LP Fraktur Phalanx - Ni Putu Hepina Tresnayanti [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

LAPORAN PENDAHULUAN ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN DENGAN FRAKTUR PHALANX



Oleh : NI PUTU HEPINA TRESNAYANTI NIM. 219012658



PROGRAM STUDI PROFESI NERS SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN WIRA MEDIKA BALI DENPASAR 2022



A. KONSEP DASAR PENYAKIT 1. Definisi 1) Fraktur adalah patah tulang, biasanya disebabkan oleh trauma atau tenaga fisik (Nurarif, 2015). 2) Fraktur adalah terputusnya tulang dan ditentukan sesuai jenis dan luasnya (Smeltzer, 2013). 3) Fraktur adalah setiap retak atau patah pada tulang yang utuh. Kebanyakan fraktur disebabkan oleh trauma dimana terdapat tekanan yang berlebihan pada tulang, baik berupa trauma langsung dan trauma tidak langsung (Mansjoer, 2013). 4) Fraktur adalah hilangnya kontinuitas tulang, tulang rawan, baik yang bersifat total maupun sebagain (Helmi, 2014). 5) Fraktur phalanx adalah terputusnya hubungan tulang jari-jari tangan yang disebabkan oleh trauma langsung pada tangan (Helmi, 2014). Fraktur phalanx merupakan cedera yang paling sering menyebabkan gangguan fungsional pada tangan. Berdasarkan hal tersebut dapat disumpulkan bahwa fraktur adalah patah atau terputusnya kontinuitas pada tulang atau tulang rawan yang biasanya disebabkan oleh ruda paksa / trauma langsung ataupun trauma tidak langsung disertai dengan luka sekitar jaringan lunak, kerusakan otot, rupture tendon, kerusakan pembuluh darah, dan luka organ tubuh yang ditentukan sesuai jenis dan luasnya. 2. Epidemiologi Data dari World Health Organization (WHO) mencatat pada tahun 2011-2012 terdapat 5,6 juta orang meninggal dunia dan 1,3 juta orang menderita fraktur akibat kecelakaan lalu lintas. Menurut data Riskesdas 2007 prevalensi fraktur di Indonesia sebanyak 4,5 persen dan riskesdas 2013 sebanyak 5,8 persen. Tidak hanya pada prevalensi fraktur di Indonesia yang mengalami peningkatan, Jawa Tengah juga mengalami peningkatan prevalensinya, hal ini dibuktikan dengan hasil Riskesdas 2007 adalah 4,7 persen. Sedangkan menurut Riskesda 2013, sebesar 6,2 persen.



3. Etiologi Menurut Helmi (2014), adapun penyebab fraktur yaitu: 1) Trauma langsung (direct): adanya benturan langsung pada jaringan tulang seperti kecelakaan lalu lintas, jatuh dari ketinggian, dan benturan benda keras oleh kekuatan langsung. 2) Trauma tidak langsung (indirect): disebabkan oleh benturan langsung, tapi lebih disebabkan oleh adanya beban yang berlebihan pada jaringan tulang atau otot, seperti pada olahragawan atau pesenam yang menggunakan hanya satu tangannya untuk menumpu beban badannya. 3) Trauma



patologis:



karena



adanya



kelainan/penyakit



yang



menyebabkan kelemahan pada tulang (infeksi, tumor, kelainan bawaan) dan dapat terjadi secara spontan atau akibat trauma ringan. 4. Patofisiologi Fraktur gangguan pada tulang biasanya disebabkan oleh trauma langsung, trauma tidak langsung, dan trauma patologis. Terputusnya kontinuitas jarigan tulang baik itu fraktur terbuka/tertutup, mengakibatkan pergeseran frakmen tulang sehingga otot mengalami spasme menyebabkan peningkatan tekanan kapiler merangsang pelepasan histamine sehingga protein plasma hilang dan terjadi penurunan aliran arteri dan /atau vena mengakibatkan edema sehingga terjadi penekanan pada pembuluh darah dan memunculkan diagnosa keperawatan yaitu perfusi perifer tidak efektif. Fraktur terbuka atau tertutup menyebabkan cedera sel yang akan mengenai serabut saraf dan merangsang peningkatan pelepasan mediator kimia (prostaglandin, histamin, dan bradikinin) sehingga terjadi nyeri, selain itu karena



pembedahan



juga



menyebabkan



trauma



dan



merangsang



peningkatan pelepasan mediator kimia (prostaglandin, histamin, dan bradikinin) menyebabkan nyeri dan muncul diagnosa keperawatan yaitu nyeri akut. Terputusnya kontinuitas jaringan tulang mengakibatkan pergeseran frakmen tulang sehingga kehilangan Integritas sruktur tulang menyebabkan deformitas, selain itu post operasi juga mengakibatkan keterbatasan dalam pergerakan sehingga kekutan otot menurun dan muncul diagnosa keperawatan yaitu gangguan mobilitas fisik. Pergeseran



frakmen tulang mengakibatkan laserasi kulit dan muncul diagnosa keperawatan yaitu gangguan integritas kulit. Proses pembedahan juga mengakibatkan terjadinya luka post operasi sehingga merusak jaringan dan merobek kulit, ada celah masuk bagi kuman dan dapat terjadinya infeksi dan muncul diagnosa keperawatan yaitu risiko infeksi. Fraktur gangguan pada tulang yang menyebabkan terputusnya kontinuitas jaringan tulang sehingga mengakibatkan si penderita mengalami krisis situasional dan muncul diagnosa keperawatan yaitu Ansietas, karena terputusnya kontinuitas jaringan tulang bisa mengalami fraktur terbuka sehingga memunculkan diagnosa keperawatan yaitu Risiko perdarahan. Saat proses pembedahan di tahap prosedur anastesi untuk tindakan ORIF/pemasangan Gips yang terlalu kuat dapat menyebabkan komplikasi kompartemen syndrome.



