LP Fajar - Post Partum Spontan [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

LAPORAN PENDAHULUAN POST PARTUM SPONTAN DI RUANG WIDYA RUMAH SAKIT TK. III 03.06.01 CIREMAI KOTA CIREBON



Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Tugas Departemen Keperawatan Maternitas Dosen Pengampu: TIM



Disusun Oleh : Ichsan Nur Fajar



JNR0200107



PROGRAM STUDI PROFESI NERS SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN KUNINGAN KUNINGAN 2021



A. Konsep Penyakit I.



Definisi Penyakit Persalinan adalah proses membuka dan menipisnya serviks, hingga janin turun ke dalam jalan lahir. Kelahiran adalah proses di mana janin dan ketuban didorong keluar melalui jalan lahir (Llyod, Johan & Mutmainnah, 2017). Persalinan adalah proses pengeluaran hasil konsepsi (janin dan plasenta) yang telah cukup bulan atau hampir cukup bulan dan dapat hidup diluar kandungan melalui jalan lahir atau melalui jalan lahir lain dengan bantuan atau tanpa bantuan (kekuatan sendiri) (Badriah, Rukmawati & Nurasiah, 2012). Persalinan dan kelahiran normal adalah proses pengeluaran janin yang terjadi pada kehamilan cukup bulan (37-42 minggu), lahir spontan dengan presentasi belakang kepala yang berlangsung dalam 18 jam, tanpa komplikasi baik ibu maupun janin (Badriah, Rukmawati & Nurasiah, 2012). Puerperium (masa nifas) adalah masa sesudah persalinan yang diperlukan untuk pulihnya kembali alat kandungan yang lamanya 6 minggu atau 42 hari. Kejadian yang terpenting dalam nifas adalah involusi dan laktasi (Manuaba, 2013).



II. Etiologi Penyebab persalinan belum pasti diketahui, namun menurut Wiknjosastro (2011), ada beberapa teori yang menghubungkan dengan faktor hormonal, struktur rahim, sirkulasi rahim dan pengaruh tekanan pada saraf serta nutrisi. 1.



Teori penurunan hormon 1-2 minggu sebelum partus mulai, terjadi penurunan hormon progesteron dan estrogen. Fungsi progesteron sebagai penenang otototot polos rahim dan akan menyebabkan kekejangan pembuluh darah sehingga timbul his bila progesteron turun.



2.



Teori plasenta menjadi tua Turunnya kadar hormon estrogen dan progesteron menyebabkan kekejangan pembuluh darah yang menimbulkan kontraksi rahim.



3.



Teori distensi rahim Rahim yang menjadi besar dan merenggang menyebabkan iskemik otot-otot rahim sehingga mengganggu sirkulasi uteroplasenta.



4.



Teori iritasi mekanik Di belakang serviks terlihat ganglion servikale (fleksus franterrhauss). Bila ganglion ini digeser dan di tekan misalnya oleh kepala janin akan timbul kontraksi uterus.



5.



Induksi partus Dapat pula ditimbulkan dengan jalan gagang laminaria yang dimasukan dalam kanalis servikalis dengan tujuan merangsang pleksus frankenhauser, amniotomi pemecahan ketuban). Oksitosin drip, yaitu pemberian oksitosin menurut tetesan per infus.



III. Manifestasi Klinis Periode post partum ialah masa enam minggu sejak bayi lahir sampai organ-organ reproduksi kembali ke keadaan normal sebelum hamil. Periode ini kadang-kadang disebut puerperium atau trimester keempat kehamilan (Wiknjosastro, 2011). 1.



Sistem reproduksi a.



Proses involusi Proses kembalinya uterus ke keadaan sebelum hamil setelah melahirkan, proses ini dimulai segera setelah plasenta keluar akibat kontraksi otot-otot polos uterus. Uterus, pada waktu hamil penuh baratnya 11 kali berat sebelum hamil, berinvolusi menjadi kira-kira 500 gr 1 minggu setelah melahirkan dan 350 gr dua minggu setelah lahir. Seminggu setelah melahirkan uterus berada di dalam panggul. Pada minggu keenam, beratnya menjadi 50- 60gr. Pada masa pasca partum penurunan kadar



hormone menyebapkan terjadinya autolisis, perusakan secara langsung jaringan hipertrofi yang berlebihan. Sel-sel tambahan yang terbentuk selama masa hamil menetap. Inilah penyebab ukuran uterus sedikit lebih besar setelah hamil (Wiknjosastro, 2011). b.



