22 0 319 KB
LAPORAN PENDAHULUAN HIPOSPADIA DI RUANG BEDAH ANAK (NYIMAS GANDASARI 3) RSD GUNUNG JATI KOTA CIREBON
Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Tugas Praktik Keperawatan Mahasiswa Stase Anak Program Profesi Ners
Disusun Oleh: Refi Ista’shama JNR0210085
PROGRAM STUDI PROFESI NERS SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN KUNINGAN 2021/2022
I.
Definisi
Sumber: Ners Unair http://ners.unair.ac.id/site/index.php/news-fkp-unair/30-lihat/1928-hipospadia Hypospadia dapat didefinisikan sebagai adanya muara uretra yang terletak di ventral atau proximal dari lokasi yang seharusnya. Kelainan ini terbentuk pada masa embryonal karena adanya defek pada masa perkembangan alat kelamin dan sering dikaitkan dengan gangguan pembentukan seks primer ataupun gangguan aktivitas seksual saat dewasa (Snodgrass & Bush, 2016). Hypospadia adalah kelainan letak uretra dan merupakan kelainan bawaan pada laki-laki, ditandai dengan posisi anatomi pembukaan saluran kemih di bagian ventral atau bagian arterior penis, biasanya disertai lengkung penis yang tidak normal dan ukurannya lebih pendek daripada laki-laki normal. Letaknya bervariasi sepanjang bagian ventral dari penis atau di perineum sebagai akibat gagalnya penyatuan dari lempeng uretra, Hypospadia berat didefinisikan sebagai suatu kondisi Hypospadia yang disertai dengan letak muara uretra eksternal diantara proximal penis sampai dengan di perbatasan penis dan skrotum dan mempunyai chrodee (Keays & Sunit, 2017). II.
Anatomi Fisiologi Organ reproduksi pria terdiri atas organ genetalia dalam(interna) dan organ genetalia luar(eksterna). Organ genetalia eksterna ini terdiri atas penis dan skrotum (kantung zakar).
Gambar Organ Reproduksi Pria. Sumber: (Pearce, 2007) 1. Penis Penis adalah alat kelamin luar yang berfungsi sebagai alat persetubuhan atau alat senggama dan juga sebagai saluran untuk pembuangan sperma dan air seni.Penis rata-rata berukuran sekitar 5-10 cm pada keadaan tidak ereksi dan 1219 cm pada keadaan ereksi. Kondisi seperti kedinginan atau rasa cemas dapat membuat ukuran penis mengecil. Penis terdiri dari akar (menempel pada dinding perut), badan (merupakan bagian tengah dari penis), dan glans penis (ujung penis yang berbentuk seperti kerucut).Kulit penis tipis dan tidak berambut kecuali di dekat akar. Pada ujung penis terdapat pembesaran jaringan tempat corpus spongiosum disebut glans penis. Glans banyak mengandung pembuluh darah dan saraf. Di ujung glans penis juga terdapat lubang uretra (saluran tempat keluarnya semen dan air kemih). Dasar glans penis disebut korona. Kulit yang menutupi glans disebut foreskin (preputium). Pada beberapa negara memiliki kebiasaan membersihkan daerah sekitar preputium yang dikenal namanya dengan sunat. Pada pria yang tidak disunat (sirkumsisi), preputium membentang mulai dari korona menutupi glans penis. Badan penis dibentuk dari tiga massa jaringan erektil silindris, yaitu dua korpus karvenosum dan satu korpus spongiosun mengelilingi uretra.Jika rongga tersebut terisi darah, maka penis menjadi lebih besar, kaku dan tegak (mengalami
ereksi).