5. Pathway Trauma Tidak Langsung



Trauma Langsung



Trauma Patologis



Fraktur Krisis situasional Ansietas



Terbuka



Risiko Perdarahan



Deranulasi sel mast



Tertutup



Pergeseran frakmen tulang



Kehilangan integritas sruktur tulang



Spasme Otot Peningkatan tekanan kapiler Pelepasan histamin



Deformitas



Laserasi kulit Gangguan Integritas Kulit



Gangguan Mobilitas Fisik



Pelepasan mediator kimia (prostaglandin, histamine dan bradikinin) Nyeri, sikap melindungi area nyeri Nyeri akut



Protein plasma hilang Penurunan aliran arteri dan / atau vena



Pembedahan



Cedera sel



Terputusnya kontiunitas jaringan tulang



Edema



Penekanan pembuluh darah



Perfusi Perifer Tidak Efektif



Post operasi Keterbatasan dalam pergerakan Kekuatan otot menurun Gangguan Mobilitas Fisik



Trauma Pelepasan mediator kimia (prostaglandin, histamine dan bradikinin) Nyeri, sikap melindungi area nyeri



Luka post operasi Merusak jaringan dan merobek kulit Port de entry kuman



Nyeri akut Risiko Infeksi



6. Klasifikasi Klasifikasi fraktur secara umum : 1. Berdasarkan tempat (Fraktur humerus, tibia, clavicula, ulna, radius, cruris, metakarpal, phalanx dst). 2. Berdasarkan komplit atau ketidak komplit fraktur: a. Fraktur komplit (garis patah melalui seluruh penampang tulang atau melalui kedua korteks tulang). b. Fraktur tidak komplit (bila garis patah tidak melalui seluruh garis penampang tulang). 3. Berdasarkan bentuk dan jumlah garis patah: a. Fraktur Komunitif: fraktur dimana garis patah lebih dari satu dan saling berhubungan. b. Fraktur Segmental: fraktur dimana garis patah lebih dari satu tapi tidak berhubungan. c. Fraktur Multiple: fraktur dimana garis patah lebih dari satu tapi tidak pada tulang yang sama. 4. Berdasarkan sifat fraktur (luka yang ditimbulkan). 1) Fraktur Tertutup (Closed), bila tidak terdapat hubungan antara fragmen tulang dengan dunia luar, disebut juga fraktur bersih (karena kulit masih utuh) tanpa komplikasi. Pada fraktur tertutup ada klasifikasi tersendiri yang berdasarkan keadaan jaringan lunak sekitar trauma, yaitu: 1. Tingkat 0: fraktur biasa dengan sedikit atau tanpa cedera jaringan lunak sekitarnya. 2. Tingkat 1: fraktur dengan abrasi dangkal atau memar kulit dan jaringan subkutan. 3. Tingkat 2: fraktur yang lebih berat dengan kontusio jaringan lunak bagian dalam dan pembengkakan. 4. Tingkat 3: cedera berat dengan kerusakan jaringan lunak yang nyata dan ancaman sindroma kompartement.



2) Fraktur Terbuka (Open/Compound), bila terdapat hubungan antara fragmen tulang dengan dunia luar karena adanya perlukaan kulit. Fraktur terbuka dibedakan menjadi beberapa grade yaitu : a. Grade I : luka bersih, panjangnya kurang dari 1 cm. b. Grade II : luka lebih luas tanpa kerusakan jaringan lunak yang ekstensif. c. Grade III : sangat terkontaminasi, dan mengalami kerusakan jaringan lunak ekstensif. 7. Manifestasi klinis Menurut (Nurarif, 2015), adapun manifestasi klinis dari fraktur yaitu: 1) Nyeri 2) Pembengkakan dan perubahan warna lokal pada kulit 3) Peningkatan temperature lokal 4) Tidak dapat menggunakan anggota gerak 5) Deformitas (perubahan struktur lain dan bentuk) disebabkan oleh ketergantungan fungsional otot pada kestabilan otot. 6) Krepitasi, sering terjadi karena pergerakan bagian fraktur sehingga menyebabkan kerusakan jaringan sekitarnya. 7) Terdapat trauma (kecelakaan lalu lintas, jatuh dari ketinggian/jatuh dari toilet pada orang tua, kecelakaan kerja, trauma olahraga) 8) Gangguan fungsi anggota gerak, kelainan gerak. 8. Pemeriksaan penunjang 1) X.Ray dilakukan untuk melihat bentuk patahan atau keadaan tulang yang cedera. 2) Bone scans, Tomogram, atau MRI Scans, Arteriogram: dilakukan bila ada kerusakan vaskuler. 3) CCT jika banyak kerusakan otot. 4) Pemeriksaan Darah Lengkap (leukosit turun/meningkat akibat respon peradangan, Eritrosit dan Albumin turun, Hb, hematokrit sering rendah akibat perdarahan, Laju Endap Darah (LED) meningkat bila kerusakan jaringan lunak sangat luas. Pada masa penyembuhan Ca meningkat di



