LP Fraktur Radius Distal [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

LAPORAN PENDAHULUAN PASIEN FRAKTUR RADIUS DISTAL PADA TN. A DI RUANG CEMPAKA 2 RSUD SLEMAN



Disusun Untuk Memenuhi Salah Satu Tugas Praktek Profesi Ners Stase Keperawatan Medikal Bedah



Disusun Oleh : LUTHFIYATUN NI’MAH 203203099



FAKULTAS KESEHATAN PROGRAM STUDI PROFESI NERS UNIVERSITAS JENDERAL ACHMAD YANI YOGYAKARTA 2021



LAPORAN PENDAHULUAN



LAPORAN PENDAHULUAN PASIEN FRAKTUR RADIUS DISTAL PADA TN. A DI RUANG CEMPAKA 2 RSUD SLEMAN



Telah disetujui pada Hari



:



Tanggal



:



Pembimbing Akademik,



(



Pembimbing Klinik



)



Mahasiswa



(Luthfiyatun Ni’mah)



(



)



LAPORAN PENDAHULUAN FRAKTUR RADIUS DISTAL



A. ANATOMI 1. Tulang Radius



Tulang radius adalah sebuah tulang yang berada pada lateral atau bagian luar lengan bawah, diantara tulang humerus dan tulang carpal (Snell, 2012). Secara anatomi tulang radius berdampingan dengan tulang ulna. Tulang radius dapat dibagi menjadi tiga area yaitu ujung proksimal, batang atau corpus, dan ujung distal (Standring, 2008). Ujung proksimal tulang radius terdiri dari caput, collum, dan tuberositas (Moore, 2010). Caput radii berbentuk seperti cakram dengan permukaan bagian atas seperti mangkuk dangkal yang berartikulasi dengan capitulum humerus, sementara bagian samping caput radii sebelah dalam atau medial berartikulasi dengan incisura ulnaris (Snell, 2012). Caput radii dilapisi oleh cartilago articularis (Moore, 2010). Collum radii terletak di bawah caput, mempunyai



bentuk seperti penyempitan dari bagian distal radius menuju ke bagian caput radius. Tuberositas radii terletak pada daerah distal sampai medial collum yang mempunyai permukaan bagian belakang kasar,, namun bagian drpannya halus (Stranding, 2008). Tuberositas radii juga mempunyai fungsi sebagai tempat perlekatan atau insersio otot biseps (Snell, 2012) dan pembatas antara proksimal radius dengan corpus radius (Moore, 2010). Pada bagian batang atau corpus radii terdapat beberapa margo atau batas serta facies atau permukaan. Terdapat tiga margo, yaitu margo anterior, posterior, dan interossea. Margo anterior terletak di bagian depan pada posisi anatomi, terlihat jelas pada kedua ujungnya namun membulat atau tidak terdefinisikan diantara keduanya. Margo posterior terletak di sepertiga tengah corpus radii bagian belakang. Margo interossea tajam ke arah medial, kecuali pada dua area, proksimaldekat tuberositaas, serta sebagai tempat perlekatan membrana interossea yang mengikat atau menghubungkan antara tulang radius dengan tulang ulna (Snell, 2012). Untuk facies terdapat tiga pembagian, yaitu facies anterior, posterior, dan lateral (Stranding, 2008). Pada ujung distal radius terdapat processus styloideus yang berada pada sisi lateral tulang radius. Pada sisi medial adalah incisura ulnaris yang berartikulasi dengan tulang ulna bagian distal (distal radioulnar joint). Permukaan bawah atau inferior distal radius berartikulasi dengan tulang schaphoideum dan tulang lunatum (Snell 2012).