Jaringan
erektil
adalah
jaring-jaring
ruang
darah
irregular
(venosasinusoid) yang diperdarahi oleh arterior aferen dan kapilar, didrainase oleh venula dan dikelilingi jaringan rapat yang disebut tunika albuginea (Wahyuningsih, H. P., & Kusmiyati, Y., 2017). 2. Skrotum Skrotum adalah kantung kulit yang menggantung di bawah penis. Skrotum tersusun dari kulit, fasia, dan otot polos yang membungkus dan menopang testis diluar tubuh. Skrotum terdiri atas dua kantong skrotal, setiap skrotal berisi satu testis tunggal, dipisahkan oleh septum internal. Otot dartos adalah lapisan serabut dalam fasia dasar yang berkontraksi untuk membentuk kerutan pada kulit skrotal sebagai respon terhadap udara dingin atau eksitasi seksual. Skrotum juga bertindak sebagai sistem pengontrol suhu untuk testis, karena untuk pembentukan sperma secara normal, testis harus memiliki suhu yang sedikit lebih rendah dibandingkan dengan suhu tubuh.Otot kremaster pada dinding skrotum akan mengendur atau mengencang sehingga testis menggantung lebih jauh dari tubuh (dan suhunya menjadi lebih dingin) atau lebih dekat ke tubuh (dan suhunya menjadi lebih hangat). Skrotum berfungsi untuk melindungi testis. Pada umumnya skrotum sebelah kiri tergantung lebih rendah dari yang kanan karena saluran sperma sebelah kiri lebih panjang. (Wahyuningsih, H. P., & Kusmiyati, Y., 2017). III. Etiologi Menurut (Krisna & Maulana, 2017) etiologi Hipospadia sangat bervariasi dan multifactorial, namun belum ditemukan penyebab pasti dari kelainan ini. Adanya defek pada produksi testosterone oleh testis dan kelenjar adrenal, kegagalan konversi dari testosterone ke dihidrotestosteron, defisiensi reseptor androgen di penis, maupun penurunan ikatan antara dihidrostestosteron dengan reseptor andogren dapat menyebabkan Hypospadia. Adanya paparan estrogen atau progestin pada ibu hamil di awal kehamilan dicurigai dapat meningkatkan resiko terjadinya Hypospadia. Lingkungan yang tinggi terhadap aktivitas estrogen sering ditemukan padapestisida di sayuran dan buah, dan obat-obatan, namun pada pil kontrasepsi tidak menimbulkan Hypospadia. Bahwa ibu hamil yang terpapar diethylstilbestrol meningkatlan resiko terjadinya Hypospadia
Pada ibu hamil yang melakukan diet vegetarian diperkirakan terjadi peningkatan resiko terjadinya Hypospadia. Hal ini dapat disebabkan adanya kandungan yang tinggi dari fitoestrogen pada sayuran. Respon Activiting Transcription Factor (ATF3) terhadap aktivitas anti androgen terbukti berperan penting terhadap kelainan Hypospadia. Pada ibu hamil yang mengkonsumsi obat-obatan anti epilepsy seperti asam valporat juga diduga meningkatkan resiko Hypospadia. Pada anak laki-laki yang lahir dengan program Intra-cystolasmic sperm Injection (ICSI) atau In Vitro Fertilization (IVF) memiliki insiden yang tinggi pada Hypospadia. Intra uterin growth retardation, berat bayi lahir rendah, bayi kembar, turunan Hypospadia juga merupakan faktor resiko Hypospadia yang dapat dikendalikan selama kehamilan. Beberapa kelainan yang sering ditemukan bersamaan dengan Hypospadia adalah kelainan
kromosom
dan
ambigu
genetalia
seperti
hermafrodit
maupun
pseudohermafrodit. IV.
Tanda dan Gejala Manifestasi klinis menurut Nurrarif & Kusuma (2015) yang sering muncul pada penyakit Hypospadia sebagai berikut : 1. Tidak terdapat preposium ventral sehingga prepesium dorsal menjadi berlebihan (dorsal hood). 2. Sering disertai dengan korde (penis angulasi ke ventral) atau penis melengkung ke arah bawah. 3. Lubang kencing terletak dibagian bawah dari penis. Sedangkan menurut (Krisna & Maulana, 2017) gejala yang timbul bervariasi sesuai dengan derajat kalainan. Secara umum jarang ditemukan adanya gangguan fungsi, namun cenderung berkaitan dengan masalah kosmetik pada pemeriksaan fisik ditemukan muara uretra pada bagian ventral penis. Biasanya kulit luar bagian ventral lebih tipis atau bahkan tidak ada, dimana kulit luar di bagian dorsal menebal bahkan terkadang membentuk seperti sebuah tudung. Pada Hypospadia sering ditemukan adanya chorda. Chorda adalah adanya pembengkokan menuju arah ventral dari penis. Hal ini disebabkan oleh karena adanya atrofi dari corpus spongiosum, fibrosis dari tunica albuginea dan fasia di atas tunica, pengencangan kulit ventral dan fasia Buck,
perlengketan antara uretra plate ke corpus cavernosa. Keluhan yang mungkin ditimbulkan adalah adanya pancaran urine yang lemah ketika berkemih, nyeri ketika ereksi, dan gangguan dalam berhubungan seksual. Hypospadia sangat sering ditemukan bersamaan dengan Cryptorchismus dan hernia inguinalis sehingga pemeriksaan adanya testis tidak boleh terlewatkan. V.