dalam darah, kreatinin (trauma otot meningkatkan beban kreatinin untuk ginjal), profil koagulasi (perubahan dapat terjadi pada kehilangan darah, transfusi, atau cedera hati) (Nurarif, 2015). 9. Penatalaksanaan Prinsip penanganan fraktur meliputi reduksi, imobilisasi dan pengembalian fungsi serta kekuatan normal dengan rehabilitasi (brunner& suddarth 2015). Reduksi fraktur berarti mengembalikan fragmen tulang pada kesejajarannya dan rotasi anatomis. Metode untuk mencapai reduksi fraktur adalah dengan reduksi tertutup, teraksi, dan reduksi terbuka. Metode yang dipilih untuk mereduksi fraktur bergantung pada sifat frakturnya. Mempertahankan dan megembalikan fragmen tulang, dapat dilakukan dengan reduksi dan mobilisasi. Pantau status neurovaskuler, latihan isometric, dan memotivasi klien untuk berpartisipasi dalam memperbaiki kemandirian dan harga diri (brunner& studdarth 2015). Prinsip penanganan fraktur dikenal dengan 4 R yaitu: 1. Rekognisi adalah menyangkut diagnosis fraktur pada tempat kejadian dan kemudian dirumah sakit 2. Reduksi adalah usaha dan tindakan memanipulasi fragmen-fragmen tulang yang patah sedapat mungkin untuk kembali seperti letak asalnya. 3. Retensi adalah aturan umum dalam pemasangan gips, yang dipasang untuk mempertahankan reduksi harus melewati sendi diatas fraktur dan dibawah fraktur 4. Rehabilitasi adalah pengobatan dan penyembuhan fraktur. Penatalaksanaan perawat adalah sebagai berikut: 1. Terlebih dahulu memperhatikan adanya perdarahan, syok dan penurunan kesadaran, baru periksa patah tulang. 2. Atur posisi tujuannya untuk menimbulkan rasa nyaman, mencegah komplikasi



3. Pemantauan neurocirculatory yang dilakukan setiap jam secara dini, dan pemantauan neurocirculatory pada daerah yang cidera adalah: a. meraba lokasi apakah masih hangat b. observasi colour c. menekan pada akar kuku dan perhatikan pengisian kembali kapiler d. tanyakan pada pasien mengenai rasa nyeri atau hilang sensasi pada lokasi cedera e. meraba lokasi cidera apakah pasien bisa membedakan rasa sensasi nyeri f. observasi apakah daerah fraktur bisa digerakkan. 4. Pertahankan kekuatan dan pergerakan 5. Mempertahankan kekuatan kulit 6. Meningkatkan gizi, makanan-makanan yang tinggi serat anjurkan intake protein 150-300gr/hari 7. Memperhatikan imobilisasi fraktur yang telah direduksi dengan tujuan untuk mempertahankan fragmen yang telah dihubungkan tetap pada tempatnya sampai sembuh. 10. Komplikasi Komplikasi fraktur menurut (Price, A dan L. Wilson, 2015) : 1. Malunion adalah suatu keadaan dimana tulang yang patah telah sembuh dalam posisi yang tidak pada seharusnya, membentuk sudut atau miring. 2. Delayed union adalah proses penyembuhan yang berjalan terus tetapi dalam kecepatan yang lebih lambat dari keadaan normal. 3. Nonunion patah tulang yang tidak menyambung kembali. 4. Compartment syndrome adalah suatu keadaan peningkatan tekanan yang berlebihan didalam satu ruangan yang disebabkan perdarahan massif pada suatu tempat. 5. Shock terjadi karena kehilangan banyak darah dan meningkatnya permeabilitas kapiler yang biasa menyebabkan menurunnya oksigen. Ini biasanya terjadi pada fraktur.



6. Fat embolisme syndrome tetesan lemak masuk kedalam pembuluh darah. Factor resiko terjadinya emboli lemak ada faktur meningkat pada laki-laki usia 20-40 tahun, usia 70-80 tahun. 7. Infeksi, system pertahan tubuh rusak bila ada trauma pada jaringan. Pada trauma orthopedic infeksi dimulai pada kulit (superfisial) dan masuk kedalam. Ini biasanya terjadi pada kasus fraktur terbuka, tapi bias juga karena penggunaan bahan lain dalam pembedahan seperti pin dan plat. 8. Avascular nekrosis pada umumnya berkaitan dengan aseptic atau nekrosis iskemia. 9. Reflek simphathethik dyshropy, hal ini disebabkan oleh hiperaktif system saraf simpatik abnormal syndrome ini belum banyak dimengerti. B. KONSEP DASAR ASUHAN KEPERAWATAN I. Pengkajian 1. Identitas Klien Meliputi nama, jenis kelamin, umur, alamat, agama, bahasa yang dipakai, status perkawinan, pendidikan, pekerjaan, asuransi, golongan darah, no. register, tanggal MRS, diagnosa medis. 2. Keluhan Utama Pada umumnya keluhan utama pada kasus fraktur adalah rasa nyeri. Nyeri tersebut bisa akut atau kronik tergantung dan lamanya serangan. Untuk memperoleh pengkajian yang lengkap tentang rasa nyeri klien digunakan: 



Provoking Incident: apakah ada peristiwa yang menjadi yang menjadi faktor presipitasi nyeri, Quality of Pain: seperti apa rasa nyeri yang dirasakan atau digambarkan klien. Apakah seperti terbakar, berdenyut, atau menusuk, Region : radiation, relief: apakah rasa sakit bisa reda, apakah rasa sakit menjalar atau menyebar, dan dimana rasa sakit terjadi.







Severity (Scale) of Pain: seberapa jauh rasa nyeri yang dirasakan klien, bisa berdasarkan  skala nyeri atau klien menerangkan seberapa jauh rasa sakit mempengaruhi kemampuan fungsinya, Time: berapa lama nyeri berlangsung, kapan, apakah bertambah buruk pada malam hari atau siang hari.



3. Riwayat Penyakit Sekarang Pengumpulan data yang dilakukan untuk menentukan sebab dari fraktur, yang nantinya membantu dalam membuat rencana tindakan terhadap klien. Ini bisa berupa kronologi terjadinya penyakit tersebut sehingga nantinya bisa ditentukan kekuatan yang terjadi dan bagian tubuh mana yang terkena. 4. Riwayat Penyakit Dahulu Pada pengkajian ini ditemukan kemungkinan penyebab fraktur dan memberi petunjuk berapa lama tulang tersebut akan menyambung. Penyakit-penyakit tertentu seperti kanker tulang dan penyakit paget’s yang menyebabkan fraktur patologis yang sering sulit untuk menyambung. Selain itu, penyakit diabetes dengan luka di kaki sangat beresiko terjadinya osteomyelitis akut maupun kronik dan juga diabetes menghambat proses penyembuhan tulang 5. Riwayat Penyakit Keluarga Penyakit keluarga yang berhubungan dengan penyakit tulang merupakan salah satu faktor predisposisi terjadinya fraktur, seperti diabetes, osteoporosis yang sering terjadi pada beberapa keturunan, dan kanker tulang yang cenderung diturunkan secara genetik. 6. Riwayat Psikososial Merupakan respons emosi klien terhadap penyakit yang dideritanya dan peran klien dalam keluarga dan masyarakat serta respon atau pengaruhnya dalam kehidupan sehari-harinya baik dalam keluarga ataupun dalam masyarakat.



7. Pola-Pola Fungsi Kesehatan a. Pola Persepsi dan Tata Laksana Hidup Sehat Pada kasus fraktur akan timbul ketidakutan akan terjadinya kecacatan pada dirinya dan harus menjalani penatalaksanaan kesehatan untuk membantu penyembuhan tulangnya. Selain itu, pengkajian juga meliputi kebiasaan hidup klien seperti penggunaan obat steroid yang dapat mengganggu metabolisme kalsium, pengkonsumsian alkohol yang bisa mengganggu keseimbangannya dan apakah klien melakukan olahraga atau tidak. b. Pola Nutrisi dan Metabolisme Pada klien fraktur harus mengkonsumsi nutrisi melebihi kebutuhan sehari-harinya seperti kalsium, zat besi, protein, vit. C dan lainnya untuk membantu proses penyembuhan tulang. Evaluasi terhadap pola nutrisi klien bisa membantu menentukan penyebab masalah muskuloskeletal dan mengantisipasi komplikasi dari nutrisi yang tidak adekuat terutama kalsium atau protein dan terpapar sinar matahari yang kurang merupakan faktor predisposisi masalah muskuloskeletal terutama pada lansia. Selain itu juga obesitas juga menghambat degenerasi dan mobilitas klien. c. Pola Eliminasi Untuk kasus fraktur humerus tidak ada gangguan pada pola eliminasi, tapi walaupun begitu perlu juga dikaji frekuensi, konsistensi, warna serta bau feces pada pola eliminasi alvi. Sedangkan pada pola eliminasi uri dikaji frekuensi, kepekatannya, warna, bau, dan jumlah. Pada kedua pola ini juga dikaji ada kesulitan atau tidak. d. Pola Tidur dan Istirahat Semua klien fraktur timbul rasa nyeri, keterbatasan gerak, sehingga hal ini dapat mengganggu pola dan kebutuhan tidur klien. Selain itu juga, pengkajian dilaksanakan pada lamanya tidur, suasana lingkungan, kebiasaan tidur, dan kesulitan tidur serta penggunaan obat tidur.



