LP Fistula Enterokutan Anisa Nuri K [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

LAPORAN PENDAHULUAN ASUHAN KEPERAWATAN KLIEN DENGAN FISTULA ENTEROKUTANEUS DI RUANG DAHLIA RSUD BANYUMAS



Disusun oleh: Anisa Nuri Kurniasari 15/390621/KU/18342



PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS GADJAH MADA YOGYAKARTA 2016Konsep Dasar Fistel Enterokutaneus



A. DEFINISI Fistula Enterokutaneus atau Enterocutaneus Fistula (ECF) adalah adanya hubungan abnormal yang terjadi antara dua pemukaan berepitel yaitu antara saluran cerna dengan kulit, baik antara usus halus dengan kulit maupun usus besar dengan kulit. Hubungan antara kedua permukaan tersebut sebagian besar berupa jaringan granulasi. Fistula enterokutaneus merupakan komplikasi yang biasanya terlihat setelah operasi di usus kecil atau besar. Tingkat kematian pada fistula ini adalah mulai dari 5-20%, karena sepsis, kelainan nutrisi, dan ketidakseimbangan elektrolit. ECF adalah kondisi umum di sebagian bangsal bedah umum. Selama beberapa dekade terakhir, perbaikan dalam pengelolaan ECF telah mengakibatkan penurunan bertahap dalam angka kematian. Morbiditas pasien dengan ECF terkait dengan prosedur pembedahan atau penyakit primernya menjadi meningkat sehingga mempengaruhi kualitas hidup pasien, memperpanjang tinggal di rumah sakit, dan meningkatkan biaya keseluruhan untuk pengobatan. Dengan memahami patofisiologi serta faktor risikonya dapat membantu untuk mengurangi terjadinya fistula ini. Selain itu, pedoman pengobatan mapan untuk lesi ini, bersama dengan beberapa pilihan pengobatan baru, akan membantu dokter untuk mencapai hasil yang lebih baik pada pasien dengan fistula enterokutaneus.



B. EPIDEMIOLOGI Enterocutaneous fistula (ECFs) dapat terjadi sebagai komplikasi dari semua jenis operasi pada saluran pencernaan. Lebih dari 75% dari semua ECF timbul sebagai komplikasi pasca operasi, sementara sekitar 15-25% dari mereka hasil dari trauma abdomen atau terjadi secara spontan dalam kaitannya dengan kanker, iradiasi, penyakit usus inflamasi, atau kondisi iskemik atau infeksi. C. ETIOLOGI Berdasarkan atas penyebabnya, maka fistel dikelompokkan menjadi tiga bagian, yaitu: 1. Congenital ; jenis fistel ini terbentuk sejak lahir, contohnya fistel duodenocolic. 2. Spontan : jenis fistel ini biasanya terbentuk sebagai hasil perjalanan kronis suatu penyakit. Penyakit yang bisa menimbulkan fistel yakni Chrown disease, TB , divertikel, abses, perforasi local, radiasi dan enteritis. 3. Aquaired/ didapat : fistel ini terbentuk karena kesalahan dalam tindakan pembedahan misalnya dalam operasi anastomosis, drainase abses.



Fistula enterokutaneous dapat disebabkan oleh pasca operasi, trauma, atau spontan. Kebanyakan fistula terjadi oleh karena infeksi pada rongga perut, kanker ataupun lisis dari anastomosis saluran cerna dan radiasi. Pada sebagian kasus dapat terjadi spontan



enterokutaneus fistel



pada



kasus



appendiktomi patofisiologi dapat terjadi oleh karena adanya mikroperforasi yang menyebabkan adanya koleksi abses yang selanjutnya menjadi fistel. Berdasarkan proses terjadinya 2 jenis : 1. Spontan Penyebab:  Inflamatory Bowel Disease ( 5% -50%)  Radiasi (5% - 10%)  Keganasan ( 2% -15%)  Divertikulitis  Apendisitis 2. Komplikasi pasca operasi ( 70 – 95 % )  Operasi keganasan saliran cerna, inflammatory bowel disease dan adhesiolisis  Faktor predisposisi : leakage anastomosis, abses, obstruksi pada distal  Pasca apendektomi sering terjadi akibat penyakit yang mendasarinya Tb, IBD(inflamatory bowel diseases). Sebab lain: erosi sekum atau nekrosis sekum Faktor anatomi yang mengakibatkan kecil kemungkinan menutup spontan antara lain:       



