadi pada abdomen, umumnya banyak diakibatkan oleh trauma tumpul. Pada kecelakaan kendaraan bermotor, kecepatan, deselerasi yang tidak terkontrol merupakan kekuatan yang menyebabkan trauma ketika tubuh klien terpukul setir mobil atau benda tumpul lainnya. Trauma akibat benda tajam umumnya disebabkan oleh luka tembak yang menyebabkan kerusakan yang besar didalam abdomen. Selain luka tembak, trauma abdomen dapat juga diakibatkan oleh luka tusuk, akan tetapi luka tusuk sedikit menyebabkan trauma pada organ internal diabdomen.



Trauma pada abdomen disebabkan oleh 2 kekuatan yang merusak, yaitu : 1.



Paksaan /benda tumpul Merupakan trauma abdomen tanpa penetrasi ke dalam rongga peritoneum. Luka tumpul pada abdomen bisa disebabkan oleh jatuh, kekerasan fisik atau pukulan, kecelakaan kendaraan bermotor, cedera akibat berolahraga, benturan, ledakan, deselarasi, kompresi atau sabuk pengaman. Lebih dari 50% disebabkan oleh kecelakaan lalu lintas.



2.



Trauma tembus Merupakan trauma abdomen dengan penetrasi ke dalam rongga peritoneum. Luka tembus pada abdomen disebabkan oleh tusukan benda tajam atau luka tembak. Trauma pada abdomen dibagi menjadi trauma tumpul dan tembus.Trauma



tumpul abdomen disebabkan kompresi dan deselerasi. Kompresi rongga abdomen oleh benda - benda terfiksasi, seperti sabuk pengaman atau setir kemudi akan meningkatkan



tekanan



intraluminal



dengan



cepat,



sehingga



mungkin



menyebabkan ruptur usus, atau pendarahan organ padat. Gaya deselerasi (perlambatan) akan menyebabkan tarikan atau regangan antara struktur yang terfiksasi dan yang dapat bergerak. Deselerasi dapat menyebabkan trauma pada mesenterium, pembuluh darah besar, atau kapsul organ padat, seperti ligamentum teres pada hati. Organ padat, seperti limpa dan hati merupakan jenis organ yang tersering



mengalami



terluka



setelah



trauma



tumpul



abdomen



terjadi



disebabkan



oleh



(Demetriades,2007). Trauma



tumpul



pada



abdomen



juga



pengguntingan,penghancuran atau kuatnya tekanan yang menyebabkan rupture pada usus atau struktur abdomen yang lain. Luka tembak dapat menyebabkan kerusakan pada setiap struktur didalam abdomen.Tembakan menyebabkan perforasi pada perut atau usus yang menyebabkan peritonitis dan sepsis. Patofisiologi yang terjadi berhubungan dengan terjadinya trauma abdomen adalah: a.



Terjadi



perpindahan



cairan



berhubungan



dengan



kerusakan



pada



jaringan,kehilangan darah dan shock. b.



Perubahan



metabolic



makroendokrin,mikroendokrin.



dimediasi



oleh



CNS



dan



system



c. Terjadi masalah koagulasi atau pembekuan dihubungkan dengan perdarahan massif dan transfuse multiple. d. Inflamasi, infeksi dan pembentukan formasi disebabkan oleh sekresi saluran pencernaan dan bakteri ke peritoneum e. Perubahan nutrisi dan elektrolit yang terjadi karena akibat kerusakan integritas rongga saluran pencernaan. f. Limpa merupakan organ yang paling sering terkena kerusakan yang diakibatkan oleh trauma tumpul. Sering terjadi hemoragi atau perdarahan masif yang berasal dari limpa yang ruptur sehingga semua upaya dilakukan untuk memperbaiki kerusakan di limpa. g. Liver, karena ukuran dan letaknya hati merupakan organ yang paling sering terkena kerusakan yang diakibatkan oleh luka tembus dan sering kali kerusakan disebabkan oleh trauma tumpul. Hal utama yang dilakukan apabila terjadi perlukaan dihati yaitu mengontrol perdarahan dan mendrainase cairan empedu. h. Esofagus bawah dan lambung, kadang - kadang perlukaan esofagus bawah disebabkan oleh luka tembus. Karena lambung fleksibel dan letaknya yang mudah berpindah, sehingga perlukaan jarang disebabkan oleh trauma tumpul tapi sering disebabkan oleh luka tembus langsung. i. Pankreas dan duodenum, walaupun trauma pada pankreas dan duodenum jarang terjadi. Tetapi trauma pada abdomen yang menyebabkan tingkat kematian yang tinggi disebkan oleh perlukaan di pankreas dan duodenum, hal ini disebabkan karena letaknya yang sulit terdeteksi apabila terjadi kerusakan.



