LP Hemoptisis [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

LAPORAN PENDAHULUAN HEMOPTISIS (BATUK BERDARAH)



A.



Definisi Hemoptisis (batuk darah) merupakan suatu gejala atau tanda dari suatu



penyakit



infeksi. Secara umum, pengertian hemoptisis adalah membatukkan darah dari paru atau ekspektorasi darah akibat perdarahan pada saluran napas di bawah laring, atau perdarahan yang keluar melalui saluran napas bawah laring (Bidwell JL, Pachner RW, 2005; Rasin, 2009). Hemoptisis adalah darah yang keluar dari mulut dengan dibatukkan. Perawat mengkaji apakah darah tersebut berasal dari paru-paru, perdarahan hidung atau perut. Darah yang berasal dari paru biasanya berwarna merah terang karena darah dalam paru distimulasi segera oleh refleks batuk. Penyakit yang menyebabkan hemoptisis antara lain : Bronchitis Kronik, Bronchiectasis, TB Paru, Cystic fibrosis, Upper airway necrotizing granuloma, emboli paru, pneumonia, kanker paru dan abses. Hemoptisis masifa dalah batuk darah antara >100 sampai >600 mL dalam waktu 24 jam. (Rahman, 2009)



B.



Etiologi Ada banyak masalah potensial yang menjadi penyebab hemoptisis. Berikut adalah etiologi hemoptisis berdasarkan frekuensinya: 1.



Sangat sering (> 5%) :



Bronkitis (akut atau kronis) merupakan penyebab utama



tersering dari hemoptisis,



biasanya tidak mengancam jiwa (Pneumonia dan



Tuberkulosis); 2.



Sering (1 sampai 4%) : Bronkiektasis, Kanker paru atau tumor paru non-maligna terutama karsinoma bronkus, Emboli paru, Hemoptisis palsu (mimisan, penyakit mulut, hematemesis). Perdarahan hidung yang berat atau muntahan darah dari lambung dapat menyebabkan masuknya darah ke trakea. Darah kemudian dibatukkan dan muncul sebagai hemoptisis;



3.



Jarang ( 600 ml/24 jam dan dalam pengamatan batuk darah tidak berhenti.







Batuk darah < 600ml/24 jam tetapi > 250 ml/24 jam dan pada pemeriksaan hemoglobin < 10 gr% sedang batuk darah masih berlangsung.







Batuk darah < 600 ml/24 jam tetapi > 250 ml/24 jam dan pada pemeriksaan hemoglobin >10 gr% dan pada pengamatan selama 48 jam dengan pengobatan konservatif, batuk darah masih berlangsung. (Marleen et al., 2009).



Kriteria hemoptisis masif menurut Busroh (1978) dalam Pramahdi (2008) sebagai berikut: 1. Batuk darah sedikitnya 600 ml/24jam 2. Batuk darah volume antara 250-600 ml/ 24 jam pada pasien dengan kadar Hb 10g/dL sedangkan dalam pengamatan 48 jam masih belum berhenti



Dampak berbahaya hemoptisis berupa obstruksi sal napas oleh bekuan darah,asfiksia dan gangguan pertukaran gas, kehilangan darah,



hipotensi dan syok.



Kriteria



hemoptisis



mengancam jiwa menurut W.H. Ibrahim (2008) didefinisikan: 1. Batuk darah > 100 ml dalam24 jam. 2. Batuk darah menyebabkan abnormalitas pertukaran gas dan/atau terjadi obstruksi saluran napas. 3. Batuk darah menyebabkan ketidakstabilan hemodinamik.



F.



DIAGNOSIS Hal utama yang penting adalah memastikan apakah darah benar- benar bukan dari muntahan dan tidak berlangsung saat perdarahan hidung. Untuk menegakkan diagnosis, seperti halnya pada penyakit lain perlu dilakukan urutan-urutan dari anamnesis yang teliti hingga pemeriksaan fisik maupun penunjang sehingga penanganannya dapat disesuaikan. 1.



