11 0 221 KB
LAPORAN PENDAHULUAN DAN KONSEP DASAR ASUHAN KEPERAWATAN ANAK DENGAN HIPERBILIRUBIN
Oleh : LUH PUTU NITA MELIANDARI NIM. 209012633
PROGRAM STUDI KEPERAWATAN PROGRAM PROFESI NERS STIKES WIRA MEDIKA BALI DENPASAR 2021
LAPORAN PENDAHULUAN DAN KONSEP DASAR ASUHAN KEPERAWATAN PADA BAYI DENGAN HIPERBILIRUBIN I.
KONSEP DASAR PENYAKIT A. Hiperbilirubin Hiperbilirubin adalah tingginya kadar bilirubin yang terakumulasi dalam darah dan dengan jaudince atau ikterius yaitu warna kuning pada kulit, sklera dan kuku (Wong, 2008).
Hiperbilirubin adalah peningkatan kadar
bilirubin serum (hiperbilirubinemia) yang disebabkan oleh kelainan bawaan juga dapat menimbulkan ikterus (Smeltzer, 2001). Hiperbilirubinemia adalah suatu keadaan kadar bilirubin serum total yang lebih 10 mg% pada minggu pertama yang ditandai dengan ikterus pada kulit, sclera dan organ lain, keadaan ini mempunyai potensi menimbulkan kern ikterus. Ikterus neonatarum merupakan salah satu keadaan yang menyerupai penyakit hati yang terdapat pada bayi baru lahir, terjadinya hiperbilirubinemia merupakan salah satu kegawatan pada BBL (bayi baru lahir) karena dapat menjadi penyebab gangguan tumbuh kembang bayi (H. Nabiel Ridha, 2014). Hiperbilirubinemia adalah keadaan kadar bilirubin total serum meningkat dengan cepat sampai lebih dari 10 mg% disertai tanda – tanda hemolisis(Anik & Nurhayati, 2009). Hiperbilirubinemia adalah meningkatnya kadar bilirubin dalam darah yang kadar nilainya lebih dari normal, biasannya terjadi pada bayi baru lahir (Maryunani & Eka Puspita, 2013). B. Klasifikasi Hiperbilirubin 1. Ikterus prehepatik Disebabkan oleh produksi bilirubin yang berlebihan akibat hemolisis sel darah merah. Kemampuan hati untuk melaksanakan konjugasi terbatas terutama pada disfungsi hati sehingga menyebabkan kenaikan bilirubin yang tidak terkonjugasi. Ikterus ini disebabkan oleh kelainan hemolitik seperti sferositosis, malaria tropika berat, anemia pernisiosa, atau transfusi darah yang tidak kompatibel.
2. Ikterus hepatic Disebabkan karena adanya kerusakan sel parenkim hati. Akibat kerusakan hati maka terjadi gangguan bilirubin tidak terkonjugasi masuk ke dalam hati serta gangguan akibat konjugasi bilirubin yang tidak sempurna dikeluarkan ke dalam duktus hepatikus karena terjadi retensi dan regurgitasi. Ikterus ini disebabkan oleh adanya Hepatitis A, B, C, D, atau E, leptospirosis, mononucleosis, serosis hepatis, kolestasis karena obat (klorpromazin), atau zat yang meracuni hati seperti fosfor, kloroform. 3. Ikterus kolestatik (pascahepatik) Disebabkan oleh bendungan dalam saluran empedu sehingga empedu dan bilirubin terkonjugasi tidak dapat dialirkan ke dalam usus halus. Akibatnya adalah peningkatan bilirubin terkonjugasi dalam serum dan bilirubin dalam urin, tetapi tidak didapatkan urobilirubin dalam tinja dan urin. 4. Ikterus neonatus fisiologi Ikterus fisiologik adalah ikterus yang timbul pada hari kedua dan ketiga yang tidak mempunyai dasar patologis, kadarnya tidak melewati kadar yang membahayakan atau mempunyai potensi menjadi “kernicterus” dan tidak menyebabkan suatu morbiditas pada bayi. Terjadi pada 2-4 hari setelah bayi baru lahir dan akan sembuh pada hari ke-7. Penyebabnya organ hati yang belum matang dalam memproses bilirubin. Berikut kondisi ikterus fisiologi : a. Timbul pada hari ke 2 atau ke 3, tampak jelas pada hari ke 5-6 dan menghilang pada hari ke 10. b. Bayi tampak biasa, minum baik, berat badan naik biasa c. Kadar bilirubin serum pada bayi cukup bulan tidak lebih dari 12 mg %, pada BBLR 10 mg %, dan akan hilang pada hari ke 14. d. Penyebab ikterus fisiologis diantaranya karena kekurangan protein Y dan Z, enzim Glukoronyl transferase yang belum cukup jumlahnya. 5. Ikterus neonatus patologis Ikterus patologik adalah ikterus yang mempunyai dasar patologis atau kadar bilirubinnya mencapai suatu nilai yang disebut hiperbilirubin.
