LP Hiperbilirubin [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

LAPORAN PENDAHULUAN “HIPERBILIRUBIN” Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Tugas Stase Keperawatan Anak di Ruang Rawat Inap Melati Rumah Sakit Umum Daerah Kota Bandung



Disusun oleh: Aam Amelia 4006190047



PROGRAM PROFESI NERS PROGRAM STUDI SARJANA KEPERAWATAN SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN DHARMA HUSADA BANDUNG 2019



LAPORAN PENDAHULUAN HIPERBILIRUBIN I.



DEFINISI Menurut Slusher (2013) Hiperbilirubin merupakan suatu kondisi di mana produksi bilirurin yang berlebihan di dalam darah. Menurut Lubis (2013), Hiperbilirubinemia merupakan salah satu fenomena klinis tersering ditemukan pada bayi baru lahir, dapat disebabkan oleh proses fisiologis, atau patologis, atau kombinasi keduanya. Ikterus neonatorum adalah suatu keadaan pada bayi baru lahir dimana kadar bilirubin serum total lebih dari 10 mg% pada minggu pertama dengan ditandai adanya ikterus yang bersifat patologis (Alimun,H,A : 2005). Jadi, dari beberapa pengertian di atas dapat di simpulkan bahwa hiperbilirubin merupakan suatu kondisi di mana kadar bilirubin yang berlebihan dalam darah yang biasa terjadi pada neonatus baik secara fisologis, patologis maupun keduanya.



II.



ETIOLOGI Peningkatan kadar bilirubin dalam darah tersebut dapat terjadi karena keadaan sebagai berikut: A.



Polychetemia (Peningkatan jumlah sel darah merah)



B.



Isoimmun Hemolytic Disease



C.



Kelainan struktur dan enzim sel darah merah



D.



Keracunan obat (hemolisis kimia; salisilat, kortikosteroid, kloramfenikol)



E.



Hemolisis ekstravaskuler



F.



Cephalhematoma



G.



Ecchymosis



H.



Gangguan fungsi hati; defisiensi glukoronil transferase, obstruksi empedu (atresia biliari), infeksi, masalah metabolik galaktosemia, hipotiroid jaundice ASI



I.



Adanya komplikasi; asfiksia, hipotermi, hipoglikemi. Menurunnya ikatan albumin; lahir prematur, asidosis. (Sumber: IDAI, 2011)



III.



MANIFESTASI KLINIS Tanda dan gejala yang jelas pada anak yang menderita hiperbilirubin adalah: A.



Tampak ikterus pada sklera, kuku atau kulit dan membran mukosa.



B.



Jaundice yang tampak dalam 24 jam pertama disebabkan oleh penyakit hemolitik pada bayi baru lahir, sepsis, atau ibu dengan diabetik atau infeksi.



C.



Jaundice yang tampak pada hari ke dua atau hari ke tiga, dan mencapai puncak pada hari ke tiga sampai hari ke empat dan menurun pada hari ke lima sampai hari ke tujuh yang biasanya merupakan jaundice fisiologis.



D.



Ikterus adalah akibat pengendapan bilirubin indirek pada kulit yang cenderung tampak kuning terang atau orange, ikterus pada tipe obstruksi (bilirubin direk) kulit tampak berwarna kuning kehijauan atau keruh. Perbedaan ini hanya dapat dilihat pada ikterus yang berat.



E.



Muntah, anoksia, fatigue, warna urin gelap dan warna tinja pucat, seperti dempul



F.



Perut membuncit dan pembesaran pada hati



G.



Pada permulaan tidak jelas, yang tampak mata berputar-putar



H.



Letargik (lemas), kejang, tidak mau menghisap



I.



Dapat tuli, gangguan bicara dan retardasi mental



J.



Bila bayi hidup pada umur lebih lanjut dapat disertai spasme otot, epistotonus, kejang, stenosis yang disertai ketegangan otot.



IV.



