15 0 196 KB
LAPORAN INDIVIDU LAPORAN PENDAHULUAN DAN ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN DENGAN HIPOKALEMIA
Disusun Untuk Memenuhi Tugas Laporan Individu Praktek Profesi Keperawatan Departemen Keperawatan Medikal Bedah I Di Ruang Penyakit Dalam RSUD Dr. H. Moch. Ansari Saleh Banjarmasin
Oleh: Nama : Muhammad Ridho NIM : P17212215121
KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES MALANG JURUSAN KEPERAWATAN PRODI PENDIDIKAN PROFESI NERS 2021/2022
LEMBAR PENGESAHAN Laporan Pendahuluan dan Asuhan Keperawatan pada Pasien dengan Hipokalemia di Ruang Penyakit Dalam RSUD Dr. H. Moch.Anshari Saleh Banjarmasin periode tanggal desember s/d 27 januari Tahun Akademik 2021/2022. Telah disetujui dan disahkan pada tanggal … Bulan ……….. Tahun 2022 Banjarmasin, Preceptor Lahan RS
januari 2022
Preceptor Akademik
Mengetahui, Kepala Ruang Penyakit Dalam
A. Konsep Penyakit 1.
Definisi Hipokalemia Hipokalemia atau hypopotassaemia (ICD-9), mengacu pada kondisi di mana konsentrasi kalium (K+ ) dalam darah rendah. Tingkat normal kalium serum adalah antara 3,5-5,0 mEq / L, setidaknya 95% dari kalium tubuh ditemukan di dalam sel, dengan sisanya dalam darah. Ini gradien konsentrasi dipertahankan terutama oleh pompa Na+ /K+ (Nasronudin, 2019).
2.
Etiologi 1. Peningkatan ekskresi (atau kerugian) dari kalium dari tubuh. 2. Beberapa obat dapat menyebabkan kehilangan kalium yang dapat menyebabkan hipokalemia. Obat yang umum termasuk diuretik loop (seperti Furosemide). Obat lain termasuk steroid, licorice, kadang-kadang aspirin, dan antibiotik tertentu. 3. Ginjal disfungsi, ginjal tidak dapat bekerja dengan baik karena suatu kondisi yang disebut Asidosis Tubular Ginjal (RTA). Ginjal akan mengeluarkan terlalu banyak kalium. Obat yang menyebabkan RTA termasuk Cisplatin dan Amfoterisin B. 4. Kehilangan cairan tubuh karena muntah yang berlebihan, diare, atau berkeringat. 5. Endokrin atau hormonal masalah (seperti tingkat aldosteron meningkat), aldosteron adalah hormon yang mengatur kadar potasium. Penyakit tertentu dari sistem endokrin, seperti aldosteronisme, atau sindrom Cushing, dapat menyebabkan kehilangan kalium. Adapun penyebab lain dari timbulnya penyakit hipokalemia : muntah berulang-ulang, diare kronik, hilang melalui kemih (mineral kortikoid berlebihan obat-obat diuretik (Tjokroprawiro, 2015).
3.
Manifestasi Klinis a.
CNS dan neuromuskular; lelah, tidak enak badan, reflek
tendon dalam menghilang.
4.
b.
Pernapasan; otot-otot pernapasan lemah, napas dangkal (lanjut)
c.
Saluran cerna; menurunnya motilitas usus besar, anoreksia, mual, muntah.
d.
Kardiovaskuler; hipotensi postural, disritmia, perubahan pada EKG.
e.
Ginjal; poliuria,nokturia.
Patofisiologi Kalium adalah kation utama cairan intrasel. Kenyataannya 98 % dari simpanan tubuh (3000-4000 mEq) berada di dalam sel dan 2 % sisanya (kira-kira 70 mEq) terutama dalam pada kompetemen ECF. Kadar kalium serum normal adalah 3,5-5,5 mEq/L dan sangat berlawanan dengan kadar di dalam sel yang sekitar 160 mEq/L. Kalium merupakan bagian terbesar dari zat terlarut intrasel, sehingga berperan penting dalam menahan cairan di dalam sel dan mempertahankan volume sel. Kalium ECF, meskipun hanya merupakan bagian kecil dari kalium total, tetapi sangat berpengaruh dalam fungsi neuromuscular. Perbedaan kadar kalium dalam kompartemen ICF dan ECF dipertahankan oleh suatu pompa Na-K aktif yang terdapat di membran sel. Rasio kadar kalium ICF terhadap ECF adalah penentuan utama potensial membran sel pada jaringan yang dapat tereksitasi, seperti otot jantung dan otot rangka. Potensial membran istirahat mempersiapkan pembentukan potensial aksi yang penting untuk fungsi saraf dan otot yang normal. Kadar kalium ECF jauh lebih rendah dibandingkan kadar di dalam sel, sehingga sedikit perubahan pada kompartemen ECF akan mengubah rasio kalium secara bermakna. Sebaliknya, hanya perubahan kalium ICF dalam jumlah besar yang dapat mengubah rasio ini secara bermakna. Salah satu akibat dari hal ini adalah efek toksik dari hiperkalemia berat yang dapat dikurangi kegawatannya dengan
menginduksi pemindahan kalium dari ECF ke ICF. Selain berperan penting dalam mempertahankan fungsi nueromuskular yang normal, kalium adalah suatu kofaktor yang penting dalam sejumlah
proses
metabolik.
