LP DHF [PDF]

  • Author / Uploaded
  • Mawar
  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

LAPORAN PENDAHULUAN PADA PASIEN DHF GRADE I



NUR AINUN BASRY 16 3145 105 058



FAKULTAS KEPERAWATAN DAN KEBIDANAN PROGRAM STUDI S1-KEPERAWATAN UNIVERSITAS MEGA REZKY MAKASSAR T.A 2019/ 2020



LAPORAN PENDAHULUAN



1. Pengertian DHF (Dengue Haemoragic Fever) adalah penyakit yang disebabkan oleh karena virus dengue yang termasuk golongan abrovirus melalui gigitan nyamuk Aedes Aegygti betina. Penyakit ini biasa disebut Demam Berdarah Dengue (Hidayat, 2006: 123) Klasifikasi DHF, menurut WHO berdasarkan tanda klinisnya, dibagi menjadi empat derajat yaitu : a. Derajat 1 Demam disertai gejala klinis lain, tanpa perdarahan spontan. Uji torniquet + trombosit dan hemokonsentrasi. b. Derajat 2 Derajat 1 disertai perdarahan spontan pada kulit atau tempat lain. c. Derajat 3 Ditemukan kegagalan sirkulasi yaitu nadi cepat dan lemah, tekanan darah rendah, gelisah, sianosis sekitar mulut, hidung, dan ujung jari. d. Derajat 4 Syok hebat dengan nadi tak teraba dan tekanan daraqh tidak dapat diukur, biasa disebut DSS (Dengue Syock Syndrom).



2. Etiologi Dengue Hemoragic Fever disebabkan oleh virus Dengue, yang termasuk dalam genus Flavirus, keluarga Flafiviridae. Virus ini masuk ke dalam tubuh melalui vector berupa nyamuk Aedes Aegipty dan beberapa spesies lainnya seperti Aedes Albopictus dan Aedes Polynesiensis, (Hidayat, 2006: 123). Seseorang yang digigit oleh nyamuk yang membawa virus ini akan tertulari dan akan mengalami viremia yang menunjukkan tanda-tanda khas seperti demam, nyeri otot dan atau sendi yang disertai leucopenia, ruam, limfadenopati, trombositipenia, dan diathesis hemoragik (Sudoyo, 2006: 1732).



3. Tanda dan Gejala Tanda-tanda kelebihan cairan yang berat WHO, 2009 :



 Edema paru  Sianosis  Syok ireversibel Berdasarkan rincian gejalanya, demam dengue dapat dibagi atas empat derajat, yaitu : DD/DBD



Derajat



DD



Gejala Demam disertai satu/lebih gejala: nyeri kepala, nyeri retro orbita, mialgia, artralgia



DBD



I



Gejala tsb di atas, + uji torniquet positif



DBD



II



Gejala tsb di atas, + perdarahan spontan



DBD



III



Gejala tsb di atas, + kegagalan sirkulasi



4. Patofisiologi Virus dengue yang masuk ke dalam tubuh manusia akan menyebabkan klien mengalami viremia. Beberapa tanda dan gejala yang muncul seperti demam, sakit kepala, mual, nyeri otot, pegal seluruh tubuh, timbulnya ruam dan kelainan yang munkin terjadi pada system vaskuler. Pada penderita DBD, terdapat kerusakan yang umum pada system vascular yang mengakibatkan terjadinya peningkatan permeabilitas dinding pembuluh darah. Plasma dapat menembus dinding vaskuler selama proses perjalanan penyakit, dari mulai demam hingga klien mengalami renjatan berat. Volume plasma dapat menurun hingga 30 %. Hal inilah yang dapat menyebabkan seseurang mengalami kegagalan sirkulasi. Adanya kebocoran plasma ini jika tidak segera ditangani dapat menyebabkan hipoksia jaringan, asidosis metabolic yang pada akhirnya dapat berakibat fatal yaitu kematian. Viremia juga menimbulkan agregasi trombosit dalam darah sehingga menyebabkan trombositopeni yang berpangaruh pada proses pembekuan darah. Perubahan fungsioner pembuluh darah akibat keocoran plasma yang berakhir pada perdarahan, baik pada jaringan kulit maupun saluran cerna biasanya menimbulkan tanda seperti munculnya purpura, ptekie, hematemesis, ataupun melena.



5. Pemeriksaan Diagnostik



Untuk menegakkan diagnostik DHF perlu dilakukan berbagai pemeriksaan penunjang, diantaranya adalah pemeriksaan laboratorium dan pemeriksaan radiologi, (Hadinegoro, 2006: 17). a. Pemeriksaan laboratorium 1) Pemeriksaan darah Pada pemeriksaan darah pasien DHF akan dijumpai : a) IgG dengue positif (dengue blood) b) Trombositipenia c) Hemoglobin meningkat >20% d) Hemokonsentrasi (hematokrit meningkat) 2) Pemeriksaan urine Pada pemeriksaan urine dijumpai albumin ringan. 3) Pemeriksaan serologi Beberapa pemeriksaan serologis yang biasa dilakukan pada klien yang diduga terkena DHF adalah: a) Uji hemaglutinasi inhibisi (HI test) b) Uji komplemen fiksasi (CF test) c) Uji neutralisasi (N test) d) IgM Elisa (Mac. Elisa) e) IgG Elisa Melakukan pengukuran antibodi pasien dengan cara HI test (Hemoglobin



Inhibiton test) atau dengan uji pengikatan komplemen



(komplemen fixation test) pada pemeriksaan serologi dibutuhkan dua bahan pemeriksaan yaitu pada masa akut dan pada masa penyembuhan. Untuk pemeriksaan serologi diambil darah vena 2-5 ml, (Hadinegoro, 2006: 19). 4) Pemeriksaan radiology a) Foto thorax Pada foto thorax mungkin dijumpai efusi pleura. b) Pemeriksaan USG Pada USG didapatkan hematomegali dan splenomegali.



6. Penatalaksanaan Pada dasarnya DBD atau DHF bersifat simtomatis dan suportif. Pengobatan terhadap virus ini sampai sekarang bersifat menunjang agar pasien dapat bertahan hidup. Pasien



yang diduga kuat mengalami DBD harus dirawat di rumah sakit karena memerlukan pengawasan terhadap kemungkinan terjadinya syok atau perdarahan yang dapat mengancam keselamatan pasien (Hadinegoro, 2006: 25). a. DBD Tanpa Renjatan (Syok) Demam tinggi, anoreksia dan sering muntah menyebabkan klien dehidrasi dan haus. Pada pasien ini harus diberi banyak minum, yaitu 1 ½ samapi 2 liter dalam waktu 24 jam. Dapat juga diberikan teh manis, susu, sirum, ataupun oralit. Keadaan hiperpireksia adapat diatasi dengan kolaborasi pemberian antipiretik dan kompres hangat. Jika terjadi kejang harus luminal atau pemberian anti konvulsan lainnya. Infus diberikan pada klien DBD tanpa renjatan bila pasien terus menerus muntah dan tidak dapat diberi minum sehingga terjadi resiko tinggi dehidrasi dan peningkatan hematokrit. Jika hematokrit cenderung meningkat berarti menunjukkan derajat adanya kebocoran plasma dan biasanya mendahului munculnya perubahan tanda-tanda vital secara klinis (hipotensi dan penurunan nadi). Sedangkan turunnya nilai trombosit biasanya mendahului naiknya hematokrit. Oleh karena itu, pada pasien DBD harus diperikasa Hb, Ht, dan trombosit setiap hari untuk menentukkan apakah klien perlu dipasang infus atau tidak. b. DBD Disertai Renjatan (DSS) Pasien yang mengalami renjatan atau syok harus segera dipasang infus karena sebagai pengganti cairan akibat kebocoran plasma. Cairan yang harus diberikan adalah Ringer laktat, namun jika pemberian cairan tidak dapat mengatasi syok maka harus diberikan plasma sebanyak 20-30 ml/kg berat badan. Sedangkan untuk klien yang mengalami renjatan berat harus diberikan cairan dengan cara diguyur (Hassan, 2003: 617). Pada pasien yang mengalami renjatan berkali-kali harus dipasang CVP (Central Venous Pressure) yang berfungsi sebagai pengaturan vena sentral untuk mengukur tekanan vena sentral melalui vena jugularis. Biasanya pemasangan alat ini dilakukan pada klien yang dirawat di ICU. Transfusi darah dapat diberikan pada klien dengan perdarahan gastrointestinal yang hebat. Kadang-kadang perdarahan gastrointestinal dapat digunakan sebagai indikasi jika klien terjadi penurunan HB dan Ht sedangkan tidak terlihat tanda perdarahan di kulit (Ngastiyah, 2004: 373).



7. Komplikasi Adapun komplikasi dari DHF (Hadinegoro, 2006: 23) adalah : 1. Perdarahan Disebabkan oleh perubahan vaskuler, penurunan jumlah trombosit dan koagulopati, dan trombositopeni dihubungkan meningkatnya megakoriosit muda dalam sel-sel tulang dan pendeknya masa hidup trombosit. Tendensi perdarahan dapat dilihat pada uji torniquet positif, ptekie, ekimosis, dan perdarahan saluran cerna, hematemesis, dan melena (Hadinegoro, 2006: 24) 2. Kegagalan sirkulasi DSS (Dengue Syock Syndrom) terjadi pada hari ke 2-7 yang disebabkan oleh peningkatan permeabilitas vaskuler sehingga terjadi kebocoran plasma, efusi cairan serosa ke ronnga pleura dan peritoneum, hiponatremia, hemokonsentrasi, dan hipovolemi yang mngekaibatkan berkurangnya alran balik vena, penurunan volume sekuncup dan curah jantung sehingga terjadi disfungsi atau penurunan perfusi organ. DSS juga disertai kegagalan hemeostasis yang mengakibatkan aktivitas dan integritas sistem kardiovaskular, perfusi miokard dan curah jantung menurun, sirkulasi darah terganggu dan terjadi iskemi jaringan dan kerusakan fungsi sel secara progresif dan irreversible, terjadi kerusakan sel dan organ sehingga pasien akan meninggal dalam wakti 12-24 jam (Hadinegoro, 2006: 25). 3. Hepatomegali Hati umumnya membesar dengan perlemakan yang dihubungkan dengan nekrosis karena perdarahan yang terjadi pada lobulus hati dan sel-sel kapiler. Terkadang tampak sel metrofil dan limphosit yang lebih besar dan lebih banyak dikarenakan adanya reaksi atau komplek virus antibody (Hadinegoro, 2006: 15). 4. Efusi Pleura Terjadi karena kebocoran plasma yang mngekibatkan ekstrasi cairan intravaskuler sel, hal tersebut dibuktikan dengan adanya cairan dalam rongga pleura dan adanya dipsnea (Hadinegoro, 2006: 23).



8. Pathway



9. Proses keperawatan



a. Pengkajian 1. Identitas klien : Meliputi nama, alamat dan umur 2. Keluhan Utama 3. Riwayat Kesehatan a) Riwayat Kesehatan Dahulu b) Alasan Masuk Rumah Sakit c) Riwayat Kesehatan Sekarang 4. Riwayat Imunisasi 5. Riwayat Gizi



6. Kondisi Lingkungan 7. Pola Kebiasaan 8. Pemeriksaan Fisik 9. Sistem Integumen 10. Pemeriksaan Penunjang



b. Perumusan Diagnosa Keperawatan Diagnosa keperawatan yang mungkin muncul pada klien yeng mengalami DHF adalah : a. Defisit volume cairan berhubungan dengan berpindahnya cairan intraseluler ke ekstraseluler (kebocoran plasma). b. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan berhubungan dengan mual muntah, anoreksia. c. Gangguan perfusi jaringan berhubungan dengan kurangnya suplai 02 dalam Tubuh



c. Rencana Keperawatan dan Rasionalisasi 1. Defisit volume cairan berhubungan dengan berpindahnya cairan intraseluler ke ekstraseluler (kebocoran plasma). a. Rencana tindakan 1. Mengkaji keadaan umum pasien dan tanda-tanda vital. Rasional : menetapkan data dasar pasien, untuk mengetahui penyimpangan dari keadaan normal. 2. Mengobservasi kemungkinan adanya tanda-tanda syok. Rasional : agar dapat segera dilakukan rehidrasi meksimal jika terdapat tanda-tanda syok. 3. Memberikan cairan intravaskuler sesuai program. Rasional : pemberian cairan IV sangat penting bagi pasien yang mengalami deficit volume cairan dengan keadaan umum yang buruk karena cairan IV langsung masuk ke pembuluh darah. 4. Memotivasi klien untuk banyak minum. Rasional : untuk mengantisipasi terjadinya dehidrasi akibat kebocoran plasma.



5. Memonitor haluaran urine dan asupan cairan klien (balance cairan). Rasional : untuk mengetahui keseimbangan cairan atara masukan dan haluaran. 2.



Gangguan rasa nyaman; nyeri berhubungan dengan proses patologis (viremia). a. Rencana tindakan 1. Mengkaji nyeri klien dengan PQRST (P = factor penambah dan pengurang nyeri, Q = kualitas atau jenis nyeri, R = regio atau daerah yang mengalami nyeri, S = skala nyeri, T = waktu dan frekuensi nyeri). Rasional : untuk menentukan jenis, skala, dan tempat terasa nyeri. 2. Mengkaji factor-faktor yang mempengaruhi reaksi klien terhadap nyeri. Rasional : sebagai salah satu dasar untuk memberikan tindakan atau asuhan keperawatan sesuai dengan respon klien. 3. Memberikan posisi yang nyaman, tidak bising, ruangan terang, dan tenang. Rasional : membantu klien relax dan mengurangi nyeri. 4. Biarkan klien melakukan aktivitas yang disukai dan alihkan perhatian klien pada hal lain. Rasional : beraktivitas sesuai kesenangan dapat mengalihkan perhatian klien dari rasa nyeri. 5. Kolaborasi pemberian analgetik. Rasional : untuk menekan atau mengurangi nyeri.



3. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan berhubungan dengan mual muntah, anoreksia. a. Rencana tindakan 1. Mengkaji pola kebutuhan nutrisi klien dan menimbang berat badan. Rasional : untuk mengetahui status gizi klien dan masalahnya. 2. Mengkaji frekuensi mual dan muntah yang dirasakan klien. Rasional : untuk menetapkan cara mengatasi mual dan muntah. 3. Memberikan makanan sedikit tapi sering, usahakan dalam keadaan hangat. Rasional : mencegah mual dan muntah. 4. Mencatat porsi makanan yang dihabiskan klien setiap hari. Rasional : untuk mengetahui kecukupan nutrisi klien perhari. 5. Jika pemberian makanan per oral gagal, kolaborasi pemberian makanan parenteral. Rasional : memenuhi nutrisi klien jika intake per oral gagal. 6. Kolaborasi pemberian antiemetic dan antasisda.



Rasional : mengurangi mual, muntah, dan melindungi lambung dari peningkatan asam lanbung.



DAFTAR PUSTAKA



Carpenito, Lynda Juall. (1999). Buku Saku Diagnosa Keperawatan. Edisi 8, Jakarta : EGC Effendi, Christantie . (1995). Ensiklopedia Demam Berdarah. Edisi Revisi. Jakarta : Insan Utama. Mansjoer, A. (2000). Kapita Selekta Kedokteran. Edisi IV. Jakarta : EGC Nelson. (1997). Ilmu Kesehatan Anak. Edisi XII. Jakarta : EGC Tjokronegoro Arjatmo, Utama Hendra. (1996). Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jakarta : FKUI