LP Demam Thypoid - Anasari - 0008 [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

LAPORAN PENDAHULUAN ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN DENGAN DEMAM THYPOID



DISUSUN OLEH: NI MADE ANASARI NIM. P07120320008 KELAS NERS A/ PRODI PROFESI NERS



POLTEKKES KEMENKES DENPASAR JURUSAN KEPERAWATAN PROGRAM PROFESI NERS DENPASAR 2020



A. Konsep Dasar Penyakit 1. Definisi Demam tifoid atau Thypoid fever ialah suatu sindrom sistemik terutama disebabkan oleh Salmonella typhi. Demam tifoid merupakan jenis terbanyak dari Salmonelosis. Jenis lain dari demam enterik adalah demam paratifoid yang disebabkan oleh S. paratyphi A, S. schottmuelleri (semula S. paratyphi B), dan S. hirschfeldii (semula S. paratyphi C). Demam tifoid memperlihatkan gejala lebih berat dibandingkan demam enterik yang lain (Widagdo, 2011). Mansoer (2009) menyatakan Typhus abdominalis adalah suatu infeksi sistem yang ditandai dengan demam, sakit kepala, kelesuan, anoreksia, bradikardi, kadang-kadang pembesaran hati/limpa/ atau keduanya. Ini adalah suatu penyakit pada usus yang menmbulkan gejala-gejala sistemik yang disebabkan oleh Salmonella typosa tipe A, B, C. Penularan dapat terjadi secara fecal atau oral melalui makanan dan minuman yang terkontaminasi. Demam typhoid ialah penyakit infeksi akut yang biasanya mengenai saluran pencernaan dengan gejala demam yang lebih dari satu minggu, gangguan pada pencernaan dan gangguan kesadaran. Penyebab penyakit ini adalah Salmonella typhosa, basil gram negatif yang bergerak dengan bulu getar, tidak berspora (Nursalam et al., 2013). Demam Tifoid merupakan suatu penyakit infeksi sistemik bersifat akut yang disebabkan oleh Salmonella typhi [ CITATION Nur15 \l 1033 ] . Tifoid termasuk infeksi sistemik dengan gejala yang



khas yaitu demam. Adapun demam yang dialami oleh pasien yang menderita penyakit ini umumnya memiliki pola khusus dengan suhu yang meningkat (sangat tinggi) naik-turun. Hal ini terjadi pada sore dan malam hari sedangkan di pagi hari hampir tidak terjadi demam. Hal inilah yang biasanya tidak disadari oleh penderita maupun keluarga penderita (Dinkes, 2013). 2. Penyebab/faktor predisposisi Penyebab utama demam thypoid ini adalah bakteri samonella typhi. Bakteri salmonella typhi adalah berupa basil gram negatif, bergerak dengan rambut getar, tidak berspora, dan mempunyai tiga macam antigen yaitu antigen O (somatik yang terdiri atas zat kompleks lipopolisakarida), antigen H



(flegella), dan antigen VI. Dalam serum penderita, terdapat zat (aglutinin) terhadap ketiga macam antigen tersebut. Kuman tumbuh pada suasana aerob dan fakultatif anaerob pada suhu 15-41 derajat celsius (optimum 37 derajat celsius) dan pH pertumbuhan 6-8. Faktor pencetus lainnya adalah lingkungan, sistem imun yang rendah, feses, urin, makanan/minuman yang terkontaminasi, formalitas dan lain sebagainya (Lestari Titik, 2016).



3. Pathway Berikut ini adalah pathways pada typhoid : Bakteri Salmonella typhi Masuk ke saluran gastrointestinal Lolos dari asam lambung



Malaise, perasaan tidak enak badan, nyeri abdomen



Bakteri masuk usus halus



Pembuluh limfe



Inflamasi



Peredaran darah (bakteremia primer)



Masuk retikulo endothelial (RES) terutama hati dan limfa



Inflamasi pada hati dan limfa



Empedu Rongga usus pada kel. Limfoid halus



Hepatomegali Nyeri tekan



nyeri akut



Lase plak peyer



Erosi



Pembesaran limfa Splenomegali



Motilitas usus tergsnggu



Penurunan peristaltik usus



Konstipasi Risiko Hipovolemia



Perdarahan masif Komplikasi perforasi dan perdarahan usus



Nyeri Akut



Komplikasi intestinal : Perdarahan usus, perforasi usus (bag. distal ileum), peritonituis



Risiko Infeksi



Masuk ke aliran darah (bakteremia sekunder) Pengeluaran Endotoksin Terjadi kerusakan sel Merangsang melepas zat epirogen oleh leukosit Mempengaruhi pusat thermoregulator di hipotalamus



