LP Hipertensi, Askep, Akupresur [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

LAPORAN PENDAHULUAN HIPERTENSI



Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Tugas Mata Ajar Keperawatan Komplemeter



Oleh : Sri Sulastri Maharani 214119071



PROGRAM STUDI PROFESI NERS SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN JENDERAL ACHMAD YANI CIMAHI 2020



LAPORAN PENDAHULUAN



I. KONSEP HIPERTENSI A. Pengertian Menurut JNC hipertensi terjadi apabila tekanan darah lebih dari 140/90 mmHg (Tagor, 2003). Hipertensi adalah suatu keadaan dimana terjadi peningkatan tekanan darah secara abnormal dan terus menerus pada beberapa kali pemeriksaan tekanan darah yang disebabkan oleh satu atau beberapa faktor resiko yang tidak berjalan sebagaimana mestinya dalam memperhatikan tekanan darah secara normal. Hipertensi berkaitan dengan kenaikan tekanan sistolik atau tekanan diastolik atau tekanan keduanya. Hipertensi dapat didefinisikan sebagai tekanan darah tinggi persisten dimana tekanan sistoliknya di atas 140 mmHg dan tekanan diastolik di atas 90 mmHg. Pada populasi manula, hipertensi didefinisikan sebagai tekanan diastolik 160 mmHg dan tekanan diastolik 90 mmHg (Brunner & Suddarth, 2005). B. Etiologi Penyebab hipertensi dibagi menjadi dua golongan yaitu hipertensi esensial (primer) merupakan hipertensi yang tidak diketahui penyebabnya dan ada kemungkinan karena faktor keturunan atau genetik (90%). Hipertensi sekunder yaitu hipertensi yang merupakan akibat dari adanya penyakit lain. Faktor ini juga erat hubungaya dengan gaya hidup dan pola makan yang kurang baik. Faktor makanan yang sangat berpengaruh adalah kelebihan lemak (obesitas), konsumsi garam dapur yang tinggi, merokok dan minum alkohol. Apabila riwayat hipertensi didapatkan pada kedua orang tua, maka kemungkinan menderita hipertensi menjadi lebih besar. Faktor-faktor lain yang mendorong terjadinya hipertensi antara lain stres, kegemukan (obesitas), pola makan dan merokok (M. Adib, 2009). C. Klasifikasi 1. Klasifikasi berdasarkan etiologi a. Hipertensi Esensial (Primer) Merupakan 90% dari kasus penderita hipertensi. Dimana sampai saat ini belum diketahui penyebabnya secara pasti. Beberapa faktor yang



berpengaruh dalam terjadinya hipertensi esensial seperti : faktor genetik, stres dan psikologis, serta faktor lingkungan dan diet (peningkatan penggunaan garam dan berkurangnya asupan kalium atau kalsium). Peningkatan tekanan darah tidak jarang merupakan satu-satunya tanda hipertensi primer. Umumnya gejala baru terlihat setelah terjadinya komplikasi pada organ target seperti ginjal, mata, otak dan jantung. b. Hipertensi Sekunder Pada hipertensi sekunder, penyebab dan patofisiologi dapat diketahui dengan jelas sehingga lebih mudah untuk dikendalikan dengan obatobatan. Penyebab hipertensi sekunder diantaranya berupa kelainan ginjal seperti tumor, diabetes, kelainan adrenal, kelainan aorta, kelainan



endokrin



lainnya



seperti



obesitas,



resistensi



insulin,



hipertiroidisme dan pemakaian obat-obatan seperti kontrasepsi oral dan kortikosteroid. 2. Berdasarkan Derajat Hipertensi a. Berdasarkan JNC VII (2003) Berdasarkan JNC VII (2003) Tekanan Sistolik Tekanan Diastolik (mmHg) (mmHg) Normal < 120 dan < 80 Pre-Hipertensi 120-139 atau 80-89 Hipertensi Derajat I 140-159 atau 90-99 Hipertensi Derajat ≥ 160 atau ≥ 100 II Derajat



b. Menurut European Society of Cardiology (2007) Berdasarkan European Society of Cardiology (2007) Tekanan Sistolik Tekanan Diastolik Derajat (mmHg) (mmHg) Optimal < 120 dan < 80 Normal 120-129 atau 80-84 Normal Tinggi 130-139 atau 85-89 Hipertensi Derajat I 140-159 atau 90-99 Hipertensi Derajat II 160-179 atau 100-109 Hipertensi Derajat III ≥ 180 atau ≥ 110 Hipertensi Sistolik ≥ 190 dan < 90 Terisolasi



D. Patofisiologi dan Pathway



Mekanisme yang mengontrol kontriksi dan relaksasi pembuluh darah terletak di pusat vasomotor, pada medula di otak. Dari pusat vasomotor itu bermula jaras saraf simpatis yang berlanjut ke bawah korda spinalis dan keluar dari kolumna medula spinalis ke ganglia simpatis di thoraks dan abdomen. Rangsangan pusat vasomotor dihantarkan dalam bentuk impuls yang bergerak ke bawah melalui sistem saraf simpatis ke ganglia simpatis. Pada titik ini, neuron masing-masing ganglia melepaskan asetilkolin yang akan merangsang serabut saraf pusat ganglia ke pembuluh darah dimana dengan dilepaskannya norepinefrin mengakibatkan konstriksi pembuluh darah.