Kontraksi Intensitas kontraksi uterus meningkat secara bermakna segera setelah bayi lahir, hormon oksigen yang dilepas dari kelenjar hipofisis memperkuat dan mengatur kontraksi uterus, mengopresi pembuluh darah dan membantu hemostasis. Salama 1-2 jam pertama pasca partum intensitas kontraksi uterus bisa berkurang dan menjadi tidak teratur. Untuk mempertahankan kontraksi uterus, suntikan oksitosin secara intravena atau intramuskular



diberikan



segera



setelah



plasenta



lahir



(Wiknjosastro, 2011). c.



Tempat plasenta Segera setelah plasenta dan ketuban dikeluarkan, kontraksi vaskular dan trombus menurunkan tempat plasenta ke suatu area yang meninggi dan bernodul tidak teratur. Pertumbuhan endometrium ke atas menyebabkan pelepasan jaringan nekrotik dan mencegah pembentukan jaringan parut yang menjadi karakteristik penyembuha luka. Regenerasi endometrum, selesai pada akhir minggu ketiga masa pasca partum, kecuali pada bekas tempat plasenta (Wiknjosastro, 2011).



d.



Lochea Rabas uterus yang keluar setelah bayi lahir, mula-mula berwarna merah, kemudian menjadi merah tua atau merah coklat. Lochea rubra terutama mengandung darah dan debris desidua dan debris trofoblastik. Aliran menyembur menjadi merah setelah 2-4 hari. Lochea serosa terdiri dari darah lama, serum, leukosit dan denrus jaringan. Sekitar 10 hari setelah bayi



lahir, cairan berwarna kuning atau putih. Lochea alba mengandung leukosit, desidua, sel epitel, mukus, serum dan bakteri. Lochea alba bisa bertahan 2-6 minggu setelah bayi lahir (Wiknjosastro, 2011). e.



Serviks Serviks menjadi lunak segera setelah ibu melahirkan. 18 jam pasca partum, serviks memendek dan konsistensinya menjadi lebih padat dan kembali ke bentuk semula. Serviks setinggi segmen bawah uterus tetap edematosa, tipis, dan rapuh selama beberapa hari setelah ibu melahirkan (Wiknjosastro, 2011).



f.



Vagina dan perineum Vagina yang semula sangat teregang akan kembali secara bertahap ke ukuran sebelum hamil, 6-8 minggu setelah bayi lahir. Rugae akan kembali terlihat pada sekitar minggu keempat, walaupun tidak akan semenonjol pada wanita multipara (Wiknjosastro, 2011).



2.



Sistem endokrin a.



Hormon plasenta Penurunan hormon human plasental laktogen, esterogen dan kortisol, serta plasental enzime insulinase membalik efek diabetagenik kehamilan. Sehingga kadar gula darah menurun secara yang bermakna pada masa puerperium. Kadar esterogen dan progesteron menurun secara mencolok setelah plasenta keluar,



penurunan



kadar



esterogen



berkaitan



dengan



pembengkakan payudara dan diuresis cairan ekstra seluler berlebih yang terakumulasi selama masa hamil (Wiknjosastro, 2011). b. Hormon hipofisis Waktu dimulainya ovulasi dan menstruasi pada wanita menyusui dan tidak menyusui berbeda. Kadar prolaktin serum



yang tinggi pada wanita menyusui tampaknya berperan dalam menekan ovulasi. Karena kadar follikel-stimulating hormon terbukti sama pada wanita menyusui dan tidak menyusui di simpulkan ovarium tidak berespon terhadap stimulasi FSH ketika kadar prolaktin meningkat (Wiknjosastro, 2011). 3.



Abdomen Apabila wanita berdiri di hari pertama setelah melahirkan, abdomen nya akan menonjol dan membuat wanita tersebut tampak seperti masih hamil. Diperlukan sekitar 6 minggu untuk dinding abdomen kembali ke keadaan sebelum hamil (Wiknjosastro, 2011).



4.



Sistem urinarius Fungsi ginjal kembali normal dalam waktu satu bulan setelah wanita melahirkan. Diperlukan kira-kira dua smpai 8 minggu supaya hipotonia pada kehamilan dan dilatasi ureter serta pelvis ginjal kembali ke keadaan sebelum hamil (Wiknjosastro, 2011).