B. FRAKTUR 1. Definisi Menurut Dorland (2007) fraktur memiliki dua definisi yaitu fraktur adalah pemecahan atau patahnya suatu bagian terutama tulang. Definisi kedua adalah patah atau kerusakan pada tulang. Pendapat lain dari Noor (2016) yang mengatakan fraktur adalah istilah dari hilangnya



kontinuitas tulang, tulang rawan, baik yang bersifat total maupun sebagian, biasanya disebabkan oleh trauma atau tenaga fisik. 2. Klasifikasi fraktur Menurut Noor (2016) fraktur secara umum dapat diklasifikasikan menjadi tiga kategori, yaitu a. Fraktur tertutup (close fracture) Fraktur dikatakan tertutup ketika fragmen tulang yang mengalami fraktur tidak terjadi robekan pada kulit dan integritas kulit masih utuh, fraktur tidak terpapar oleh lingkungan. b. Fraktur terbuka (open fracture) Fraktur terbuka ketika tempat fraktur terpapar oleh lingkungan atau dunia luar melalui luka pada kulit. Luka pada kulit bisa diakibatkan dari luar maupun dari dalam tempat fraktur terjadi penonjolan tulang pada kulit, derajat fraktur terbuka : 1) Derajat I Luka kurang dari 1 cm, kerusakan jaringan lunak sedikit, kontaminasi ringan. 2) Derajat II Luka lebih luas tanpa terjadi kerusakan jaringan lunak yang ekstensif. 3) Derajat III Mengalami jaringan lunak ekstensif serta kontaminasi derajat tinggi c. Fraktur dengan komplikasi. Fraktur dikatakan dengan komplikasi ketika fraktur yang terjadi disertai oleh kompliksasi seperti infeksi tulang, delayed union, malunion, dan non union. Selain secara umum, fraktur juga diklasifikasikan berdasarkan beberapa hal lain, yaitu berdasarkan lokasinya, fraktur dapat terjadi di bagian proksimal, diaphyseal atau corpus, maupun distal (Noor, 2016). Fraktur dapat pula diklasifikasikan berdasarkan etiologi atau penyebabnya



(Rasjad, 2015). Pertama yaitu



fraktur traumatik, fraktur jenis ini



diakibatkan oleh trauma yang tiba-tiba. Kedua yaitu fraktur patologis, fraktur jenis ini diakibatkan oleh kelainan patologis di dalam tulang yang telah diderita sebelumnya menyebabkan kelemahan tulang. Ketiga yaitu fraktur stress, fraktur jenis ini diakibatkan oleh adanya trauma yang terus menerus pada suatu tempat tertentu. 3. Etiologi Untuk mengetahui mengapa dan bagaimana tulang mengalami kepatahan, kita harus mengetahui keadaan fisik tulang dan keadaan trauma yang dapat



menyebabkan tulang patah. Tulang kortikal



mempunyai struktur yang dapat menahan kompresi dan tekanan memuntir. Kebanyakan fraktur terjadi karena kegagalan tulang menahan tekanan terutama tekanan membengkok, memutar dan tarikan. Trauma memiliki dua sifat atau bentuk. a. Trauma langsung Trauma langsung menyebabkan tekanan langsung pada tulang dan terjadi fraktur pada daerah tekanan. Fraktur yang terjadi biasanya bersifat komunitif dan jaringan lunak ikut mengalami kerusakan. b. Trauma tidak langsung Disebut trauma tidak langsung apabila trauma dihantarkan ke daerah yang lebih jauh dari daerah fraktur, misalnya jatuh dengan tangan ekstensi dapat menyebabkan fraktur pada klavikula. Pada keadaan ini biasanya jaringan lunak tetap utuh. Terdapat beberapa bentuk tekanan pada tulang, yaitu yang pertama, tekanan berputar yang menyababkan fraktur bersifat spiral atau oblik. Kedua, tekanan membengkok yang menyebaabkan fraktur transversal. Ketiga tekanan sepanjang tulang yang dapat menyebabkan fraktur impaksi, dislokasi atau fraktur dislokasi. Keempat, kompresi vertikal dapat menyebabkan fraktur komunitif atau memecah misalnya pada badan vertebra, talus atau fraktur buckle pada anakanak (Rasjad, 2015).