Klasifikasi Menurut Giannantoni A (2011)
klasifikasi hipospadia terbagi berdasarkan
lokasinya. Klasifikasi yang paling sering digunakan adalah klasifikasi Duckett yang membagi hipospadia menjadi 3 lokasi, yaitu anterior (Glandular, coronal, dan distal penile), middle (midshaft dan proximal penile), dan posterior (Penoscrotal, scrotal, dan perineal). Lokasi yang paling sering ditemukan adalah di subcoronal. Klasifikasi hipospadia berdasarkan derajat sangat subyektif tergantung dari ahli bedah masing-masing. Beberapa ahli membagi menjadi: 1) Mild hypospadia/ Grade 1, yaitu muara urethra dekat dengan lokasi normal dan berada pada ujung tengah glans (glanular, coronal, subcoronal), 2) Moderate hypospadia/ Grade 2, muara urethra berada ditengah-tengah lokasi normal dan scrotal (Distal penile, Midshaft), 3) Severe hypospadia/ Grade 3&4, yaitu muara urethra berada jauh dari lokasi yang seharusnya (Perineal, Scrotal, Penoscrotal).
Gambar Klasifikasi Hipospadia, Sumber : Krisna & Maulana (2017).
VI.
Komplikasi Berdasarkan (Krisna & Maulana, 2017) setelah dilakukan operasi biasanya terdapat beberapa komplikasi yang muncul, komplikasi yang muncul dibagi menjadi dua yaitu komplikasi dini dan komplikasi lanjutan seperti berikut ini: Komplikasi Dini
Fistula Urethrokutaneus
Perdarahan
Stenosis Meatal
Hematoma Infeksi pada luka operasi Wound dehiscence
Rekuren atau persistent chordee Striktur Urethra
Nekrosis kulit Infeksi saluran kemih Retensi urin
Komplikasi Lanjutan
Balanitis Xerotica Obliterans Urethrocele Divertikula Urethra
Sumber: (Krisna & Maulana, 2017) VII. Patofisiologi Hipospadia terjadi dari pengembangan tidak lengkap uretra dalam rahim. Penyebab pasti cacat diperkirakan terkait dengan pengaruh lingkungan dan hormonal genetik. Perpindahan dari meatus uretra biasanya tidak mengganggu kontinensia kemih.Namun, stenosis pembukaan dapat terjadi, yang akan menimbulkan obstruksi parsial out flowing urin. Hal ini dapat mengakibatkan infeksi saluran kemih atau hidronefrosis. Selanjutnya, penempatan ventral pembukaan urethral bisa mengganggu kesuburan pada pria dewasa, jika dibiarkan tidak terkoreksi (Jean Weiler Ashwill, 1997, p. 1)
Pathway Hipospadia
VIII. Pemeriksaan Diagnostik/ Penunjang Tidak ada pemeriksaan laboratorium yang disarankan untuk penegakkan pasti diagnosis Hypospadia. USG Ginjal disarankan untuk mengetahui adanya anomaly lainnya pada saluran kemih pada pasien Hypospadia. Karyotyping disarankan pada pasien dengan ambigu genetalia ataupun cryptochirdism. Beberapa test seperti elektrolit, hydroxyprogesterone, testosterone, luteinizing hormone, follicle-stimulating
hormone, sex hormone binding globulin, dan beberapa tes genetic dipertimbangkan apabila memungkinkan (Krisna & Maulana, 2017). IX. Penatalaksanaan Medis Penatalaksanaan hipospadia adalah dengan jalan pembedahan. Tujuan prosedur pembedahan pada Hypospadia adalah: 1. Membuat penis yang lurus dengan memperbaiki chordee. 2. Membentuk
uretra
dan meatusnya
yang
bermuara
pada ujung penis
(Uretroplasti). 3. Untuk mengembalikan aspek normal dari genetalia eskternal (kosmetik). Pembedahan
dilakukan
berdasarkan
keadaan
malformasinya.