Berbagai



faktor



seperti



kecemasan



dan



ketakutan



dapat



mempengaruhi respon pembuluh darah terhadap rangsang vasokontriktor. Individu dengan hipertensi sangat sensitif terhadap norepinefrin, meskipun tidak diketahui dengan jelas mengapa hal tersebut bisa terjadi. Pada saat bersamaan dimana sistem saraf simpatis merangsang pembuluh darah sebagai respon rangsang emosi, kelenjar adrenal juga terangsang yang mengakibatkan



tambahan



aktivitas



vasokontriksi.



Medulla



adrenal



mensekresi epinefrin yang pada akhirnya menyebabkan vasokonstriksi korteks adrenal mensekresi kortisol dan steroid lainnya, yang dapat memperkuat respon vasokonstriktor pembuluh darah. Vasokonstriksi tersebut juga mengakibatkan penurunan alirah darah ke ginjal yang kemudian menyebabkan pelepasan renin. Renin merangsang pembentukan angiotensin I yang kemudian diubah menjadi angiotensin II, yaitu suatu vasokonstriktor kuat, yang pada gilirannya merangsang sekresi aldosteron oleh korteks adrenal. Hormon ini menyebabkan retensi natrium dan air oleh tubulus ginjal, menyebabkan peningkatan volme intravaskuler. Semua faktor tersebut cenderung mencetuskan keadaan hipertensi. Tekanan darah tinggi selain dipengaruhi oleh keturunan juga disebabkan oleh beberapa faktor seperti peningkatan aktifitas tonus simpatis, gangguan sirkulasi. Peningkatan aktifitas tonus simpatis menyebabkan curah jantung menurun dan tekanan primer yang meningkat, gangguan sirkulasi yang dipengaruhi oleh reflek kardiovaskuler dan angiotensin menyebabkan vasokonstriksi. Sedangkan mekanisme pasti hipertensi pada lanjut usia belum sepenuhnya jelas. Efek utama dari penuaan normal terhadap sistem kardiovaskuler meliputi perubahan aorta dan pembuluh darah sistemik. Penebalan dinding aorta dan pembuluh darah besar meningkat dan elastisitas pembuluh darah menurun sesuai umur. Penurunan elastisitas pembuluh darah menyebabkan peningkatan resistensi vaskuler perifer, yang



kemudian tahanan perifer meningkat. Faktor lain yang juga berpengaruh terhadap hipertensi yaitu kegemukan, yang akan mengakibatkan penimbunan kolesterol sehingga menyebabkan jantung harus bekerja lebih keras untuk memompa



darah.



Rokok



terdapat



zat-zat



seperti



nikotin



dan



karbonmonoksida yang diisap melalu drokok, yang masuk ke dalam aliran darah



dapat



merusak



lapisan



endotel



pembuluh



darah



arteri



dan



mengakibatkan proses aterosklerosis dan tekanan darah tinggi. Konsumsi alkohol berlebihan dapat meningkatkan kadar kortisol dan meningkatkan sel darah merah serta kekentalan darah berperan dalam menaikan tekanan darah. Kelainan fungsi ginjal dimana ginjal tidak mampu membuang sejumlah garam dan air dari dalam tubuh. Volume darah dalam tubuh meningkat, sehingga tekanan darah juga meningkat. Jika penyebabnya adalah feokromositoma, maka di dalam urine bisa ditemukan adanya bahan-bahan hasil penguraian hormon epinefrin dan norepinefrin (Ruhyanudin, 2007).



E. Manifestasi Klinis Pada pemeriksaan fisik tidak dijumpai kelainan apapun selain tekanan darah yang tinggi, tetapi dapat pula ditemukan perubahan pada retina, seperti perdarahan, eskudat (kumpulan cairan), penyempitan pembuluh darah, dan pada kasus berat edema pupil (edema pada diskus optikus). Individu yang menderita hipertensi kadang tidak menampakan gejala sampai bertahun-tahun. Gejala bila ada menunjukan adanya kerusakan vaskuler, dengan manifestasi yang khas sesuai sistem organ yang divaskularisasi oleh pembuluh darah bersangkutan. Perubahan patologis pada ginjal dapat bermanifestasi sebagai nokturia (peningkatan urinasi pada malam hari) dan azetoma (peningkatan nitrogen urea daerah (BUN) dan kreatinin). Keterlibatan pembuluh darah otak dapat menimbulkan stroke atau serangan iskemik transien yang bermanifestasi sebagai paralysis sementara pada satu sisi (hemiplegi atau gangguan tajam penglihatan (Brunner & Suddarth, 2005).



