10 0 326 KB
LAPORAN PENDAHULUAN FIBROSARKOMA DI RUANG KEMOTERAPI RSUD ULIN BANJARMASIN
Donni Hartaku NIM. 1614901210757
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH BANJARMASIN FAKULTAS KEPERAWATAN DAN ILMU KESEHATAN PROGRAM PROFESI NERS BANJARMASIN, 2017
LAPORAN PENDAHULUAN FIBROSARKOMA
I. Konsep Fibrosarkoma 1.1 Definisi Fibrosarkoma adalah neoplasma ganas yang berasal dari sel mesenkim, dimana secara histologi sel yang dominan adalah sel fibroblas. Pembelahan sel yang tidak terkontrol dapat menginvasi jaringan lokal serta dapat bermetastase jauh ke bagian tubuh yang lain.
Fibrosarkoma adalah tumor dari sel mesenkimal primitif yang berisikan fibroblas ganas dijaringan kolagen. Fibroblas merupakan sel-sel yang secara normal menghasilkan jaringan fobrus diseluruh tubuh. Fibrosarkoma memiliki kecenderungan untuk bertumbuh secara lambat pada awalnya, didalam mulut dapat terlihat sebagai massa submukosa yang tidak berbahaya dengan batas tegas, warna normal, dan tidak sakit. (Helmi zairin noor, 2002).
Terdapat dua tipe firosarkoma tulang yaitu primer dan sekunder. Fibrosarkoma primer merupakan keganasan fibroplastik dari jaringan kolagen sedangkan fibrosarkoma sekunder pada tulang meningkat dari lesi preeksis atau pacaradioterapy pada area tulang atau jaringan lunak. Fibrosarcoma merupakan jenis tumor yang agresif dan mempunyai prognosis buruk. Frekuensi fibrosarkoma berkisar 10 % dari keganasan muskuloskeletal dan 5 % dari tumor primer tulang dan lebih sering terjadi pada laki-laki.
1.2 Etiologi Penyebab pasti dari fibrosarkoma belum diketahui, namun ada beberapa faktor yang sering berkontribusi seperti faktor radiasi yang menyebabkan adanya perubahan genetik oleh karena hilangnya sel, poin mutasi, dan translokasi kromosom. Selain beberapa penyebab di atas, fraktur tulang, penyakit paget, dan operasi patah tulang juga dapat menimbulkan fibrosarkoma sekunder.
Fibrosarkoma merupakan keganasan yang sering terjadi terutama akibat paparan radiasi. Sebagian besar kasus mengenai usia diantaran 30-50 tahun dengan proporsi jumlah laki-laki yang lebih dominan terkena dan jarang terjadi pada anak-anak. Seseorang dengan riwayat infark tulang atau iradiasi merupakan faktor risiko pada fibrosarkoma sekunder. Fibrosarkoma pada grade yang tinggi merupakan faktor risiko yang signifikan untuk terjadi metastasis dan kekambuhan lokal.
1.3 Tanda dan Gejala Gejala pada fibrosarkoma pada awal mulanya sering tidak tampak atau tanpa dirasakan adanya nyeri. Biasanya tumor baru tampak setelah timbul gejala dan teraba suatu benjolan. Pada lesi yang besar terjadi peregangan pada kulit dan nampak mengkilat berwarna keunguan. Pada massa yang sangat besar terjadi pelebaran pembuluh darah vena.
Tanda dan gejala pada fibrosarkoma sulit dibedakan dari tumor lainnya sehingga diperlukan pemerikasaan jaringan dengan mikroskop sehingga didapatkan grade dan staging dari fibrosarkoma.