Anamnesis Hal yang perlu di tanyakan dalam batuk darah adalah : Jumlah dan warna darah yang di batukkan, lamanya pendarahan, batuk yang diderita bersifat produktif atau tidak, batuk terjadi sebelum atau sesudah perdarahan, ada merasakan nyeri dada, nyeri



substernal atau nyeri pleuritik, hubungan perdarahan dengan gerakan fisik, istirahat, dan posisi badan saat batuk, riwayat penyakit paru atau jantung terdahulu (Bidwell JL; Pachner RW, 2005) 2.



Pemeriksaan Fisik Untuk mengetahui perkiraan penyebab hemoptisis, maka diperlukan pemeriksaan fisik lebih lanjut: panas merupakan tanda adanya peradangan, auskultasi (Kemungkinan menonjolkan lokasi, ada aspirasi, ronchi menetap,



atau rales



wheezing local,



kemungkinan penyumbatan oleh Ca, bekuan darah), friction rub: emboli paru atau infark paru, clubbing: bronkiektasis, neoplasma (Alsagaff H, 2009). 3.



Pemeriksaan penunjang 



Pemeriksaan darah rutin terutama digunakan untuk melihat kadar hemoglobin untuk mengetahui ada tidaknya anemia akibat hemoptisis,







Foto polos toraks dalam posisi PA dan lateral,







Bronkografi untuk mengetahui adanya bronkiektasis, Pemeriksaan dahak baik secara bakteriologi maupun sitologi (Bidwell JL, Pachner RW, 2005).







Bronkoskopi dilakukan untuk menentukan sumber pendarahan sekaligus untuk penghisapan darah yang keluar agar tidak terjadi penyumbatan. Sebaiknya dilakukan sebelum perdarahan berhenti sehingga sumber pendarahan dapat segera diketahui. Adapun indikasi bronkoskopi pada hemoptisis adalah : 1) bila pemeriksaan radiologi tidak di dapatkan kelainan, 2) batuk darah yang berulang, 3) batuk darah massif: sebagai identifikasi dan terapi lokal pada titik perdarahan (Bidwell JL, Pachner RW, 2005).



G.



Penatalaksanaan Tujuan utama terapi adalah untuk mencegah asfiksia dan menghentikan pendarahan. Selain itu, tatalaksana hemoptisis untuk menemukan diagnosis penyakit dasar dan memberi terapi yang tepat, atau menyingkirkan penyakit lain yang serius. Sebagian besar hemoptisis terjadi minor atau bisa sembuh sendiri, walaupun kadang kadang perdarahan bisa menjadi berat dan tidak terkendali. Saat ini tatalaksana hemoptisis meliputi konservatif, pembedahan, dan embolisasi arteri bronkialis (Marleen et al., 2009).



1.



Terapi konservatif a.



Pasien



harus



dalam



keadaan



posisi



istirahat,



yakni



posisi



miring



(



Trendelendburg/lateral decubitus). Kepala lebih rendah dan miring ke sisi yang sakit untuk mencegah aspirasi darah ke paru yang sehat. b.



Melakukan suction dengan kateter setiap terjadi perdarahan.



c.



Batuk secara perlahan–lahan untuk mengeluarkan darah di dalam saluran saluran napas untuk mencegah bahaya sufokasi.



d.



Dada dikompres dengan es – kap, hal ini biasanya menenangkan penderita.



e.



Pemberian obat–obat penghenti perdarahan (obat–obat hemostasis), misalnya



f.



Antibiotika untuk mencegah infeksi sekunder.



g.



Pemberian cairan atau darah sesuai dengan banyaknya perdarahan yang terjadi.



h.



Pemberian oksigen.



Posisisi Trendelenburg



Tindakan selanjutnya bila mungkin : a. Menentukan asal perdarahan dengan bronkoskopi b. Menentukan penyebab dan mengobatinya, misal aspirasi darah dengan bronkoskopi dan pemberian adrenalin pada sumber perdarahan.



2. Terapi Pembedahan Tindakan bedah dilakukan bila pasien memenuhi persyaratan sebagai berikut: 1) diketahui jelas sumber perdarahan, 2) tidak ada kontra indikasi medis, 3) setelah dilakukan pembedahan sisa paru masih mempunyai fungsi yang adekuat (faal paru adekuat), 4) pasien bersedia dilakukan tindakan bedah (Rasin, 2009; Marleen et al., 2009).



H.



Komplikasi Komplikasi yang terjadi merupakan kegawatan dari hemoptisis, yaitu di tentukan oleh tiga faktor: 1) Terjadinya asfiksia oleh karena terdapatnya bekuan darah dalam saluran pernafasan, 2) Jumlah darah yang dikeluarkan selama terjadinya hemoptisis dapat menimbulkan hipovolemik, 3) Aspirasi dimana masuknya bekuan darah maupun sisa makanan ke dalam jaringan paru yang sehat bersama inspirasi (Mason RJ, 2010). Penyulit hemoptisis yang biasanya di dapatkan ialah: 1) Terjadi penyumbatan trakea dan saluran napas, sehingga timbul sufokasi yang sering fatal. 2) Penderita tidak tampak anemis tetapi sianosis, hal ini sering terjadi pada batuk darah masif (600-1000 cc/24 jam). 3) Pneumonia aspirasi akibat darah yang terhisap ke bagian paru yang sehat. 4) Tersumbatnya saluran nafas menyebabkan paru bagian distal kolaps sehingga terjadi atelektasis. 5) Terjadinya hipovolemia akibat perdarahan banyak dan anemia jika terjadi perdarahan dalam waktu lama (Mason RJ, 2010).



ASUHAN KEPERAWATAN A.



Pengkajian 1.



Pengkajian Primer a.



Airways 1) Sumbatan atau penumpukan sekret 2) Wheezing atau krekles



b.



Breathing 1) Sesak dengan aktifitas ringan atau istirahat 2) RR lebih dari 24 kali/menit, irama ireguler dangkal 3) Ronchi, krekles 4) Ekspansi dada tidak penuh 5) Penggunaan otot bantu nafas



c.



Circulation 1) Nadi lemah , tidak teratur 2) Takikardi 3) TD meningkat / menurun 4) Edema 5) Gelisah 6) Akral dingin 7) Kulit pucat, sianosis



8) Output urine menurun



2.



Pengkajian Sekunder Riwayat Keperawatan 1. Keluhan a. Dada terasa berat (seperti memakai baju ketat). b. Palpitasi atau berdebar-debar. c. Paroxysmal Nocturnal Dyspnea (PND) atau orthopnea, sesak nafas saat beraktivitas, batuk (hemoptoe), tidur harus pakai bantal lebih dari dua buah. d. Tidak nafsu makan, mual, dan muntah. e. Letargi (kelesuan) atau fatigue (kelelahan f. Insomnia g. Kaki bengkak dan berat badan bertambah h. Jumlah urine menurun i. Serangan timbul mendadak/ sering kambuh. 2. Riwayat penyakit: hipertensi renal, angina, infark miokard kronis, diabetes melitus, bedah jantung, dan disritmia. 3. Riwayat diet: intake gula, garam, lemak, kafein, cairan, alkohol. 4. Riwayat pengobatan: toleransi obat, obat-obat penekan fungsi jantung, steroid, jumlah cairan per-IV, alergi terhadap obat tertentu. 5. Pola eliminasi orine: oliguria, nokturia. 6. Merokok: perokok, cara/ jumlah batang per hari, jangka waktu 7. Postur, kegelisahan, kecemasan 8. Faktor predisposisi dan presipitasi: obesitas, asma, atau COPD yang merupakan faktor pencetus peningkatan kerja jantung dan mempercepat perkembangan CHF.



3.



Pemeriksaan Fisik a.



Evaluasi status jantung: berat badan, tinggi badan, kelemahan, toleransi aktivitas, nadi perifer, displace lateral PMI/ iktus kordis, tekanan darah, mean arterial presure, bunyi jantung, denyut jantung, pulsus alternans, Gallop’s, murmur.



b.



Respirasi: dispnea, orthopnea, suara nafas tambahan (ronkhi, rales, wheezing)



c.



Tampak pulsasi vena jugularis, JVP > 3 cmH2O, hepatojugular refluks



d.



Evaluasi faktor stress: menilai insomnia, gugup atau rasa cemas/ takut yang kronis



e.



Palpasi abdomen: hepatomegali, splenomegali, asites



f.



Konjungtiva pucat, sklera ikterik



g.



Capilary Refill Time (CRT) > 2 detik, suhu akral dingin, diaforesis, warna kulit pucat, dan pitting edema.



B.



Diagnosa Keperawatan 1.



Ketidakefektifan bersihan jalan napas berhubungan dengan sekresi yang kental/darah.



2.



Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan kerusakan membran alveolar-kapiler.



3.



Kekurangan volume cairan berhubungan dengan kehilangan cairan aktif



4.



Ketidakefektifan perfusi jaringan perifer berhubungan dengan ketidakcukupan pasokan oksigen ke jaringan perifer



5.



Resiko syok



6.



Ketidakseimbangan nutrisi : kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan peningkatan produksi spuntum/batuk, dyspnea atau anoreksia



7.



Resiko infeksi



C. No 1



RENCANA ASUHAN KEPERAWATAN Diagnosa Keperawatan



Tujuan dan Kriteria Hasil



Intervensi



Ketidakefektifan bersihan jalan napas berhubungan NOC : Mempertahankan jalan nafas yang paten : dengan sekresi yang kental/darah. Status Pernafasan : kepatenan jalan nafas  kaji tingkat kesadaran/ kognisi dan Pengendalian Aspirasi kemampuan dalam melindugi jalan nafas Kognisi Defenisi :  atur posisi kepala Ketidakmampuan untuk membersihkan sekret atau  pasang jalan nafas melalui oral obstruksi dari saluran nafas guna mempertahankan Kriteria Hasil :  evaluasi jumlah, jenis sekret yang keluar jalan nafas yang bersih a. Klien bisa mendemonstrasikan batuk  catat kemampuan untuk batuk efektif efektif dan suara nafas yang bersih,  lakukan pengisapan Faktor yang berhubungan : tidak ada sianosis, dan dypsneu  lakukan pemeriksaan yang tepat  Lingkungan : merokok aktif dan pasif, inhalasi (mampu mengeluarkan sputum, asap  pertahankan lingkungan bebas dari mampu bernafas dengan mudah, tidak  Obstruksi jalan nafas : retensi sekresi, sekresi rokok, polusi dll ada pursed lips) pada bronkus, eksudat pada alveoli, mokus yang Mengeluarkan sekresi : b. Menunjukkan jalan nafas yang paten berlebihan pada spase jalan nafas  tinggikan kepala tempat tidur atau (klien tidak merasa dadanya  Fisiologis : penyakit paru obstruktif , asma, sejajarkan tertekan,irama nafas,frekuensi alergi jalan nafas, disfungsi neuromaskular, dan  beri analgesik sesuai indikasi pernafasan dalam rentang normal, infeksi  tingkatkan asupan cairan minimal 2000 tidak ada suara nafas abnormal) DS: mL c. mampu mengidentifikasi dan Dispnea mencegah faktor yang dapat  terapi nebulizer DO :  lakukan atau bantu mempelajari teknik menghambat jalan nafas  Suara nafas berkurang atau ada suara nafas pembersihan jalan nafas tambahan mengkaji perubahan :  Batuk tidak efektif  auskultasi suara nafas  Kesulitan berbicara  pantau tanda tanda vital  Mata terbuka lebar, gelisah



  2



Ortopnea Sianosis



Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan NOC: kerusakan membran alveolar-kapiler. Status pernafasan : pertukaran gas Perfusi jaringan : polmunal Satus pernafasan : ventilasi Definisi : Kelebihan atau kekurangan oksigenasi dan atau eliminasi karbon dioksida pada membran alveoli Kriteria hasil : kapiler  menunjukan perbaikan ventilasi dan Faktor yang berhubungan oksigenasi jaringanyang adekuat Ketidakseimbangan ventilasi perfusi yang terlihat dari nilai analia gas Perubahan membran alveolar kapiler darah Perubahan suplai oksigen  berpartisipasi dalam regimen terapi Perubahan kapasitas pembawa oksigen darah DS : Dispnea Gangguan penglihatan Sakit kepala saat bangun tidur DO : Konfusi, Gelisah, irritabilitas,Samnolen Analisa gas draah abnormal Sianosis,Pernafasan abnormal, Takikardia, Diaforesis



 



observasi tanda/gejala infeksi ambil spesimen sputum



 Evaluasi pernafasan :  observasi frekuensi dan kedalaman pernafasan  observasi adnya dispnea  catat penggunaan otot abdomen  Evaluasi paru  lakukan auskultasi dan perkusi dada  catat karakter dan keefektifan mekanisme batuk  evaluasi warna kulit dan membran mokusa  pantau tanda tanda vital  ukur suhu  periksa tekanan darah  periksa irama jantung  tinjau data hasil lab  tinggikan temat tidur pasien  pasang alat bantu jalan nafas  beri oksigen tambahan  pertahankan asupan yang adekuat  anjurkan klien untuk cukup beristirahat  beri obat sesuia indikasi  pertanhkan lingkungan bebas dari alergen



3



Kekurangan volume cairan berhubungan dengan NOC : Evaluasi tingkat defisit cairan kehilangan cairan aktif Hidrasi  perkirakan atau ukur jkehilangan cairan Keseimbangan cairan  kaji tanda tanda vital, tekanan darah Keparahan kehilangan darah Definisi : menurun yag lain meningkat Penurunan cairan intravaskular, interstisial, dan atau  catat adnya membran mukosa yang interselular Kriteria hasil kering Faktor yang berhubungan :  mempertahankan volume ciaran  obserasi haluaran cairan setiap 24 jam Kehilangan volume cairan aktif pada tingkat fungsional  tinjau data laboratorium Kegagalan mekanisme regulasi  menyatakan pemahaman tentang mengoreksi kehilangan cairan DS: faktor penyebab  hentikn kehilangan darah Haus, kelemahan  menunjukan perilaku untuk  hentikan kehilangan cairan DO : memantau dan mengoreksi defisit  beri cairan dan elektrolit Penurunan haluane urine sesuai indikasi  kendalikan kelembapan suhu , udara Penuurnan berat badan lingkungan Penurunan tekanan darah, peningkatan denyut nadi  bantu terapi hipotermia dan suhu, Peningkatan status mental , Peningkatan  pertanhankan asupan dan haluaran cairan Ht dan timbang BB meningkatkan kenyamannan :  atur posisi yang nyaman  lakukan perawtan mulut  beri obat  observasi peningkatan mendadak pada tanda tanda vital



Daftar Pustaka Alsagaff H., Mukty A., 2009. Dasar-dasar ilmu penyakit paru. Surabaya : Airlangga University Press. Amirullah R, 2004. Gambaran dan Penatalaksanaan Batuk Darah di Biro Pulmonologi RSMTH. Jakarta : Karo Pulmonologi Rukmintal dr Mintoharjo. Bidwell JL, Pachner RW. (2005). Hemoptysis: diagnosis and management. American Family Physician, 72: 1253–60. Ibrahim WH.(2008). Massive hemoptysis: the definition should be revised. ERJ Marleen FS, Syahruddin, S., Hodoyo, A., Endarjo S. (2009). Ekspresi Protein Bcl-2 Pada Sediaan Blok Parafin Jaringan Kanker Paru. Jurnal Respir Indo.29: 210- 6. Menaldi Rasmin. 2009. Editorial Hemotisis. Depertemen Pulmonologi & Ilmu Kedokteran Respirasi FKUI-SMF Paru RSUP Persahabatan: Jakarta Nanda International.(2010). Diagnosis Keperawatan: Defenisi dan klassifikasi. EGC: Jakarta Pramahdi S .(2008). Batuk darah. Diagnosis dan tatalaksana kegawatdaruratan paru dalam praktek sehari‐hari. Salajka, F. 2001. Causes Of Massive Hemoptysis. Monaldi Arch Chest: New York