Abses yang besar Defek dinding usus > 1 cm Intestinal discontinuity Obstruksi distal Penyakit usus di sebelahnya Panjang trak < 2 cm Trak yang pendek bukan kendala







tidak tumbuh ke permukaan Bila epitel tumbuh ke permukaan, seperti enterostomy (tidak akan menutup spontan)



untuk menutup bila epitel usus



D. PATOFISIOLOGI Salah satu penyebab terbentuknya fistel enterokutaneus adalah chrown disease. Pada penyakit Chrown, terjadi inflamasi kronis dan subakut yang meluas ke seluruh lapisan dinding usus dari mukosa usus, ini disebut juga transmural. Pembentukan fistula,fisura dan abases terjadi terjadi sesuai luasnya inflamasi ke dalam peritoneum. Jika proses inflamasi terus berlanjut maka saluran abnormal yang terbentuk bisa mencapai kutan (kulit) abdomen sehingga terbentuklah fistel enterokutaneus. Lesi (ulkus) tidak pada kontak terus-menerus satu sama lain dan dipisahkan oleh jaringan normal. Pada kasus lanjut, mukosa usus mengalami penebalan dan menjadi fibrotic dan akhirnya lumen usus menyempit. E. KLASIFIKASI Fistula enterokutan diklasifikasikan berdasarkan output yang dihasilkan dalam satuan mililiter setiap 24 jam. a. Low Output sebanyak 200ml dalam 24 jam, pada umumnya berasal dari usus kecil b. Moderate Output >200 – 500 ml dalam 24 jam c. High d. Output >500 ml dalam 24 jam, pada umunya berasal dari usus besar



F. MANIFESTASI KLINIK Penyempitan lumen usus mempengaruhi kemampuan usus untuk mentranspor produk dari pencernaan usus atas melalui lumen terkonstriksi dan akhirnya mengakibatkan nyeri abdomen berupa kram. Karena peristaltic usus dirangsang oleh makanan, maka nyeri biasanya timbul setelah makan. Untuk menghindari nyeri ini, maka sebagian pasien cenderung untuk membatasi masukan makanan, mengurangi



jumlah dan jenis makanan sehingga kebutuhan nutrisi normal tidak terpenuhi. Akibatnya penurunan berat badan, malnutrisi, dan anemia sekunder. Selain itu, pembentukan ulkus di lapisan membrane usus dan ditempat terjadinya inflamasi, akan menghasilkan rabas pengiritasi konstan yang dialirkan ke kolon dari usus yang tipis, bengkak, yang menyebabkan diare kronis. Kekurangan nutrisi juga bisa terjadi karena gangguan pada absorbs. Akibanya adalah individu menjadi kurus karena masukan makanan tidak adekuat dan cairan hilang secara terusmenerus. Pada beberapa pasien, usus yang terinflamasi dapat mengalami demam dan leukositosis. Pada pasien post operasi, fistula enterokutan dapat diidentifikasi dengan drainase isi usus. Pasien dengan fistula enterokutan terdiagnosis pada hari ke lima atau keenam pasca operasi, dengan gejala demam, illeus yang menetap, dan abses luka operasi. Apabila dilakukan drainase abses, demam akan menghilang. Dalam waktu 24 jam, fistula akan tampak jelas dan tampak isi usus yang keluar dari luka operasi.



G. PEMERIKSAAN PENUNJANG Dengan penggunaan CT scan dan MRI, maka dapat menunjukkan adanya penebalan dinding usus dan fistula saluran. Hitung darah dapat dilakukan untuk mengkaji hematokrit dan kadar hemoglobin yang biasanya menurun serta hitung sel darah putih yang biasanya mengalami peningkatan. laju sedimentasi biasanya akan meningkat. Kadar albumin dan protein juga mengalami penurunan. Penurunan nilai albumin dan protein ini dapat menjadi indicator pertanda malnutrisi. H. PENATALAKSANAAN 1. Non operative management: Jika fistula merupakan akibat dari karsinoma, tuberculosis, penyakit Crohn atau colitis, maka penyakit primer harus diterapi dengan tepat agar lesi ini sembuh. Kebanyakan ahli bedah menolak melakukan operasi anorectum pada pasien dengan penyakit peradangan usus, karena kekambuhan lokal dan kegagalan



