LP Edema Serebri [PDF]

  • Author / Uploaded
  • ninda
  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

LAPORAN PENDAHULUAN EDEMA SEREBRI PADA PASIEN NN.D DI RUANG HCU ANGGREK 2 RSUD DR MOEWARDI Di Susun Untuk Memenuhi Tugas Praktik Klinik Keperawatan Kritis II



OLEH : Ninda Laras Prasetyaningrum NIM : P27220015159



POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES SURAKARTA PRODI D-IV KEPERAWATAN 2018



BAB I LAPORAN PENDAHULUAN EDEMA SEREBRI 1. PENGERTIAN



Edema serebri atau edema otak adalah keadaan patologis terjadinya akumulasi cairan di dalam jaringan otak sehingga meningkatkan volume otak. Dapat terjadi peningkatan volume intraseluler (lebih banyak di daerah substansia grisea) maupuri ekstraseluler (daerah substansia alba), yang menyebabkan terjadinya peningkatan tekanan intrakranial. Edema otak adalah peningkatan kadar air di dalam jaringan otak baik intra maupun ekstraselular sebagai reaksi terhadap proses-proses patologis lokal ataupun pengaruhpengaruh umum yang merusak (Harsono, 2005) Edema serebri ialah pembengkakan otak akibat bertambahnya volume air dalam jaringannya (Miller, 2007). Volume air (ml/100 gr otak) pada otak normal dan edema serebri Otak normal Edema serebri



Substansi grisea 80 82



Substansi alba 70 76



Total 77 79



2. ETIOLOGI Edema otak dapat muncul pada kondisi neurologis dan nonneurologis: a. Kondisi neurologis : Stroke iskemik dan perdarahan intraserebral, trauma kepala, tumor otak, dan infeksi otak. b. Kondisi non neurologis : Ketoasidosis diabetikum, koma asidosis laktat, hipertensi maligna, ensefalopati, hiponatremia, ketergantungan pada opioid, gigitan reptil tertentu,



atau



high



altitude



cerebral



edema



(HACE).



3. KLASIFIKASI Edema serebri dibagi atas dua bagian besar, yaitu : a. Berdasarkan lokalisasi cairan dalam jaringan otak 1). Edema serebri ekstraseluler, bila kelebihan air terutama dalam substansia alba 2). Edema serebri intraseluler, bila kelebihan air terutama dalam substansia grisea b. Berdasarkan patofisiologi 1). Edema serebri vasogenik Paling sering dijumpai di klinik. Gangguan utama pada blood brain barrier (sawar darah-otak). Permeabilitas sel endotel kapiler meningkat sehingga air dan komponen yang terlarut keluar dari kapiler masuk ruangan ekstraseluler, sehingga cairan ekstraseluler bertambah. Dugaan bahwa serotonin memegang peranan penting pada perubahan permeabilitas sel-sel endotel masih memerlukan penelitian lebih lanjut. Jenis edema ini dijumpai pada trauma kepala, iskemia otak,tumor tak, hipertensi maligna, perdarahan otak dan ber-bagai penyakit yang merusak pembuluh darah otak



2). Edema serebri sitotoksik Kelainan dasar terletak pada semua unsur seluler otak (neuron, glia dan endotel kapiler). Pompa Na tidak berfungsi dengan baik, sehingga ion Na tertimbun dalam sel,mengakibatkan kenaikan tekanan osmotik intraseluler yangakan menarik cairan masuk ke dalam sel. Sel makin lamamakin membengkak dan akhirnya pecah. Akibat pembengkakan endotel kapiler, lumen menjadi sempit, iskemia otakmakin hebat karena perfusi darah terganggu. Pada binatang percobaan, pemakaian bakterisid yang luas pada kulit seperti heksaklorofen dan bahan yang mengandung and, seperti trietil tin, dapat menimbulkan edema sitotoksik. Edema serebri sitotoksik sering ditemukan pada hipoksia/ anoksia (cardiac arrest),iskemia otak, keracunan air dan intoksikasi zat-zat kimia tertentu. Juga sering bersama-samadengan edema serebri vasogenik, misalnya pada stroke obstruktif (trombosis, emboli serebri) dan meningitis



3). Edema serebri osmotic Edema terjadi karena adanya perbedaan tekanan osmotic antara plasma darah (intravaskuler) dan jaringan otak (ekstravaskuler). 4). Edema serebri hidrostatik/interstisial Dijumpai pada hidrosefalus obstruktif. Karena sirkulasi terhambat, cairan srebrospinal merembes melalui dinding ventrikel, meningkatkan volume ruang ekstraseluler.



Pembagian edema serebri menurut Groningen Edema Serebri Problem Gangguan primer



Vasogenik



Sitotoksik



Osmotik



Hidrostatik



Blood brain – Gangguan



Obstruksi



Sirkulasi



sodium barrier pump-cell



osmotik



Lokalisasi : Bag. Putih otak Bag. Kelabu otak Permeabilitas vaskuler Ultrastruktur : Ekstraseluler Infraseluler Komposisi cairan Terapi



+



+ + Normal



+



+



+ Filtrat plasma Plasma



+ + Hanya



(protein) Dexametason



air bertambah Bahan



Bertambah



+ + Normal



+



?



Normal



kadar Air + Na Operasi



osmotik 4. PATOFISIOLOGI DENGAN PATHWAYS a. Vasogenic edema Pada vasogenic edema, terdapat peningkatan volume cairan ekstrasel yang berhubungan dengan peningkatan permeabilitas kapiler. Vasogenic edema ini disebabkan oleh faktor tekanan hidrostatik, terutama meningkatnya tekanan darah dan aliran darah dan oleh factor osmotic. Ketika protein dan makromolekur lain memasuki rongga ekstraseluler otak karena kerusakan sawar darah otak, kadar air dan natrium pada rongga ekstraseluler juga meningkat. Vasogenic edema ini lebih terakumulasi pada substansia alba cerebral karena perbedaan compliance antara substansia abla dan grisea. Edema vasogenic ini juga disebut edema basah karena pada beberapa kasus, potongan permukaan otak nampak cairan edema. Tipe edema ini terlihat sebagai respon terhadap trauma, tumor, inflamasi fokal, stadium akhir dari iskemia cerebral. b. Edema Sititoksik Pada edema sitotoksik terdapat peningkatan volume cairan intrasel, yang berhubungan dengan kegagalan dari mekanisme energy yang secara normal tetap mencegah air memasuki sel, mencakup fungsi yang inadekuat dari pompa natrium dan kalium pada membrane sel glia. Neuron, glia dan sel endotelial pada substansia alba dan grisea menyerap air dan membengkak. Pembengkakan otak berhubungan dengan edema sititoksik yang berarti terdapat volume yang besar dari sel otak yang mati. Yang akan berakibat sangat buruk, edema sitotoksik ini sering di istilahkan dengan edema kering. Edema sitotoksik terjadi bila otak mengalami kerusakan yang berhubungan dengan hipoksia, iskemia, abnormalitas metabolic (uremia, ketoasidosis, metabolic), intoksikasi (dimetrofenol, triethylitin, hexachlrophenol, isoniazid) dan pada sindrom reye, Hipoksia Berat. c. Edema Osmotic



Apabila tekanan osmotik plasma turun > 12%, akan terjadi edema serebri dan kenaikan TIK. Hal ini dapat dibuktikan pada binatang percobaan dengan infus air suling, yang menunjukkan kenaikan volume air. Pada edema serebri osmotik tidak ada kelainan pada pembuluh darah dan membran sel. d. Edema Interstitial Edema interstisial adalah peningkatan volume cairan ekstrasel yang terjadi pada substansia alba periventrikuler karena transudasi cairan serebrospinal melalui dinding ventrikel ketika tekanan intraventrikuler meningkat.



Pathway Non neorologis



Neorologis



Luka tembus, luka lecet



Cedera primer/langsung



Kerusakan jaringan kulit kepala Risiko tinggi infeksi Fraktur tulang tengkorak



Asam laktat meningkat



Laserasi



Gangguan persepsi-sensori



Kerusakan syaraf otak



Aliran darah ke otak menurun Suplai nutrien ke otak menurun (O2,glukosa) Perubahan metabolisme aerob menjadi anaerob



Reflek batuk menurun



perubahan pola pernapasan



Bersihan jalan nafas tidak efektif



Produksi ATP berkurang Metabolisme Asidosis



Hipoksia Oedema Jaringan otak



Energi berkurang



Vasodilatasi cerebral Aliran darah ke otak bertambah Penekanan pembuluh darah dan jaringan cerebral



Cedera sekunder/ tak langsung



Peningkatan asam laktat



Gangguan perfusi serebral Lemah,lesu Gangguan mobilitas Nyeri kepala Pola nafas TIK meningkat fisik/intoleran aktivitas tak efektif Kurang Perawatan Diri Depresi sistem pernapasan Gangguan rasa Mual, muntah, nafsu nyaman: nyeri Risiko kurang nutrisi makan turun dari kebutuhan (Doengoes,2000) (Hudak dan Gallo,1996) (Brunner dan Suddarth,2001)



5. MANIFESTASI KLINIK Gejala pembengkakan otak bervariasi tergantung pada tingkat keparahan dan penyebabnya ( Hudak dan Gallo,2008) a. Nyeri kepala hebat. b. Muntah; dapat proyektil maupun tidak. c. Penglihatan kabur. d. Bradikardi dan hipertensi; terjadi akibat iskemi dan terganggunya pusat vasomotor medular. Hal ini merupakan mekanisme untuk mempertahankan aliran darah otak



tetap konstan pada keadaan meningkatnya resistensi serebrovaskular akibat kompresi pembuluh darah kapiler serebral oleh edema. e. Penurunan frekuensi dan dalamnya pemapasan; respirasi menjadi lambat dan dangkal secara progresif akibat peningkatan tekanan intracranial (TIK) yang menyebabkan herniasi unkal. Saat terjadi kompresi batang otak, timbul perubahan pola pernapasan menjadi pola Cheyne-Stokes, kemudian timbul hiperventilasi, diikuti dengan respirasi yang ireguler, apnea, dan kematian. f. Gambaran papiledema pada funduskopi; ditandai dengan batas papil yang tidak tegas, serta cup and disc ratio lebih dari 0,2. g. Kejang h. Pingsan i. Kesulitan bicara j. Kesulitan makan 6. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK Dapat dilakukan pemeriksaan CT scan atau MRI otak untuk melihat etiologi dan luas edema serebri. Pada iskemia fokal serebri, edema dapat terlihat karena pengurangan radiodensitas pada jaringan pada daerah infark dan karena ada midline shift dan desakan serta distorsi ventrikular. 7. PENATALAKSANAAN MEDIS a. Posisi Kepala dan Leher. Posisi kepala harus netral dan kompresi vena jugularis harus dihindari. Fiksasi endotracheal tube (ETT) dilakukan dengan menggunakan perekat yang kuat dan jika posisi kepala perlu diubah harus dilakukan dengan hati-hati dan dalam waktu sesingkat mungkin. Untuk mengurangi edema otak dapat dilakukan elevasi kepala 30°. b. Analgesik, Sedasi, dan Zat Paralitik. Nyeri, kecemasan, dan agitasi meningkatkan kebutuhan metabolisme otak, aliran darah otak, dan tekanan intrakranial. Oleh karena itu, analgesik dan sedasi yang tepat diperlukan untuk pasien edema otak. Pasien yang menggunakan ventilator atau ETT harus diberi sedasi supaya tidak memperberat TIK. Obat sedasi yang sering digunakan untuk pasien neurologi diantaranya adalah opiat, benzodiazepin, dan propofol. c. Ventilasi dan Oksigenasi. Keadaan hipoksia dan hiperkapnia harus dihindari karena merupakan vasodilator serebral poten yang menyebabkan penambahan volume darah otak sehingga terjadi peningkatan TIK, terutama pada pasienm dengan pernicabilitas kapilcr yang abnormal. Intubasi dan ventilasi mekanik diindikasikan jika ventilasi atau oksigenasi pada pasien edema otak buruk.



d. Penatalaksanaan Cairan. Osmolalitas serum yang rendah dapat menyebabkan edema sitotoksik sehingga harus dihindari. Keadaan ini dapat dicegah dengan pembatasan ketat pemberian cairan hipotonik (balans —200 ml). e. Penatalaksanaan Tekanan Darah. Tekanan darah yang ideal dipengaruhi oleh penyebab edema otak. Pada pasien stroke dan trauma, tekanan darah harus dipelihara dengan cara menghindari kenaikan tekanan darah tiba-tiba dan hipertensi yang sangat tinggi untuk menjaga perfusi tetap adekuat. Tekanan perfusi serebral harus tetap terjaga di atas 60-70 mmHg pascatrauma otak. f. Pencegahan Kejang, Demam, dan Hiperglikemi.



Kejang, de-mam, dan



hiperglikemi merupakan faktor-faktor yang dapat memperberat sehingga harus dicegah atau diterapi dengan baik bila sudah terjadi. Penggunaan antikonvulsan profilaktik seringkali diterapkan dalam praktek klinis. Suhu tubuh dan kadar glukosa darah kapiler harus tetap diukur. k. Terapi Osmotik Terapi osmotik menggunakan manitol dan salin hipertonik. 1) Manitol 2) Efek Ostnotik 3) Efek Hemodinamik 4) Efek Oxygen Free Radical Scavenging Manitol Dosis awal manitol 20% 1-1,5 g/kgBB IV bolus, diikuti dengan 0,25-0,5 g/kgBB IV bolus tiap 4-6 jam. Efek mak-simum terjadi setelah 20 menit pemberian dan durasi kerjanya 4 jam.Pernberian manitol ini harus disertai pemantauan kadar osmolalitas serum. Osmolalitas darah yang terlalu tinggi akan meningkatkan risiko gagal ginjal (terutama pada pasien yang sebelumnya sudah mengalami vollyrfg depletion). Kadar osmolalitas serum tidak boleh lebih dan 320 mOsmol/L. Salin Hipertonik Cairan salin hipertonik (NaC1 3%) juga dapat digunakan sebagai alternatif pengganti manitol dalam terapi edema otak. Mekanisme kerjanya kurang lebih sama dengan manitol, yaitu dehidrasi osmotik. Steroid Glukokortikoid efektif untuk mengatasi edema vasogenik yang menyertai tumor, peradangan, dan kelainan lain yang berhubungan dengan peningkatan permeabilitas sawar darah-otak, termasuk akibat manipulasi pembedahan. Namun,



steroid tidak berguna untuk mengatasi edema sitotoksik dan berakibat buruk pada pasien iskemi otak. Deksametason paling disukai karena aktivitas mineralokorti-koidnya yang sangat rendah. Dosis awal adalah 10 mg IV atau per oral, dilanjutkan dengan 4 mg setiap 6 jam. Dosis ini ekuivalen dengan 20 kali lipat produksi kortisol normal yang fisiologis. Responsnya seringkali muncul dengan cepat namun pada beberapa jenis tumor hasilnya kurang responsif. Dosis yang lebih tinggi, hingga 90 mg/hari, dapat diberikan pada kasus yang refrakter. Setelah penggunaan selama berapa hari, dosis steroid harus diturunkan secara bertahap (tape* off) untuk menghindari komplikasi serius yang mungkin timbul, yaitu edema rekuren dan supresi kelenjar adrenal.Deksametason kini direkomendasikan untuk anak > 2 bulan penderita meningitis bakterialis. Dosis yang dianjurkan adalah 0,15 mg/kg IV setiap 6 jam pada 4 hari pertama pengobatan disertai dengan terapi antibiotik. Dosis pertama harus diberikan sebelum atau bersamaan dengan terapi antibiotik (lihat bab meningitis bakterialis). Hiperventilasi Sasaran pCO2, yang diharapkan adalah 30-35 mmHg agar menimbulkan vasokonstriksi serebral sehingga menurunkan volume darah serebral. Barbiturat Barbiturat dapat menurunkan tekanan intrakranial secara efektif pada pasien cedera kepala berat dengan hemodinamik yang stabil. Terapi ini biasanya digunakan pada kasus yang refrakter terhadap pengobatan lain maupun penanganan TIK dengan pembedahan 8. KOMPLIKASI Pada edema serebri, tekanan intrakranial meningkat, yang menyebabkan meningkatnya morbiditas dan menurunnya cerebral blood flow (CBF). Peningkatan tekanan intrakranial menyebabkan tekanan tambahan pada sistem, memaksa aliran yang banyak untuk kebutuhan jaringan. Edema serebri dapat menyebabkan sakit kepala, penurunan kesadaran dan muntah, pupil edema. Herniasi dapat menyebabkan kerusakan yang berhubungan dengan tekanan kepada jaringan yang bersangkutan dan tanda-tanda dari disfungsi struktur yang tertekan. a. Fungsi Otak Pada edema serebri dapat terjadi gangguan fungsi otak, baik oleh edema serebri sendiri sehingga neuron-neuron tidak berfungsi sepenuhnya maupun oleh kenaikan TIK akibat edema serebri. Otak terletak dalam rongga tengkorak yang dibatasi oleh tulang-



tulang keras; dengan adanya edema serebri, mudah sekali terjadi kenaikan TIK dengan akibat-akibat seperti herniasi, torsi dan lain-lain yang akan mengganggu fungsi otak. b. Aliran Darah ke Otak Berdasarkan hasil percobaan, terdapat hubungan antara TIK dan aliran darah yang menuju ke otak. Perfusi darah ke jaringan otak dipengaruhi oleh tekanan arteri (tekanan sistemik), TIK dan mekanisme otoregulasi otak. Perfusi darah ke jaringan otak hanya dapat berlangsung apabila tekanan arteri lebih besar daripada TIK. Perbedaan minimal antara tekanan arteri dan TIK yang masih menjamin perfusi darah ialah 40 mmHg. Kurang dari nilai tersebut, perfusi akan berkurang/ terhenti sama sekali. Sampai pada batas-batas tertentu perubahan tekanan arteri TIK dapat diimbangi oleh mekanisme otoregulasi otak, sehingga perfusi darah tidak terganggu dan fungsi otak dapat berlangsung seperti biasa. Mekanisme otoregulasi mudah mengalami kerusakan oleh trauma, tumor otak, perdarahan, iskemia dan hipoksia. c. Kenaikan Tekanan Intrakranial Karena mekanisme kompensasi ruang serebrospinalis dan sistem vena, maka pada awal penambahan volume cairan jaringan otak belum ada kenaikan TIK. Mekanisme kompensasi tersebut terbatas kemampuannya sehingga penambahan volume intrakranial selanjutnya akan segera disertai kenaikan TIK. Pertambahan volume 2% atau 10 -15 ml tiap hemisfer sudah menimbulkan kenaikan TIK yang hebat



d. Herniasi Jaringan Otak Edema serebri yang hebat menyebabkan terjadinya herniasi jaringan otak terutama pada tentorium serebellum dan foramen magnum. 1). Herniasi tentorium serebelum



Akibat herniasi tentorium serebelum ialah tertekannya bangunanbangunan pada daerah tersebut seperti mesensefalon, N. III, A. serebri posterior, lobus temporalis dan unkus. Yang mungkin terjadi akibat herniasi ini ialah : a) Unkus lobus temporalis tertekan ke bawah dan menekan bangunan pada hiatus. b) N. III yang mengandung serabut parasimpatis untuk konstriksi pupil mata tertekan sehingga pupil berdilatasi dan refleks cahaya negatif. Tekanan pada mesensefalon antara lain dapat menimbulkan gangguan kesadaran, sebab di sini terdapat formatio retikularis. Penderita menjadi somnolen, sopor atau koma. tekanan pada A. serebri posterior menyebabkan iskemia dan infark pada korteks oksipitalis.



2). Herniasi foramen magnum Peninggian TIK terutama pada fossa posterior akan mendorong tonsil serebelum ke arah foramen magnum. Herniasi ini dapat mencapai servikal 1 dan 2



dan akan menekan medulla oblongata, tempatnya pusat-pusat vital. Akibatnya antara lain gangguan pernapasan dan kardiovaskuler.



BAB II KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN EDEMA SEREBRI A. Pengkajian 1. Pengkajian Menurut Barrett, Gretton & Quins (2006), pengkajian kritis pada edema serebri adalah : a.



Pengkajian primer : 1) A (Airway) Hal pertama yang dinilai adalah kelancaran jalan napas. Meliputi pemeriksaan adanya obstruksi jalan napas yang dapat disebabkan benda asing,penumpukan secret. Dalam hal ini dapat dilakukan chin lift atau jaw thrust.



2) B (Breathing) Jalan napas yang baik tidak menjamin ventilasi yang baik. Pertukaran gas yang terjadi pada saat bernapas mutlak untuk pertukaran oksigen dan mengeluarkan karbondioksida dari tubuh. Ventilasi yang baik meliputi : fungsi yang baik dari paru, dinding dada dan diafragma. Perubahan pola nafas (apnea yang diselingi oleh hiperventilasi). Napas berbunyi, stridor, tersedak. Ronkhi, mengi positif (kemungkinan karena respirasi). 3) C (Circulation) Perubahan tekanan darah/hipotensi), perubahan frekuensi jantung (bradikardi, takikardi yang diselingi dengan bradikardi, disritmia). 4) D (Disability) Penilaian neurologis secara cepat yaitu tingkat kesadaran, ukuran dan reaksi pupil. Perubahan kesadaran bisa sampai koma, perubahan status mental(orientasi, kewaspadaan, perhatian, konsentrasi, pemecahan masalah, pengaruh emosi/tingkah laku dan memori). Perubahan pupil (respon



terhadap



ketidakmampuan



cahaya, mengikuti.



simetri), Kehilangan



deviasi



pada



pengindraan,



mata, seperti:



pengecapan, penciuman dan pendengaran. Wajah tidak simetris. Genggaman lemah, tidak seimbang. Reflek tendon dalam tidak ada atau lemah. Apraksia, hemiparase, quadreplegia. Postur (dekortikasi, deserebrasi), kejang. Sangat sensitive terhadap sentuhan dan gerakan. Kehilangan sensasi sebagian tubuh, kesulitan dalam menentukan posisi tubuh. 5) E (Exposure)



Pengkajian ini bertujuan untuk mengetahui apakah pasien terpapar atau kontak dengan bahan berbahaya. Pemeriksaan dilakukan secara sistematik dari kepala sampai kaki.



b.



Pengkajian Sekunder: S : Symptoms, keluhan utama pasien.



A : Allergies, ada/tidaknya riwayat alergi.



M : Medications, terapi terakhir yang diberikan pada pasien, dan apakah terapi tersebut mengurangi permasalahan pasien atau tidak. P : Past medical history, riwayat medis sebelum pasien di rawat.



L : Last oral intake, terakhir kali pasien makan dan minum dan jenis makanan dan minuman yang baru saja dimakan atau diminum. E : Event prociding incident, peristiwa yang mengawali terjadinya serangan atau penyakit pasien saat ini.



B. Diagnosis Keperawatan 1. Perubahan perfusi jaringan serebral berhubungan dengan edema serebral dan peningkatan tekanan intrakranial. 2. Resiko tidak efektifnya bersihan jalan nafas dan tidak efektifnya pola nafas berhubungan dengan gagal nafas, adanya sekresi, gangguan fungsi pergerakan, dan meningkatnya tekanan intracranial 3. Kurangnya perawatan diri berhubungan dengan tirah baring dan menurunnya kesadaran. 4. Resiko kurangnya volume cairan berhubungan mual dan muntah. 5. Resiko injuri berhubungan dengan menurunnya kesadaran atau meningkatnya tekanan intrakranial. 6. Nyeri berhubungan dengan trauma kepala. 7. Resiko infeksi berhubungan dengan kondisi penyakit akibat trauma kepala. 8. Kecemasan orang tua-anak berhubungan dengan kondisi penyakit akibat trauma kepala. 9. Resiko gangguan integritas kulit berhubungan dengan immobilisasi. C. Intervensi Keperawatan 1. Diagnosa Keperawatan : Perubahan perfusi jaringan serebral berhubungan dengan edema serebral dan peningkatan tekanan intrakranial. Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama …x…jam diharapkan tingkat kesadaran pasien dapat diperbaiki. Kriteria Hasil : a.



Tingkat kesadaran normal



b.



Tanda-tanda vital dalam batas normal



c.



Tidak ada peningkatan TIK



Intervensi : 1)



Pantau status neurologis secara teratur ,bandingkan dengan nilai standar GCS Rasional : Mengkaji adanya kecenderungan pada tingkat kesadaran dan potensial peningkatan TIK dan bermanfaat dalam menentukan lokasi, perluasan dan perkembangan kerusakan SSP.