5.



Sistem cerna a.



Nafsu makan Setelah benar-benar pulih dari efek analgesia, anestesia, dan keletihan, ibu merasa sangat lapar (Wiknjosastro, 2011).



b. Mortilitas Secara khas, penurunan tonus dan motilitas otot traktus cerna menetap selam waktu yang singkat setelah bayi lahir (Wiknjosastro, 2011). c. Defekasi Buang air besar secara spontan bisa tertunda selama dua sampai tiga hari setelah ibu melahirkan (Wiknjosastro, 2011). 6.



Payudara Konsentrasi



hormon



yang



menstimulasai



perkembangan



payudara selama wanita hamil (esterogen, progesteron, human chorionic gonadotropin, prolaktin, krotison, dan insulin) menurun dengan cepat setelah bayi lahir (Wiknjosastro, 2011).



a.



Ibu tidak menyusui Kadar prolaktin akan menurun dengan cepat pada wanita yang tidak menyusui. Pada jaringan payudara beberapa wanita, saat palpasi dilakukan pada hari kedua dan ketiga. Pada hari ketiga atau keempat pasca partum bisa terjadi pembengkakan. Payudara teregang keras, nyeri bila ditekan dan hangat jika di raba (Wiknjosastro, 2011).



b.



Ibu yang menyusui Sebelum laktasi dimulai, payudara teraba lunak dan suatu cairan kekuningan, yakni kolostrum. Setelah laktasi dimula, payudara teraba hangat dan keras ketika disentuh. Rasa nyeri akan menetap selama sekitar 48 jam. Susu putih kebiruan dapat dikeluarkan dari puting susu (Wiknjosastro, 2011).



7.



Sistem Perkemihan Trauma bisa terjadi pada uretra dan kandung kemih selama proses melahirkan, yakni sewaktu bayi melewati jalan lahir. Dinding kandung kemih dapat mengalami hiperemis dan edema, seringkali disertai daerah-daerah kecil hemoragi (Wiknjosastro, 2011).



8.



Sistem Integumentasi Hiperpigmentasi di areola dan linea nigra tidak menghilang seluruhnya setelah bayi lahir. Kulit yang meregang pada payudara, abdomen, paha dan panggul mungkin memudar tetapi tidak hilang seluruhnya (Wiknjosastro, 2011).



IV. Penatalaksanaan 1.



Pemeriksaan darah lengkap (Hb, Ht, Leukosit dan Trombosit) dan pemeriksaan urine lengkap.



2.



Observasi ketat 2 jam post partum (adanya komplikasi perdarahan).



3.



6-8 jam pasca persalinan: istirahat dan tidur tenang, usahakan miring kanan kiri. Hari ke 1: memberikan KIE kebersihan diri, cara menyusui yang benar dan perawatan payudara, perubahan-perubahan



yang terjadi pada masa nifas serta pemberian informasi tentang senam nifas. Hari ke 2: mulai latihan duduk. 4.



Hari ke 3: diperkenankan latihan berdiri dan berjalan (Wiknjosastro, 2011).



V. Komplikasi 1.



Perdarahan Perdarahan adalah penyebab kematian terbanyak pada wanita selama periode post partum. Perdarahan post partum adalah: kehilangan darah lebih dari 500 cc setelah kelahiran. Kriteria perdarahan didasarkan pada satu atau lebih tanda-tanda sebagai berikut, yaitu: a.



Kehilangan darah lebih dai 500 cc.



b.



Sistolik atau diastolik tekanan darah menurun sekitar 30 mmHg.



c.



Hb turun sampai 3 gr % (Wiknjosastro, 2011). Perdarahan post partum dapat diklasifikasi menurut kapan



terjadinya perdarahan dini terjadi 24 jam setelah melahirkan. Perdarahan lanjut lebih dari 24 jam setelah melahirkan, syok hemoragik dapat berkembang cepat dan menjadi kasus lainnya. Tiga penyebab utama perdarahan antara lain, yaitu: a.



Atonia uteri: pada atonia uteri uterus tidak mengadakan kontraksi dengan baik dan ini merupakan sebab utama dari perdarahan



post



partum.