4. Manifestasi Klinis Menurut Brunner dan Suddarth (2005) manifestasi fraktur adalah nyeri, deformitas, hilangnya fungsi, pemendekan ekstermitas, krepitus, pembengkakan local dan terjadi perubahan warna. a. Nyeri terjadi terus menerus dan bertambah berat sampai fragmen tulang diimobilisasi. b. Setelah terjadi fraktur, ekstremitas tidak dapat berfungsi dengan baik karena fungsi normal otot bergantung pada integritas tulang tempat melekatnya otot. c. Pada kasus fraktur panjang, terjadi pemendekan tulang karena kontraksi otot yang melekat di atas ada di bawah tempat fraktur. d. Pada saat pemeriksaan ekstemitas menggunakan tangan, teraba adanya drik tulang yang dinamakan krepitus yang teraba akibat gesekan antara fragmen satu dengan yang lain. e. Pada kulit terjadi perubahan warna dan pembengkakan akibat trauma dan perdarahan pada fraktur.



5. Patofisiologi Pada kebanyakan aktifitas, sisi dorsal dari radius distal cenderung mengalami tension, sedangkan sisi volar dari radius distal cenderung mengalami kompresi. Hal ini disebabkan oleh bentuk integritas dari korteks pada sisi distal dari radius, dimana sisi dorsal lebih tipis dan lemah, sedangkan sisi volar lebih tebal dan kuat. Beban yang berlebihan dan mekanisme trauma yang terjadi pada pergelangan tangan akan menentukan bentuk garis fraktur yang akan terjadi (Syarif, 2015). Mekanisme cedera yang paling umum terjadi adalah jatuh dengan tangan terulur dan pergelangan tangan dalam dorsofleksi. Fraktur radius distal terjadi ketika dorsofleksi pergelangan tangan bervariasi antara 40 dan 90 derajat dengan derajat yang lebih rendah dari gaya yang dibutuhkan. Impaksi pada tulang metaphysis radius distal terhadap tulang karpal juga sering terjadi. Selain itu kekuatan dari mekanisme



trauma juga sering mengakibatkan keterlibatan permukaan artikular. Mekanisme dengan energi tinggi seperti trauma kendaraan atau kecelakaan lalu lintas dapat mengakibatkan pergeseran atau fraktur yang sangat kominutif (fraktur lebih dari tiga fragmen) dan mengakibatkan sendi pergelangan tangan tidak stabil. Manifestasi klinis yang yang tampak adalah serupa dengan garpu (Appley, 1995). Fraktur radius distal merupakan fraktur yang paling sering terjadi pada manusia (Paulsen dan Waschke, 2010).Koval dan Zuckerman (2002) juga menyebutkan bahwa frakur ini merupakan salah satu fraktur yang paling sering terjadi pada ekstrimitas atas. Pada usia muda fraktur ini dapat tejadi karena jatuh dari ketinggian, kecelakaan lalu lintas, atau dari kegiatan atletik. Pada usia tua jatuh karena terpeleset bisa menyebabkan fraktur tersebut. Insidensi kejadian fraktur ini meningkat dengan tingginya resiko jatuh dan osteoporosis (Harris et al., 2017). Koval dan Zuckerman (2002) juga menyebutkan bahwa fraktur radius distal pada orang tua berhubungan dengan osteopenia dan meningkatnya usia. Rasjad (2003) membagi fraktur radius distal menjadi 3, yaitu: fraktur Colles , fraktur Smith, fraktur Barton. Fraktur Colles Abraham Colles adalah orang yang pertama kali mengutarakan fraktur ini pada tahun 1814. Fraktur ini merupakan fraktur yang paling banyak ditemukan pada orang dewasa dengan umur 50 tahun keatas dan ditemukan lebih banyak pada wanita daripada pria. Mekanisme terjadinya fraktur ini adalah jatuh dengan siku hiperekstensi dengan pergelangan tangan dalam keadaan fleksi dorsal. Akibatnya fragmen distal berpindah ke dorsal dan terjadi pergeseran radius serta pemendekan. Gambaran klinis dari fraktur ini berbentuk deformitas garpu atau disebut dinner fork deformity. Gambaran ini dapat mudah diamati dengan dilihat tanpa menggunakan foto rontgen. Nyeri dan inflamasi local akan terlihat pada daerah fraktur. Gangguan pada fungsi nervus medialis dapat terjadi karena tarikan saat pergelangan tangan dalam posisi hiperfleksi dorsal/ hiperekstensi, trauma langsung dari



fraktur fragmen, pembentukan hematoma, atau meningkatnya tekanan compartemen (Koval dan Zuckerman, 2002). Gambaran radiologis berupa fraktur transversal pada corticocancellous junction dan dapat diikuti oleh fraktur ulnar styloid. Dapat terjadi fraktur intra-articular atau fraktur kominutif (Solomon et al., 2010). Gambaran radiologis normal radius distal menurut Koval dan Zuckerman (2002) dapat terlihat dari Radial Inclination: rata-rata 23 derajat (jangkauan 13 derajat sampai 30 derajat) , Radial Length: rata – rata 13mm (jangkauan 8 sampai 18mm), Volar Tilt: rata – rata 11 derajat (jangakauan 1 derajat sampai 21 derajat). Fraktur Smith, Fraktur ini pertama kali diutarakan oleh R.W Smith pada tahun 1847. Pada Fraktur ini lebih sering ditemukan pada pria daripada wanita (Rasjad, 2003). Gambaran klinis yang mudah diamati adalah garden spade deformity. Ditemukan deformitas dengan pergeseran fragmen distal ke arah volar sehingga juga sering disebut sebagai reversed Colles fracture. Mekanisme terjadinya fraktur ini adalah jatuh dengan pergelangan tangan fleksi dan tangan dalam keadaan supinasi Fraktur Barton Fraktur ini merupakan fraktur pada radius distal dengan bergesernya fragmen distal melalui sendi dan terjadi pergeseran fraktur dan semua komponen sendi ke arah volar.



6. Pathway



Trauma karena tergelincir pergelangan tangan sebagai tumpuan



Fraktur radius distal tertutup Kerusakan jaringan lunak



Terputusnya hubungan tulang



Ketidakmampuan menggerakkan pergelangan tangan



Terapi imobilisasi gips sirkular terapi bedah fiksasi eksterna



Kerusakan saraf spasme otot



Nyeri akut



Hambatan mobilitas fisik



Respon psikologis



Pasca bedah



Ansietas



Port de entree



Resiko infeksi



7. Penatalaksanaan a. Terapi Non Operatif Fraktur Radius Distal Reduksi tertutup dan imobilisasi dengan gips menjadi pilihan utama pada 75% - 80% kasus fraktur distal radius (Koval dan Zuckerman, 2002). Terapi ini bergantung penuh pada ligamentotaxis untuk menjaga reduksi pada fraktur fragmen (Liporace et al., 2009). Terdapat dua jenis imobilisasi yang digunakan yaitu volar splint dan sugar tong splint. Pada Gambar 2.7 terlihat contoh terapi non operatif menggunakan volar splint. Reduksi tertutup dan imobilisasi dengan gips menjadi pilihan utama pada 75% - 80% kasus fraktur distal radius (Koval dan Zuckerman, 2002). Terapi ini bergantung penuh pada ligamentotaxis untuk menjaga reduksi pada fraktur fragmen (Liporace et al., 2009). Terdapat dua jenis imobilisasi yang digunakan yaitu volar splint dan sugar tong splint.



b. Terapi Operatif Fraktur Radius Distal Beberapa pilihan terapi operatif pada fraktur radius distal diantaranya Intrafocal Pinning (K-wire), Nonbridging External Fixation, Bridging External Fixation, Arthroscopic – Asisted External Fixation, Open Reduction Internal Fixation, dan Fragment – Specific Fixation (Liporace et al., 2009).