penyembuhan luka. Hal lain yang dapat dilakukan adalah mengurangi jumlah output fistula, dengan cara:  Pemasangan nasogatric tube (NGT)  Pemberian antagonis H2 atau proton pump inhibitor (PPI)  Drainase abses  Koreksi keseimbangan cairan, elektrolit, dan nutrisi  Pemberian antibiotik spektrum luas  Penggunaan somastostatin atau octreotide untuk menghambat sekresi gaster, pankreas, sistem bilier, dan usus 2. Terapi bedah : Fistulektomi (eksisi saluran fistula) adalah prosedur yang dianjurkan. Usus bawah dievakuasi secara seksama dengan enema yang diprogramkan. Selama pembedahan saluran sinus diidentifikasi dengan memasang alat ke dalamnya atau dengan menginjeksi saluran dengan larutan biru metilen. Fistula didiseksi ke luar atau dibiarkan terbuka, dan insisi lubang rektalnya mengarah keluar. Luka diberi tampon dengan kassa. Komplikasi :  Sepsis  Gangguan cairan dan elektrolit  Nekrosis pada kulit  Malnutrisi Tabel fase pengobatan pada fistula enterocutanus Phase 1.



Recognition



stabilization



Time Course and 24–48 hours



Primary goals Correct fluid and electrolyte imbalances Drainage



of



intra-abdominal



abscesses Control of sepsis Control of fistula drainage Ensure adequate skin care Aggressive nutritional support



Phase



Time Course



Primary goals



2. Investigation



after 7–10 days



Determine anatomy and fistula characteristics



3. Decision



up to 4–6 weeks



Determine



likelihood



of



spontaneous closure Plan course of therapy 4. Definitive therapy



after 4–6 weeks or if Closure of fistula closure is unlikely Reestablish



gastrointestinal



continuity Secure closure of abdomen 5. Healing



5–10 days after closure Ensure onward



adequate



nutritional



support Transition to oral intake



I. ASUHAN KEPERAWATAN 1. Pengkajian Keperawatan Riwayat kesehatan diambil untuk mengidentifikasi awitan, durasi dan karakteristik nyeri abdomen, adanya diare atau dorongan fekal, mual, anoreksia atau penurunan berat badan dan riwayat keluarga tentang penyakit usus inflamasi. Pengkajian pola eliminasi usus mencakup karakter, frekuensi dan adanya darah, pus, lemak, atau mucus. Alergi penting untuk dokumnetasi, khususnya intoleransi usus atau lactose. Pasien menunjukkan gangguan pola tidur bila diare atau nyeri terjadi padamalam hari. Pengkajian objektif mencakup auskultasi abdomen terhadap bising usus dan karakteristiknya, palpasi abdomen terhadap distensi, nyeri tekan, atau nyeri dan inspeksi kulit terhadap bukti adanya saluran fistula atau gejala dehidrasi. Feses di inspeksi terhadap adanya darah dan mucus. Gejala paling utama adalah nyeri intermitten yang terjadi pada diare tetapi tidak hilang setelah defekasi. Nyeri pada



daerah periumbilikal biasanya menunjukkan keterlibatan ileum terminalis (Brunner & Suddarth, 2002). 2. Diagnosa Keperawatan 1. Nyeri akut 2. Resiko infeksi 3. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh\ 4. Diare 5. Cemas



DAFTAR PUSTAKA Bulecheck, G.M., Butcher, H.K., Dochterman, J.M. 2008. Nursing Intervention Classification (NIC), 5th edition. United States: Mosby. Sabiston, Buku Ajar Ilmu Bedah, bagian I, cetakan ke-dua, EGC, Jakarta,1995. Henry MM, Thompson JN , 2005, Principles of Surgery, 2 nd edition, Elsevier Saunders, page 431-445. Herdman, T.H. 2009. Nursing Diagnoses: Definition and Calssification 2009-2012. Philadelpia: Wiley-Blackwell. Moorhead, S., Johnson, M., Mass, M.L., Swanson, E. 2008. Nursing Outcomes Classification (NOC), 4th edition. United States: Mosby. Sjamsuhidayat R, Wim de Jong, 2005, Buku Ajar Ilmu Bedah, Edisi 2,Jakarta, EGC, Hal: 683-684. Reksoprodjo S, Pusponegoro AD, Kartono D, Hutagalaung EU, Sumardi R,Lutfia C, Ramli M, Rachmat KB, Dachlan M, Kumpulan Kuliah Ilmu Bedah Bagian Bedah Staf Pengajar Fakultas Kedokteran, Universitas Indonesia,1995, Jakarta: Binarupa Aksara Hal: 364-365. Schwartz, Shires, Spencer, Intisari Prinsip-prinsip Ilmu Bedah, Edisi 6, EGC,Jakarta, Hal : 554.