K. PATHWAY



L. PEMERIKSAAN PENUNJANG 1. Foto thoraks Untuk melihat adanya trauma pada thorak. 2. Pemeriksaan darah rutin Pemeriksaan Hb diperlukan untuk base-linedata bila terjadi perdarahan terus menerus. Demikian pula dengan pemeriksaan hematokrit. Pemeriksaan leukosit yang melebihi 20.000 /mm tanpa terdapatnya infeksi menunjukkan adanya perdarahan cukup banyak kemungkinan ruptura lienalis. Serum amilase yang meninggi menunjukkan kemungkinan adanya trauma pankreas atau perforasi usus halus. Kenaikan transaminase menunjukkan kemungkinan trauma pada hepar. 3. Plain abdomen foto tegak Memperlihatkan udara bebas dalam rongga peritoneum, udara bebas retro perineal dekat duodenum, corpus alineum dan perubahan gambaran usus. 4. Pemeriksaan urine rutin Menunjukkan adanya trauma pada saluran kemih bila dijumpai hematuri. Urine yang jernih belum dapat menyingkirkan adanya trauma pada saluran urogenital. 5. VP (Intravenous Pyelogram) Karena alasan biaya biasanya hanya dimintakan bila ada persangkaan trauma pada ginjal 6. Diagnostik Peritoneal Lavage (DPL) Dapat membantu menemukan adanya darah atau cairan usus dalam rongga perut. Hasilnya dapat amat membantu. Tetapi DPL inihanya alat diagnostik. Bila ada keraguan, kerjakan laparatomi (gold standard). a. Indikasi untuk melakukan DPL adalah sebagai berikut: 1) Nyeri abdomen yang tidak bisa diterangkan sebabnya 2) Trauma pada bagian bawah dari dada 3) Hipotensi, hematokrit turun tanpa alasan yang jelas 4) Pasien cedera abdominal dengan gangguan kesadaran (obat, alkohol, cedera otak) 5) Pasien cedera abdominal dan cedera medula spinalis (sumsum tulang belakang) 6) Patah tulang pelvis b. Kontra indikasi relatif melakukan DPL adalah sebagai berikut: 1) Hamil 2) Pernah operasi abdominal 3) Operator tidak berpengalaman 4) Bila hasilnya tidak akan merubah penatalaksanaan



7. Ultrasonografi dan CT Scan Sebagai pemeriksaan tambahan pada penderita yang belum dioperasi dan disangsikan adanya trauma pada hepar dan retro peritoneum. Pemeriksaan khusus a. Abdomonal Paracentesis Merupakan pemeriksaan tambahan yang sangat berguna untuk menentukan adanya perdarahan dalam rongga peritoneum. Lebih dari100.000 eritrosit /mm dalam larutan NaCl yang keluar dari rongga peritoneum setelah dimasukkan 100–200 ml larutan NaCl 0.9% selama 5 menit, merupakan indikasi untuk laparotomi. b. Pemeriksaan Laparoskopi Dilaksanakan bila ada akut abdomen untuk mengetahui langsung sumber penyebabnya. c. Bila dijumpai perdarahan dan anus perlu dilakukan rektosigmoidoskopi. M. PENATALAKSANAAN Menurut Smeltzer, (2002) penatalaksanaan adalah : 1. Abdominal paracentesis menentukan adanya perdarahan dalam rongga peritonium, merupakan indikasi untuk laparotomi 2. Pemasangan NGT memeriksa cairan yang keluar dari lambung pada trauma abdomen 3. Pemberian antibiotik mencegah infeksi 4. Pemberian antibiotika IV pada penderita trauma tembus atau pada trauma tumpul bila ada persangkaan perlukaan intestinal. 5. Penderita dengan trauma tumpul yang terkesan adanya perdarahan hebat yang meragukan kestabilan sirkulasi atau ada tanda-tanda perlukaan abdomen lainnya memerlukan pembedahan 6. Prioritas utama adalah menghentikan perdarahan yang berlangsung. Gumpalan kassa dapat menghentikan perdarahan yang berasal dari daerah tertentu, tetapi yang lebih penting adalah menemukan sumber perdarahan itu sendiri 7. Kontaminasi lebih lanjut oleh isi usus harus dicegah dengan mengisolasikan bagian usus yang terperforasi tadi dengan mengklem segera mungkin setelah perdarahan teratasi. Sedangkan menurut (Hudak & Gallo, 2001).penatalaksanaannya adalah : 



Pre Hospital



Pengkajian yang dilakukan untuk menentukan masalah yang mengancam nyawa, harus mengkaji dengan cepat apa yang terjadi dilokasi kejadian. Paramedik mungkin harus melihat apabila sudah ditemukan luka tikaman, luka trauma benda lainnya, maka harus segera ditangani, penilaian awal dilakukan prosedur ABC jika ada indikasi. Jika korban tidak berespon, maka segera buka dan bersihkan jalan napas. a. Airway Dengan kontrol tulang belakang. Membuka jalan napas menggunakan teknik ‘head tilt chin lift’ atau menengadahkan kepala dan mengangkat dagu,periksa adakah benda asing yang dapat mengakibatkan tertutupnya jalan napas, muntahan, makanan, darah atau benda asing lainnya. b. Breathing Dengan ventilasi yang adekuat. Memeriksa pernapasan dengan menggunakan cara ‘lihat – dengar – rasakan’ tidak lebih dari 10 detik untuk memastikan apakah ada napas atau tidak. Selanjutnya lakukan pemeriksaan status respirasi korban (kecepatan, ritme dan adekuat tidaknya pernapasan). c. Circulation







Dengan kontrol perdarahan hebat. Jika pernapasan korban tersengal-sengal dan tidak adekuat, maka bantuan napas dapat dilakukan. Jika tidak ada tanda-tanda sirkulasi, lakukan resusitasi jantung paru segera. Rasio kompresi dada dan bantuan napas dalam RJP adalah 30 : 2 (30kali kompresi dada dan 2 kali bantuan napas). d. Penanganan awal trauma non- penetrasi (trauma tumpul): 1) Stop makanan dan minuman 2) Imobilisasi 3) Kirim kerumah sakit e. Penetrasi (trauma tajam) 1) Bila terjadi luka tusuk, maka tusukan (pisau atau benda tajam lainnya) tidak boleh dicabut kecuali dengan adanya tim medis. 2) Penanganannya bila terjadi luka tusuk cukup dengan melilitkan dengan kain kassa pada daerah antara pisau untuk memfiksasi pisau sehingga tidak memperparah luka. 3) Bila ada usus atau organ lain yang keluar, maka organ tersebut tidak dianjurkan dimasukkan kembali kedalam tubuh, kemudian organ yang keluar dari dalam tersebut dibalut kain bersih atau bila ada verban steril. 4) Imobilisasi pasien. 5) Tidak dianjurkan memberi makan dan minum. 6) Apabila ada luka terbuka lainnya maka balut luka dengan menekang. 7) Kirim ke rumah sakit. Hospital



a. Trauma penetrasi Bila ada dugaan bahwa ada luka tembus dinding abdomen, seorang ahli bedah yang berpengalaman akan memeriksa lukanya secara lokal untuk menentukan dalamnya luka. Pemeriksaan ini sangat berguna bila ada luka masuk dan luka keluar yang berdekatan. b. Skrinning pemeriksaan rontgen Foto rontgen torak tegak berguna untuk menyingkirkan kemungkinan hemo atau pneumotoraks atau untuk menemukan adanya udara intra peritonium. Serta rontgen abdomen sambil tidur (supine) untuk menentukan jalan peluru atau adanya udara retro peritoneum. c. IVP atau Urogram Excretory dan CT Scanning Ini di lakukan untuk mengetauhi jenis cedera ginjal yang ada d. Uretrografi