Tabel 1. Grading (Derajat Keganasan) TNM two – grade System
Three – grade System
Four – grade system
Low – grade
Grade I
Grade I Grade II
High – grade
Grade II
Grade III
Grade III
Grade IV
Tabel 2. Stage Grouping Stage IA
T1a
N0, Nx
M0
T1b
N0, Nx
M0
T2a
N0, Nx
M0
T2b
N0, Nx
M0
T1a
N0, Nx
M0
T1b
N0, Nx
M0
Stage IIB
T2a
N0, Nx
M0
Stage IIIB
T2b
N0, Nx
M0
Stage IV
Any T
N1
M0
Any grade
Any T
Any N
M1
Any grade
Stage IB
Stage IIA
Keterangan : 1
Primary Tumor
Tx
Primary tumor canot be assessed
T0
No evidence of primary tumor
T1
Tumor 5 cm or less in greatest dimension
T1a
Superficial tumor
T1b
Deep tumor
T2
Tumor more than 5 cm in greatest dimension
T2a
Superficial tumor
T2b
Deep tumor
N
Regional Lymph Nodes
Nx
Regional lymph nodes cannot be assessed
N0
No regional lymph node metastasis
Low grade
High Grade
N1
Regional lymph node metastasis
M
Distant metastasis
Mx
Distant metastasis cannot be assessed
M0
No distant metastasis
M1
Distant metastasis
1.4 Fatofisiologi Fibrosarkoma dapat terjadi akibat pengaruh paparan radiasi dari lingkungan yang mengakibatkan terjadinya translokasi kromosom pada sekitar 90% kasus. x-radiation dan gamma radiation paling berpotensi menyebabkan kerusakan jaringan. Ionisasi radiasi menyebabkan terjadinya perubahan genetik yang meliputi mutasi gen, mutasi mini-satellit( perubahan jumlah DNA sequences), formasi mikronukleus ( tanda kehilangan atau kerusakan kromosom), aberasi kromosomal (struktur dan jumlahnya), perubahan ploidi (jumlah dan susunan kromosom), DNA stand breaks dan instabilitas kromosom. Ionisasi radiasi mempengaruhi semua fase dalam siklus sel, namun fase G2 merupakan yang paling sensitif.
Sepanjang hidup sel pada sumsum tulang, mukosa usus, epitelium testikular seminuferus, folikel ovarium rentan mengalami trauma dan sebagai akibatnya akan selalu mengalami proses mitosis. Iradiasi selama proses mitosis mengakibatkan aberasi kromosomal. Tingkat kerusakan bergantung pada intensitas, durasi, dan kumulatif dari radiasi. DNA dapat mengalami kerusakan secara langsung maupun tidak langsung melalui interaksi dengan reactive products yang berupa radikal bebas. Pengamatan terhadap kerusakan DNA diduga sebagai hasil perbaikan DNA atau sebagai akibat dari replikasi yang salah. Perubahan ekspresi gen memicu timbulnya suatu tumor. Sebagai akibat paparan x-radiation dan gamma radiation sangat kuat berkorelasi terhadap timbulnya keganasan atau kanker. Kerusakan DNA yang dimanifestasikan
dalam bentuk translokasi kromosom gen COL1A1 pada kromosom 17 dan gen platelet-derived growth factor B pada kromosom 22 mengakibatkan terjadinya keganasan pada jaringan fibrous. Perubahan fibrosarkoma dicirikan dengan pertumbuhan pola herringbone yang nampak pada klasik fibrosarkoma.
1.5 Pemeriksaan penunjang a. Foto Rontgen Foto rontgen biasanya tampak massa isodens berlatar belakang bayangan otot. Selain itu juga bisa menunjukkan reaksi tulang akibat invasi tumor. b. Jaringan lunak seperti destruksi, reaksi periosteal atau remodeling tulang. c. Ultrasonografi Pada pemeriksaan tumor jaringan lunak, ultrasonografi memiliki dua peran utama yaitu dapat membedakan tumor kistik atau padat dan mengukur besarnya tumor. d. CT-scan Kasus fibrosarkoma pemeriksaan CT-scan biasanya digunakan untuk klasifikasi dan osifikasi serta melihat metastase tumor di tempat lain. e. MRI MRI
merupakan
modalitas
diagnostik
terbaik
untuk
mendeteksi,
karakterisasi, dan menentukan stadium tumor. MRI mampu membedakan jaringan tumor dengan otot di sekitarnya dan dapat menilai bagian yang terkena pada komponen neurovaskuler yang penting dalam limb salvage surgery.
MRI
juga
bisa
digunakan
untuk
mengarahkan
biopsi,
merencanakan teknik operasi, mengevaluasi respon kemoterapi, penentuan ulang stadium, dan evaluasi jangka panjang terjadinya kekambuhan lokal. f. Biopsi Dengan core-needle biopsy atau fine-needle aspiration dilakukan untuk menegakkan diagnosis
1.6 Komplilasi Pada penderita fibrosarkoma dengan lesi medula high grade harapan hidup selama 5 tahun mendekati 30% sedangkan pada penderita fibrosarkoma di permukaaan tubuh dan derajat rendah harapan hidup selama 5 tahun ke depan 50-80%.
Faktor lain yang berhubungan dengan usia harapan hidup yang buruk adalah usia >40 tahun, tumor primer di axial skeleton, lesi eksentris, dan stadium penyakit saat ditemukan. Tidak ada data kondusif yang dapat membedakan antara tumor primer dan tumor skunder.
1.7 Penatalaksanaan Surgical resection dengan wide margins adalah penatalaksanaan yang biasa dilakukan. Pada fibrosarkoma dengan low grade operasi biasanya adekuat, meskipun kekambuhan lokal terjadi dalam 11% pada pasien. Sedangkan pada fibrosarkoma dengan high grade sering membutuhkan preoperatif atau anjuvant chemotherapi setelah operasi untuk memenuhi kelangsungan hidup.
Kemoterapi merupakan hal yang kontroversial namun
kemoterapi baik
digunakan dalam lesi tulang.
Dalam penatalaksanaan fibrosarkoma
pada ekstremitas kadang diperlukan
amputasi untuk menciptakan margin yang aman tetapi dengan pertimbangan berupa : a. Massa jaringan lunak luas dan atau dengan adanya keterlibatan kulit b. Keterlibatan arteri atau nervus utama c. Keterlibatan tulang yang luas yang mengharuskan whole bone resection d. Rekuren tumor yang sebelumnya sudah di radiasi adjuvant. Pendekatan baru pada fibrosarkoma yaitu pengangkatan dengan pembedahan dengan mengisolasi dan disambung ke sirkuit ekstrakorporal dengan pengaturan suhu dan oksigenasi.
1.8 Pathway
Radiasi : perubahan genetik
Fraktur tulang, penyakit paget, dan operasi patah tulang
karena hilangnya sel, poin mutasi, dan translokasi kromosom
Sel tumor menginvasi jaringan lunak
Fibrosarkoma
Respon osteoblastik (Pembentukan tulang)
Respon osteolitik
Destruksi tulang
Penimbunan periosteom tulang yang baru dekat tempat lesi terjadi
Penghancuran tulang lokal
Terjadi pertumbuhan tulang yang abortif
Osteoporosis
Fraktur
Kerusakan integritas kulit
Penambahan massa tulang
Pembedahan n
Hambatan mobilitas fisik
Resiko Infeksi
Nyeri
2. Rencana asuhan klien denganfibrosarkoma 2.1 Pengkajian : - Lakukan pengkajian fisik Dapatkan riwayat kesehatan dengan perhatian khusus pada keluhan samar (mis, keletihan, nyeri pada ekstremitas, berkeringat malam, sakit kepala, dan malaise umum), bukti gangguan yang tidak hilang, masalah parenta - Bantu prosedur diagnostik dan pengujian, mis., pemeriksaan darah dan urin, radiologi, pungsi lumbal, teknik pencitraan, biopsy, aspirasi sumsum tulang - Kaji kemampuan koping keluarga dan system pendukung - Lihat juga rencana keperawatan untuk kanker khusus
2.2 Diagnosa Keperawatan : 1. Nyeri akut berhubungan dengan proses patologik dan pembedahan (amputasi). 2. Hambatan
mobilitas
fisik
yang
berhubungan
dengan
kerusakan
muskuluskletal, nyeri, dan amputasi. 3. Kerusakan integritas kulit atau jaringan berhubungan dengan penekanan pada daerah tertentu dalam waktu yang lama. 4. Resiko infeksi berhubungan dengan fraktur terbuka kerusakan jaringan lunak.
2.3 Intervensi Keperawatan Nyeri akut berhubungan dengan proses patologik dan pembedahan (amputasi). Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3 x 24 jam masalah nyeri akut teratasi seluruhnya. Kriteria Hasil : a. Klien mengatakan nyeri hilang dan terkontrol, b. Klien tampak rileks, tidak meringis, dan mampu istirahat/tidur dengan tepat, c. Tampak memahami nyeri akut dan metode untuk menghilangkannya, dan d. Skala nyeri 0-2. Intervensi:
1. Catat dan kaji lokasi dan intensitas nyeri (skala 0-10). Selidiki perubahan karakteristik nyeri. R / : Untuk mengetahui respon dan sejauh mana tingkat nyeri pasien. 2. Berikan tindakan kenyamanan (contoh ubah posisi sering, pijatan lembut). R / : Mencegah pergeseran tulang dan penekanan pada jaringan yang luka. 3. Berikan sokongan (support) pada ektremitas yang luka. R / : Peningkatan vena return, menurunkan edema, dan mengurangi nyeri. 4. Berikan lingkungan yang tenang. R / : Agar pasien dapat beristirahat dan mencegah timbulnya stress. 5. Kolaborasi dengan dokter tentang pemberian analgetik, kaji efektifitas dari tindakan penurunan rasa nyeri. R / : Untuk mengurangi rasa sakit / nyeri.
Hambatan mobilitas fisik yang berhubungan dengan kerusakan muskuluskletal, nyeri, dan amputasi. Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3 x 24 jam masalah kerusakan mobillitas fisik teratasi seluruhnya. Kriteria Hasil : 1. Pasien menyatakan pemahaman situasi individual, program pengobatan, dan tindakan keamanan, 2. Pasien tampak ikut serta dalam program latihan / menunjukan keinginan berpartisipasi dalam aktivitas, 3. Pasien menunjukan teknik / perilaku yang memampukan tindakan beraktivitas, dan 4. Pasien tampak mempertahankan koordinasi dan mobilitas sesuai tingkat optimal.
Intervensi : 1. Kaji tingkat immobilisasi yang disebabkan oleh edema dan persepsi pasien tentang immobilisasi tersebut. R /: Pasien akan membatasi gerak karena salah persepsi (persepsi tidak proporsional).
2. Dorong partisipasi dalam aktivitas rekreasi (menonton TV,membaca koran dll ). R / : Memberikan kesempatan untuk mengeluarkan energi, memusatkan perhatian, meningkatkan perasaan mengontrol diri pasien dan membantu dalam mengurangi isolasi sosial. 3. Anjurkan pasien untuk melakukan latihan pasif dan aktif pada yang cedera maupun yang tidak. R / : Meningkatkan aliran darah ke otot dan tulang untuk meningkatkan tonus otot, mempertahankan mobilitas sendi, mencegah kontraktur / atropi dan reapsorbsi Ca yang tidak digunakan. 4. Bantu pasien dalam perawatan diri. R / : Meningkatkan kekuatan dan sirkulasi otot, meningkatkan pasien dalam mengontrol situasi, meningkatkan kemauan pasien untuk sembuh. 5. Berikan diit Tinggi protein Tinggi kalori , vitamin , dan mineral. R / : Mempercepat proses penyembuhan, mencegah penurunan BB, karena pada immobilisasi biasanya terjadi penurunan BB. 6. Kolaborasi dengan bagian fisioterapi. R / : Untuk menentukan program latihan.