Pada
Hypospadiaglanular uretra distal ada yang tidak terbentuk, biasanya tanpa recurvatum, bentuk seperti ini dapat direkotruksi dengan flap local, misalnya: prosedur Santanelli, Flip flap, MAGPI (Meatal Advanve and Glanuloplasty), termasuk preputium plasty (Nurarif & Kusuma, 2015). X.
Asuhan Keperawatan A. Data fokus pengkajian 1. Identitas Pasien 2. Riwayat kesehatan meliputi hal-hal berikut : a. Riwayat kesehatan saat ini, yaitu keluhan utama yang menyebabkan klien pergi ke rumah sakit, misalnya kesulitan berkemih. b. Riwayat kesehatan keluarga, riwayat anggota keluarga yang pernah menderita penyakit yang sama dengan penyakit yang dialami klien saat ini. c. Riwayat tumbuh kembang klien, meliputi usia dan kondisi perkembangan fisik klien saat ini. d. Riwayat psikososial klien, mencakup kemampuan klien untuk menerima penyakitnya serta harapan terhadap pengobatan yang akan dijalani, hubungan klien dengan keluarga dan orang lain. e. Konsep diri klien meliputi gambaran diri, peran, dan identitas ketika klien mengalami gangguan terhadap gambaran dirinya yang berkaitan dengan sistem perkemihan reproduksi. f. Riwayat kebiasaan sehari-hari, yang meliputi pemenuhan kebutuhan istirahat dan tidur.
3. Pemeriksaan Fisik Pemeriksaan fisik meliputi berat badan, tinggi badan, tanda-tanda vital, keluhan yang dirasakan klien, keadaan hipospadia dan pemeriksaanan head to toe. B. Diagnosa Keperawatan Diagnosa keperawatan yang mungkin muncul pada hipospadia antara lain sebagai berikut: 1. Gangguan Eliminasi urine berhubungan dengan Efek tindakan medis (D0040) 2. Gangguan integritas kulit berhubungan dengan prosedur operasi (D0129) 3. Nyeri akut berhubungan dengan kerusakan inkontinitus jaringan sekunder (D.0077) 4. Gangguan pola tidur berhubungan dengan Hambatan lingkungan (mis. kelembapan lingkungan sekitar, suhu lingkungan, pencahayaan, kebisingan, bau tidak sedap, jadwal pemantauan/pemeriksaan/tindakan) (D.0055) 5. Ansietas berhubungan dengan status kesehatan (D.0080) 6. Resiko infeksi berhubungan dengan tindakan post operasi (D.0142) 7. Gangguan citra tubuh berhubungan dengan Perubahan struktur/bentuk tubu (D.0083) C. Intervensi Keperawatan Standar Diagnosa No.
Keperawatan Indonesia
1. Gangguan Eliminasi
Standar Luaran
Standar Intervensi
Keperawatan Indonesia
Keperawatan Indonesia
Setelah
Manajemen Eliminasi Urine
urine berhubungan
dilakukan asuhan
(I.04152)
dengan Efek
keperawatan
tindakan medis
selama ... x ...jam
(D0040)
diharapkan Eliminasi Urine membaik (L.04034)
1. Observasi o Identifkasi tanda dan gejala retensi atau inkontinensia urine o Identifikasi faktor yang menyebabkan retensi atau inkontinensia urine o Monitor eliminasi
urine (mis. frekuensi, konsistensi, aroma, volume, dan warna) 2. Terapeutik o Catat waktu-waktu dan haluaran berkemih o Batasi asupan cairan, jika perlu o Ambil sampel urine tengah (midstream) atau kultur 3. Edukasi o Ajarkan tanda dan gejala infeksi saluran kemih o Ajarkan mengukur asupan cairan dan haluaran urine o Anjurkan mengambil specimen urine midstream o Ajarkan mengenali tanda berkemih dan waktu yang tepat untuk berkemih o Ajarkan terapi modalitas penguatan otot-otot pinggul/berkemihan o Anjurkan minum yang cukup, jika tidak ada kontraindikasi o Anjurkan mengurangi minum menjelang tidur 4. Kolaborasi o Kolaborasi pemberian obat suposituria uretra jika perlu
2. Gangguan integritas Setelah dilakukan asuhan kulit dengan