8. Faktor resiko fraktur radius distal Beberapa faktor yang mempengaruhi peningkatan faktor resiko terjadinya fraktur radius distal adalah jenis kelamin, defisiensi vitamin D,



kondisi



lingkungan,



obat-obatan



(glukokortikosteroid)



dan



osteoporosis. a. Jenis kelamin merupakan salah satu faktor risiko terjadinya fraktur radius distal karena secara signifikan memiliki risiko yang lebih tinggi untuk terjadinya osteoporosis (Diamantopoulos, 2012). Pada osteoporosis primer, perbandingan antara wanita dan pria adalah 5:1. Pria memiliki prevalensi yang lebih tinggi terjadinya osteoporosis sekunder, yaitu sekitar 40-60%, karena akibat dari hipogonadisme, konsumsi alkohol, atau pemakaian kostikosteroid yang berlebihan. Secara keseluruhan perbandingan wanita dan pria adalah 4:1 (Kosnayani, 2007). b. Osteoporosis merupakan penyakit skeletal sistemik yang ditandai dengan penurunan massa tulang dan densitas tulang yang mengakibatkan meningkatnya fragilitas tulang sehingga tulang cenderung mudah mengalami fraktur spontan atau akibat trauma minimal. Proporsi osteoporosis lebih rendah pada kelompok lansia dini (usia 50-56 tahun) daripada kelompok lansia lanjut (usia 65-85 tahun). Peningkatan usia memiliki hubungan dengan kejadian osteoporosis. Begitu juga dengan fraktur osteoporotik akan



meningkat dengan bertambahnya usia. Insiden fraktur pergelangan tangan meningkasecara bermakna setelah umur 50 tahun, fraktur vertebra meningkat setelah umur 60 tahun, dan fraktur pangggul sekitar 70 tahun (Kosnayani, 2007). c. Kondisi lingkungan dapat mempengaruhi peningkatan resiko fraktur radius distal terutama pada wanita lanjut usia. Saat musim panas orang yang tinggal di daerah pedesaan memiliki aktifitas fisik yang lebih tinggi daripada orang yang tinggal di daerah perkotaan, sehingga hal ini dapat meningkatkan resiko terjadinya fraktur radius distal karena pada saat musim panas orang lebih banyak melakukan aktifitas di dalam ruangan yang menggunakan kedua tangannya (Litwic, 2014).



9. Komplikasi a. Malunion, adalah suatu keadaan dimana tulang yang patah telah sembuh dalam posisi yang tidak pada seharusnya, membentuk sudut atau miring b. Delayed union adalah proses penyembuhan yang berjalan terus tetapi dengan kecepatan yang lebih lambat dari keadaan normal. c. Nonunion, patah tulang yang tidak menyambung kembali. d. Compartment syndroma adalah suatu keadaan peningkatan takanan yang berlebihan di dalam satu ruangan yang disebabkan perdarahan masif pada suatu tempat. e. Shock f. Fat embalism syndroma, tetesan lemak masuk ke dalam pembuluh darah. Faktor resiko terjadinya emboli lemakada fraktur meningkat pada laki-laki usia 20-40 tahun, usia 70 sam pai 80 fraktur tahun. g. Tromboembolic complicastion, trombo vena dalam sering terjadi pada individu yang imobiil dalm waktu yang lama karena trauma atau ketidak mampuan lazimnya komplikasi pada perbedaan



ekstremitas bawah atau trauma komplikasi paling fatal bila terjadi pada bedah ortopedil h. Infeksi i. Avascular necrosis, pada umumnya berkaitan dengan aseptika atau necrosis iskemia. j. Refleks symphathethic dysthropy, hal ini disebabkan oleh hiperaktif sistem saraf simpatik abnormal syndroma ini belum banyak dimengerti. Mungkin karena nyeri, perubahan tropik dan vasomotor instability . 10. Pemeriksaan penunjang a. Laboratorium Pada fraktur test laboratorium yang perlu diketahui : Hb, hematokrit sering rendah akibat perdarahan, laju endap darah (LED) meningkat bila kerusakan jaringan lunak sangat luas. Pada masa penyembuhan Ca dan P meengikat di dalam darah. b. Radiologi X-Ray dapat dilihat gambaran fraktur, deformitas dan metalikment. Venogram/anterogram menggambarkan arus vascularisasi. CT scan untuk mendeteksi struktur fraktur yang kompleks.



C. Asuhan Keperawatan 1. Pengkajian a.



Identitas pasienMeliputi tanggal pengkajian, ruangan, nama (inisial), No MR, umur, pekerjaan, agama, jenis kelamin, alamat, tanggal masuk RS, alasan masuk RS, cara masuk RS, penanggung jawab.



b. Riwayat kesehatan 1) Riwayat kesehatan dahulu Tanyakan



juga



penyakit



yang



pernah



dialami



pasien



sebelumnya, riwayat penyakit pasien yang pernah dirawat



dirumah sakit serta pengobatan yang pernah didapatkan dan hasilnya. Dan ada tidaknya riwayat DM pada masa lalu yang akan mempengaruhi proses perawatan post operasi. 2) Riwayat kesehatan sekarang Tanyakan pada pasien dan atau keluarga tentang keluhan pasien saat ini, biasanya pasien mengalami nyeri pada daerah fraktur, kondisi fisik yang lemah, tidak bisa melakukan banyak aktifitas, mual, muntah, dan nafsu makan menurun. 3) Riwayat kesehatan keluarga Tanyakan pada pasien dan atau keluarga mengenai penyakit yang berhubungan dengan yang diderita pasien saat ini dan penyakit herediter/keturunan lainnya (anggota keluarga dengan Riwayat penyakit yang sama).



c. Data pola kebiasaan sahari-hari 1) Nutrisi a) Makanan Catat pola kebiasaan makan saat sehat dan sakit. Catat diit yang diberikan rumah sakit pada pasien dan jumlahnya. Tanyakan konsumsi diit atau makanan sehari-hari lainnya pada waktu sakit dan bandingkan pada waktu sehat, catat porsi makan yang dihabiskan, keluhan saat makan serta kemandirian dalam pelaksanannya. b) Minuman Tanyakan jumlah cairan yang diminum dan ragamnya, bandingkan jumlahnya pada saat sakit dengan sehat. Catat keluhan yang dirasakan pasien dan kemandirian dalam melaksanakannya. 2) Eliminasi a) Miksi



Tanyakan frekuensi buang air kecil dan perkiraan jumlahnya, bandingkan pada keadaan sakit dengan sehat serta catat karakteristik urine (warna, konsistensi dan bau serta temuanlain) serta keluhan yang dirasakan selama BAK dan kemandirian dalam melaksanakannya serta alat bantu yang dipakai. b) Defekasi Tanyakan frekuensi buang air besar, bandingkan pada keadaan sakit dengan sehat serta catat karakteristik feses (warna, konsistensi dan bau serta temuan lainnya) serta keluhan yang dirasakan selama BAB dan kemandirian dalam melaksanakannya. d. Pemeriksaan Fisik 1) Keadaan umum pasien a) Tingkat kesadaran b) Berat badan c) Tinggi badan 2) Kepala Amati bentuk kepala, adanya hematom/oedema, perlukaan (rinci keadaan luka, luas luka, adanya jahitan, kondisi luka). a) Rambut : Amati keadaan kulit kepala dan rambut sertakebersihannya dan temuan lain saat melakukan inspeksi. b) Wajah:



Amati



adanya



oedema/hematom,



perlukaan



disekitarwajah (rinci keadaan luka, luas luka, adanya jahitan, kondisi luka) dan temuan lain saat melakukan inspeksi. c) Mata : Amati kesimetrisan kedua mata, reflek cahaya, diameterpupil, kondisi bola mata (sklera, kornea, atau lensa, dll) keadaan kelopak mata dan konjungtiva serta temuan lainya.