Di lakukan untuk mengetauhi adanya rupture uretra. e. Sistografi Ini digunakan untuk mengetauhi ada tidaknya cedera pada kandung kencing, contohnya pada: 1) Fraktur pelvis 2) Trauma non – penetrasi Penanganan pada trauma benda tumpul dirumah sakit: a. Pengambilan contoh darah dan urine Darah di ambil dari salah satu vena permukaan untuk pemeriksaan laboratorium rutin, dan juga untuk pemeriksaan laboratorium khusus seperti pemeriksaan darah lengkap, potasium, glukosa, amilase. b. Pemeriksaan rontgen Pemeriksaan rongten servikal lateral, toraks antero posterior dan pelvis adalah pemeriksaan yang harus di lakukan pada penderita dengan multi trauma, mungkin berguna untuk mengetahui udara ekstraluminal di retro peritoneum atau udara bebas di bawah diafragma, yang keduanya memerlukan laparotomi segera. c. Study kontras urologi dan gastrointestinal Dilakukan pada cedera yang meliputi daerah duodenum, kolon ascendensatau decendens dan dubur.



N. KOMPLIKASI Menurut Smeltzer (2001), komplikasi trauma abdomen terdiri atas::



 Segera: hemoragi, syok, dan cedera  Lambat: infeksi Menurut Paul (2008), komplikasi trauma abdomen:   Trombosis Vena  Emboli pulmonar  Stres ulserasi dan perdarahan  Pneumonia  Tekanan ulserasi  Atelektasis  Sepsis Menurut Catherino,( 2003):, komplikasi trauma abdomen :   Pankreas: pankreatitis, Pseudocyta formasi, fistula pankreas-duodenal, dan perdarahan  Limfa: perubahan status mental, takikardia, hipotensi, akral dingin, diaphoresis dan syok  Usus: obstruksi usus, peritonitis, sepsis, nekrotik usus, dan syok Ginjal: Gagal ginjal akut (GGA)



KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN A. Pengkajian Dalam pengkajian pada trauma  abdomen harus berdasarkan prinsip-prinsip Penanggulangan Penderita Gawat Darurat yang mempunyai skala prioritas A (Airway), B (Breathing), C (Circulation). Hal ini dikarenakan trauma abdomen harus dianggap sebagai dari multi trauma dan dalam pengkajiannya tidak terpaku pada abdomennya saja. 1. Anamnesa a) Biodata  Identitas  Keluhan Utama  Keluhan yang dirasakan sakit.  Hal spesifik dengan penyebab dari traumanya. b) Riwayat penyakit sekarang (Trauma)  Penyebab dari traumanya  dikarenakan benda tumpul atau peluru.  Kalau penyebabnya jatuh, ketinggiannya berapa dan bagaimana posisinya saat jatuh.  Kapan kejadianya dan jam berapa kejadiannya.  Berapa berat keluhan yang dirasakan bila nyeri, bagaimana sifatnya pada quadran mana yang dirasakan paling nyeri atau sakit sekali. c) Riwayat Penyakit yang lalu  Kemungkinan pasien sebelumnya  pernah menderita gangguan jiwa.  Apakah pasien menderita penyakit asthma atau diabetesmellitus dan gangguan faal hemostasis. d) Riwayat psikososial spiritual  Persepsi pasien terhadap musibah yang dialami.  Apakah musibah tersebut mengganggu emosi dan mental.  Adakah kemungkinan percobaan bunuh diri (tentamen-suicide). 2. Pemeriksaan Fisik a. Sistem Pernapasan  Pada inspeksi bagian frekwensinya, iramanya dan adakah jejas pada dada serta jalan napasnya.  Pada palpasi simetris tidaknya dada saat paru ekspansi dan pernapasan tertinggal.  Pada perkusi adalah suara hipersonor dan pekak.  Pada auskultasi adakah suara abnormal, wheezing dan ronchi. b. Sistem cardivaskuler (B2 = blood)



c.



d.



e.



f.