2)



Catat adanya hipertensi sistolik dan tekanan nadi yang semakin berat Rasional : Normalnya, autoregulasi mempertahankan aliran darah otak yang konstan pada saat ada fluktuasi tekanan darah sistemik. Kehilangan autoregulasi dapat mengikuti kerusakan vaskularisasi serebral lokal atau menyebar.



3) Catat adanya bradikardia, takikardia atau bentuk disritmia lainnya Rasional : perubahan pada ritme dan disritmia dapat timbul yang mencerminkan adanya depresi/trauma pada batang otak pada pasien yang tidak mempunyai kelainan jantung sebelumnya.



4) Evaluasi pupil, ukuran, kesamaan antara kanan & kiri, reaksi tehadap cahaya Rasional : Reaksi pupil diatur oleh saraf kranial okulomotor (III) dan berguna untuk menentukan apakah batang otak masih baik. Ukuran/kesamaan ditentukan oleh keseimbangan antara persarafan simpatis dan parasimpatis



2. Defisit perawatan diri berhubungan dengan tirah baring dan menurunnya kesadaran. Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama…x…jam diharapkan kebutuhan sehari-hari pasien terpenuhi. Kriteria Hasil : a. Tempat tidur bersih b. Tubuh bersih c. Tidak ada iritasi pada kulit Intervensi : 1) Bantu pasien dalam memenuhi kebutuhan aktivitas, makan – minum, dan kebersihan perseorangan. 2) Berikan makanan via parenteral bila ada indikasi. Perawatan kateter bila terpasang. 3) Kaji adanya konstipasi, bila perlu pemakaian pelembek tinja untuk memudahkan BAB. 4) Libatkan orang tua dalam perawatan pemenuhan kebutuhan sehari-hari dan demonstrasikan, seperti bagaimana cara menjaga kebersihan tubuh pasien. 3. Resiko kurangnnya volume cairan berhubungan dengan mual dan muntah. Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama…x…jam diharapkan terjadi keseimbangan volume cairan. Kriteria Hasil : a.



Tidak ditemukan tanda-tanda kekurangan volume cairan



b.



dengan membran mukosa lembab



c.



integritas kulit baik



d.



nilai elektrolit dalam batas normal.



Intervensi : 1) Kaji intake dan out put.



2) Kaji tanda-tanda dehidrasi: turgor kulit, membran mukosa, dan ubun ubun atau mata cekung dan out put urine. 3) Berikan cairan intra vena sesuai program.



DAFTAR PUSTAKA Benyamin Chandra.2008. Diagnostik dan Penanggulangan Penderita dalam Coma Cermin Kedokteran Berkow R. Talbott JH. 2000. The Merck Manual of Diagnosis and Therapy 13th ed. New York: Merck & Co Rahway Brunner & Suddart, 2001, Keperawatan Medikal Bedah Volume 1, Jakarta : EGC Brunner & Suddart, 2001, Keperawatan Medikel Bedah Volume 2, Jakarta : EGC Carpenito LJ, 2000, Diagnosa Keperawatan Aplikasi pada Praktek Klinik, Edisi 6, Jakarata: EGC Doenges M.E., 2001, Rencana Asuhan Keperawatan: Pedoman Untuk Perencanaan dan Pendokumentasian Perawatan Pasien. Edisi 3 , Jakarta: EGC. Mansjoer A, 2000, Kapita Selekta Kedokteran, Edisi III, Jilid II, Jakarta: Media Aesculapis FKUI Muttaqin, Arif. 2009. Pengantar Asuhan Keperawatan dengan Gangguan Sistem Persarafan. Salemba Medika : Jakarta Nur Jannah, Intansari. 2005. Aplikasi Proses Keperawatan. Mocomedia : Yogyakarta Rosjidi, Cholik Harun dan Saiful Nurhidayat. 2009. Buku Ajar Perawatan Cedera Kepala dan Stroke untuk Mahasiswa D III Keperawatan. Yogyakarta : Ardana Media.



Wilkinson, Juditth M. , 2006, Buku Saku Diagnosa Keperawatan, Jakarta: EGC Panduan Praktis Diagnosis dan tata Laksana Penyakit Saraf Oleh dr. George Dewanto, SpS, dr. Wita J. Suwono, SpS, dr. Budi Riyanto, SpS, & dr. Yuda Turana, SpS