Mempengar uhi proses pencernaan



Peningkatan peristaltik usus



Diare



Hipertermia



Peningkatan asam lambung Anoreksia mual muntah Defisit Nutrisi



Nausea



4. Patofisiologi Patofisiologi demam typoid merupakan proses yang kompleks yang melalui beberapa tahapan. Penularan Salmonella typhi dapat ditularkan melalui berbagai cara, yang dikenal dengan 5 F yaitu Food (makanan), Fingers (jari tangan / kuku), Fomitus (muntah), Fly (lalat), dan melalui Feses. Kuman Salmonella typhi dan Salmonella paratyphi masuk ke dalam tubuh melalui makanan yang terkontaminasi. Setelah kuman Salmonella typhi tertelan (biasanya ˃10.000 basil kuman), Sebagian kuman akan dihancurkan oleh asam lambung, dan sebagian masuk ke usus halus dan masuk ke dalam tubuh melalui mukosa usus pada ileum terminalis. Jika respon imunitas humoral (IgA) usus kurang baik, kuman akan menembus sel-sel epitel (Sel-M) usus dan lamina propina. Di Lamina propina kuman berkembang biak dan di fagosit oleh sel-sel fagosit tertutama makrofag (Widodo et al 2014 :549). Bakteremia primer terjadi pada tahap ini dan biasanya tidak didapatkan gejala dan kultur darah biasanya masih memberikan hasil yang negatif. Periode inkubasi ini terjadi selama 7-14 hari. Bakteri dalam pembuluh darah ini akan menyebar ke seluruh tubuh dan berkolonisasi dalam organ-organ sistem retikulo endotelial, yakni di hati, limpa, dan sumsum tulang. Hati membesar (hepatomegali) dengan infiltasi limfosit, zat plasma, dan sel mononuclear yang menimbulkan nyeri tekan. Terdapat pula nekrosis fokal dan pembesaran limfa (splenomegali) yang mempengaruhi penurunan motilitas usus dan berakhir pada penurunan peristaltic usus yang ditandai dengan gejala konstipasi dan peningkatan asam lambung yang menimbulkan gejala seperti mual, muntah, dan anoreksia sehingga terjadi penurunan intake makanan. Di organ ini, kuman melakukan replikasi dalam makrofag. Setelah periode replikasi, kuman akan disebarkan kembali ke dalam system peredaran darah dan menyebabkan bakteremia sekunder sekaligus menandai berakhirnya periode inkubasi. Pada masa Bakteremia sekunder ini, bakteri mengeluarkan endotoksin yang mempunyai peran membantu proses peradangan lokal dimana bakteri ini berkembang, endotoksin merangsang sintetis dan pelepasan zat pirogen oleh leukosit pada jaringan yang meradang. Zat pirogen ini akan beredar dalam darah dan mempengaruhi pusat termoregulator di hipotalamus



yang menimbulkan gejala demam infeksi sistemik (demam, malaise, mialgia, sakit kepala, sakit perut, instabilitas vaskuler dan gangguan mental koagulasi). Selain itu akibat pengeluaran endotoksin akan mempengaruhi system pencernaan yang dimana tubuh berusaha mengeluarkan racun dengan cara peningkatan peristaltic usus yang menyebabkan terjadinya diare. Bakteremia dapat menetap selama beberapa minggu bila tidak diobati dengan antibiotik. Pada tahapan ini, bakteri tersebar luas di hati, limpa, sumsum tulang, kandung empedu dan Peyer’s patches di mukosa ileum terminal. Ulserasi pada Peyer’s patches dapat terjadi melalui proses inflamasi yang mengakibatkan nekrosis dan iskemia. Komplikasi perdarahan dan perforasi usus dapat menyusul ulserasi. Kekambuhan dapat terjadi bila kuman masih



menetap



dalam



organ-organ



sistem



retikulo



endotelial



dan



berkesempatan untuk berproliferasi kembali (Nelwan, 2012).



5. Gejala klinis a. Demam Pada kasus yang khas, demam berlangsung 3 minggu bersifat febris remitten dan suhu tidak tinggi sekali. Minggu pertama, suhu tubuh berangsur-angsur naik setiap hari, menurun pada pagi hari dan meningkat lagi pada sore dan malam hari. Dalam minggu ketiga suhu berangsur turun dan normal kembali. b. Gangguan pada saluran pencernaan Pada mulut terdapat nafas berbau tidak sedap, bibir kering dan pecahpecah (ragaden). Lidah tertutup selaput putih kotor, ujung dan tepinya kemerahan. Pada abdomen dapat di temukan keadaan perut kembung. Hati dan limpa membesar disertai nyeri dan peradangan. c. Gangguan kesadaran Umumnya kesadaran pasien menurun, yaitu apatis sampai samnolen. Jarang terjadi supor, koma atau gelisah (kecuali penyakit berat dan terlambat mendapatkan pengobatan). Gejala yang juga dapat ditemukan pada punggung dan anggota gerak dapat ditemukan reseol, yaitu bintikbintik kemerahan karena emboli hasil dalam kapiler kulit, yang



ditemukan pada minggu pertama demam, kadang-kadang ditemukan pula trakikardi dan epistaksis. d. Relaps Relaps (kambuh) ialah berulangnya gejala penyakit demam thypoid, akan tetap berlangsung ringan dan lebih singkat. Terjadinya pada minggu kedua setelah suhu badan normal kembali, terjadinya sukar diterangkan. Menurut teori relaps terjadi karena terdapatnya basil dalam organ-organ yang tidak dapat dimusnahkan baik oleh obat maupun oleh zat anti. (Lestari Titik, 2016) : 6. Pemeriksaan diagnostik/penunjang Untuk penegakkan diaognosis demam tifoid perlu dilakukan pemeriksaan penunjang yang tepat. Menurut Karyanti (Widodo et al, 2014) beberapa pemeriksaan penunjang yang dapat digunakan untuk menegakkan diagnosa tifoid, adalah : a. Pemeriksaan Hematologi Pada pemeriksaan darah akan ditemukan leukopenia, meskipun pada beberapa kasus tidak jarang pula akan ditemukan kadar leukosit normal atau leukositosis. Leukositosis dapat ditemukan walaupun tanpa infeksi sekunder. Selain itu juga dapat ditemukan anemia ringan dan trombositopenia,



serta laju endap darah yang meningkat.



Pada



pemeriksaan dari hitung jenis leukosit dapat terjadi aneosinofilia ataupun limfopenia. b. Kimia klinik SGOT dan SGPT pada demam tifoid akan ditemukan meningkat, tetapi biasanya akan kembali menjadi normal setelah sembuh. Namun, kenaikan SGOT dan SGPT tidak diperlukan penanganan khusus. c. Uji Widal Uji widal adalah suatu reaksi aglutinasi antara antigen dan antibody, aglutinin yang spesifik terhadap salmonella terdapat dalam serum pasien demam typoid pada orang yang pernah ketularan salmonella dan pada orang yang pernah divaksinasi terhadap demam typoid.