 Pada inspeksi adakah perdarahan aktif atau pasif yang keluar dari daerah abdominal dan adakah anemis.  Pada palpasi bagaimana mengenai kulit, suhu daerah akral dan bagaimana suara detak jantung menjauh atau menurun dan adakah denyut jantung paradoks. Sistem Neurologis (B3 = Brain)  Pada inspeksi adakah gelisah atau tidak gelisah dan adakah jejas di kepala.  Pada palpasi adakah kelumpuhan atau lateralisasi pada anggota gerak.  Bagaimana tingkat kesadaran yang dialami dengan menggunakan Glasgow Coma Scale (GCS). Sistem Gatrointestinal (B4 = bowel)  Pada inspeksi : - Adakah jejas dan luka atau adanya organ yang luar. - Adakah distensi abdomen kemungkinan adanya perdarahan dalam cavum abdomen. - Adakah pernapasan perut yang tertinggal atau tidak. - Apakah kalau batuk terdapat nyeri dan pada quadran berapa, kemungkinan adanya abdomen iritasi.  Pada palpasi : - Adakah spasme / defance mascular dan abdomen. - Adakah nyeri tekan dan pada quadran berapa. - Kalau ada  vulnus sebatas mana kedalamannya.  Pada perkusi : - Adakah nyeri ketok dan pada quadran mana. - Kemungkinan-kemungkinan adanya cairan/udara bebas dalam cavum abdomen.  Pada Auskultasi : - Kemungkinan adanya peningkatan atau penurunan dari bising usus atau menghilang.  Pada rectal toucher : - Kemungkinan adanya darah / lendir pada sarung tangan. - Adanya ketegangan tonus otot / lesi pada otot rectum. Sistem Urologi (B5 = bladder)  Pada inspeksi adakah jejas pada daerah rongga pelvis dan adakah distensi pada daerah vesica urinaria serta bagaimana produksi urine dan warnanya.  Pada palpasi adakah nyeri tekan daerah vesica urinaria dan adanya distensi.  Pada perkusi adakah nyeri ketok pada daerah vesica urinaria. Sistem Muskuloskeletal (B6 = Bone)



 Pada inspeksi adakah jejas dan kelaian bentuk extremitas terutama daerah pelvis.  Pada palpasi adakah ketidakstabilan pada tulang pinggul atau pelvis. 3. Pemeriksaan Penunjang : a. Radiologi :  Foto BOF (Buick Oversic Foto)  Bila perlu thoraks foto.  USG (Ultrasonografi) b. Laboratorium :  Darah lengkap dan sample darah (untuk transfusi)  Disini terpenting Hb serial ½ jam sekali sebanyak 3 kali.  Urine lengkap (terutama ery dalam urine) c. Elektro Kardiogram  Pemeriksaan ini dilakukan pada pasien usia lebih 40 tahun. B. PERENCANAAN KEPERAWATAN 1. Resiko perfusi serebral tidak efektif berhubungan dengan hypovolemia, penurunan suplai darah ke seluruh tubuh yang ditandai dengan suhu kulit bagian akral dingin, capillary refill lebih dari  3  detik dan produksi urine kurang dari 30 ml/jam. Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 2x24 jam, perfusi jaringan kembali normal. Kriteria hasil :  Tekanan intra kranial menurun  Sakit kepala menurun  Gelisah menurun  Kecemasan menurun  Demam menurun Intervensi : `observasi :  Identifikasi penyebab peninkatan TIK  Monitor MAP (mean arterial preasure)  Monitor CVP (Central Venous Preassure) jika tersedia  Monitor intake dan output  Monitor status pernafasan Terapeutik  Minimalkan stimulus dengan menyediakan lingkungan yang tenang  Berikan posisi semi fowler  Pertahankan susu normal Kolaborasi  Kolaborasi pemberian sedasi dan anti konvulsan, jika perlu  Kolaborasi pemberian diuretik osmosis, jika perlu