d) Hidung : Amati keadaan hidung, adanya perlukaan, keadaanseptum, adanya sekret pada lubang hidung, darah atau obstruksi), adanya pernafasan cuping hidung dan temuan lain saat melakukan inspeksi (rinci keadaan luka, luas luka, adanya jahitan, kondisi luka). e) Bibir



:



Amati



adanya



oedema,



permukaan



(rinci



keadaanluka, luas luka, adanya jahitan, kondisi luka), warna bibir dan kondisi mukosa bibir serta temuan lain saat melakukan inspeksi. f) Gigi : Amati kelengkapan gigi, kondisi gigi dan kebersihanserta temuan lain saat melakukan inspeksi. g) Lidah



:



Amati



letak



lidah,



warna,



kondisi



dan



kebersihanlidah serta temuan lain saat melakukan inspeksi. 3) Leher Amati adanya pembesaran kelenjar thyroid, kelenjar getah bening dileher serta deviasi trakea, adanya luka operasi, pemasangan drain serta temuan lain saat melakukan inspeksi. Lakukan auskultasi pada kelenjar thyroid jika ditemukan pembesaran. Ukur jugularis vena pressure (JVP), tuliskan lengkap dengan satuannya. 4) Dada/thorak a) Inspeksi : Pengamatan terhadap lokasi pembengkakan, warna kulit pucat, laserasi, kemerahan mungkin timbul pada area terjadinya fraktur adanya spasme otot dan keadaan kulit. b) Palpasi : Pemeriksaan dengan cara perabaan, yaitu penolakanotot oleh sentuhan kita adalah nyeri tekan, lepas dan sampai batas mana daerah yang sakit biasanya terdapat nyeri tekan pada area fraktur dan didaerah luka insisi. c) Perkusi : Perkusi biasanya jarang dilakukan pada kasusfraktur.



d) Auskultasi : Periksaan dengan cara mendengarkan Gerakan udara melalui struktur merongga atau cairan yang mengakibatkan struktur sulit bergerak. Pada pasian fraktur pemeriksaan ini pada area yang sakit jarang dilakukan. 5) Jantung a) Inspeksi : Amati ictus cordis. b) Palpasi : Raba lokasi dirasakan ictus cordis dan kekuatanangkanya. c) Perkusi : Tentukan batas-batas jantung. d) Auskultasi



:



Dengarkan



irama



denyutan



jantung,



pembesaran



rongga



keteraturandan adanya bunyi tambahan. 6) Perut/abdomen a) Inspeksi



:



Amati



adanya



abdomen,keadaan kulit, luka bekas operasi pemasangan drain dan temuan lain saat melakukan inspeksi. b) Auskultasi : Dengarkan bunyi bising usus dan catat frekuensinya dalam 1 menit. c) Palpasi



:



Raba



ketegangan



kulit



perut,



adanya



kemungkinanpembesaran hepar, adanya massa atau cairan d) Perkusi



:



Dengarkan



bunyi



yang



dihasikan



dari



ketukandirongga abdomen bandingkan dengan bunyi normal. 7) Genitourinaria Amati keadaan genetalia, kebersihan dan pemasangan kateter serta temuan lain saat melakukan inspeksi. 8) Ekstremitas Amati adanya bentuk, adanya luka (rinci keadaan luka), oedema, dan pengisian kapiler, suhu bagian akral serta temuan lain saat pemeriksaan. 9) Sistem integument



Amati warna kulit, rasakan suhu kulit, keadaan turgor kulit, adanya luka serta temuan lain saat pemeriksaan. 10) Sistem neurologi (diperiksa lebih rinci jika pasien mengalami penyakit yang berhubungan dengan sistem neurologis) a) Glascow Come score b) Tingkat kesadaran c) Refleks fisiologis d) Reflek patologis e) e) Nervus cranial I – XII