Uterus



yang



sangat



teregang



(hidramnion, kehamilan ganda, dengan kehamilan dengan janin besar), partus lama dan pemberian narkosis merupakan predisposisi untuk terjadinya atonia uteri (Wiknjosastro, 2011). b.



Laserasi jalan lahir: perlukan serviks, vagina dan perineum dapat menimbulkan perdarahan yang banyak bila tidak direparasi dengan segera (Wiknjosastro, 2011).



c.



Retensio plasenta, hampir sebagian besar gangguan pelepasan plasenta disebabkan oleh gangguan kontraksi uterus. Retensio



plasenta adalah tertahannya atau belum lahirnya plasenta atau 30 menit setelah bayi lahir (Wiknjosastro, 2011). d.



Lain-lain 1) Sisa plasenta atau selaput janin yang menghalangi kontraksi uterus sehingga masih ada pembuluh darah yang tetap terbuka 2) Ruptur uteri, robeknya otot uterus yang utuh atau bekas jaringan parut pada uterus setelah jalan lahir hidup. 3) Inversio uteri (Wiknjosastro, 2011).



2.



Infeksi puerperalis Didefinisikan sebagai infeksi saluran reproduksi selama masa post partum. Insiden infeksi puerperalis ini 1 %-8 %, ditandai adanya kenaikan suhu > 38oC dalam 2 hari selama 10 hari pertama post partum. Penyebab klasik adalah streptococus dan staphylococus aureus dan organisasi lainnya.



3.



Endometritis Adalah infeksi dalam uterus paling banyak yang disebabkan oleh infeksi puerperalis. Bakteri vagina, pembedahan caesaria, ruptur membran



memiliki



resiko



tinggi



terjadinya



endometritis



(Wiknjosastro, 2011). 4.



Mastitis Yaitu infeksi pada payudara. Bakteri masuk melalui fisura atau pecahnya puting susu akibat kesalahan tehnik menyusui, di awali dengan pembengkakan, mastitis umumnya di awali pada bulan pertama post partum (Wiknjosastro, 2011).



5.



Infeksi saluran kemih Insiden mencapai 2-4 % wanita post partum, pembedahan meningkatkan resiko infeksi saluran kemih. Organisme terbanyak adalah Entamoba coli dan bakteri gram negatif lainnya.



6.



Tromboplebitis dan thrombosis



Semasa hamil dan masa awal post partum, faktor koagulasi dan meningkatnya status vena menyebabkan relaksasi sistem vaskular, akibatnya terjadi tromboplebitis (pembentukan trombus di pembuluh darah yang dihasilkan dari dinding pembuluh darah) dan thrombosis (pembentukan trombus) tromboplebitis superfisial terjadi 1 kasus dari 500-750 kelahiran pada 3 hari pertama post partum (Wiknjosastro, 2011). 7.



Emboli Yaitu: partikel berbahaya karena masuk ke pembuluh darah kecil



yang



menyebabkan



kematian



terbanyak



di



Amerika



(Wiknjosastro, 2011). 8.



Post partum depresi Kasus ini kejadian nya berangsur-angsur, berkembang lambat sampai beberapa minggu, terjadi pada tahun pertama. Ibu bingung dan merasa takut pada dirinya. Tanda-tanda nya antara lain, kurang konsentrasi, kesepian, tidak aman, perasaan obsepsi cemas, kehilangan kontrol, dan lainnya. Wanita juga mengeluh bingung, nyeri kepala, ganguan makan, dismenor, kesulitan menyusui, tidak tertarik pada sex dan kehilanagan semangat (Wiknjosastro, 2011).



VI. Diagnosa Banding Diagnosa banding menurut Wiknjosastro (2011), yaitu: 1.



Atonia uteri Pada atonia uteri akan didapatkan tonus otot yang abnormal setelah plasenta lahir. Perabaan uterus terasa lembek.



2.



Retensio plasenta Pada retensio plasenta, plasenta tidak dapat dilahirkan bahkan 30 menit setelah bayi lahir. Kontraksi uterus bisa normal, bisa hipotonus.



3.



Sisa plasenta Sisa plasenta dapat terdeteksi segera setelah plasenta lahir dengan melihat kelengkapan plasenta dan beberapa hari setelah lahir dimana didapatkan perdarahan terus menerus dan subinvolusi uterus.



4.



Robekan jalan lahir Setelah bayi lahir, dapat terlihat adanya robekan pada perineum, serviks atau vagina.



5.



Inversio uteri Setelah bayi dan plasenta lahir, saat dilakukan perabaan, tidak didapatkan fundus uteri. Massa uteri dapat terlihat pada liang vagina.



6.



Gangguan pembekuan darah Penyebab ini cukup jarang didapatkan dan biasanya sudah terdeteksi saat dilakukan antenatal care, misalnya pada pasien HELLP (hemolysis, elevated liver enzyme, dan low platelet count). Ditegakkan berdasarkan pemeriksaan laboratorium profil pembekuan darah, seperti bleeding time, clotting time dan prothrombin time.



B. Pengkajian I.



Wawancara Wawancara pada ibu post partum spontan menurut Wiknjosastro (2011), yaitu meliputi: a.



Identitas pasien Terdiri dari nama, jenis kelamin, umur, alamat, tanggal masuk rs, tanggal pengkajian, diagnosa medis dan nomer rekam medis.



b.



Identitas penanggung jawab Terdiri dari nama, jenis kelamin, umur, alamat dan hubungan dengan klien.



c.



Keluhan utama Sakit perut, pendarahan, nyeri pada luka jahitan dan takut bergerak.



d.



Riwayat kehamilan Umur kehamilan serta riwayat penyakit yang menyertai.



e.



Riwayat persalinan 1) Tempat persalinan. 2) Normal/terdapat komplikasi. 3) Keadaan bayi. 4) Keadaan ibu.



f.



Riwayat sosial ekonomi 1) Respon ibu dan keluarga terhadap bayi. 2) Kehadiran anggota keluarga untuk membantu ibu di rumah. 3) Para pembuat keputusan di rumah. 4) Kebiasaan minum, merokok dan menggunakan obat. 5) Kepercayaan dan adat istiadat.



g.



Riwayat nifas yang lalu 1) Pengeluaran ASI lancar atau tidak. 2) BB bayi. 3) Riwayat ber KB atau tidak.



h.



Riwayat bayi 1) Menyusu. 2) Keadan tali pusat. 3) Vaksinasi. 4) Buang air kecil/besar.



II. Pemeriksaan Fisik Pemeriksaan fisik pada ibu post partum spontan menurut Wiknjosastro (2011), yaitu meliputi: 1.



Pemeriksaan umum a.



Suhu tubuh.



b.



Denyut nadi.



c.



Tekanan darah.



d.



Tanda-tanda anemia.



e.



Tanda-tanda edema/tromboflebitis.



f.



Refleks.



g.



Varises dan CVAT (Contical Vertebral Area Tenderness).



2.



3.



4.



5.



Pemeriksaan payudara a.



Putting susu: pecah, pendek atau rata.



b.



Nyeri tekan.



c.



Abses.



d.



Pembengkakan/ASI terhenti.



e.



Pengeluaran ASI.



Pemeriksaan perut/uterus a.



Posisi uterus/tinggi fundus uteri.



b.



Kontraksi uterus.



c.



Ukuran kandung kemih.



Pemeriksaan vulva/perineum a.



Pengeluaran lochea.



b.



Penjahitan laserasi atau luka episiotomi.



c.



Pembengkakan.



d.



Luka.



e.



Henoroid.



Aktivitas/istirahat Insomnia mungkin teramati.



6.



Sirkulasi Episode diaforetik lebih sering terjadi pada malam hari.



7.



Integritas ego Peka rangsang, takut/menangis, (“post partum blues” sering terlihat kira-kira 3 hari setelah melahirkan).



8.



Eliminasi Diuresis diantara hari kedua dan kelima.



9.



Makanan/cairan Kehilangan nafsu makan mungkin dikeluhkan kira-kira hari ketiga.



10. Nyeri/ketidaknyamanan Nyeri tekan payudara/pembesaran dapat terjadi diantara hari ketiga sampai kelima pasca partum.



11. Seksualitas Uterus 1 cm di atas umbilikus pada 12 jam setelah kelahiran, menurun kira-kira 1 lebar jari setiap harinya. Lochea rubra berlanjut sampai hari kedua sampai ketiga, berlanjut menjadi lochea serosa dengan aliran tergantung pada posisi (misal: rekumben versus ambulasi berdiri) dan aktivitas (misal: menyusui). Payudara: produksi kolostrum 48 jam pertama, berlanjut pada suhu matur, biasanya pada hari ketiga: mungkin lebih dini, tergantung kapan menyusui dimulai. III. Pemeriksaan Diagnostik 1.