Corwin (2009) menyebutkan bahwa sebagian besar gejala klinis timbul : 1. Nyeri kepala saat terjaga, kadang-kadang disertai mual dan muntah, akibat peningkatan tekanan darah intrakranial 2. Penglihatan kabur akibat kerusakan retina akibat hipertensi 3. Ayunan langkah yang tidak mantap karena kerusakan susunan saraf pusat 4. Nokturia karena peningkatan aliran darah ginjal dan filtrasi glomerulus 5. Edema dependen dan pembengkakan akibat peningkatan tekanan kapiler F. Penatalaksanaan 1. Penatalaksanaan Non Farmakologi a. Mempertahankan berat badan ideal sesuai Body Mass Index (BMI) b. Kurangi asupan natrium (sodium) dengan cara diet rendah garam yaitu tidak lebih dari 100 mmol/hari atau 2,4 gram/hari c. Batasi konsumsi alkohol karena dapat memicu peningkatan tekanan darah d. Makan K dan Ca yang cukup dari diet pertahankan asupan diet potassium (>90 mmol atau 3500 gram/hari) dengan konsumsi diet tinggi buah dan sayur dan diet rendah lemak dengan cara mengurangi asupan lemak jenuh dan lemak total e. Menghindari merokok f.



Penurunan stres dengan memperkenalkan berbagai metode relaksasi



g. Terapi masase (pijat) untuk memperlancar aliran energi dalam tubuh 2. Pengobatan Farmakologi a. Diuretik



(hidroklorotiazid)



:



mengeluarkan



cairan



tubuh



yang



mengakibatkan daya pompa jantung menjadi lebih ringan b. Penghambat



simpatetik



(metildopa,



klonidin,



dan



reserpin)



:



menghambat aktivitas saraf simpatis c. Betabloker (metoprolol, propanolol dan atenolol) : menurunkan daya pompa jantung d. Vasodilator (prasosin, hidralasin) : relaksasi otot polos pembuluh darah e. ACE inhibitor (captopril) : menghambat zat angiotensin II f.



Penghambat angiotensin II (valsartan) : menghambat zat angiotensin II



g. Antagonis kalsium (diltiasem dan verapamil) : menghambat kontraksi



jantung (Wijaya & Putri, 2013)



G. Pemeriksaan Penunjang 1. Riwayat dan pemeriksaan fisik secara menyeluruh 2. Pemeriksaan retina 3. Pemeriksaan laboratorium untuk mengetahui kerusakan organ seperti ginjal dan jantung 4. EKG untuk mengetahui hipertrofi ventrikel kiri 5. Urinalisa untuk mengetahui protein dalam urine, darah dan glukosa 6. Pemeriksaan : renogram, pieolgram intravena, arteriogram renal, pemeriksaan fungsi ginjal terpisah dan penentuan kadar urine 7. Foto dada dan CT scan (Nurhidayat, 2015) H. Asuhan Keperawatan 1. Pengkajian a. Data biografi : nama, alamat, umur, tanggal MRS, diagnosa medis, penanggung jawab, catatan kedatangan b. Riwayat kesehatan : 1) Keluhan utama : biasanya pasien datang ke RS dengan keluhan kepala terasa pusing dan bagian kuduk terasa berat, tidak bisa tidur 2) Riwayat kesehatan sekarang : biasanya pada saat dilakukan pengkajian pasien masing mengeluh kepala terasa sakit dan berat, penglihatan berkunang-kunang tidak bisa tidur 3) Riwayat kesehatan dahulu : biasanya penyakit hipertensi ini adalah penyakit yang menahun yang sudah lama dialami oleh pasien dan biasanya pasien mengonsumsi obat rutin 4) Riwayat kesehatan keluarga : biasanya penyakit hipertensi ini adalah penyakit keturunan c. Data dasar pengkajian : 1) Aktivitas/istirahat Gejala : kelemahan, letih, nafas pendek, gaya hidup monoton Tanda : frekuensi jantung meningkat, perubahan irama jantung, takipnea 2) Sirkulasi



Gejala : riwayat hipertensi, aterosklerosis, penyakit jantung koroner, penyakit serebrovaskuler Tanda : kenaikan TD, hipotensi postural, tachicardi, perubahan warna kulit, suhu dingin 3) Integritas ego Gejala : riwayat perubahan kepribadian, ansietas, depresi, euphoria, faktor stres multipel Tanda : letupan suasana hati, gelisah, penyempitan kontinue perhatian, tangisan yang meledak, otot muka tegang, pernafasan menghela, peningkatan pola bicara 4) Eliminasi Gejala : gangguan ginjal saat ini atau yang lalu 5) Makanan/cairan Gejala : makanan yang disukai yang dapat mencakup makanan tinggi garam, lemak dan kolesterol Tanda : BB normal atau obesitas, adanya edema 6) Neurosensori Gejala : keluhan pusing/pening, sakit kepala, berdenyut sakit kepala, berdenyut, gangguan penglihatan, episode epistaksis Tanda : perubahan orientasi, penurunan kekuatan genggaman, perubahan retinal optic 7) Nyeri/ketidaknyamanan Gejala : angina, nyeri hilang timbul pada tungkai, sakit kepala oksipital berat, nyeri abdomen 8) Pernafasan Gejala : dispnea yang berkaitan dengan aktivitas, takipnea, ortopnea, dispnea nocturnal proksimal, batuk dengan atau tanpa sputum, riwayat merokok Tanda : distress respirasi/penggunaan otot aksesoris pernafasan, bunyi nafas tambahan, sianosis 9) Keamanan Gejala : gangguan koordinasi, cara jalan Tanda : episode parestesia unilateral transien, hipotensi postural 10) Pembelajaran/penyuluhan Gejala : faktor resiko keluarga; hipertensi, aterosklerosis, penyakit jantung, DM, penyakit ginjal, faktor resiko etnik, penggunaan pil KB atau hormon