Antigen yang digunakan pada uji widal adalah suspensi salmonella yang sudah dimatikan dan diolah laboratorium.Maksud uji widal adalah menentukan adanya agglutinin dalam serum pasien yang disangka menderita demam typoid.Akibat infeksi oleh S.Typhi, pasien membuat anti bodi (aglutini),yaitu: 1) Aglutinin O,yang dibuat karena rangsangan antigen O (berasal dari tubuh kuman). 2) Aglutinin H, karena rangsangan antigen H (berasal dari flagela kuman). 3) Aglutinin Vi, karena rangsangan antigen Vi (berasal sari simapi kuman) Dari ketiga aglutinin tersebut hanya aglutinin O dan H yang ditentukan titernya untuk diagnosis. Mungkin tinggi titernya, mungkin besar kemungkinan pasien menmderita demam typoid. Pada infeksi yang aktif, titer uji widal akan meningkat pada pemeriksaan ulang yang dilakukan selang paling sedikit 5 hari. Titer widal biasanya angka kelipatan : 1/32 , 1/64 , 1/160 , 1/320 , 1/640. Peningkatan titer uji Widal 4 x (selama 2-3 minggu) : dinyatakan (+). - Titer 1/160 : masih dilihat dulu dalam 1 minggu kedepan, apakah ada kenaikan titer. Jika ada, maka dinyatakan (+). Jika 1 x pemeriksaan langsung 1/320 atau 1/640, langsung dinyatakan (+) pada pasien dengan gejala klinis khas. d. Uji TUBEX Uji TUBEX adalah uji semi kuantitatif kolometrik yang prosesnya cepat (dalam beberapa menit) dan prosedurnya mudah untuk dikerjakan. Hasil positif dari uji TUBEX akan didapatkan infeksi Salmonella serogrup D dengan mendeteksi antibodi anti-S.typhi O9]], namun pada infeksi oleh S. paratyphi akan menunjukkan hasil yang negatif. e. Uji Typhidot Uji typhidot dilakukan untuk mendeteksi antibody IgM dan IgG yang terdapat pada protein membrane luar Salmonella typhi . Hasil positif didapatkan 2-3 hari setelah infeksi dan dapat mengidentifikasi secara spesifik



antibody IgM dan IgG yang terdapat dalam antigen Salmonella typhi. Pada kasus reinfeksi, respon imun sekunder IgG teraktivasi secara berlebihan sehingga IgM sulit dideteksi. IgG dapat bertahan 2 tahun setelah pendeteksian, sehingga tidak dapat digunakan untuk membedakan kasus infeksi akut dan kasus reinfeksi.



f. Uji IgM Dipstick Uji ini digunakan untuk mendeteksi antibody IgM spesifik terhadap S.typhi pada specimen serum. Pemeriksaan ini menggunakan strip yang mengandung antigen liposakarida S.typhi dan anti IgM (sebagai control). Pemeriksaan ini mudah dan cepat dapat dilakukan dalam 1 hari, tanpa memerlukan alat khusus, namun akurasi yang di dapatkan bila pemeriksaan dilakukan 1 minggu setelah timbulnya gejala.



g. Kultur Darah Kultur darah merupakan standar baku emas dalam pemeriksaan kasus demam tifoid sampai saat ini. Kultur darah adalah uji laboratorium untuk memeriksa bakteri dalam sampel darah pasien. Namun ada beberapa faktor yang dapat menyebabkan uji ini menjadi tidak akurat, yaitu pasien yang sudah mendapatkan terapi antibiotik sebelumnya, volume darah yang kurang (< 5 cc) dan riwayat vaksinasi sebelumnya. 7. Penatalaksanaan medis Berdasarkan Lestari Titik (2016), penatalaksanaan pada demam typhoid yaitu: a. Perawatan 1) Klien diistirahatkan 7 hari sampai 14 hari untuk mencegah komplikasi perdarahan usus. 2) Mobilisasi bertahap bila tidak ada panas, sesuai dengan pulihnya tranfusi bila ada komplikasi perdarahan. b. Diet 1) Diet yang sesuai, cukup kalori dan tinggi protein. 2) Pada penderita yang akut dapat diberikan bubur saring. 3) Setelah bebas demam diberi bubur kasar selama 2 hari lalu nasi tim.



4) Dilanjutkan dengan nasi biasa setelah penderita bebas dari demam selama 7 hari. c. Obat-obatan Antibiotika umum digunakan untuk mengatasi penyakit typhoid. Waktu penyembuhanbisa makan waktu 2 minggu hingga satu bulan. Antibiotika,



seperti



ampicilin,



kloramfenikol,



trimethoprim



sulfamethoxazole dan ciproloxacin sering digunakan untuk merawat demam typhoid di negara-negara barat. Obat-obatan antibiotik adalah: 1) Kloramfenikol diberikan dengan dosis 50 mg/kgBB/hari, terbagi dalam 3-4 kali pemberian, oral atau intravena, selama 14 hari. 2) Bilamana terdapat kontra indikasi pemberian kloramfenikol, diberikan ampisilin dengan dosis 200 mg/kgBB/hari, terbagi dalam3- 4 kali. Pemberian intravena saat belum dapat minum obat, selama 21 hari. 3) Amoksisilin dengan dosis 100 mg/kgBB/ hari, terbagi dalam3-4 kali. Pemberian oral/intravena selama 21 hari. 4) Kotrimoksasol dengan dosis 8 mg/kgBB/hari terbagi dalam 2-3 kali pemberian, oral, selama 14 hari. 5) Pada kasus berat, dapat diberi ceftriakson dengan dosis 50 m/kgBB/hari dan diberikan 2 kali sehari atau 80 mg/kgBB/hari, sehari sekali, intravena selama 5-7 hari. 6) Pada kasus yang diduga mengalami MDR, maka pilihan antibiotika adalah meropenem, azithromisin, dan fluoroquinolon. Bila tak terawat, demam typhoid dapat berlangsung selama tiga minggu sampai sebulan. Kematian terjadi antara 10% dan 30 % dari kasus yang tidak terawat. Pengobatan penyulit tergantung macamnya. Untuk kasus berat dan dengan manifestasi nerologik menonjol, diberi deksamethason dosis tinggi dengan dosis awal 3 mg/kgBB, intravena perlahan (selama 30 menit). Kemudian disusul pemberian dengan dosis 1 mg/kg BB dengan tenggang waktu 6 sampai 7 kali pemberian. Tatalaksanaan bedah dilakukan pada kasus-kasus dengan penyulit perforasi usus. 8. Pencegahan