Ikterus patologi terjadi karena faktor penyakit atau infeksi. Biasanya disertai suhu badan yang tinggi dan berat badan tidak bertambah. Pada neonatus, ikterus dapat menjadi patologi jika kondisi berikut ini : a. Ikterus yang terjadi pada 24 jam pertama setelah lahir b. Peningkatan kadar bilirubin serum sebanyak 5 mg/dl atau lebih setiap 24 jam. c. Konsentrasi bilirubin serum melebihi 10 mg % pada BBLR dan 12,5 mg % pada bayi cukup bulan. d. Ikterus yang disertai proses hemolisis (inkomptabilitas darah, defisiensi enzim G-6-PD, dan sepsis) e. Bilirubin direk lebih dari 1 mg % atau kenaikan bilirubin serum 1 mg % /dl/jam atau lebih 5 mg/dl/hari f. Ikterus menetap sesudah bayi umur 10 hari (bayi cukup bulan) dan lebih dari 14 hari pada BBLR g. Ikterus yang disertai : 1) Berat lahir < 2000 gr 2) Masa gestasi < 36 minggu 3) Asfiksia, hipoksia, sindrom gawat napas pada neonatus 4) Infeksi 5) Trauma lahir pada kepala 6) Hipoglikemia, hiperkarbia 7) Hiperosmolaritas darah h. Ikterus klinis yang menetap setelah bayi berusia > 8 hari (pada NCB) atau 14 hari (pada NKB). 6. Kern Ikterus Suatu kerusakan otak akibat perlengketan Bilirubin Indirek pada otak terutama pada Korpus Striatum, Talamus, Nukleus
Subtalamus,
Hipokampus, Nukleus merah , dan Nukleus pada dasar Ventrikulus IV (H. Nabiel Ridha, 2014).