2. Diagnosa keperawatan yang mungkin muncul No 1.



Dx Keperawatan



NOC



Nyeri akut b.d



Setelah



agens cedera fisik



keperawatan



NIC



dilakukan



tindakan Manajemen nyeri (1400)



selama



3x24



diharapkan keluhan nyeri klien dapat berkurang dengan kriteria hasil:



1) mengenali kapan nyeri terjadi faktor



penyebab 3) menggunakan



metode



farmakologi



lokasi,



karakteristik,



durasi,



frekuensi,



kualitas,



intensitas nyeri.



Kontrol nyeri (1605)



2) menggambarkan



1) Identifikasi



non untuk



mengurangi nyeri



2) Identifikasi skala nyeri. 3) Identifikasi respon nyeri non verbal. 4) Identifikasi



faktor



memperberat



1) melaporkan nyeri berkurang 2) ekspresi wajah rileks 3) tekanan darah normal



dan



memperingan nyeri. 5) Berikan nonfarmakologis



Tingkat nyeri (2102)



yang



teknik untuk



mengurangi rasa nyeri. 6) Fasilitasi istirahat dan tidur. 7) Anjurkan monitor secara mandiri.



4) tidak mengeluarkan keringat berlebihan



8) Ajarkan



teknik



nonfarmakologis



untuk



mengurangi rasa nyeri. 9) Kolaborasi



pemberian



analgesik. 2.



Risiko Infeksi b.d



Setelah



dilakukan



prosedur invasif



keperawatan



tindakan



selama



Perawatan luka (3660)



3x24 1) Monitor karakteristik luka



diharapkan masalah infeksi klien



(misalnya: drainase, warna,



dapat berkurang dengan kriteria



ukuran, dan bau).



hasil:



2) Monitor tanda-tanda infeksi.



Keparahan Infeksi (0703)



3) Lepaskan



1) Kemerahan berkurang



(1924)



infeksi perilaku



yang



dengan



risiko



infeksi 3) Mengidentifikasi



tanda



dan



gejala infeksi 4) Menggunakan



4) Bersihkan dengan cairan NaCl



1) Mengidentifikasi faktor resiko



berhubungan



dan



plaster secara perlahan.



Kontrol resiko : proses infeksi



2) Mengetahui



balutan



fasilitas



kesehatan sesuai kebutuhan



atau



pembersih



nontoksik sesuai kebutuhan. 5) Pasang balutan sesuai jenis luka. 6) Anjurkan



mengkonsumsi



makanan tinggi kalori dan protein. 7) Ajarkan prosedur perawatan luka secara mandiri. 8) Kolaborasi antibiotic



pemberian



DAFTAR PUSTAKA Dhakal, S., dan Caro, DL. 2012. Study of the incidene of distal radius fracture. Journal of Chitwan Medical College. 1(2): 49-52.



Donegan, Shannon. 2017. Effectiveness of Non-Operative Treatment vs. Operative Treatment of Unstable Distal Radius Fractures in the Elderly. School of Physician Assistant Studies. 634.



Singapore: Elsevier Inc. Terjemahan oleh Elseria, R. N. 2012. Kamus Kedokteran Dorland. Edisi 31. Jakarta: EGC.



Noor, Zairin. 2016. Buku Ajar Gangguan Muskuloskeletal. Edisi 2. Jakarta: Salemba Medika.



Rasjad, C. 2015. Pengantar Ilmu Bedah Ortopedi. Edisi 4. Jakarta: Yarsif Watampone.



Snell R.S., 2012. Clinical anatomy by regions. 9th ed. Philadelphia: Lippincott Williams & Wilkins. Solomon, et al. 2010. Apley’s System of Orthopaedics and Fractures, Ninth edition. United Kingdom: University of Bristol.



Syarif, M. W. H. 2012. Gambaran penderita fraktur radius distal di RSUP Haji