Kerusakan integritas kulit atau jaringan berhubungan dengan penekanan pada daerah tertentu dalam waktu yang lama. Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3 x 24 jam masalah kerusakan integritas kulit / jaringan teratasi seluruhnya. Kriteria Hasil : Klien Menunjukkan prilaku / tehnik untuk mencegah kerusakan kulit tidak berlanjut. Intervensi : 1. Kaji adanya perubahan warna kulit. R / : Memberikan informasi tentang sirkulasi kulit. 2. Pertahankan tempat tidur kering dan bebas kerutan. R / : Untuk menurunkan tekanan pada area yang peka resiko kerusakan kulit lebih lanjut.
3. Ubah posisi dengan sesering mungkin. R / : Untuk mengurangi tekanan konstan pada area yang sama dan meminimalkan resiko kerusakan kulit. 4. Beri posisi yang nyaman kepada pasien. R / : Posisi yang tidak tepat dapat menyebabkan cedera kulit / kerusakan kulit. 5. Kolaborasi dengan tim kesehatan dan pemberian zalf / antibiotic. R / : Untuk mengurangi terjadinya kerusakan integritas kulit.
Resiko infeksi berhubungan dengan fraktur terbuka kerusakan jaringan lunak. Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3 x 24 jam masalah resiko infeksi tidak terjadi. Kriteria Hasil : 1. Tidak ada tanda-tanda Infeksi, 2. Leukosit dalam batas normal, dan 3. Tanda-tanda vital dalam batas normal. Intervensi : 1. Kaji keadaan luka (kontinuitas dari kulit) terhadap adanya: edema, rubor, kalor, dolor, fungsi laesa. R/ : Untuk mengetahui tanda-tanda infeksi. 2. Anjurkan pasien untuk tidak memegang bagian yang luka. R/ : Meminimalkan terjadinya kontaminasi. 3. Rawat luka dengan menggunakan tehnik aseptic R/ : Mencegah kontaminasi dan kemungkinan infeksi silang. 4. Mewaspadai adanya keluhan nyeri mendadak, keterbatasan gerak, edema lokal, eritema pada daerah luka. R/ : Merupakan indikasi adanya osteomilitis. 5. Kolaborasi pemeriksaan darah : Leukosit R/ : Leukosit yang meningkat artinya sudah terjadi proses infeksi.
DAFTAR PUSTAKA
Helmi, Zirin. 2012. Buku Ajar Gangguan Muskuloskeletal. Jakarta : Salemba Medika Cance, L. Mc. Kathrya, Sue E. Huether, Valentina L. Brashers, et al. 2010. Fibrosarcoma. Pathophysiology The Biologic for Disease in Adultd and Children. 6th Edition. Canada: Mosby Elsevier. pp : 1591. Cance, L.Mc. Kathrya, Sue E. Huether, Valentina L. Brashers, et al. 2010. Ionizing Radiation. Pathophysiology The Biologic for Disease in Adultd and Children. 6th Edition. Canada: Mosby Elsevier. pp : 73-75. Wong, Sandra L. 2008. Diagnosis and Management of Desmoid Tumors and Fibrosarcoma. Journal of Surgical Oncology. Vol 97. University of Michigan. pp : 554-558. Sriwibowo, Kun. 2005. Akurasi Biopsi Aspirasi Jarum Halus sebagai Sarana dalam Menegakkan diagnosa Neoplasma Ganas Jaringan Lunak. Bagian Ilmu Bedah Fakultas Kedokteran Universitas Diponegoro. Semarang. pp : 5-10 Devita, Vincent T, Samuel Hellman, Steven A. Rosenberg. 1987. Malignant Bone Tumor. Cancer Principles & Practice of Oncology. 5th Edition. United State of America: Lippincott-Raven Publishers. pp: 1816-1844. R. Sjamsuhidajat, Wim de Jong. 2007. Tumor Jaringan Lunak. Buku Ajar Ilmu Bedah. Jakarta: EGC. pp : 1034-1036 Krygier, Jeffrey. E, Valerae Lewis. 2009. Fibrosarcoma of Bone: Review of A Rare Primary Malignancy of Bone. San Jose.
Banjarmasin, Agustus 2017. Preseptor Akademik
Preseptor Klinik
(...............................................)
(..............................................)