Berikut derajat ikterus pada neonatus menurut Kramer :
Zona
Bagian tubuh yang kuning
Rata-rata serum bilirubin indirek (umol/l)
1
Kepala dan leher
100
2
Pusat-leher
150
3
Pusat-paha
200
4
Lengan + tangkai
250
5
Tangan + kaki
> 250
C. Etiologi 1. Pembentukan bilirubin berlebihan. Peningkatan kadar bilirubin yang berlebihan di dalam darah dipengaruhi oleh beberapa faktor, yaitu : a. Peningkatan produksi : 1) Hemolisis, misal pada inkompatibilitas yang terjadi bila terdapat ketidaksesuaian golongan darah dan anak pada penggolongan Rhesus dan ABO. 2) Pendarahan tertutup misalnya pada trauma kelahiran. 3) Ikatan bilirubin dengan protein terganggu seperti gangguan metabolic yang terdapat pada bayi Hipoksia atau Asidosis. 4) Defisiensi G6PD (Glukosa 6 Phospat Dehidrogenase). 5) Ikterus ASI yang disebabkan oleh dikeluarkannya pregnan 3 (alfa), 20 (beta), diol (steroid). 6) Kurangnya enzim Glukoronil Transeferase, sehingga kadar Bilirubin Indirek meningkat misalnya pada berat badan lahir rendah. 7) Kelainan
kongenital
(Rotor
Sindrome)
dan
Dubin
Hiperbilirubinemia. b. Gangguan transportasi akibat penurunan kapasitas pengangkutan misalnya pada Hipoalbuminemia atau karena pengaruh obat-obat tertentu misalnya Sulfadiasine. Bilirubin dalam darah terikat pada albumin kemudian diangkut ke hepar. Ikatan bilirubin dengan albumin
ini dapat dipengaruhi oleh obat misalnya salisilat, sulfafurazole. Defisiensi albumin menyebabkan lebih banyak terdapatnya bilirubin indirek yang bebas dalam darah yang mudah melekat ke sel otak. c. Gangguan fungsi hati yang disebabkan oleh beberapa mikroorganisme atau toksin yang dapat langsung merusak sel hati dan darah merah seperti infeksi, Toksoplasmosis, Siphilis. d. Gangguan ekskresi yang terjadi intra atau ekstra Hepatik. Gangguan ini dapat terjadi akibat obstruksi dalam hepar atau di luar hepar. Kelainan di luar hepar biasanya disebabkan oleh kelainan bawaan. Obstruksi dalam hepar biasanya akibat infeksi atau kerusakan hepar oleh penyebab lain. e. Peningkatan sirkulasi Enterohepatik misalnya pada Ileus Obstruktif Berikut faktor risiko terjadinya hiperbilirubin : a. Faktor maternal 1) Ras atau kelompok etnik tertentu (Asia, Native American, Yunani) 2) Komplikasi kehamilan (DM, inkompatibilitas ABO dan Rh) 3) Penggunaan infus oksitosin dalam larutan hipotonik 4) ASI b. Faktor perinatal 1) Trauma lahir (sefalhematom, ekimosis) 2) Infeksi (bakteri, virus, protozoa) c. Faktor neonatus 1) Prematuritas 2) Genetik 3) Polisitemia 4) Obat (streptomisin, kloramfenikol) 5) Rendahnya asupan ASI 6) Hipoglikemia 7) Hipoalbuminemia D. Patofisiologi
Peningkatan kadar bilirubin tubuh dapat terjadi pada beberapa keadaan. Kejadian yang sering ditemukan adalah apabila terdapat penambahan beban bilirubin pada sel hepar yang terlalu berlebihan. Hal ini dapat ditemukan bila terdapat peningkatan penghancuran eritrosit, polisitemia, memendeknya umur eritrosit janin/bayi, meningkatnya bilirubin dari sumber lain, atau terdapatnya peningkatan sirkulasi enterohepatik. Gangguan ambilan bilirubin plasma juga menimbulkan peningkatan kadar bilirubin tubuh. Hal ini dapat terjadi apabila kadar protein-Y berkurang atau pada keadaan protein-Y dan protein-Z terikat oleh anion lain, misalnya pada bayi dengan asidosis atau dengan anoreksia/hipoksia. Keadaan lain yang memperlihatkan peningkatan kadar bilirubin adalah apabila ditemukan gangguan konjugasi hepar (defisiensi enzim glukuronil transferase) atau bayi yang menderita gangguan eskresi, misalnya penderita hepatitis neonatal atau sumbatan saluran empedu intra/ ekstrahepatik. Pada derajat tertentu, bilirubin ini akan bersifat toksik dan merusak jaringan tubuh. Toksisitas terutama ditemukan pada bilirubin indirek yang bersifat sukar larut dalam lemak. Sifat ini memungkinkan terjadinya efek patologik pada sel otak pabila bilirubin tadi dapat menembus sawar darah otak. Kelainan yang terjadi pada otak ini disebut kernikterus atau ensefalopati biliaris. Pada umumnya dianggap bahwa kelainan pada susunan saraf pusat tersebut mungkin akan timbul apabila kadar bilirubin indirek lebih dari 20 mg/dL. Mudah tidaknya bilirubin melalui sawar darah otak ternyata tidak hanya tergantung pula pada keadaan neonates sendiri. Bilirubin indirek akan mudah melalui sawar darah otak apabila pada bayi terdapat keadaan imaturitas, berat lahir rendah, hipoksia, hiperkarbia, hipoglikemia, dan kelainan susunan saraf pusat yang terjadi karena trauma atau infeksi (Kosim, Soetandio, & Sakundarno, 2008).