Usaha yang bisa dilakukan untuk mencegah penyakit ini adalah : a. Dari sisi manusia : 1) Vaksinasi untuk mencegah agar seseorang terhindar dari penyakit ini dilakukan vaksinasi, kini sudah ada vaksin tipes atau tifoid yang disuntikan atau diminum dan dapat melindungi seseorang dalam waktu 3 tahun. 2) Pendidikan kesehatan pada masyarakat : hygiene, sanitasi, personal hygiene. b. Dari sisi lingkungan hidup : 1) Penyediaan air minum yang memenuhi syarat kesehatan 2) Pembuangan kotoran manusia yang higienis 3) Pemberantasan lalat 4) Pengawasan terhadap masakan dirumah dan penyajian pada penjual makanan (Akhsin Zulkoni, 2011). Sedangkan menurut Nurarif dan Kusuma diascharge planning pada demam tifoid adalah : a. Hindari tempat yang tidak sehat b. Cucilah tangan dengan sabun dan air bersih c. Makanlah makanan bernutrisi lengkap dan seimbang dan masak/panaskan sampai 570 beberapa menit dan secara merata d. Salmonella thypi didalam air akan mati apabila dipanasi setinggi 57 0 untuk beberapa menit atau dengan proses iodinasi/klorinasi e. Gunakan air yang sudah direbus untuk minum dan sikat gigi f. Mintalah minuman tanpa es kecuali air es sudah dididihkan atau dari botol g. Lalat perlu dicegah menghinggapi makanan dan minuman h. Istirahat cukup dan lakukan olahraga secara teratur i. Jelaskan terapi yang diberikan : dosis, dan efek samping j. Ketahui gejala-gejala kekambuhan penyakit dan hal yang harus dilakukan untuk mengatasi gejala tersebut k. Tekankan untuk melakukan control sesuai waktu yang ditentukan l. Vaksin demam tifoid m. Buang sampah pada tempatnya (Nurarif & Kusuma, 2015)



9. Komplikasi a. Komplikasi intestinal : perdarahan usus, perporasi usus dan ilius paralitik. b. Komplikasi extra intestinal 1) Komplikasi kardiovaskuler : kegagalan sirkulasi (renjatan sepsis), miokarditis, trombosis, tromboplebitis. 2) Komplikasi darah : anemia hemolitik, trobositopenia dan syndroma uremia hemolitik. 3) Komplikasi paru : pneumonia, empiema, dan pleuritis. 4) Komplikasi pada hepar dan kandung empedu : hepatitis, dan kolesistitis. 5) Komplikasi ginjal : glomerulus nefritis, pyelonepritis dan perinepritis. 6) Komplikasi pada tulang : osteomyolitis, osteoporosis, spondilitis dan arthritis. 7) Komplikasi neuropsikiatrik : delirium, meninggiusmus, meningitis, polineuritis perifer, sindroma guillain bare dan sindroma katatonia (Lestari Titik, 2016). B. Konsep Dasar Asuhan Keperawatan 1. Pengkajian keperawatan a. Identitas Di dalam identitas meliputi nama, umur, jenis kelamin, alamat, pendidikan, no register, agama, tanggal masuk, tanggal pengkajian, diagnosa medis dan penanggung jawab. b. Alasan masuk Biasanya klien masuk dengan alasan demam, perut terasa mual dan kembung, nafsu makan menurun, diare/konstipasi, nyeri kepala. c. Riwayat kesehatan 1) Riwayat kesehatan sekarang Pada umumnya penyakit pasien typoid adalah demam, anorexia, mual, muntah, diare, perasaan tidak enak diperut, pucat, nyeri kepala, nyeri otot, lidah kotor, gangguan kesadaran berupa samnolen sampai koma.



2) Riwayat kesehatan dahulu Apakah sebelumnya pasien pernah mengalami sakit demam typoid atau pernah menderita penyakit lainnya? 3) Riwayat kesehatan keluarga Apakah dalam keluarga ada yang pernah menderita penyakit demam typoid atau penyakit keturunan? d. Pemeriksaan fisik 1) Keadaan umum



: Biasanya badan lemah



2) TTV



: peningkatan suhu,perubahan nadi, respirasi



3) Kesadaran



: Dapat mengalami penurunan kesadaran.



e. Pemeriksaan Head To toe 1) Kepala Keadaan kepala cukup bersih, tidak ada lesi / benjolan, distribusi rambut merata dengan warna warna hitam, tipis, tidak ada nyeri tekan. 2) Mata Kebersihan mata cukup, bentuk mata simetris kiri dan kanan, sclera tidak ikterik konjungtiva kemerahan / tidak anemis.Reflek pupil terhadap cahaya baik.  3) Telinga Kebersihan telinga bersih, bentuk tidak ada kelainan, tidak terdapat peradangan. 4) Hidung Kebersihan hidung cukup, bentuk tidak ada kelainan, tidak terdapat tanda-tanda peradangan pada mocusa hidung.Tidak terlihat pernafasan cuping hidung taka ada epistaksis. 5) Mulut dan gigi Kebersihan mulut kurang dijaga, lidah tampak kotor, kemerahan, mukosa mulut/bibir kemerahan dan tampak kering. 6) Leher Kebersihan leher cukup, pergerakan leher tidak ada gangguan. 7) Dada



Kebersihan dada cukup, bentuk simetris, ada nyeri tekan.tidak ada sesak., tidak ada batuk. 8) Abdomen Kebersihan



cukup



,bentuk



simetris,tidak



ada



benjolan/nyeri



tekan,bising usus 12x /menit,terdapat pembesaran hati dan limfa   9) Ekstremitas Tidak ada kelainan bentuk antara kiri dan kanan,atas dan bawah,tidak terdapat fraktur,genggaman tangan kiri dan kanan sama kuat f. Data psikologis Biasanya pasien mengalami ansietas, ketakutan , perasaan tak berdaya dan depresi.



2. Diagnosa keperawatan 1) Diagnosa yang mungkin muncul antara lain : a. Hipertermia berhubungan dengan proses penyakit Definisi : Suhu tubuh meningkat di atas rentang normal tubuh. Gejala dan Tanda Mayor Subjektif : Tidak ada Objektif : -



Suhu tubuh di atas nilai normal



Gejala dan Tanda Minor Subjektif : Tidak ada Objektif -



Kulit merah



-



Kejang



-



Takikardi



-



Takipnea



-



Kulit terasa hangat



b. Nyeri akut berhubungan dengan agen pencedera fisiologis Definisi: Pengalaman sensorik atau emosional yang berkaitan dengan kerusakan jarigan actual atau fungsional, dengan onset mendadak atau lambat dan berintensitas ringan hingga berat yang berlangsung kurang dari 3 bulan. Gejala dan Tanda Mayor Subjektif : -



Mengeluh nyeri



Objektif : -



Tampak meringis



-



Bersikap protektif (mis. Waspada, posisi menghindari nyeri)



-



Gelisah



-



Frekuensi nadi meningkat



-



Sulit tidur



Gejala dan Tanda Minor Subjektif : Tidak ada Objektif : -



Tekanan darah meningkat



-



Pola napas berubah



-



Nafsu makan berubah



-



Proses berpikir terganggu



-



Menarik diri



-



Berfokus pada diri sendiri



-



Diaforesis



c. Defisit nutrisi berhubungan dengan ketidakmampuan mengabsorbsi nutrient



Definisi: Asupan nutrisi tidak cukup untuk memenuhi kebutuhan metabolisme. Gejala dan Tanda Mayor Subjektif : Tidak ada Objektif : -



Berat badan menurun minimal 10% di bawah rentang ideal



Gejala dan Tanda Minor Subjektif : -



Cepat kenyang setelah makan



-



Kram/nyeri abdomen



-



Nafsu makan menurun



Objektif -



Bising usus hiperaktif



-



Otot pengunyah lemah



-



Otot menelan lemah



-



Membran mukosa pucat



-



Sariawan



-



Serum albumin turun



-



Rambut rontok berlebihan



-



Diare



d. Risiko hipovolemia dibuktikan dengan faktor risiko kehilangan cairan secara aktif Definisi : Berisiko mengalami penurunan volume cairan intravascular, interstisial, dan/atau intraselular. Faktor Risiko: -



Kehilangan cairan secara aktif



-



Gangguan absorbs cairan



-



Usia lanjut



-



Kelebihan berat badan



-



Status hipermetabolik



-



Kegagalan mekanisme regulasi



-



Evaporasi



-



Kekurangan intake cairan



-



Efek agen farmakologis



e. Nausea berhubungan dengan iritasi lambung Definisi : Perasaan tidak nyaman pada bagian belakang tenggorokan atau lambung yang dapat menimbulkan muntah Gejala dan Tanda Mayor Subjektif : -



Mengeluh mual



-



Merasa ingin muntah



-



Tidak berminat makan



Objektif : Tidak ada Gejala dan Tanda Minor Subjektif : -



Merasa asam dimulut



-



Sensasi panas/dingin



-



Sering menelan



Objektif : -



Saliva meningkat



-



Pucat



-



Diaforesis



-



Takikardia



-



Pupil dilatasi



f. Konstipasi behubungan dengan penurunan motilitas gastrointestinal



Definisi : Penurunan defekasi normal yang disertai pengeluaran feses sulit dan tidak tuntas serta feses kering dan banyak. Gelaja dan tanda mayor : Subjektif : -



Defekasi kurang dari 2 kali seminggu



-



Pengeluaran feses lama dan sulit



Objektif : -



Feses keras



-



Peristaltic usus menurun



Gejala dan tanda minor : Subjektif : -



Mengejan saat defekasi



Objektif : -



Distensi abdomen



-



Kelemahan umum teraba massa pada rektal.



g. Diare berhubungan dengan inflamasi gastrointestinal Definisi : Pengeluaran feses yang sering, lunak, dan tidak berbentuk Gejala dan Tanda Mayor Subjektif : Tidak ada Objektif -



Defekasi lebih dari tiga kali dalam 24 jam



-



Feses lembek atau cair



Gejala dan Tanda Minor Subjektif -



Urgency



-



Nyeri/kram abdomen



Objektif -



Frekuensi peristaltic meningkat



-



Bising usus hiperaktif



h. Risiko infeksi dibuktikan dengan adanya paparan organisme pathogen Definisi : beresiko mengalami peningkatan terserang organisme patogenik Faktor Resiko : -



Penyakit kronis (mis. Diabetes militus)



-



Efek prosedur invasive



-



Malnutrisi



-



Peningkatan paparan organisme pathogen lingkungan



-



Ketidakadekuatan pertahanan tubuh primer



-







Gangguan peristaltic







Kerusakan integritas kulit







Perubahan sekresi pH







Penurunan kerja silialis







Ketuban pecah lama







Ketuban pecah sebelum waktunya







Merokok







Status cairan tubuh



Ketidakadekuatan pertahanan tubuh sekunder 



Penurunan hemoglobin







Imununosupresi







Leukopenia







Supresi respon inflamasi







Faksinasi tidak adekuat



2) Prioritas diagnose keperawatan a. Hipertermia berhubungan dengan proses penyakit b. Nyeri akut berhubungan dengan agen pencedera fisiologis c. Defisit



nutrisi



berhubungan



dengan



ketidakmampuan



mengabsorbsi nutrient d. Risiko hipovolemia dibuktikan dengan faktor risiko kehilangan cairan secara aktif



3. Rencana asuhan keperawatan



No.



1.



Standar Diagnosa



Standar Luaran



Keperawatan Indonesia



Keperawatan Indonesia



(SDKI)



(SLKI)



Keperawatan Indonesia (SIKI)



Hipertermia (D.0130)



Setelah



Definisi:



keperawatan selama .... X .... (I.15506)



Suhu tubuh meningkat di jam



dilakukan



Standar Intervensi



menit



atas rentang normal tubuh.



termoregulasi



Penyebab:



(L.14134)



 Dehidrasi



hasil:



 Terpapar



lingkungan  Menggigil (5)



tindakan Manajemen diharapkan Observasi membaik  Identifikasi



dengan



kriteria



 Kulit merah (5)



panas



 Proses penyakit (mis.  Kejang (5) infeksi, kanker)



 Akrosianosis (5)



 Ketidaksesuaian pakaian  Konsumsi oksigen (5) dengan suhu lingkungan  Peningkatan



 Piloereksi (5)



 Monitor suhu tubuh  Monitor kadar elektrolit  Monitor haluaran urine  Monitor



 Takikardia (5)



 Penggunaan incubator



 Takipnea (5)



Gejala dan Tanda Mayor



 Bradikardi (5)



Subjektif Objektif  Suhu tubuh di atas nilai normal Gejala dan Tanda Minor



 Dasar kuku sianotik (5)  Hipoksia (5)  Suhu tubuh (5)  Suhu kulit (5)  Kadar glukosa darah (5)  Pengisian kapiler (5)  Ventilasi (5)  Tekanan darah (5)



komplikasi



akibat



hipertermia  Sediakan



 Aktivitas berlebihan



-



penggunaan incubator)



 Kutis memorata (5)  Pucat (5)



Subjektif



terpapar lingkungan panas,



Terapeutik



 Respon trauma



penyebab



hipertermia (mis. dehidrasi,



laju  Vasokontriksi perifer (5)



metabolism



Hipertermia



lingkungan



yang



dingin  Longgarkan



atau



lepaskan



pakaian  Basahi dan kipasi permukaan tubuh  Berikan cairan oral  Ganti linen setiap hari atau lebih sering jika mengalami hyperhidrosis



(keringat



berlebihan)  Lakukan pendinginan ekternal (mis. selimut hipotermia atau kompres dingin pada dahi,



Objektif



lebeher,



 Kulit merah



aksila)



 Kejang  Takikardi



dada,



abdomen,



 Hindari pemberian antipiretik atau aspirin



 Takipnea



 Berikan oksigen, jika perlu



 Kulit terasa hangat



Edukasi



Kondisi Klinis Terkait



 Anjurkan tirah baring



 Proses infeksi



Koleborasi



 Hipertiroid



 Kolaborasi pemberian cairan



 Stroke  Dehidrasi  Trauma  Prematuritas



dan elektrolit intravena Regulasi Temperatur (I.14578) Observasi : 



Monitor



suhu



tubuh



sampai stabil 



Monitor suhu tubuh anak tiap dua jam, jika perlu







Monitor tekanan darah, frekuensi pernafasan dan nadi







Monitor warna dan suhu kulit







Monitor dan catat tanda dan gejala hipertermia



Terapeutik : 



Pasang alat pemantauan suhu kontinu, jika perlu



 Tingkatkan asupan cairan dan nutrisi yang adekuat



Kolaborasi : 



Kolaborasi



pemberian



antipiretik, jika perlu 2.



Nyeri Akut (D.0077)



Setelah



dilakukan



tindakan Manajemen Nyeri (I.08238)



Definisi:



keperawatan selama .... X .... Observasi



Pengalaman sensorik atau jam menit diharapkan tingkat  Identifikasi



lokasi,



emosional yang berkaitan nyeri



durasi,



menurun



(L.08066)



karakteristik,



dengan kerusakan jarigan dengan kriteria hasil: fungsional,  Keluhan nyeri (5)



actual



atau



dengan



onset



atau



mendadak



lambat



dan







Meringis (5)



berintensitas ringan hingga  Sikap protektif (5) berat



frekuensi, kualitas , intensitas



berlangsung  Gelisah (5) kurang dari 3 bulan  Kesulitan tidur (5) Penyebab:



nyeri 



Identifikasi skala nyeri







Identifikasi respons nyeri non verbal



yang







faktor



memperberat



pencedera  Menarik diri (5)



 Agen



Identifikasi



yang



nyeri



dan



memperingan nyeri



fisiologis



(mis.  Berfokus pada diri sendiri  Identifikasi pengetahuan dan Inflamai,iskemia, (5) keyakinan tentang nyeri neoplasma  Diaforesis (5)  Identifikasi pengaruh budaya  Agen pencedera terhadap respon nyeri  Perasaan depresi (tertekan) kimiawi (mis. Terbakar, (5)  Identifikasi pengaruh nyeri bahan kimia iritan)  Agen pencedera fisik







cedera berulang (5)



(mis. Abses, amputasi, mengangkat trauma,







berat,







operasi, latihan







fisik



berlebih) Gejala dan Tanda Mayor







Uterus teraba membulat (5)







Ketegangan otot (5)



yan



sudah



diberikan



Perineum terasa tertekan (5)



Monitor keberhasilan terapi komplementer



terpotong,  Anoreksia (5)



terbakar, prosedur



pada kualitas hidup



Perasan takut mengalami



Monitor



efek



samping



penggunaan analgetik Terapeutik 



Berikan



teknik



Subjektif  Mengeluh nyeri Objektif







Pupil dilatasi (5)







Muntah (5)







Mual (5)



terapi



music,



biofeedback,







Frekuensi nadi (5)



terapi



pijat,



aromaterapi,



 Tampak meringis  Bersikap protektif (mis. Waspada,



posisi



menghindari nyeri)



 Pola napas (5)  Tekanan darah (5)



 Gelisah



 Proses berpikir (5)



 Frekuensi



nadi  Fokus (5)



meningkat



 Fungsi kemih (5)



 Sulit tidur Gejala dan Tanda Minor Subjektif  Tekanan



darah



TENS, hypnosis, akupresur,



teknik imajinasi terbimbing, kompres hangat/dingin, terapi bermain)  Kontrol



lingkungan



yang



memperberat rasa nyeri (mis. Suhu ruangan, pencahayaan, kebisingan)  Fasilitas istirahat dan tidur



 Nafsu makan (5)



 Pertimbangkan



Pola tidur (5)



jenis



dan



sumber nyeri dalam pemilihan strategi meredakan nyeri Edukasi dan pemicu



 Pola napas berubah  Nafsu makan berubah berpikir



terganggu



 Jelaskan strategi meredakan nyeri  Anjurkan



memonitor



nyeri



secara mandiri



 Menarik diri  Berfokus



mengurangi rasa nyeri (mis.