(Wijaya & Putri, 2013) 2. Diagnosa Keperawatan a. Nyeri akut berhubungan dengan agen biologis proses penyakit b. Gangguan perfusi jaringan serebral, ginjal, jantung berhubungan dengan gangguan sirkulasi c. Kelebihan



volume



cairan



berhubungan



dengan



mekanisme



pengaturan melemah d. Nutrisi kurang dari kebutuhan berhubungan dengan mual muntah e. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelemahan fisik f.



Resiko penurunan curah jantung berhubungan dengan vasokonstriksi vaskuler



3. Intervensi / NIC



No Diagnosa Kep 1 Nyeri Akut berhubungan dengan agen cedera biologis



2



Gangguan perfusi jaringan serebral, ginjal, jantung berhubungan



NOC NOC : 1. Pain level 2. Pain control 3. Comfort level Kriteria hasil : 1. Mampu mengontrol nyeri (tahu penyebab nyeri, mampu menggunakan teknik nonfarmakologi untuk mengurangi nyeri) 2. Melaporkan nyeri berkurang dengan menggunakan teknik manajemen nyeri 3. Mampu mengenali nyeri (skala, intensitas, frekuensi dan tanda nyeri) 4. Menyatakan rasa nyaman setelah nyeri berkurang NOC : 1. Circulation status 2. Neurologic status 3. Tissue perfussions :



NIC Pain management : 1. Lakukan pengkajian nyeri secara komprehensif termasuk lokasi, karakteristik, durasi, frekuensi, kualitas dan faktor presipitasi 2. Observasi reaksi nonverbal dari ketidaknyamanan 3. Evaluasi pengalaman nyeri masa lampau 4. Kontrol lingkungan yang dapat mempengaruhi nyeri 5. Tingkatkan istirahat/tidur 6. Ajarkan pasien teknik manajemen nyeri nonfarmakologi 7. Kolaborasi pemberian analgetik, jika perlu



1. Monitor tanda-tanda vital 2. Monitor AGD, ukuran pupil, ketajaman, kesimetrisan dan reaksi 3. Monitor adanya diplopia, pandangan



dengan gangguan sirkulasi



cerebral Kriteria hasil : 1. Tekanan darah dalam rentang normal 2. Komunikasi jelas 3. Menunjukan konsentrasi dan orientasi 4. Pupil seimbang dan reaktif 5. Bebas dari aktivitas kejng 6. Tidak mengalami nyeri kepala



3



Kelebihan volume cairan berhubungan dengan mekanisme pengaturan melemah



4



Nutrisi kurang dari NOC : kebutuhan 1. Nutritional status berhubungan 2. Nutritional status : dengan mual intake nutrient muntah Kriteria hasil : 1. Tidak ada tandatanda malnutrisi



4. 5. 6. 7. 8.



kabur dan nyeri kepala Monitor tonus otot pergerakan Monitor tekanan intrakranial dan respon neurologis Catat perubahan pasien dalam merespon stimulus Pertahankan parameter hemodinamik Tinggikan kepala tergantung pada kondisi pasien



NOC : Monitor cairan dan elektrolit : 1. Electrolit and acid 1. Tentukan jumlah dan jenis cairan base balance intake / asupan cairan kebiasaan 2. Fluid balance eliminasi 3. Hydration 2. Tentukan faktor resiko yang mungkin Kriteria hasil : menyebabkan ketidakseimbangan 1. Terbebas dari cairan edema, efusi dan 3. Tentukan apakah pasie mengalami anasarka kehausan atau gejala perubahan 2. Bunyi nafas bersih cairan misal pusing dan melamun 3. Terbebas dari 4. Periksa isi ulang kapiler dengan distensi vena memegang tangan pasien pada tinggi jugularis yang sama seperti jantung dan 4. Terbebas dari menekan jari tengah selama 5 detik, kelelahan, lalu lepas tekanan dan hitung sampai kecemasan atau jarinya kembali merah bingung 5. Monitor status hidrasi (kelembaban membran mukosa, nadi adekuat, tekanan darah normal) 6. Monitor berat badan 7. Monitor asupan dan pengeluaran 8. Monitor tanda-tanda vital 9. Monitor parameter hemodinamik invasive Nutrition Management : 1. Kaji adanya alergi makanan 2. Monitor turgor kulit, kekeringan, rambut kusam dan mudah patah 3. Monitor mual dan muntah 4. Anjurkan pasien untuk meningkatkan intake Fe



2. Tidak terjadi penurunan berat badan yang berarti



5. Anjurkan pasien untuk meningkatkan protein dan vit c 6. Anjurkan pasien untuk makan sedikit tapi sering 7. Beri informasi tentang kebutuhan nutrisi 8. Kolaborasi dengan ahli gizi untuk menentukan kebutuhan kalori dan nutrisi yang dibutuhkan