e. Pola Aktivitas Karena timbulnya nyeri, keterbatasan gerak, maka semua bentuk kegiatan klien menjadi berkurang dan kebutuhan klien perlu banyak dibantu oleh orang lain. Hal lain yang perlu dikaji adalah bentuk aktivitas klien terutama pekerjaan klien. Karena ada beberapa bentuk pekerjaan beresiko untuk terjadinya fraktur dibanding pekerjaan yang lain. f. Pola Hubungan dan Peran Klien akan kehilangan peran dalam keluarga dan dalam masyarakat. Karena klien harus menjalani rawat inap. g. Pola Persepsi dan Konsep Diri Dampak yang timbul pada klien fraktur yaitu timbul ketidakutan akan



kecacatan



akibat



frakturnya,



rasa



cemas,



rasa



ketidakmampuan untuk melakukan aktivitas secara optimal, dan pandangan terhadap dirinya yang salah (gangguan body image). h. Pola Sensori dan Kognitif Pada klien fraktur daya rabanya berkurang terutama pada bagian distal fraktur, sedang pada indera yang lain tidak timbul gangguan. begitu juga pada kognitifnya tidak mengalami gangguan. Selain itu juga, timbul rasa nyeri akibat fraktur. i. Pola Reproduksi Seksual Dampak pada klien fraktur yaitu, klien tidak bisa melakukan hubungan seksual karena harus menjalani rawat inap dan keterbatasan gerak serta rasa nyeri yang dialami klien. Selain itu juga, perlu dikaji status perkawinannya termasuk jumlah anak, lama perkawinannya. j. Pola Penanggulangan Stress Pada klien fraktur timbul rasa cemas tentang keadaan dirinya, yaitu ketidakutan timbul kecacatan pada diri dan fungsi tubuhnya. Mekanisme koping yang ditempuh klien bisa tidak efektif.



k. Pola Tata Nilai dan Keyakinan Untuk klien fraktur tidak dapat melaksanakan kebutuhan beribadah dengan baik terutama frekuensi dan konsentrasi. Hal ini bisa disebabkan karena nyeri dan keterbatasan gerak klien. 8. Pemeriksaan Fisik a. Keadaan umum: baik atau buruknya yang dicatat adalah tandatanda, seperti: Kesadaran penderita: apatis, sopor, koma, gelisah, komposmentis tergantung pada keadaan klien. Kesakitan, keadaan penyakit: akut, kronik, ringan, sedang, berat dan pada kasus fraktur biasanya akut. Tanda-tanda vital tidak normal karena ada gangguan baik fungsi maupun bentuk. II. Diagnosa Keperawatan 1) Pre operasi 1. Perfusi perifer tidak efektif b/d penurunan aliran arteri dan/atau vena. 2. Nyeri akut b.d agen pencedera fisik (mis. trauma). 3. Gangguan mobilitas fisik b/d kerusakan integritas struktur tulang 4. Gangguan integritas kulit b/d faktor mekanis (mis. Penekanan pada tonjolan tulang, gesekan). 5. Ansietas b/d krisis situasional. 6. Risiko perdarahan b.d trauma. 2) Post operasi 1. Nyeri akut b/d agen pencedera fisik (mis. prosedur operasi). 2. Gangguan mobilitas fisik b/d kerusakan integritas struktur tulang. 3. Risiko infeksi b.d kerusakan integritas kulit.



III. Intervensi Keperawatan Pre operasi No 1



Diagnosa Keperawatan Perfusi



perifer



efektif



b/d



aliran



arteri



vena



Tujuan dan Kriteria Hasil



tidak Setelah



diberikan



Intervensi



Rasional



asuhan SIKI : Perawatan Sirkulasi



1. Untuk mengetahui keadaan



penurunan keperawatan selama …x 24 jam Observasi dan/atau diharapkan



perfusi



pasien



perifer



1. Periksa sirkulasi perifer (mis.



kembali efektif dengan kriteria



Nadi perifer, edema, pengisia



pasien



hasil :



kapiler,warna,



proses pemulihan



SLKI : Perfusi Perifer



brachial index)



1. Penyembuhan



luka



meningkat 3. Akral membaik



3. Untuk



2. Monitor panas, kemerahan, nyeri



nadi



Terapeutik 3. Lakukan pencegahan infeksi



4. Turgor kulit membaik meningkat



ankle



atau bengkak pada ekstremitas)



2. Warna kulit pucat menurun



5. Denyut



suhu,



perifer



Edukasi 4. Ajarkan



2. Untuk mengetahui kondisi dan



mempercepat



mencegah



infeksi 4. Untuk



meningkatkan



kondisi



pasien



dengan



prosedur



mempercepat program



memperbaiki



diet



untuk



sirkulasi



(mis.



terjadi



sesuai dan proses



pemulihan 5. Untuk



memdapatkan



Rendah lemak jenuh, munyak



perawatan



yang



sesuai



ikan omega 3)



dengan kebutuhan pasien



5. Informasikan tanda dan gejala darurat yang harus dilaporkan (mis. Rasa sakit yang tidak hilang saat istirahat, luka tidak sembuh, hilangnya rasa ) 2



Nyeri



akut



pencedera



b.d fisik



agen Setelah



diberikan



asuhan



(mis. keperawatan selama ...x 24 jam



trauma, prosedur operasi) diharapkan tingkat nyeri menurun



SIKI: Manajemen nyeri



untuk intervensi dan juga



1. Identifikasi lokasi, karakteristik,



tanda-tanda



durasi,



SLKI: Tingkat Nyeri



intensitas nyeri



frekuensi,



2. Identifikasi skala nyeri



2. Ekspresi meringis menurun



3. Identifikasi



5. Frekuensi nadi normal (60-100x/menit)



kualitas,



resolusi komplikasi



respon



dalam



mengidentifikasi derajat nyeri nyeri



non



verbal 4. Identifikasi



perkembangan/



2. Membantu



1. Keluhan nyeri menurun



4. Kesulitan tidur menurun



kebutuhan



Observasi



dengan kriteria hasil:



3. Gelisah menurun



1. Mengindikasikan



untuk kebutuhan pemberian analgesic yang tepat



faktor



yang 3. Respon non verbal membantu



memperberat dan memperingan



mengevaluasi derajat nyeri



nyeri



dan perubahannya



Terapeutik 5. Berikan teknik non farmakologi untuk mengurangi nyeri



4. Untuk



menghindari



faktor



memperberat nyeri 5. Membantu



pasien



istirahat



6. Kontrol



lingkungan



yang



lebih



efektif



dan



memperberat rasa nyeri (misal



mengalihkan



suhu



dirasakan pasien



ruangan,



pencahayaan,



kebisingan)



6. Lingkungan



nyeri bisa



mampu yang menjadi



Edukasi



pemicu meningkatnya derajad



7. Jelaskan strategi meredakan nyeri



nyeri



8. Anjurkan menggunakan analgetik 7. Untuk mengatasi nyeri ketika secara tepat



nyeri muncul



Kolaborasi



8. Penggunaan analgetik yang



9. Kolaborasi pemberian analgetik, jika perlu



tepat dapat mengurangi nyeri 9. Untuk membantu mengurangi nyeri sehingga meningkatkan kenyamanan



3



Gangguan mobilitas fisik Setelah



diberikan



asuhan SIKI: Dukungan Ambulasi



1. Mengetahui adanya nyeri atau



b/d kerusakan integritas keperawatan selama …x 24 jam Observasi struktur tulang



diharapkan



pergerakan



pasien 1. Identifikasi



kembali mandiri, dengan kriteria hasil: SLKI: Mobilitas Fisik



keluhan fisik lain adanya nyeri atau



keluhan fisik lainnya 2. Identifikasi



toleransi



melakukan ambulasi



2. Mengetahui batas toleransi dalam beraktivitas



fisik



3. Membantu bergerak



pasien



dalam



1. Pergerakan



ekstremitas Terapeutik



meningkat



3. Fasilitasi



2. Kekuatan otot meningkat 3. Rentang



4. Mencegah



gerak



meningkat



aktivitas



ambulasi



dengan alat bantu (tongkak, kruk)



(ROM) 4. Fasilitasi melakukan mobilisasi fisik, jika perlu 5. Libatkan membantu



decubitus dan kaku otot 5. Membantu pasien agar lebih aktif 6. Memberikan edukasi kepada



keluarga



untuk



pasien



pasien



dalam



ambulasi



meningkatkan ambulasi



mengenai



7. Mencegah



Edukasi 6. Jelaskan



terjadinya



prosedur



terjadinya



kaku



terjadinya



kaku



otot tujuan



dan



prosedur



ambulasi



8. Mencegah otot



7. Anjurkan melakukan ambulasi dini 8. Ajarkan ambulasi sederhana yang harus dilakukan (berjalan dari tempat



tidur



ke



kursi



roda,



berjalandari tempat tidur ke kamar mandi, berjalan sesuai toleransi) 4



Gangguan integritas kulit Setelah



diberikan



asuhan SIKI : Perawatan Luka



b/d faktor mekanis (mis. keperawatan selama …x 24 jam Observasi



1. Mempermudahkan



perawat



menentukan intervensi



Penekanan pada tonjolan diharapkan tulang, gesekan).



tidak



terjadi



1. Monitor karakteristik luka



2. Mencegah terjadinya resiko



kerusakan integritas kulit dengan



2. Pertahankan teknik steril



kriteria hasil :



3. Jaga kebersihan kulit agar tetap 3. Untuk mencegah masuknya



SLKI : Integritas Kulit dan Jaringan



infeksi



bersih dan kering



kuman



Terapeutik



4. Mencegah



4. Mobilisasi pasien (ubah posisi 1. Tidak



mengalami



kerusakan



jaringan



dan



lapisan kulit



pasien) setiap dua jam sekali 5. Berikan posisi yang mengurangi tekanan pada luka



dekubitus 5. Mempercepat



Edukasi



3. Tidak terdapat perdarahan



6. Ajunrkan mengkonsumsi makann



proses



penyembuhan luka 6. Mempercepat



2. Tidak terdapat kemerahan



terjadinya



penyembuhan



dan mencegah infeksi



tinggi kalori dan protein Kolaborasi 7. Kolaborasi



dengan



pemberian



antibiotic 5



Ansietas situasional



b/d



krisis Setelah



diberikan



asuhan SIKI: Terapi Relaksasi



1. Mengetahui status kelelahan



keperawatan selama …x 24 jam Observasi diharapkan



tingkat



ansietas



menurun dengan kriteria hasil:



1. Identifikasi energi,



pasien dan tingkat kecemasan penurunan



tingkat



pasien



ketidakmampuan 2. Membantu dalam pemberian



SLKI: Tingkat Ansietas 1. Verbalisasi



berkonsentrasi yang mngganggu



kebingungan



menurun



3. Lingkungan yang tenang akan



2. Identifikasi teknik relaksasi yang



2. Verbalisasi khawatir akibat kondisi



kemampuan kognitif



yang



pernah efektif digunakan



menurunkan



3. Ciptakan lingkungan tenang tanpa 4. Posisi yang nyaman akan



3. Perilaku gelisah menurun



ganggun dengan pencahayaan dan



4. Perilaku tegang menurun



suhu ruang nyaman



membuat pasien lebih rileks 5. Agar



dapat



Edukasi



kecemasan



6. Pola tidur membaik



4. Anjurkan mengambil posisi yang



dengan latihan yang sudah



trauma



diberikan



mandiri



mendemonstrasikan



pasien



akan



merasa



6. Demonstrasikan dan latih teknik



diperhatikan sehingga pasien



relaksasi (misal napas dalam,



mampu mengendalikan rasa



peregangan



cemasnya



atau



imajinasi



terbimbing) b.d Setelah



secara



dipilih



melatih teknik yang dipilih



perdarahan



mengatasi



5. Konsentrasi membaik



5. Anjurkan sering mengulangi atau 6. Dengan



Risiko



dan



yang nyaman



nyaman



6



stimulus



mampu memberikan perasaan



dihadapi Terapeutik



menurun



terapi atau teknik relaksasi



asuhan SIKI : Pencegahan perdarahan



keperawatan selama …x 24 jam Observasi



dengan



latihan



eknik relaksasi 1. Untuk



mengetahui



adanya



perubahan pada tubuh pasien



diharapkan



pasien



tidak 1. Monitor



mengalami resiko pendarahan dengan kriteria hasil :



tanda



dan



gejala 2. Nilai hematokrit / hemoglobin



perdarahan 2. Monitor



dapat dijadikan acuan untuk



nilai



hematokrit



atau



mengetahui



seberapa



SLKI : Tingkat Perdarahan



hemoglobin sebelum dan sesudah



kemungkinan



1. Kelembapan



perdarahan



mengalami perdarahan



membran



mukosa meningkat 2. Kelembapan kulit meningkat 3. Kadar hemoglobin membaik 4. Hematokrit membaik



Terapeutik



3. Agar



3. Pertahankan



bed



rest



selama



perdarahan Edukasi 4. Jelaskan



tanda



dan



tidak



memperburuk



4. Memberikan



pengetahuan



kondisi



gejala



dan gejala perdarahan 5. Agar penanganya cepat di



segera



melapor



terjadi pendarahan Kolaborasi 6. Kolaborasi



pasien



bagi pasien mengenai tanda



perdarahan 5. Anjurkan



besar



jika



tindak



lanjutin



sehingga



pasien



tidak



bnayak



kehilangan darah pemberian



darah, jika perlu



tranfusi 6. Agar suplai darah pasien tetap terpenuhi



Intervensi post operasi 1



Nyeri



akut



pencedera



b.d fisik



agen Setelah



diberikan



asuhan



(mis. keperawatan selama ...x 24 jam



trauma, prosedur operasi) diharapkan tingkat nyeri menurun



SIKI: Manajemen nyeri



untuk intervensi dan juga



1. Identifikasi lokasi, karakteristik,



tanda-tanda



durasi,



SLKI: Tingkat Nyeri



intensitas nyeri



frekuensi,



2. Identifikasi skala nyeri



2. Ekspresi meringis menurun



3. Identifikasi



5. Frekuensi nadi normal (60-100x/menit)



kualitas,



perkembangan/



resolusi komplikasi 2. Membantu



1. Keluhan nyeri menurun



4. Kesulitan tidur menurun



kebutuhan



Observasi



dengan kriteria hasil:



3. Gelisah menurun



1. Mengindikasikan



respon



dalam



mengidentifikasi derajat nyeri nyeri



non



verbal



untuk kebutuhan pemberian analgesic yang tepat



4. Identifikasi



faktor



yang 3. Respon non verbal membantu



memperberat dan memperingan



mengevaluasi derajat nyeri



nyeri



dan perubahannya



Terapeutik



4. Untuk



5. Berikan teknik non farmakologi untuk mengurangi nyeri 6. Kontrol



lingkungan



menghindari



memperberat nyeri 5. Membantu



yang



lebih



pasien



efektif



dan



memperberat rasa nyeri (misal



mengalihkan



suhu



dirasakan pasien



ruangan,



kebisingan)



pencahayaan,



faktor



6. Lingkungan



nyeri bisa



istirahat mampu yang menjadi



Edukasi



pemicu meningkatnya derajad



7. Jelaskan strategi meredakan nyeri



nyeri



8. Anjurkan menggunakan analgetik 7. Untuk mengatasi nyeri ketika secara tepat



nyeri muncul



Kolaborasi



8. Penggunaan analgetik yang



9. Kolaborasi pemberian analgetik, jika perlu



tepat dapat mengurangi nyeri 9. Untuk membantu mengurangi nyeri sehingga meningkatkan kenyamanan



2



Gangguan mobilitas fisik Setelah



diberikan



asuhan SIKI: Dukungan Ambulasi



1. Mengetahui adanya nyeri atau



b/d kerusakan integritas keperawatan selama …x 24 jam Observasi struktur tulang



diharapkan



pergerakan



pasien 1. Identifikasi



kembali mandiri, dengan kriteria hasil: 4. Pergerakan



nyeri atau 2. Mengetahui



toleransi



fisik 3. Membantu



5. Kekuatan otot meningkat gerak



4. Mencegah aktivitas



ambulasi



dengan alat bantu (tongkak, kruk)



(ROM) 4. Fasilitasi



melakukan



toleransi



pasien



dalam



bergerak



ekstremitas Terapeutik 3. Fasilitasi



batas



dalam beraktivitas



melakukan ambulasi



meningkat 6. Rentang



adanya



keluhan fisik lainnya 2. Identifikasi



SLKI: Mobilitas Fisik



keluhan fisik lain



mobilisasi



terjadinya



decubitus dan kaku otot 5. Membantu pasien agar lebih aktif



meningkat



fisik, jika perlu 5. Libatkan membantu



6. Memberikan edukasi kepada



keluarga



untuk



pasien



pasien



dalam



ambulasi



meningkatkan ambulasi



7. Mencegah



Edukasi 6. Jelaskan



mengenai



prosedur



terjadinya



kaku



terjadinya



kaku



otot tujuan



dan



prosedur 8. Mencegah



ambulasi



otot



7. Anjurkan melakukan ambulasi dini 8. Ajarkan ambulasi sederhana yang harus dilakukan (berjalan dari tempat



tidur



ke



kursi



roda,



berjalandari tempat tidur ke kamar mandi, berjalan sesuai toleransi) 3



Risiko



infeksi



b.d Setelah



kerusakan integritas kulit



diberikan



asuhan SIKI: Pencegahan Infeksi



keperawatan selama …x 24 jam Observasi diharapkan



tingkat



1. Demam menurun



masalah pasien



infeksi 1. Monitor tanda dan gejala infeksi 2. Mengurangi



menurun dengan kriteria hasil: SLKI: Tingkat Infeksi



1. Mengevaluasi perkembangan



lokal dan sistemik Terapeutik 2. Batasi jumlah pengunjung



risiko



kontak



infeksi dari orang lain 3. Memutus rantai penyebaran virus agar pasien tidak terjadi



2. Kemerahan menurun



3. Cuci tangan sebelum dan sesudah



3. Nyeri menurun 4. Kadar



sel



membaik



darah



kontak putih



dengan



pasien



infeksi



dan 4. Untuk mengetahui tanda dan



lingkungan pasien 4. Jelaskan tanda dan gejala infeksi 5. Anjurkan meningkatkan asupan nutrisi Kolaborasi 6. Kolaborasi pemberian antibiotik



gejala infeksi 5. Mempertahankan daya tahan tubuh



agar



tidak



mudah



terinfeksi virus 6. Mencegah infeksi



atau



mengatasi



IV. Implementasi Keperawatan Implementasi keperawatan adalah serangkaian kegiatan yang dilakukan perawat untuk membantu klien dari masalah status kesehatan yang dihadapi ke status kesehatan yang lebih baik yang menggambarkan kriteria hasil yang diharapkan, dilakukan sesuai intervensi keperawatan yang sudah disusun. V.



Evaluasi Keperawatan Evaluasi



keperawatan



adalah



penilaian



dengan



cara



membandingkan perubahan keadaan pasien (hasil yang diamati) dengan tujuan dan kriteria hasil yang Anda buat pada tahap perencanaan. Tujuan dari evaluasi antara lain: mengakhiri rencana tindakan keperawatan, memodifikasi rencana tindakan keperawatan serta meneruskan rencana tindakan keperawatan dengan SOAP (Subjektif, Objektif, Analisis, Planning).



DAFTAR PUTAKA Helmi, Z. N. 2012. Buku Ajar Gangguan Muskuloskeletal. Jakarta: Salemba Medika. Mansjoer, Arif. 2013. Kapita Selekta Kedokteran. Jakarta: Media Aesculapius. Mutaqqin, Arif. 2011. Buku Saku Gangguan Muskuloskeletal Aplikasi Pada Praktik Klinik Keperawatan. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC Nurarif, Amin Huda dan Hardhi Kusuma. 2015. Aplikasi Asuhan Keperawatan Berdasarkan Diagnosa Medis dan NANDA NIC-NOC SLE/LES (Sistemik Lupus Eritematosus). Jilit 2. Hlm 221-226. Jogjakarta: Mediaction. Smeltzer. C.S & Bare.B (2013). Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Brunner & Suddarth. Jakarta: EGC. Tim Pokja SDKI DPP PPNI. 2016. Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia, Definisi dan Indikator Diagnostik, Edisi 1. Jakarta: Dewan Pengurus Pusat Persatuan Perawat Nasional Indonesia. Tim Pokja SIKI DPP PPNI. 2018. Standar Intervensi Keperawatan Indonesia, Definisi dan Tindakan Keperawatan, Edisi 1 Cetakan II. Jakarta: Dewan Pengurus Pusat Persatuan Perawat Nasional Indonesia. Tim Pokja SLKI DPP PPNI. 2019. Standar Luaran Keperawatan Indonesia, Definisi dan Kriteria Hasil Keperawatan, Edisi 1 Cetakan II. Jakarta: Dewan Pengurus Pusat Persatuan Perawat Nasional Indonesia.