 Jelaskan penyebab, periode,



meningkat



 Proses



untuk



 Perilaku (5)







Objektif



nonfarmakologis



 Anjurkan pada



sendiri  Diaforesis Kondisi klinis terkait



diri



menggunakan



analgetik secara tepat  Ajarkan nonfarmakologis mengurangi rasa nyeri



teknik untuk



 Kondisi pembedahan  Cedera traumatis



Kolaborasi 



Kolaborasi



pemberian



analgetik, jika perlu



 Infeksi  Sindrom koroner akut



Pemberian Analgesik (I.08243) Observasi



□ Glaukoma







Identifikasi karakteristik nyeri (mis.



Pencetus,



kualitas,



pereda,



lokasi,



intensitas,



frekuensi, durasi) 



Identifikasi



riwayat



alergi



obat 



Identifikasi kesesuaian jenis analgesic (mis. Narkotika, non narkotika, dengan



atau



NSAID)



tingkat



keparahan



nyeri 



Monitor tanda tanda vital sebelum



dan



sesudah



pemberian analgesik 



Monitor efektifitas analgesik



Terapeutik 



Diskusikan



jenis



analgesic



yang disukai untuk mencapai analgesia optimal, jika perlu  Pertimbangkan infus



kontinu,



penggunaan atau



bolus



opioid untuk mempertahankan kadar dalam serum



 Tetapkan



target



efektifitas



analgesik



untuk



mengoptimalkan



respon



pasien  Dokumentasikan



respons



terhadap efek analgesik dan efek yang tidak diinginkan Edukasi  Jelaskan efek terapu dan efek samping obat Kolaborasi □



Kolaborasi pemberian dosis dan jenis analgesik, sesuai indikasi



3.



Defisit Nutrisi (D.0019)



Setelah



dilakukan



tindakan Manajemen Nutrisi (I.03119)



Definisi:



keperawatan selama .... X .... Observasi



Asupan nutrisi tidak cukup jam menit diharapkan status  Identifikasi status nutrisi untuk memenuhi kebutuhan nutrisi



membaik



metabolisme.



kriteria hasil:



Penyebab:



 Porsi



 Ketidakmampuan menelan makanan  Ketidakmampuan mencerna makanan  Ketidakmampuan mengabsorbsi nutrient  Peningkatan kebutuhan metabolisme  Faktor ekonomi (mis.



dengan



makanan



yang



 Kekuatan otot pengunyah



dan



intoleransi makanan



dan jenis nutrien  Identifikasi



(5)  Kekuatan otot menelan (5)



perlunya



penggunaan sela nasogastric  Monitor asupan makanan



 Serum albumin (5) keinginan



 Monitor berat badan



untuk meningkatkan nutrisi  Monitor



hasil



laboratorium



(5)  Pengetahuan



alergi



 Identifikasi kebutuhan kalori



dihabiskan (5)



 Verbalisasi



 Identifikasi



tentang



pemeriksaan



finansial



tidak



mencukupi)



pilihan makanan yang sehat Terapeutik  Lakukan



(5)



 Faktor psikologis (mis.  Pengetahuan stres, keengganan untuk



pilihan



makan)



sehat (5)



Gejala dan Tanda Mayor



tentang



yang  Fasilitasi



minuman



 Pengetahuan



tentang



makanan)



-



tepat (5)



minimal 10% di bawah rentang ideal Gejala dan Tanda Minor Subjektif  Cepat kenyang setelah



 Kram/nyeri abdomen  Nafsu makan menurun



 Bising usus hiperaktif  Otot pengunyah lemah  Otot menelan lemah  Membran mukosa pucat  Sariawan



 Penyiapan



dan minuman



yang aman (5)



dan tinggi protein  Berikan suplemen makanan, jika perlu



terhadap



makanan/minuman



sesuai



dengan tujuan kesehatan (5)



 Nyeri abdomen (5)  Sariawan (5)  Diare (5)  Berat badan (5)



 Hentikan pemberian makan melalui jika



selang



asupan



nasogastric oral



(5)



rontok  Frekuensi makan (5)



dapat



ditoleransi Edukasi  Anjurkan posisi duduk, jika mampu  Anjurkan



diet



yang



diprogramkan Kolaborasi



 Indeks Massa Tubuh (IMT)  Kolaborasi



 Serum albumin turun



berlebihan



untuk mencegah konstipasi  Berikan makanan tinggi kalori



 Perasaan cepat kenyang (5)



Objektif



 Rambut



makanan



 Sikap



makan



secara



dan  Berikan makanan tinggi serat



yang aman (5)



penyimpanan



makanan



menarik dan suhu yang sesuai



 Penyiapan penyimpanan



menentukan



pedoman diet (mis. piramida



standar asupan nutrisi yang  Sajikan



 Berat badan menurun



hygiene



sebelum makan, jika perlu



Subjektif Objektif



oral



medikasi (mis.



pemberian sebelum Pereda



antipiretik), jika perlu



makan nyeri,



 Diare



 Nafsu makan (5)



Kondisi Klinis Terkait



 Bising usus (5)



 Stroke



 Kolaborasi dengan ahli gizi untuk



jumlah



kalori dan jenis nutrien yang



 Tebal lipatan kulit trisep



 Parkinson



menentukan



dibutuhkan, jika perlu



(5)



 Mobius syndrome



Fungsi



Gastrointestinal



(L.03019)



 Cerebral palsy



 Mual (5)



 Cleft lip



 Muntah (5)



 Cleft palate



 Nyeri abdomen (5)



 Amvotropic



lateral



sclerosis



 Peristaltic usus (5)  Nafsu makan (5)



 Luka bakar  Kanker  Infeksi  AIDS  Penyakit Cronhn’s 4.