5



Intoleransi aktivitas NOC : berhubungan 1. Activity Tolerance dengan kelemahan 2. Self care : ADLs fisik Kriteria hasil : 1. Berpartisipasi dalam aktivitas fisik 2. Tanda-tanda vital normal 3. Mampu melakukan aktivitas sehari-hari mandiri



Activity Therapy : 1. Bantu klien untuk mengidentifikasi kemampuan klien dalam melakukan aktivitas 2. Bantu klien untuk mengidentifikasi dan mendapatkan sumber yang diperlukan untuk aktivitas yang diinginkan 3. Bantu keluarga/klien untuk mengidentifikasi kekurangan dalam beraktifitas 4. Bantu klien dalam memenuhi kebutuhan dan keperluan alat bantuan dalam melakukan aktifitas



6



Resiko Penurunan NOC : Curah Jantung 1. berhubungan dengan 2. vasokonstriksi 3. vaskuler



Cardiac pump effectiveness Circulation status Vital sign status Kriteria hasil : 1. Tanda vital dalam rentang normal 2. Dapat mentoleransi aktivitas, tidak kelelahan 3. Tidak ada penurunan kesadaran



Cardiac care : 1. Evaluasi adanya nyeri dada (intensitas, durasi dan lokasi) 2. Catat adanya disritmia jantung 3. Catat adanya tanda penurunan cardiac output 4. Monitor status cardiovaskular 5. Monitor balance cairan 6. Monitor adanya perubahan tekanan darah 7. Monitor toleransi aktivitas klien 8. Tingkatkan istirahat



II. KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN A. Keperawatan International Council of Nurses (ICN) (2003) dalam Sumijatun (2010) mengemukakan bahwa keperawatan adalah bagian dari system kesehatan yang mencakup promosi kesehatan, pencegahan penyakit, perawatan fisik bagi yang sakit, perawatan jiwa dan ketidakmampuan untuk semua usia pada tatanan kesehatan dan komunitas. Keperawatan merupakan bentuk layanan kesehatan professional yang merupakan bagian integral dari layanan kesehatan yang didasarkan pada ilmu dan kiat keperawatan. Layanan ini berbentuk layanan bio-psiko-sosio-spiritual komprehensif yang ditujukan bagi individu, keluarga, kelompok dan masyarakat baik sehat maupun sakit yang mencakup seluruh proses kehidupan masyarakat (Lokakarya Keperawatan Nasional, 1983 dalam Budiono, 2015). Berdasarkan



Keputusan



Menteri



Kesehatan



RI,



Nomor



674/Menkes/SK/IV/2000 tentang Registrasi dan Praktik Keperawatan yang kemudian diperbarui dengan Kepmenkes RI Nomor 1239/SK/XI/2001, dijelaskan bahwa perawat adalah orang yang telah lulus dari pendidikan perawat, baik di dalam maupun di luar negeri, sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Selanjutnya, perawat adalah suatu profesi yang mandiri yang mempunyai hak untuk memberikan layanan keperawatan secara mandiri dan bukan sebagai profesi pembantu dokter. Dari beberapa definisi dan istilah di atas dapat disimpulkan bahwa Keperawatan adalah orang yang telah lulus dari pendidikan keperawatan yang merupakan bagian dari system kesehatan yang memberikan pelayanan keperawatan berbentuk layanan bio-psiko-sosio-spiritual komprehensif yang ditujukan bagi individu, keluarga, kelompok dan masyarakat baik sehat maupun sakit yang mencakup seluruh proses kehidupan masyarakat



B. Terapi Komplementer Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), terapi adalah usaha untuk memulihkan kesehatan orang yang sedang sakit, pengobatan penyakit, perawatan penyakit. Komplementer adalah bersifat melengkapi, bersifat menyempurnakan.



Pengobatan



komplementer



dilakukan



dengan



tujuan



melengkapi pengobatan medis konvensional dan bersifat rasional yang tidak bertentangan dengan nilai dan hukum kesehatan di Indonesia. Standar praktek



pengobatan komplementer telah diatus dalam Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia. Terapi komplementer adalah sebuah kelompok dari macam-macam sistem pengobatan dan perawatan kesehatan, praktik dan produk yang secara umum



tidak



menjadi



bagian



dari



pengobatan



konvensional.



Terapi



komplementer dikenal dengan terapi tradisional yang digabungkan dalam pengobatan modern. Komplementer adalah penggunaan terapi tradisional ke dalam pengobatan modern. Terminologi ini dikenal sebagai terapi modalitas atau aktivitas yang menambahkan pendekatan ortodoks dalam pelayanan kesehatan. Terapi komplementer juga ada yang menyebutnya dengan pengobatan



holistik.



Pendapat



ini



didasari



oleh



bentuk



terapi



yang



mempengaruhi individu untuk mengintegrasikan fikiran, badan dan jiwa dalam kesatuan fungsi. Terapi komplementer dapat berupa promosi kesehatan, pencegahan penyakit ataupun rehabilitasi. Bentuk promosi kesehatan misalnya memperbaiki gaya hidup seseorang dengan terapi nutrisi. Intervensi komplementer ini berkembang di tingkat pencegahan primer, sekunder, tersier dan dapat dilakukan di tingkat individu maupun kelompok misalnya untuk strategi stimulasi imajinatif dan kreatif.



C. Peran Tenaga Keperawatan dalam terapi Komplementer 1.



Peran sebagai pemberi asuhan keperawatan Tujuan keperawatan adalah untuk merawat dan membantu klien mencapai perawatan diri secara total. Tujuan keperawatan untuk fasilitasi proses penyembuhan tubuh dengan memanipulasi lingkungan klien. Untuk mempertahankan dan meningkatkan kesehatan, mencegah kesakitan dan merawat serta merehabilitasi klien yang sakit dan tidak mampu dengan pendekatan humanistik keperawatan. Peran sebagai pemberi asuhan keperawatan ini dapat dilakukan perawat dengan



memperhatikan



dibutuhkan



melalui



keadaan



pemberian



kebutuhan



dasar



manusia



pelayanan



keperawatan



yang



dengan



menggunakan proses keperawatan sehingga dapat ditentukan diagnosis keperawatan agar bisa direncanakan dan dilaksanakan tindakan yang tepat sesuai dengan tingkat kebutuhan dasar manusia, kemudian dapat



dievaluasi tingkat perkembangannya. Pemberian asuhan keperawatan ini dilakukan dari yang sederhana sampai dengan kompleks. 2.



Peran sebagai advokat (pembela) klien Peran ini dilakukan perawat dalam membantu klien dan keluarga dalam menginterpretasikan berbagai informasi dari pemberi pelayanan atau informasi lain khususnya dalam pengambilan persetujuan atas tindakan keperawatan berkaitan dengan terapi komplementer yang diberikan kepada pasiennya, juga dapat berperan mempertahankan dan melindungi hak-hak pasien yang meliputi hak atas pelayanan sebaik-baiknya, hak atas informasi tentang penyakitnya, hak atas privasi, hak untuk menentukan nasibnya sendiri dan hak untuk menerima ganti rugi akibat kelalaian.



3.



Peran edukator Tujuan keperawatan untuk mengembangkan interaksi antara perawat dan klien. Tujuan keperawatan untuk memanfaatkan komunikasi dalam membantu klien mencapai kembali adaptasi secara positif terhadap lingkungan. meningkatkan



Peran



ini



tingkat



dilakukan



dengan



pengetahuan



membantu



kesehatan



klien



dalam



mengenai



terapi



komplementer, gejala penyakit bahkan tindakan yang diberikan sehingga terjadi perubahan perilaku dari klien setelah dilakukan pendidikan kesehatan.



III. KONSEP AKUPRESSURE A. Pengertian Akupresur Akupresur adalah cara pijat berdasarkan ilmu akupuntur atau dapat juga disebut akupunktur tanpa jarum (Sukanta, 2008). Menurut Aprillia (2010) akupresur adalah ilmu penyembuhan dengan cara melakukan pijat pada titik-titik tertentu, ilmu ini berasal dari Tionghoa yang sudah ada sejak lebih dari 500 tahun yang lalu.



B. Falsafah dan Teori Akupresur Falsafah yang mendasari akupresur adalah Taoisme. Falsafah ini menyatakan bahwa kehidupan jagad raya atau makhluk hidup termasuk manusia terdiri dari 2 unsur ini merupakan faktor yang mempengaruhi kesehatan. Manusia sehat memiliki unsur Yin dan Yang yang relatif seimbang. Jika salah satu dominan maka kesehatan terganggu atau tidak sehat. Akupresur bertujuan untuk menyeimbangkan Yin dan Yang (Sukanta, 2008). Unsur Yin dalam alam contohnya adalah perempuan, bulan,bagian bawah, kondisi lemah, dan keadaan gelap/bayangan. Dalam tubuh manusia unsur Yin adalah dada, perut, permukaan tubuh bagian dalam , cairan kotor, fisik da organ padat. Sedangkan dalam hal gejala penyakit, Yin adalah penyakit kronis, penderitanya tenang, tubuhnya dingin, lembab, lemah, pucat, nadi lambat, lemah dan tenggelam, selaput lidah putih, otot lidah layu, basah, gemuk, dan perjalanan penyakitnya regresif (Sukanta, 2008). Unsur Yang dalam alam contohnya adalah laki-laki, matahari, bagian atas, kondisi kuat dan keadaan terang/panas. Dalam tubuh manusia Yang adalah punggung, pinggul, permukaan tubuh bagian luar, cairan bersih, psikis/mental, organ berongga. Adapun dalam hal yang menyangkut gejala penyakit, Yang adalah enyaki akut, penderitanya selalu gelisah, tubuhnya panas dan kering, nadi kuat, cepat, otot lidah kaku, selaputnya kuning kotor, serta perjalanan penyakit progresif (Sukanta, 2008).