berhubungan Keperawata selama ... prosedur x ...jam diharapkan
operasi (D0129)
Integritas Kulit Dan Jaringan meningkat
Perawatan integritas kulit (I.11353) Observasi Identifikasi penyebab gangguan integritas kulit (mis. Perubahan
(L.14125)
sirkulasi, perubahan status nutrisi, peneurunan kelembaban, suhu lingkungan ekstrem, penurunan mobilitas) Terapeutik Ubah posisi setiap 2 jam jika tirah baring Lakukan pemijatan pada area penonjolan tulang, jika perlu Bersihkan perineal dengan air hangat, terutama selama periode diare Gunakan produk berbahan petrolium atau minyak pada kulit kering Gunakan produk berbahan ringan/alami dan hipoalergik pada kulit sensitif Hindari produk berbahan dasar alkohol pada kulit kering Edukasi Anjurkan menggunakan pelembab (mis. Lotin, serum) Anjurkan minum air yang cukup Anjurkan meningkatkan asupan nutrisi Anjurkan meningkat asupan buah dan saur Anjurkan menghindari terpapar suhu ektrime Anjurkan menggunakan tabir surya SPF minimal 30 saat berada diluar rumah
Perawatan luka( I.14564 ) 1. Observasi o Monitor karakteristik luka (mis: drainase,warna,ukuran,b au o Monitor tanda –tanda inveksi 2. Terapiutik o lepaskan balutan dan plester secara perlahan o Cukur rambut di sekitar daerah luka, jika perlu o Bersihkan dengan cairan NACL atau pembersih non toksik,sesuai kebutuhan o Bersihkan jaringan nekrotik o Berika salep yang sesuai di kulit /lesi, jika perlu o Pasang balutan sesuai jenis luka o Pertahan kan teknik seteril saaat perawatan luka o Ganti balutan sesuai jumlah eksudat dan drainase o Jadwalkan perubahan posisi setiap dua jam atau sesuai kondisi pasien o Berika diet dengan kalori 30-35 kkal/kgBB/hari dan protein1,25-1,5 g/kgBB/hari o Berikan suplemen vitamin dan mineral (mis vitamin A,vitamin C,Zinc,Asam amino),sesuai indikasi o Berikan terapi TENS(Stimulasi syaraf transkutaneous), jika perlu
3. Edukasi o Jelaskan tandan dan gejala infeksi o Anjurkan mengonsumsi makan tinggi kalium dan protein o Ajarkan prosedur perawatan luka secara mandiri 4. Kolaborasi o Kolaborasi prosedur debridement(mis: enzimatik biologis mekanis,autolotik), jika perlu o Kolaborasi pemberian antibiotik, jika perlu 3. Nyeri akut
Setelah
Manajemen Nyeri (I.08238)
berhubungan dengan dilakukan asuhan
Observasi:
kerusakan
keperawatan
- Identifikasi lokasi,
inkontinitus jaringan
selama ... x ...jam
karakteristik, durasi,
sekunder (D.0077)
diharapkan tingkat nyeri
frekuensi, kualitas,
(L.08066)
intensitas nyeri
terkontrol atau
- Identifikasi skala nyeri
menurun dengan kriteria
- Identifikasi nyeri nonverbal
hasil :
- Identifikasi faktor yang
- Keluhan nyeri menurun
memperberat dan
- Meringis menurun
memperingan nyeri
- Gelisah menurun
Terapeutik:
- Kesulitan tidur menurun
- Berikan teknik
- Ketegangan otot menurun
nonfarmakologis untuk mengurangi rasa nyeri (mis. terapi musik dll) - Kontrol lingkungan yang memperberat nyeri (mis. suhu ruangan, pencahayaan, kebisingan)
- Fasilitasi istirahat dan tidur - Pertimbangkan jenis dan sumber nyeri dalam pemilihan strategi meredakan nyeri Edukasi: - Jelaskan penyebab, periode dan pemicu nyeri - Jelaskan strategi meredakan nyeri Kolaborasi: - Kolaborasi pemberian analgetik 4. Ansietas
Setelah
Reduksi Ansietas (I.09314)
berhubungan dengan dilakukan asuhan
Observasi:
status kesehatan
keperawatan
- Identifikasi saat tingkat
(D.0080)
selama ... x ...jam
ansietas berubah (mis.