Kolaborasi pemberian pelunak tinja, jika perlu



2. Nyeri berhubungan dengan rusaknya jaringan lunak/organ abdomen yang ditandai dengan pasien menyatakan sakit bila perutnya ditekan, nampak menyeringai kesakitan. Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 1x24 jam, rasa nyeri yang dialami klien berkurang/hilang. Kriteria hasil :  Keluhan nyeri menurun  Meringis menurun  Gelisah menurun  Pola tidur membaik  Tekanan darah membaik Intervensi : Manajemen nyeri Obeservasi : 1. identifikasi lokasi, karakteristik, durasi, frekuesi, kualitas, intensitas nyeri. 2. Identifikasi skala nyeri. Terapeutik 3. Fasilitasi istirahat dan tidur 4. Berikan teknik nonfarmakologis untuk mengurangi rasa nyeri Edukasi 5. Jelaskan strategi meredakan nyeri 6. Ajarkan teknik nonarmakologis untuk mengurangi rasa nyeri Kolaborasi 7. Kolaborasi pemberian analgetik (jika perlu) 3. Ansietas berhubungan dengan pengobatan pembedahan yang akan dilakukan yang ditandai dengan pasien menyatakan kekhawatirannya terhadap pembedahan, ekspresi wajah tegang dan gelisah. Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 1x24 jam, kecemasan klien dapat diatasi. Kriteria hasil :  Klien mengatakan tidak cemas.  Ekspresi wajah klien tampak tenang dan tidak gelisah. Intervensi : Observasi 1. Identifikasi saat tingkat ansietas berubah 2. Identifikasi kemampuan mengambil keputusan 3. Monitor tanda-tanda ansietas Terapeutik 4. Ciptakan suasana terapeutik untuk menumbuhkan kepercayaan 5. Temani pasien untuk mengurangi kecemasan, jika memungkinkan 6. Gunakan pendekatan yang tenang Edukasi



7. Jelaskan prosedur, termasuk sensasi yang mungkin dialami 8. Informasikan secara faktual menganai diagnosis, pengobatan dan rognosis 9. Anjurkan keluarga untuk tetap bersama pasien, jika perlu 10. Latih teknik relaksasi Kolaborasi 11. Kolaborasi pemberian obat antiansietas, jika perlu. 4. Hipertermi berhubungan dengan peningkatan TIK ditandai dengan suhu pasien meningkat, mukosa bibir kering Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 1 jam, suhu klien dapat diatasi. Kriteria hasil :  Rileks meningkat  Keluhan sulit tidur menurun  Keluhan kepanasan menurun  Suhu ruangan membaik Intervensi : Observasi 1. Mengidentifikasi penyebab Hipertermi 2. Monitor suhu tubuh Terapeutik 3. Basahi atau kipasi permukaan tubuh 4. Ganti linen setiap hari atau lebih sering jika mengalami hiperhidrosis (keringat berlebih) Edukasi 5. Anjurkan tirah baring Kolaborasi 6. Kolaborasi pemberian cairan dan elektrolit intravena. Jika perlu



DAFTAR PUSTAKA Barbara c. long (1996), Perawatan Medikal Bedah , Suatu pendekatan Proses Keperawatan, Yayasan Ikatan Alumni Keperawatan Pajajaran, Bandung Bulecheck, Gloria M, et al . 2012. Diagnosis Keperawatan Definisi dan Klasifikasi 2012-2014 (Nanda). Jakarta : EGC. Doengoes, Marilyn E, et al. 2010. Nursing Diagnosis Manual: Planning, Individualizing, and Documenting Client Care 3 th Edition . Philadelphia: F. A. Davis Company Hudak & Gallo (1997), Keperawatan Kritis, Pendekatan Holistik, Edisi VI Vol.1, EGC, Jakarta Hudak & Gallo. 1997, Keperawatan Kritis, Pendekatan Holistik, Edisi VI Vol.1. Jakarta: EGC Lestari, S. 2010. Hematothoraks. Fakultas Kedokteran Universitas Muhammdiyah Yogyakarta.



http://www.fkumyecase.net/wiki/index.php?



page=HEMATOTHORAX Magerman, Y. 2010. Pneumothorax/Hemothorax. Lecturer notes Cape Peninsula University of Technology Faculty of Health & Wellness Science. Paper 25. http://dk.cput.ac.za/hw_lnotes/25 Mancini. . 2011. Hemothoraks. http://emedicine.medscape.com/article/2047916overview Nurarif AH, Hardhi K. Aplikasi asuhan keperawatan berdasarkan diagnosa medis & NANDA NIC-NOC edisi revisi jilid 1. Yogyakarta: Mediaction Publishing, 2013. Sjasuhidajat. R (1997), Buku Ajar Ilmu Bedah, Edisi Revisi, EGC, Jakarta. Smeltzer SC dan Bare BG. Buku Ajar keperawatan medikal-bedah Brunner & Suddarth Edisi 8 Volume 2. Jakarta: EGC, 2002.