C. Komponen Dasar Akupresur 1. Qi/Chi atau Energi Vital Di dalam tubuh mengalir energi vital untuk kelangsungan hidup. Zat sumber kehidupan ini dalam akupunktur dikenal dengan sebutan chi sie. Chi atau Qi adalah energi dan Sie disamakan dengan darah. Kualaitas energi vital seseorang dipengaruhi oleh makanan, minuman, lingkungan dan yang bersifat herediter. Pembentukan energi sangat tergantung pada kondisi organ di dalam tubuh (Sukanta, 2008). 2. Sistem meridian dan Lintasannya Menurut Sukanta (2008), di dalam tubuh selain mengalir sistem peredaran darah, sistem saraf dan sistem getah bening, terdapat juga sistem meridian.



Meridian berfungsi sebagai tempat mengalirnya energi vital, penghubung bolak-balik antar organ, bagian-bagian danjaringan tubuh, panca indra, tempat masuk dan keluarnya penyebab penyakit serta tempat rangsangan penyembuhan. Melalui sistem meridian ini energi vital dapat diarahkan ke organ atau bagian tubuh yang sedang mengalami gangguan. Kita dapat menekan titik energi pada lintasan meridian pada permukaan kulit dengan menggunakan jari-jari atau alat tumpul lain yang tidak menembus kulit dan tidak menimbulkan rasa sakit untuk menstimulasi kemampuan tubuh menyembuhkan diri secara alami. Sistem meridian terdiri dari 12 meridian umum dan 8 meridian istimewa. Dari sekian banyak meridian, yang umum dipakai adalah 12 meridian umum dan



2



meridian



istimewa,



yaitu



meridian



paru-paru



(Lung/LU),



lambung/perut (Stomach/ST), limpa (Spleen/SP), jantung (Heart/HT), usus besar (Large intestine/LI), usus kecil (Small Intestine/SI), kantong kemih (Baldder/BL), ginjal (Kidney/KI), selaput jantung (Pericardium/PC), triple warmer



(TW/Sanjiao/SJ),



kantong



empedu



(Gall



Bladder/GB),



hati



(Liver/LR/LU), Tu/Du (Governing Vessel/GV) dan Ren (Conception Vessel/CV).



Meridian-meridian



tersebut



saling



terkait



dan



saling



berhubungan satu dengan yang lainnya (Sukanta, 2008). 3. Titik Akupresur Menurut Sukanta (2008), terdapat ratusan titik akupresur pada peermukaan tubuh. Titik ini adalah tempat terakumulasinya (berkumpulnya) energi vital. Semua titik-titik tersebut dapat digunakan sebagai diagnosis maupun titik terapi. Menurut fungsinya ada tiga jenis titik akupunktur: Titik tubuh atau titik umum. Titik ini adalah titik akupunktur yang berada di sepanjang meridian. Titik ini langsung berhubungan dengan organ dan daeah lintasan meridiannya. Titik istimewa, adalah titik yang berada di luar lintasan meridian dan mempunyai funsi khusus. Titik nyeri, adalah titik yang terdapat di daerah keluhan. Kalau di tekan selalu terasa nyeri dan fungsinya hanya simptomatis, penghilang rasa nyeri. Judy James, ketua Australian Acupuncture & Chinese Medicine Association yang dikutip Anna, L.K (Kompas.com. 2014)15) , teknik dasar akupresur adalah dengan memberi tekanan konstan dan kuat selama 30 hingga 90



detik. Mungkin termasuk juga memberi pemijatan dengan gerakan memutar selama



periode



waktu



yang



sama.



Teknik



akupresur



moderen



menggunakan metode ketuk dua jari terhadap titik tekan yang sama di tubuh untuk mengatasi masalah emosional. Menggunakan jari tengah dan telunjuk, titik tersebut harus diketuk dengan kuat 10-20 kali.



D. Cara Kerja Akupresur Teknik akupresur dapat mengurangi sensasi-sensasi nyeri melalui peningkatan endorphin, yaitu hormon yang mampu menghadirkan rasa rileks pada tubuh secara alami, memblok reseptor nyeri ke otak (Aprillia, 2010). Penekanan titik akupresur dapat berpengaruh terhadap produksi endorphin dalam tubuh. Endorphin adalah pembunuh rasa nyeri yang dihasilkan sendiri oleh tubuh. Endorphin merupakan molekul-molekul peptid atau protein yang dibuat dari zat yang disebut beta-lipoptropin yang ditemukan pada kelenjar pituitary. Endorphin mengontrol aktivitas kelenjar-kelenjar endokrin tempat molekul tersebut tersimpan. Selain itu endorphin dapat mempengaruhi daerahdaerah pengindra nyeri di otak dengan cara yang serupa dengan obat opiat seperti morfin. Pelepasan endorphin dikontrol oleh sistem saraf. Jaringan saraf sensitif terhadap nyeri dan rangsangan dari luar,dan jika dipicu dengan menggunakan teknik akupresur,akan menginstrusikan sistem endokrin untuk melepaskan sejumlah endorphin sesuai kebutuhan tubuh (Aprillia, 2010).



E. Cara Pemijatan Pemijatan yang dilakukan adalah searah jarum jam sebanyak 30 putaran selama 3-5 menit. Dalam pemijatan, sebaiknya jangan terlalu keras dan membuat pasien kesakitan. Pemijatan yang benar harus dapat menciptakan sensasi rasa (nyaman, pegal, panas, gatal, perih, kesemutan, dan lain sebagainya). Apabila sensasi rasa dapat tercapai maka di samping sirkulasi chi (energi) dan xue (darah) lancar, juga dapat merangsang keluarnya hormon endomorfin hormon sejenis morfin yang dihasilkan dari dalam tubuh untuk memberikan rasa tenang (Hartono, 2012).



F. Hal-hal yang Perlu Diperhatikan dalam Terapi Akupresur 1.



Kebersihan Terapis Mencuci tangan dengan air yang mengalir dan menggunakan sabun antiseptik sebelum melakukan dan setelah melakukan terapi sangatlah penting. Hal tersebut dilakukan untuk mencegah penularan penyakit antara terapis dengan pasien



2.



Bagian-Bagian yang Tidak Dapat Dipijat Pemijatan tidak dapat dilakukan pada kondisi kulit terkelupas, tepat pada bagian tulang yang patah, dan tepat bagian yang bengkak.



3.



Pasien dalam Kondisi Gawat Penyakit-penyakit yang tidak boleh dipijat adalah tiga penyakit yang dapat menyebabkan kematian tiba-tiba, yaitu ketika terjadi serangan jantung, gagal napas oleh paruparu, dan penyakit pada saraf otak (misalnya stroke, pecah pembuluh darah, dan cidera otak). Apabila terapis menemukan gejala-gejala di atas segera rujuk ke rumah sakit karena penanganan yang keliru dapat menyebabkan pasien terlambat mendapatkan pengobatan yang lebih baik.



G. Teknik Perangsangan Titik Akupresur Untuk menentukan lokasi pemijatan yang benar ada beberapa cara yang dapat dilakukan Sukanta (2008), yaitu sebagai berikut: 1.



Menggunakan tanda anatomis tubuh, seperti benjolan-benjolan tulang, garis siku atau garis telapak tangan, puting susu, batas rambut, kerutan lipatan tangan dan sebagainya.



2.



Pembagian sama rata, dimana suatu bagian tubuh tertentu dibagi sama rata untuk mendapat titik yang tepat.



3.



Dengan menggunakan pedoman lebar jari. Misalnya 1 jempol sama dengan 1 cun, lebar jari telunjuk dan jari tengah sama dengan 1,5 cun, dan lebar 4 jari sama dengan 3 cun.



Tiap pemijatan bisa mengakibatkan hal-hal berikut (Sukanta, 2008): 1.



Melemahkan (Sedasi) ; untuk mendapatkan efek yang melemahkan, pijatan dilakukan lebih 30-50 kali (pijatan standar 30 kali atau selama 2 menit) atau dengan memijat melawan arah meridian atau pijatan berlawanan dengan arah jarum jam.



2.



Menguatkan (Tonifikasi) ; efek menguatkan diperoleh dengan cara memijat 1030 kali, atau dengan memijat mengikuti arah jarum jam atau searah jalur meridian.



3.



Netral (Disesuaikan Dengan Kebutuhan); untuk memperoleh efek netral cukup dengan melakukan pemijatan pada titik yang dimaksud sebanyak 30 kali.



DAFTAR PUSTAKA Brunner & Suddarth. 2005. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Brunner & Suddarth Edisi 8 Vol 3. Jakarta : EGC Corwin. 2009. Buku Saku Patofisiologi Corwin. Jakarta : Aditya Media JNC-7. 2007. The Seventh Report of The Joint National Committee on Prevention, Detection, Evaluation and Treatment of High Blood Pressure. JAMA 289:2560-2571 M. Adib. 2009. Cara Mudah Memahami dan Menghindari Hipertensi, Jantung dan Stroke. Yogyakarta : Dianloka M.Ridwan, Herlina. 2015. Metode Akupresur untuk Meredakan Nyeri Haid. Jurnal Kesehatan Metro Sai Wawai Volume VIII No.1 Edisi Juni 2015 Nurarif & Kusuma. 2013. Aplikasi Asuhan Keperawatan berdasarkan Diagnosa Medis dan Nanda NIC NOC. Yogyakarta : Media Action Nurhidayat. 2015. Asuhan Keperawatan pada Pasien Hipertensi dengan Pendekatan Riset. Ponorogo : UNMUHPonorogo Press Rufaida, Zulfa dkk. 2018. Terapi Komplementer. Mojokerto : Stikes Majapahit Mojokerto Ruhyanudin. 2007. Asuhan Keperawatan Klien dengan Hipertensi pada Kelompok Lanjut Usia. Skripsi. Program Studi Kesehatan Masyarakat. Jakarta : Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Sumijatun. 2017. Konsep Dasar menuju Keperawatan Profesional. Jakarta : TIM Tagor GM. 2003. Buku Ajaran Kardiologi. Jakarta : Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia Widyatuti.



2008.



Terapi



Komplementer



dalam



Keperawatan.



Jurnal



Keperawatan Indonesia Volume 12 No. 1 Edisi Maret 2008 Wijaya & Putri. 2013. KMB Keperawatan Medikal Bedah (Keperawatan Dewasa) Teori dan Contoh Askep. Bengkulu : Nuha Medika