diharapkan tingkat ansietas
kondisi, waktu, stresor)
(L.09093) menurun dengan kriteria hasil : - Perilaku gelisah menurun - Anoreksia menurun - Pola tidur membaik - Tekanan darah membaik - Frekuensi nadi membaik
- Identifikasi kemampuan mengambil keputusan - Monitor tanda-tanda ansietas Terapeutik: - Pahami situasi yang membuat ansietas - Dengarkan dengan penuh perhatian - Motivasi mengidentifikasi situasi yang memicu kecemasan Edukasi: - Anjurkan keluarga bersama
dengan klien - Anjurkan mengungkapkan perasaan dan persepsi - Latih kegiatan pengalihan untuk mengurangi ketegangan - Latih teknik relaksasi Kolaborasi: - Kolaborasi pemberian obat antiansietas 5. Risiko infeksi
Setelah
Pencegahan infeksi (I.14539)
berhubungan dengan dilakukan asuhan
Observasi:
tindakan post
keperawatan
- Monitor Tanda dan gejala
operasi (D.0142)
selama ... x ...jam
infeksi lokal dan sistemik
diharapkan tingkat infeksi
Terapeutik:
(L.14137) menurun
- Batasi jumlah pengunjung
dengan kriteria
- Berikan perawatan kulit
hasil : - Kebersihan tangan dan
pada area insisi post op - Cuci tangan sebelum dan
badan meningkat
sesudah kontak dengan
- Nafsu makan meningkat
pasien dan lingkungan
- Demam, kemerahan,
pasien
nyeri, bengkak menurun
- Pertahankan teknik aseptik pada pasien berisiko tinggi Edukasi: - Ajarkan cara memeriksa kondisi luka atau luka operasi - Ajarkan cara mencuci tangan - Jelaskan tanda dan gejala infeksi -
6. Gangguan citra
Setelah dilakukan asuhan
tubuh berhubungan
Keperawata selama ...
dengan Perubahan
x ...jam diharapkan
struktur/bentuk tubu
Harapan meningkat
(D.0083)
( L.09068 )
Promosi citra tubuh (I.09305) 1. Observasi o Identifikasi harapan citra tubuh berdasarkan tahap perkembangan o Identifikasi budaya, agama, jenis kelami, dan umur terkait citra tubuh o Identifikasi perubahan citra tubuh yang mengakibatkan isolasi sosial o Monitor frekuensi pernyataan kritik tehadap diri sendiri o Monitor apakah pasien bisa melihat bagian tubuh yang berubah
2. Terapiutik o Diskusikan perubahn tubuh dan fungsinya o Diskusikan perbedaan penampilan fisik terhadap harga diri o Diskusikan akibat perubahan pubertas, kehamilan dan penuwaan o Diskusikan kondisi stres yang mempengaruhi citra tubuh (mis.luka, penyakit, pembedahan) o Diskusikan cara mengembangkan harapan citra tubuh secara realistis o Diskusikan persepsi pasien dan keluarga tentang perubahan citra tubuh
3. Edukasi o Jelaskan kepada keluarga tentang perawatan perubahan citra tubuh o Anjurka mengungkapkan gambaran diri terhadap citra tubuh o Anjurkan menggunakan alat bantu( mis. Pakaian , wig, kosmetik) o Anjurkan mengikuti kelompok pendukung( mis. Kelompok sebaya). o Latih fungsi tubuh yang dimiliki o Latih peningkatan penampilan diri (mis. berdandan) o Latih pengungkapan kemampuan diri kepad orang lain maupun kelompok
XI.
Daftar Pustaka Giannantoni A. Hypospadias Classification and Repair: The Riddle of the Sphinx. European Urology. 2011;60(6):1190-1191. Krisna,
D.
M.,
&
Maulana,
A.
(2017).
HIPOSPADIA:
BAGAIMANA
KARAKTERISTIKNYA DI INDONESIA?. Berkala Ilmiah Kedokteran Duta Wacana, 2(2), 325-334. Nurarif, A.H., & Kusuma, H. (2015). Aplikasi Asuhan Keperawayan Berdasarkan Diagnosis Medis dan NANDA NIC NOC, Edisi 1, Yogyakarta: Medication Publishing. Pearce, EC. (2007). Anatomi dan fisiologi untuk paramedis. Jakarta: Gramedia.
Wahyuningsih, H. P., & Kusmiyati, Y. (2017). Anatomi Fisiologi Edisi 2017. Pusat Pendidikan Sumber Daya Manusia Kesehatan: Kementrian Kesehatan Republik Indonesia http://ners.unair.ac.id/site/index.php/news-fkp-unair/30-lihat/1928-hipospadia pada 20 Januari 2022
diakses