Pemeriksaan darah lengkap (Hb, Ht, Leukosit dan Trombosit).



2.



Cairan elektrolit sesuai indikasi (Wiknjosastro, 2011).



IV. Analisa Data No. 1



2



Data Fokus Etiologi DS: Pasien mengatakan Agen pencedera nyeri pada perineum. fisik: trauma DO: Pasien tampak jalan lahir menahan nyeri dan pasien tampak meringis kesakitan. P: Jahitan perineum. Q: Seperti disayat. R: Nyeri dibagian perineum. S: Skala nyeri 5. T: Saat bergerak dan nyeri muncul hilang timbul. DS: Pasien mengatakan Trauma tidak nyaman terhadap perineum selama persalinan dan persalinan dan kelahiran. kelahiran DO: Pasien tampak mengalami diaforesis/berkeringat dingin, tekanan darah dan nadi pasien meningkat.



Masalah Nyeri akut



Ketidaknyamanan pasca partum



C. Diagnosa Keperawatan yang Mungkin Muncul 1.



Nyeri akut b.d agen pencedera fisik: trauma jalan lahir d.d pasien mengatakan nyeri pada perineum dan pasien tampak menahan nyeri serta pasien tampak meringis kesakitan. P: Jahitan perineum. Q: Seperti disayat. R: Nyeri dibagian perineum. S: Skala nyeri 5. T: Saat bergerak dan nyeri muncul hilang timbul.



2.



Ketidaknyamanan pasca partum b.d trauma perineum selama persalinan dan kelahiran d.d pasien mengatakan tidak nyaman terhadap persalinan dan kelahiran serta pasien tampak mengalami diaforesis/berkeringat dingin, tekanan darah dan nadi pasien meningkat.



D. Rencana Asuhan dan Tindakan Keperawatan No. 1



Diagnosa Keperawatan Nyeri akut b.d agen pencedera fisik: trauma jalan lahir d.d pasien mengatakan nyeri pada perineum dan pasien tampak menahan nyeri serta pasien tampak meringis kesakitan. P: Jahitan perineum. Q: Seperti disayat. R: Nyeri dibagian perineum. S: Skala nyeri 5. T: Saat bergerak dan nyeri muncul hilang timbul. Kode SDKI: D.0077



Tujuan (SLKI) Setelah diberikan intervensi selama 2 x 24 jam diharapkan tingkat nyeri dapat menurun dengan kriteria hasil: 1. Kemampuan menuntaskan aktivitas meningkat. 2. Keluhan nyeri menurun. 3. Meringis menurun. 4. Diaforesis menurun. 5. Perasaan takut mengalami cedera berulang menurun. 6. Perineum terasa tertekan menurun. 7. Tekanan darah



Intervensi (SIKI) Manajemen nyeri Observasi: 1. Identifikasi lokasi, karakteristik, durasi, frekuensi, kualitas dan intensitas nyeri. 2. Identifikasi skala nyeri. 3. Identifikasi respons nyeri non verbal. 4. Identifikasi faktor yang memperberat dan memperingan nyeri. 5. Identifikasi pengetahuan dan keyakinan tentang nyeri. 6. Identifikasi



membaik. Frekuensi nadi membaik. Kode SLKI: L.08066 7. 8.



pengaruh budaya terhadap respon nyeri. Identifikasi pengaruh nyeri pada kualitas hidup. 8. Monitor keberhasilan terapi komplementer yang sudah diberikan. 9. Monitor efek samping penggunaan analgetik. Terapeutik: 1. Berikan teknik non farmakologis untuk mengurangi rasa nyeri (misalnya: TENS, hipnosis, akupresur, terapi musik, biofeedback, terapi pijat, aroma terapi, teknik imajinasi terbimbing, kompres hangat/dingin dan terapi bermain). 2. Kontrol lingkungan yang memperberat rasa nyeri (misalnya: suhu ruangan, pencahayaan dan kebisingan). 3. Fasilitasi istirahat dan tidur. 4. Pertimbangkan jenis dan sumber nyeri dalam



2



Ketidaknyamanan pasca partum b.d trauma perineum selama persalinan dan kelahiran d.d pasien mengatakan tidak nyaman terhadap persalinan dan kelahiran serta pasien tampak mengalami diaforesis/berkeringat dingin, tekanan darah dan nadi pasien meningkat. Kode SDKI: D.0075



Setelah diberikan intervensi selama 2 x 24 jam diharapkan status kenyamanan pasca partum dapat meningkat dengan kriteria hasil: 1. Keluhan tidak nyaman menurun. 2. Kontraksi uterus menurun. 3. Berkeringat menurun. 4. Menangis menurun. 5. Merintih menurun. 6. Tekanan darah menurun. 7. Frekuensi nadi menurun. Kode SLKI: L.07061



pemilihan strategi meredakan nyeri. Edukasi: 1. Jelaskan penyebab, periode dan pemicu nyeri. 2. Jelaskan strategi meredakan nyeri. 3. Anjurkan memonitor nyeri secara mandiri. 4. Anjurkan menggunakan analgetik secara tepat. 5. Ajarkan teknik non farmakologis untuk mengurangi rasa nyeri. Kolaborasi: Kolaborasi pemberian analgetik, jika perlu. Kode SIKI: I.08238 Perawatan pasca persalinan Observasi: 1. Monitor tandatanda vital. 2. Monitor keadaan lochea (misalnya: warna, jumlah, bau dan bekuan). 3. Periksa perineum atau robekan (misalnya: kemerahan, edema, ekimosis, pengeluaran dan penyatuan jahitan). 4. Monitor nyeri. 5. Monitor status pencernaan. 6. Monitor tanda homan. 7. Identifikasi



kemampuan ibu merawat bayi. 8. Identifikasi adanya masalah adaptasi psikologis ibu post partum. Terapeutik: 1. Kosongkan kandung kemih sebelum pemeriksaan. 2. Masase fundus sampai kontraksi kuat, jika perlu. 3. Dukung ibu untuk melakukan ambulasi dini. 4. Berikan kenyamanan pada ibu. 5. Fasilitasi ibu berkemih secara normal. 6. Fasilitasi ikatan tali kasih ibu dan bayi secara optimal. 7. Diskusikan kebutuhan aktivitas dan istirahat selama masa post partum. 8. Diskusikan tentang perubahan fisik dan psikologis ibu post partum. 9. Diskusikan masa seksualitas masa post partum. 10. Diskusikan penggunaan alat kontrasepsi. Edukasi: 1. Jelaskan tanda



bahaya nifas pada ibu dan keluarga. 2. Jelaskan pemeriksaan pada ibu dan bayi secara rutin. 3. Ajarkan cara perawatan perineum yang tepat. 4. Ajarkan ibu mengatasi nyeri secara non farmakologis (misalnya: teknik distraksi dan imajinasi). 5. Ajarkan ibu mengurangi masalah trombosis vena. Kolaborasi: Rujuk ke konselor laktasi, jika perlu. Kode SIKI: I.07225



DAFTAR PUSTAKA Badriah, L.D., Rukmawati, A., & Nurasiah, A. (2012). Asuhan Persalinan Normal Bagi Bidan. Edisi 1. Bandung: PT. Refika Aditama. Llyod, S.S., Johan, H., & Mutmainnah, U.A. (2017). Asuhan Persalinan Normal & Bayi Baru Lahir. Yogyakarta: CV. Andi Offset. Manuaba, I.B.G. (2013). Ilmu Kebidanan, Penyakit Kandungan & KB Untuk Pendidikan Bidan. Edisi 2. Jakarta: EGC. Tim Pokja SDKI DPP PPNI. (2017). Standar Diagnosa Keperawatan Indonesia: Edisi 1 Cetakan 3. Jakarta: Dewan Pengurus Pusat Persatuan Perawat Nasional Indonesia. Tim Pokja SIKI DPP PPNI. (2018). Standar Intervensi Keperawatan Indonesia: Edisi 1 Cetakan 2. Jakarta: Dewan Pengurus Pusat Persatuan Perawat Nasional Indonesia. Tim Pokja SLKI DPP PPNI. (2019). Standar Luaran Keperawatan Indonesia: Edisi 1 Cetakan 2. Jakarta: Dewan Pengurus Pusat Persatuan Perawat Nasional Indonesia. Wiknjosastro, Hanifa. (2011). Ilmu Bedah Kebidanan. Jakarta: Yayasan Bina Pustaka.