E. Pathway Hiperbilirubin Kerusakan sel darah merah
Etiologi (prematuritas, dll)
Peningkatan dekstruksi eritrosit (gangguan konjugasi bilirubin/gangguan transport bilirubin) Hb & eritrosit abnormal
Pemecahan hemoglobin
Biliverdin
Globin Heme
Feco
Pemecahan bilirubin berlebihan dengan peningkatan albumin
Masuk ke sirkulasi darah
Suplai bilirubin melebihi ketidakmampuan hepar
Peningkatan bilirubin dalam darah
Hepar tidak mampu melakukan konjungasi
Obstruksi usus
Ikterus pada sclera, kuku dan kulit, peningkatan bilirubin indirect > 12 mg dl
Tinja berwarna pucat
Indikasi fototerapi
Sinar dengan intensitas tinggi
Risiko cedera
Kurang pengetahuan keluarga
Risiko kekurangan volume cairan tubuh
Kerusakan integritas kulit
Gangguan suhu tubuh
F. Manifestasi Klinis Tanda dan gejala yang biasanya terjadi pada orang dengan hiperbilirubin adalah sebagai berikut : 1. Kulit berwarna kuning sampe jingga 2. Pasien tampak lemah 3. Nafsu makan berkurang 4. Reflek hisap kurang 5. Urine pekat 6. Perut buncit 7. Pembesaran lien dan hati 8. Gangguan neurologic 9. Feses seperti dempul 10. Kadar bilirubin total mencapai 29 mg/dl. 11. Terdapat ikterus pada sklera, kuku/kulit dan membran mukosa. 12. Jaundice yang tampak 24 jam pertama disebabkan penyakit hemolitik pada bayi baru lahir, sepsis atau ibu dengan diabetk atau infeksi. 13. Jaundice yang tampak pada hari ke 2 atau 3 dan mencapai puncak pada hari ke 3-4 dan menurun hari ke 5-7 yang biasanya merupakan jaundice fisiologi. Menurut Surasmi (2003) gejala hiperbilirubinemia dikelompokkan menjadi : 1. Gejala akut : gejala yang dianggap sebagai fase pertama kernikterus pada neonatus adalah letargi, tidak mau minum dan hipotoni. 2. Gejala kronik : tangisan yang melengking (high pitch cry) meliputi hipertonus dan opistonus (bayi yang selamat biasanya menderita gejala sisa berupa paralysis serebral dengan atetosis, gengguan pendengaran, paralysis sebagian otot mata dan displasia dentalis). Sedangkan menurut Handoko (2003) gejalanya adalah warna kuning (ikterik) pada kulit, membrane mukosa dan bagian putih (sclera) mata terlihat saat kadar bilirubin darah mencapai sekitar 40 µmol/l. Berikut
adalah
table
berdasarkan waktu kejadiannya :
penegakan
diagnosis
ikterus
Neonatrum
Waktu Hari ke-1
Diagnosis banding Penyakit hemolitik (bilirubin indirek)
Anjuran pemeriksaan Kadar bilirubin serum
Inkompabilitas darah (Rh, ABO)
berkala,
Sferositosis
retikulosit,
Anemia hemolitik, non sferosis
apus darah
Ikterus
obstruktif
(bilirubin
Hepatitis neonatal
Ht,
sediaan
Golongan
darah
ibu/bayi, uji Coomb
direk)
HB,
Uji