PATOFISIOLOGI Bilirubin adalah produk pemecahan hemoglobin yang berasal dari pengrusakan sel darah merah/RBCs. Ketika RBCs rusak maka produknya kan masuk sirkulasi, diimana hemoglobin pecah menjadi heme dan globin. Gloobin {protein} digunakan kembali oleh tubuh sedangkan heme akan diruah menjadi bilirubin unkonjugata dan berikatan dengan albumin. Kejadian yang sering ditemukan adalah apabila terdapat penambahan bebab bilirubin pada streptucocus hepar yang terlalu berlebihan. Hal ini dapat ditemukan bila terdapat peningkatan penghancuran eritrosit, polisitemia, memendeknya umur eritrosit janin/bayi, meningkatnya bilirubin dari sumber lain, atau terdapatnya peningkatan sirkulasi enterohepatik.



Gangguan ambilan bilirubin plasma terjadi apabila kadar protein-Z dan protein-Y terikat oleh anion lain, misalnya pada bayi dengan asidosis atau dengan anoksia/hipoksia, ditentukan gangguan konjugasi hepar (defisiensi enzim glukuronii transferase) atau bayi menderita gangguan ekskresi, misalnya penderita hepatitis neonatal atau sumbatan saluran empedu intra/ekstra hepatika. Pada derajat tertentu, bilirubin ini akan bersifat toksik dan merusakan jaringan otak. Toksisitas ini terutama ditemukan pada bilirubin indirek. Sifat indirek ini yang memungkinkan efek patologik pada sel otak apabila bilirubin tadi dapat menembus sawar darah otak. Kelainan yang terjadi pada otak ini disebut kernikterus atau ensefalopati biliaris. Mudah tidaknya bilirubin melalui sawar darah otak ternyata tidak hanya tergantung dari tingginya kadar bilirubin tetapi tergantung pula pada keadaan neonatus sendiri. Bilirubin indirek akan mudah melalui sawar darah otak apabila pada bayi terdapat keadaan imaturitas. Berat lahir rendah, hipoksia, hiperkarbia, hipoglikemia dan kelainan susunan saraf pusat yang karena trauma atau infeksi. Peningkatan kadar Bilirubin tubuh dapat terjadi pada beberapa keadaan. Kejadian yang sering ditemukan adalah apabila terdapat penambahan beban Bilirubin pada sel Hepar yang berlebihan. Hal ini dapat ditemukan bila terdapat peningkatan penghancuran Eritrosit, Polisitemia. Gangguan pemecahan Bilirubin plasma juga dapat menimbulkan peningkatan kadar Bilirubin tubuh. Hal ini dapat terjadi apabila kadar protein Y dan Z berkurang, atau pada bayi hipoksia, asidosis. Keadaan lain yang memperlihatkan peningkatan kadar Bilirubin adalah apabila ditemukan gangguan konjugasi Hepar atau neonatus yang mengalami gangguan ekskresi misalnya sumbatan saluran empedu. Pada derajat tertentu Bilirubin ini akan bersifat toksik dan merusak jaringan tubuh. Toksisitas terutama ditemukan pada Bilirubin Indirek yang bersifat sukar larut dalam air tapi mudah larut dalam lemak. sifat ini memungkinkan terjadinya efek patologis pada sel otak apabila Bilirubin tadi dapat menembus sawar darah otak. Kelainan yang terjadi pada otak disebut kernikterus.



Pada umumnya dianggap bahwa kelainan pada saraf pusat tersebut mungkin akan timbul apabila kadar Bilirubin Indirek lebih dari 20 mg/dl. Mudah tidaknya kadar Bilirubin melewati sawar darah otak ternyata tidak hanya tergantung pada keadaan neonatus. Bilirubin Indirek akan mudah melalui sawar darah otak apabila bayi terdapat keadaan BBLR , hipoksia, dan hipoglikemia. V.



PATHWAY



VI.



PENATALAKSANAAN A.



Pengawasan antenatal dengan baik dan pemberian makanan sejak dini (pemberian ASI).



B.



Menghindari obat yang meningkatakan ikterus pada masa kelahiran, misalnya sulfa furokolin.



C.



Pencegahan dan pengobatan hipoksin pada neonatus dan janin.



D.



Fenobarbital Fenobarbital dapat mengeksresi billirubin dalam hati dan memperbesar konjugasi. Meningkatkan sintesis hepatik glukoronil transferase yang mana dapat meningkatkan billirubin konjugasi dan clereance hepatik pigmen dalam empedu. Fenobarbital tidak begitu sering digunakan.



E.



Antibiotik, bila terkait dengan infeksi.



F.



Fototerapi Fototerapi dilakukan apabila telah ditegakkan hiperbillirubin patologis dan berfungsi untuk menurunkan billirubin dikulit melalui tinja dan urine dengan oksidasi foto pada billirubin dari billiverdin.



G.



Transfusi tukar. Transfusi tukar dilakukan bila sudah tidak dapat ditangani dengan foto terapi.



VII.



PEMERIKSAAN PENUNJANG A.



Laboratorium (Pemeriksan Darah) 1. Pemeriksaan billirubin serum. Pada bayi prematur kadar billirubin lebih dari 14 mg/dl dan bayi cukup bulan kadar billirubin 10 mg/dl merupakan keadaan yang tidak fisiologis. 2. Hb, HCT, Hitung Darah Lengkap. 3. Protein serum total.



B.



USG, untuk mengevaluasi anatomi cabang kantong empedu.



C.



Radioisotop Scan, dapat digunakan untuk membantu membedakan hapatitis dan atresia billiari.



VIII.



ASUHAN KEPERAWATAN



A.



Pengkajian 1.



Data subjektik a. Ibu klien mengatakan anaknya kuning



2.



Data objektif a. Bayi tampak kuning b. Terpasang foto terapi c. Mata bayi tampak tertutup penutup mata d. Nilai bilirubin lebih dari 1 mg/dL



B.



Diagnosa Keperawatan 1. Resiko kerusakan integritas kulit berhubungan dengan peningkatan kadar bilirubin dalam darah. 2. Resiko kekurangan volume cairan berhubungan dengan pemaparan sinar dengan intensitas tinggi. 3. Resiko gangguan suhu tubuh berhubungan dengan efek mekanisme regulasi tubuh.



C.



Perencanaan 1. Prioritas masalah : Resiko Kerusakan Integritas Kulit 2. Tujuan Setelah diberikan tindakan asuhan keperawatan diharapkan masalah hipertermi teratasi, dengan kriteria hasil: a. Warna kulit normal berwarna sawo matang b. Bilirubin total 0,3-1 mg/dL c. Bayi tidak dilakukan foto terapi 3.



Intervensi Keperawatan a. Monitor warna dan keadaan kulit setiap 4-8 jam b. Monitor keadaan bilirubin direk dan indirek (kolaborasi dengan dokter dan analis c. Ubah posisi miring atau tengkurap setiap 2 jam d. Jaga kebersihan kulit dan kelembaban kulit dengan memandikan bayi.



DAFTAR PUSTAKA Alimul, Hidayat A. 2005. Pengantar Ilmu Keperawatan Anak I. Jakarta: Salemba medika. Bulecheck, Gloria M., Butcher, Howard K., Dochterman, J. McCloskey. 2012.Nursing Interventions Classification (NIC). Fifth Edition. Iowa : Mosby Elsavier. Jhonson,Marion. 2012. Iowa Outcomes Project Nursing Classification (NOC). St. Louis ,Missouri ; Mosby. NANDA International. 2012. Nursing Diagnoses Classifications 2012-2014. Jakarta : EGC



:



Definitions



&



Pedoman Praktek Klinik: Ikatan Dokter Anak Indonesia (2011) Slusher, et all (2013). Treatment Of Neonatal Jaundice With Filtered Sunlight In Nigerian Neonates: Study Protocol Of A Non-Inferiority, Randomized Controlled Trial. http://www.trialsjournal.com/content/14/1/446: TRIALS