Risiko



Hipovolemia Setelah



dilakukan



tindakan Manajemen



(D.0034)



keperawatan selama .... X .... (I.14508)



Definisi:



jam menit diharapkan status Observasi



Berisiko



mengalami cairan



membaik



dengan  Periksan tanda dan gejala



penurunan volume cairan kriteria hasil: intravascular,



interstisial,  Kekuatan nadi (5)



dan/atau intraselular. Faktor Risiko:  Kehilangan secara aktif  Gangguan



 Output urine (5) cairan  Membrane mukosa lembab (5)



absorbs  Pengisian vena (5)



Hipovolemia



hipovolemia



(mis.



nadi



meningkat, nadi teraba lemah, tekanan



darah



tekanan



nadi



menyempit,



turgor



kulit



menurun,



membran volume



menurun,



mukosa urine



kering, menurun,



hematokrit meningkat, haus,



cairan



 Ortopnea (5)



 Usia lanjut



 Dispnea (5)



 Kelebihan berat badan



 Paroxysmal



 Status hipermetabolik  Kegagalan



mekanisme



 Evaporasi



Kondisi Klinis Terkait:  Penyakit Addison  Trauma/perdarahan



 AIDS  Penyakit crohn  Muntah  Diare  Colitis ulseratif



dyspnea (PND) (5)  Edema anasarca (5)



intake  Distensi vena jugularis (5)



 Efek agen farmakologis



cairan



nocturnal



 Berat badan (5)



cairan



 Luka bakar



 Monitor intake dan output



 Edema perifer (5)



regulasi



 Kekurangan



lemah)



 Suara napas tambahan (5)  Kongesti paru (5)  Perasaan lemah (5)  Rasa haus (5)  Konsistensi urine (5)  Frekuensi nadi (5)  Tekanan darah (5)  Tekanan nadi (5)  Turgor kulit (5)  Jugular Venous Pressure (JVP) (5)  Hemoglobin (5)



Terapeutik  Hitung kebutuhan cairan 



Berikan



posisi



modified



Trendelenburg  Berikan asuoan cairan oral Edukasi  Anjurnkan



memperbanyak



asupan cairan oral  Anjurkan



menghindari



perubahan posisi mendadak Kolaborasi  Kolaborasi pemberian cairan IV isotonis (mis. NaCl, RL)  Kolaborasi pemberian cairan IV hipotonis (mis. Glukosa 2,5%, NaCl 0,4%)  Kolaborasi pemberian cairan koloid



(mis.



Albumin,



Plasmanate)  Kolaborasi pemberian produk darah.



 Hematokrit (5)  Cental Venous Pressure (5)  Refuks hepatojugular (5)



Pemantauan Cairan (I.03121) Observasi  Monitor



frekuensi



dan



 Berat badan (5)



kekuatan nadi



 Hepatomegali (5)



 Monitor frekuensi napas



 Oliguria (5)



 Monitor tekanan darah



 Intake cairan (5)



 Monitor berat badan



 Status mental (5)



 Monitor



 Suhu tubuh (5)



waktu



pengisian



kapiler  Monitor elastisitas atau turgor kulit  Monitor jumlah, warna, dan berat jenis urine  Monitor kadar albumin dan protein total  Monitor serum



hasil



pemeriksaan



(mis.



osmolaritas



serum, hamatokrit, natrium, kalium, BUN)  Monitor intake dan output cairan  Identifikasi



tanda-tanda



hypovolemia (mis. frekuensi nadi meningkat, nadi teraba lemah,



tekanan



menurun, menyempit,



darah



tekanan



nadi



turgor



kulit



menurun, membrane mukosa kering, volume urin menurun, hematokrit meningkat, haus, lemah,



konsentrasi



urine



meningkat, menurun



berat



badan



dalam



waktu



singkat)  Identifikasi



faktor



risiko



ketidakseimbangan



cairan



(mis. prosedur pembedahan mayor, luka



trauma/perdarahan, bakar,



apheresis,



obstruksi



intestinal,



peradangan



pankreas,



penyakit ginjal, dan kelejar, disfungsi intestinal) Terapeutik  Atur



interval



pemantauan



sesuai



waktu dengan



kondisi pasien  Dokumentasikan



hasil



pemantauan Edukasi  Jelaskan tujuan dan prosedur pemantauan  Informasikan pemantauan, jika perlu



4. Implementasi Pelaksanaan asuhan keperawatan merupakan realisasi dari pada rencana tindakan yang telah ditetapkan meliputi tindakan independent, depedent, interdependent. Pada pelaksanaan terdiri dari beberapa kegiatan, validasi, rencan keperawatan, mendokumentasikan rencana keperawatan, memberikan asuhan keperawatan dan pengumpulan.



hasil



5. Evaluasi a. Evaluasi Formaatif (Mereflesikan observasi perawat dan analisi terhadap pasien terhadap respon langsung pada ntervensi keperawatan) b. Evaluasi Sumatif (Mereflesikan rekapitulasi dan synopsis observasi dan analisis mengenai status kesehatan pasien terhadap waktu)



DAFTAR PUSTAKA Depkes, 2013. Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 364/MENKES/SK/V/2006 tentang Pedoman Pengendalian Demam Tifoid. Jakarta: Departeman Kesehatan Republik Indonesia. Lestari, Titik. 2016. Asuhan Keperawatan Anak. Yogjakarta: Nuha Medika. Nurarif, A. H., & Kusuma, H. 2015. Aplikasi Asuhan Keperawatan Berdasarkan Diagnosa Medis dan NANDA NIC-NOC (1st ed.). Yogyakarta: Percetakan Mediaction Publishing. Nursalam, Susilaningrum, R., & Utami, S. 2013. Asuhan Keperawatan Bayi dan Anak (untuk perawat dan bidan). (A. Suslia, Ed.) (2nd ed.). Jakarta: Salemba Medika. Soedarmo, S.S.P., Garna, H. & Hadinegoro, S.R.



2012. Buku Ajar Ilmu



Kesehatan Anak : Infeksi & Penyakit Tropis, Edisi II, Hal 338-345. Jakarta: IDAI Tim Pokja SDKI DPP PPNI. 2017. Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia. Jakarta: Dewan Pengurus Pusat PPNI. Tim Pokja SLKI DPP PPNI. 2019. Standar Luaran Keperawatan Indonesia. Jakarta: Dewan Pengurus Pusat PPNI. Tim Pokja SIKI DPP PPNI. 2018. Standar Intervensi Keperawatan Indonesia. Jakarta: Dewan Pengurus Pusat PPNI. Widagdo. 2011. Masalah dan Tatalaksana Penyakit Infeksi Pada Anak. Jakarta: CV. Sagung Seto. Zulkoni Akhsin. 2011. Parasitologi. Yogyakarta: Nuha Medika.