Homeostasis
kalium
tubuh
dipengaruhi oleh distribusi kalium antara ECF dan ICF,juga keseimbangan antara asupan dan pengeluaran. Beberapa faktor hormonal dan nonhormonal juga berperan penting dalam pengaturan ini, termasuk aldostreon, katekolamin, insulin, dan variabel asam-basa. Pada orang dewasa yang sehat, asupan kalium harian adalah sekitar 50-100 mEq. Sehabis makan, semua kalium diabsorpsi akan masuk kedalam sel dalam beberapa menit, setelah itu ekskresi kalium yang terutama terjadi melalui ginjal akan berlangsung beberapa jam. Sebagian kecil (lebih kecil dari 20%) akan diekskresikan melalui keringat dan feses. Dari saat perpindahan kalium ke dalam sel setelah makan sampai terjadinya ekskresi kalium melalui ginjal merupakan rangkaian mekanisme yang penting untuk mencegah hiperkalemia yang berbahaya. Ekskresi kalium melalui ginjal dipengaruhi oleh aldosteron, natrium tubulus distal dan laju pengeluaran urine. Sekresi aldosteron dirangsang oleh jumlah natrium yang mencapai tubulus distal dan peningkatan kalium serum diatas normal, dan tertekan bila kadarnya menurun. Sebagian besar kalium yang di filtrasikan oleh gromerulus akan di reabsorpsi pada tubulus proksimal. Aldosteron yang meningkat menyebabkan lebih banyak kalium yang terekskresi kedalam tubulus distal sebagai penukaran bagi reabsorpsi natrium atau H+. Kalium yang terekskresi akan diekskresikan dalam urine. Sekresi kalium dalam tubulus distal juga bergantung pada arus pengaliran, sehingga peningkatan jumlah cairan yang terbentuk pada tubulus distal (poliuria) juga akan meningkatkan sekresi kalium. Keseimbangan asam basa dan pengaruh hormon mempengaruhi distribusi kalium antara ECF dan ICF. Asidosis
cenderung untuk memindahkan kalium keluar dari sel, sedangkan alkalosis cenderung memindahkan dari ECF ke ICF. Tingkat pemindahan
ini
akan
meningkat
metabolisme
asam-basa,
dan
dibandingkan
dengan
asidosis.
jika
lebih
terjadi
berat
Beberapa
pada
gangguan alkalosis
hormon
juga
berpengaruh terhadap pemindahan kalium antara ICF dan ECF. Insulin dan Epinefrin merangsang perpindahan kalium ke dalam sel. Sebaliknya, agonis alfa- adrenergik menghambat masuknya kalium kedalam sel. Hal ini berperan penting dalam klinik untuk menangani ketoasidosis diabetik (Price & Wilson, edisi 6, hal 341). 5.
Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan laboratorium. a. Kalium serum : penurunan, kurang dari 3,5 mEq/L. Klorida serum : sering turun, kurang dari 98 mEq/L. b. Glukosa serum : agak tinggi. c. Bikarbonat plasma : meningkat, lebih besar dari 29 mEq/L. d. Osmolalitas urine : menurun. e. pH dan bikarbonat meningkat (Alkalosit metabolik). 6.
Penatalaksanaan Medis Pengobatan yang paling penting dalam hipokalemia berat adalah menangani penyebabnya, seperti memperbaiki diet, mengobati diare. Pasien tanpa sumber yang signifikan kehilangan kalium dan yang tidak menunjukkan gejala hipokalemia mungkin tidak memerlukan pengobatan. a.
Hipokalemia ringan (> 3,0 mEq / L) dapat diobati dengan lisan suplemen kalium klorida (Klor-Con, Sando-K, LambatK). Karena ini sering menjadi bagian dari asupan gizi yang buruk,
makanan
yang
mengandung
kalium
mungkin
disarankan, seperti sayuran berdaun hijau, tomat, buah jeruk,
jeruk atau pisang. Kedua suplemen makanan dan farmasi yang digunakan untuk orang yang memakai obat diuretik. b.
Hipokalemia berat ( 3 detik – Oliguria. – Warna kulit pucat dan / atau sianosis. 4. Perubahan kontraktilitas – Terdengar suara jantung S3 dan /atau S4. – Ejection fraction (EF) menurun.