tapis
defisiensi
enzim
Hari ke-2 s/d
Kuning pada bayi premature
ke-5
Kuning fisiologik
Sepsis
Darah ekstravaskular
Polisitemia
Sferosis kongenital
Uji serologi terhadap
TORCH Hitung jenis
darah
lengkap
Urin mikroskopik dan biakan urin
Pemeriksaan terhadap infeksi bakteri
Golongan
darah
Hari ke-5 s/d
Sepsis biliaris
ibu/bayi, uji Coomb Uji fungsi tiroid
ke-10
Kuning karena ASI
Uji tapis enzim G6PD
Defisiensi G6PD
Gula dalam urin
Hipotiroidisme
Pemeriksaan terhadap
Galaktosemia
Obat-obatan Atresia biliaris
Hepatitis neonatal
Kista koledukus
Sepsis (terutama infeksi saluran
Hari
ke-10
atau lebih
sepsis
Urin mikroskopik dan biakan urin
Uji serologi terhadap TORCH
kemih)
Biopsy hati
Stenosis
Kolesistografi
G. Komplikasi Bilirubin
Keadaan bilirubin yang tidak teratasi akan menyebabkan memperburuk keadaan, dan menyebabkan komplikasi; 1. Bilirubin enchepalopathy (komplikasi serius) 2. Kernikterus; kerusakan neurologis, cerebral palsy, retardasi mental, hiperaktif, bicara lambat, tidak ada koordinasi otot dan tangisan yang melengking. (Suriadi, 2001) Menurut
(Maryunani
&
Eka
Puspita,
2013)komplikasi
Pada
hiperbilirubinemia yaitu: 1. Kern ikterus 2. Kerusakan hepar 3. Gagal ginjal H. Pemeriksaan Diagnostik 1. Pemeriksaan laboratorium. a. Test Coomb pada tali pusat BBL Hasil positif test Coomb indirek menunjukkan adanya antibody Rh-positif, anti-A, anti-B dalam darah ibu. Hasil positif dari test Coomb direk menandakan adanya sensitisasi (Rh-positif, anti-A, anti-B) SDM dari neonatus. b. Golongan darah bayi dan ibu : mengidentifikasi incompatibilitas ABO. c. Bilirubin total. Kadar direk (terkonjugasi) bermakna jika melebihi 1,0-1,5 mg/dl yang mungkin dihubungkan dengan sepsis. Kadar indirek (tidak terkonjugasi) tidak boleh melebihi 5 mg/dl dalam 24 jam atau tidak boleh lebih dari 20 mg/dl pada bayi cukup bulan atau 1,5 mg/dl pada bayi praterm tegantung pada berat badan. 1) Pada bayi cukup bulan, bilirubin mencapai kurang lebih 6 mg/dl antara 2-4 hari setelah lahir. Apabila nilainya lebih dari 10 mg/dl tidak fisiologis. 2) Pada bayi premature, kadar bilirubin mencapai puncak 10-12 mg/dl antara 5-7 hari setelah lahir. Kadar bilirubin yang lebih dari 14 mg/dl tidak fisiologis. d. Protein serum total
Kadar kurang dari 3,0 gr/dl menandakan penurunan kapasitas ikatan terutama pada bayi praterm. e. Hitung darah lengkap Hb mungkin rendah (< 14 gr/dl) karena hemolisis. Hematokrit mungin meningkat (> 65%) pada polisitemia, penurunan (< 45%) dengan hemolisis dan anemia berlebihan. f. Glukosa Kadar dextrostix mungkin < 45% glukosa darah lengkap