Setelah dilakukan tindakan keperawatan diharapkan pola napas membaik dengan kriteria hasil: Kekuatan nadi perifer meningkat Ejection fraction meningkat Stroke volume meningkat Palpitasi menurun Bradikardia menurun Takikardia menurun Lelah menurun Edema menurun Dispnea menurun Batuk menurun Tekanan darah membaik
Observasi Identifikasi tanda/gejala primer Penurunan curah jantung (meliputi dispenea, kelelahan, adema ortopnea paroxysmal nocturnal dyspenea, peningkatan CPV) Identifikasi tanda /gejala sekunder penurunan curah jantung (meliputi peningkatan berat badan, hepatomegali ditensi vena jugularis, palpitasi, ronkhi basah, oliguria, batuk, kulit pucat) Monitor tekanan darah (termasuk tekanan darah ortostatik, jika perlu) Monitor intake dan output cairan Monitor berat badan setiap hari pada waktu yang sama Monitor saturasi oksigen Monitor keluhan nyeri dada (mis. Intensitas, lokasi, radiasi, durasi, presivitasi yang mengurangi nyeri) Monitor EKG 12 sadapoan Monitor aritmia (kelainan irama dan frekwensi) Monitor nilai laboratorium jantung (mis. Elektrolit, enzim jantung, BNP, NtproBNP) Monitor fungsi alat pacu jantung Periksa tekanan darah dan frekwensi nadisebelum dan sesudah aktifitas Periksa tekanan darah
dan frekwensi nadi sebelum pemberian obat (mis. Betablocker, ACEinhibitor, calcium channel blocker, digoksin) Terapeutik Posisikan pasien semifowler atau fowler dengan kaki kebawah atau posisi nyaman Berikan diet jantung yang sesuai (mis. Batasi asupan kafein, natrium, kolestrol, dan makanan tinggi lemak) Gunakan stocking elastis atau pneumatik intermiten, sesuai indikasi Fasilitasi pasien dan keluarga untuk modifikasi hidup sehat Berikan terapi relaksasi untuk mengurangi stres, jika perlu Berikan dukungan emosional dan spiritual Berikan oksigen untuk memepertahankan saturasi oksigen >94% Edukasi Anjurkan beraktivitas fisik sesuai toleransi Anjurkan beraktivitas fisik secara bertahap Anjurkan berhenti merokok Ajarkan pasien dan keluarga mengukur berat badan harian Ajarkan pasien dan keluarga mengukur intake dan output cairan harian
Kolaborasi Kolaborasi pemberian antiaritmia, jika perlu Rujuk ke program rehabilitasi jantung Perawatan Jantung Akut ( I.02076) Observasi Identifikasi karakteristik nyeri dada (meliputi faktor pemicu dan dan pereda, kualitas, lokasi, radiasi, skala, durasi dan frekuensi) Monitor EKG 12 sadapan untuk perubahan ST dan T Monitor Aritmia( kelainan irama dan frekuensi) Monitor elektrolit yang dapat meningkatkan resiko aritmia( mis. kalium, magnesium serum) Monitor enzim jantung (mis. CK, CK-MB, Troponin T, Troponin I) Monitor saturasi oksigen Identifikasi stratifikasi pada sindrom koroner akut(mis. Skor TIMI, Killip, Crusade) Terapeutik Pertahankan tirah baring minimal 12 jam Pasang akses
intravena Puasakan hingga bebas nyeri Berikan terapi relaksasi untuk mengurangi ansietas dan stres Sediakan lingkungan yang kondusif untuk beristirahat dan pemulihan Siapkan menjalani intervensi koroner perkutan, jika perlu Berikan dukungan spiritual dan emosional Edukasi Anjurkan segera melaporkan nyeri dada Anjurkan menghindari manuver Valsava (mis. Mengedan sat BAB atau batuk) Jelaskan tindakan yang dijalani pasien Ajarkan teknik menurunkan kecemasan dan ketakutan Kolaborasi Kolaborasi pemberian antiplatelat, jika perlu Kolaborasi pemberian antiangina(mis. Nitrogliserin, beta blocker, calcium channel bloker) Kolaborasi pemberian morfin,
jika perlu Kolaborasi pemberian inotropik, jika perlu Kolaborasi pemberian obat untuk mencegah manuver Valsava (mis., pelunak, tinja, antiemetik) Kolaborasi pemberian trombus dengan antikoagulan, jika perlu Kolaborasi pemeriksaan x-ray dada , jika perlu
DAFTAR PUSTAKA Black, J. M., & Hawks, J. H. (2014). Keperawatan Medikal Bedah (A. Suslia & P. P. Lestari (eds.); 8th ed.). Elsevier Ltd. Nasronudin. (2019). Penyakit Infeksi Di Indonesia Solusi Kini & Mendatang (Nasronudin, U. Hadi, M. Vitanata, E. A. Triyono, Baramantono, Suharto, E. Soewandojo, a. retno P. Rahayu, & I. S. Tantular (eds.); kedua). Airlangga University Press. PPNI (2018). Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia: Definisi dan Indikator Diagnostik, Edisi 1. Jakarta: DPP PPNI PPNI (2018). Standar Luaran Keperawatan Indonesia: Definisi dan Kriteria Hasil keperawatan, Edisi 1. Jakarta: DPP PPNI PPNI dan
(2018). Standar Intervensi Keperawatan Indonesia: Definisi Tindakan Keperawatan, Edisi 1. Jakarta: DPP PPNI
Tjokroprawiro, A. (2015). Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam.