13 0 398 KB
LAPORAN PENDAHULUAN ASUHAN KEPERAWATAN MEDIKAL BEDAH DENGAN KASUS HIPOSPADIA DI RUANG 15 RSUD DR. SAIFUL ANWAR MALANG
Disusun oleh : Dian Nurlaily 14401.16.17008
PROGRAM STUDI D3 KEPERAWATAN SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN HAFSHAWATY PESANTREN ZAINUL HASAN PROBOLINGGO 2020
1
HALAMAN PENGESAHAN LAPORAN PENDAHULUAN DAN ASUHAN KEPERAWATAN MEDIKAL BEDAH PADA KLIEN DENGAN KASUS HIPOSPADIA DI RUANG 15 RSUD. SAIFUL ANWAR MALANG
Disusunoleh :
DIAN NURLAILY 14401.16.17008
Mengetahui,
Pembimbing Akademik
.............................................
Pembimbing CI
.............................................
2
LEMBAR KONSULTASI Nama : Dian Nurlaily NIM :14401.16.17008 Ruangan: 15 No Hari/ tanggal
Evaluasi
TTD
3
LAPORAN PENDAHULUAN HIPOSPADIA
1. Pengertian Hipospadia berasal dari dua kata yaitu “hypo” yang berarti “di bawah” dan “spadon“ yang berarti keratan yang panjang. Hipospadia adalah suatu kelainan bawaan congenital dimana meatus uretra externa terletak di permukaan ventral penis dan lebih ke proksimal dari tempatnya yang normal (ujung glans penis). (Arif Mansjoer, 2000 : 374). Menurut referensi lain, hipospadia adalah suatu kelainan bawaan berupa lubang uretra yang terletak di bagian bawah dekat pangkal penis. (Ngastiyah, 2005 : 288). Hipospadia adalah kelainan congenital berupa muara uretra yang terletak di sebelah ventral penis dan sebelah proksimal ujung penis. Letak meatus uretra bisa terletak pada glandular hingga perineal. (Purnomo, B, Basuki,2003).
Hipospadia adalah suatu keadaan dimana lubang uretra terdapat di penis bagian bawah, bukan di ujung penis. Hipospadia merupakan 4
kelainan kelamin bawaan sejak lahir. Hipospadia sering disertai kelainan bawaan yang lain, misalnya pada skrotum dapat berupa undescensus testis, monorchidism, disgenesis testis dan hidrokele. Pada penis berupa propenil skrotum, mikrophallus dan torsi penile, sedang kelainan ginjal dan ureter berupa fused kidney, malrotasi renal, duplex dan refluk ureter.
2. Etiologi Penyebabnya sebenarnya sangat multifaktor dan sampai sekarang belum diketahui penyebab pasti dari hipospadia. Namun, ada beberapa faktor yang oleh para ahli dianggap paling berpengaruh antara lain : 1.
Gangguan dan ketidakseimbangan hormone Hormone yang dimaksud di sini adalah hormone androgen yang mengatur organogenesis kelamin (pria). Atau biasa juga karena reseptor hormone androgennya sendiri di dalam tubuh yang kurang atau tidak ada. Sehingga walaupun hormone androgen sendiri telah terbentuk cukup akan tetapi apabila reseptornya tidak ada tetap saja tidak akan memberikan suatu efek yang semestinya. Atau enzim yang berperan dalam sintesis hormone androgen tidak mencukupi pun akan berdampak sama.
2.
Genetika Terjadi karena gagalnya sintesis androgen. Hal ini biasanya terjadi karena mutasi pada gen yang mengode sintesis androgen tersebut sehingga ekspresi dari gen tersebut tidak terjadi. Mekanisme genetik yang tepat mungkin rumit dan variabel. Penelitian lain adalah turunan autosomal resesif dengan manifestasi tidak lengkap. Kelainan kromosom ditemukan secara sporadis pada pasien dengan hipospadia.
3.
Prematuritas Peningkatan insiden hipospadia ditemukan di antara bayi yang lahir dari ibu dengan terapi estrogen selama kehamilan. Prematuritas juga lebih sering dikaitkan dengan hipospadia.
4.
Lingkungan
5
Biasanya faktor lingkungan yang menjadi penyebab adalah polutan dan zat yang bersifat teratogenik yang dapat mengakibatkan mutasi. 3. Patofisiologi Fusi dari garis tengah dari lipatan uretra tidak lengkap terjadi sehingga meatus uretra terbuka pada sisi ventral dari penis. Ada berbagai derajat kelainan letak meatus ini, dari yang ringan yaitu sedikit pergeseran pada glans, kemudian disepanjang batang penis, hingga akhirnya di perineum. Prepusium tidak ada pada sisi ventral dan menyerupai topi yang menutup sisi dorsal dari glans. Pita jaringan fibrosa yang dikenal sebagai chordee, pada sisi ventral menyebabkan kurvatura (lengkungan) ventral dari penis. Hipospadia terjadi dari pengembangan tidak lengkap uretra dalam rahim. Penyebab pasti cacat diperkirakan terkait dengan pengaruh lingkungan dan hormonal genetik (Sugar, 1995). Perpindahan dari meatus uretra biasanya tidak mengganggu kontinensia kemih. Namun, stenosis pembukaan dapat terjadi, yang akan menimbulkan obstruksi parsial outflowing urin. Hal ini dapat mengakibatkan
ISK
atau
hidronefrosis
(Kumor,
1992).
Selanjutnya,
penempatan ventral pembukaan urethral bisa mengganggu kesuburan pada pria dewasa, jika dibiarkan tidak terkoreksi (Jean Weiler Ashwill, 1997)
6
Pathway Gangguan ketidakseimbangan hormon
Genetic dan lingkungan
Gangguan perkembangan embrio
Malformasi kongenital
Gangguan citra tubuh
Hipospadia/epispadia
Pembedahan
Gangguan eliminasi urin
Post-Op
Pre-Op
Kurangnya info mengenai kondisi
Aliran urin tidak lancar
Hospitalisasi
Luka insisi bedah
Perawatan luka yang tidak adekuat
Ansietas Gangguan pola tidur
Nyeri akut
Resiko infeksi
7
4. Manifestasi Klinik 1. Glans penis bentuknya lebih datar dan ada lekukan yang dangkal di bagian bawah penis yang menyerupai meatus uretra eksternus. 2. Preputium (kulup) tidak ada dibagian bawah penis, menumpuk di bagian punggung penis. 3.
Adanya chordee, yaitu jaringan fibrosa yang mengelilingi meatus dan membentang hingga ke glans penis, teraba lebih keras dari jaringan sekitar.
4.
Kulit penis bagian bawah sangat tipis.
5.
Tunika dartos, fasia Buch dan korpus spongiosum tidak ada.
6.
Dapat timbul tanpa chordee, bila letak meatus pada dasar dari glans penis.
7.
Chordee dapat timbul tanpa hipospadia sehingga penis menjadi bengkok.
8.
Sering disertai undescended testis (testis tidak turun ke kantung skrotum).
9.
Kadang disertai kelainan kongenital pada ginjal.
10. Pancaran air kencing pada saat BAK tidak lurus, biasanya kebawah, menyebar, mengalir melalui batang penis, sehingga anak akan jongkok pada saat BAK. 11. Pada Hipospadia grandular/ koronal anak dapat BAK dengan berdiri dengan mengangkat penis keatas. 12. Pada Hipospadia peniscrotal/ perineal anak berkemih dengan jongkok. Penis akan melengkung kebawah pada saat ereksi.
5. Klasifikasi Tipe hipospadia berdasarkan letak orifisium uretra eksternum/ meatus : 1. Tipe sederhana/ Tipe anterior (60-70%) Terletak di anterior yang terdiri dari tipe glandular dan coronal. Pada tipe ini, meatus terletak pada pangkal glands penis. Secara klinis, kelainan ini bersifat asimtomatik dan tidak memerlukan suatu tindakan. Bila meatus agak sempit dapat dilakukan dilatasi atau meatotomi.
8
2. Tipe penil/ Tipe Middle (10-15%) Middle yang terdiri dari distal penile, proksimal penile, dan pene-escrotal. Pada tipe ini, meatus terletak antara glands penis dan skrotum. Biasanya disertai dengan kelainan penyerta, yaitu tidak adanya kulit prepusium bagian ventral, sehingga penis terlihat melengkung ke bawah atau glands penis menjadi pipih. Pada kelainan tipe ini, diperlukan intervensi tindakan bedah secara bertahap, mengingat kulit di bagian ventral prepusium tidak ada maka sebaiknya pada bayi tidak dilakukan sirkumsisi karena sisa kulit yang ada dapat berguna untuk tindakan bedah selanjutnya.
3. Tipe Posterior (20%) Posterior yang terdiri dari tipe scrotal dan perineal. Pada tipe ini, umumnya pertumbuhan penis akan terganggu, kadang disertai dengan skrotum bifida, meatus uretra terbuka lebar dan umumnya testis tidak turun. Semakin ke proksimal letak meatus, semakin berat kelainan yang diderita dan semakin rendah frekuensinya. Pada kasus ini, 90% terletak di distal, dimana meatus terletak di ujung batang penis atau pada glans penis. Sisanya yang 10% terletak lebih proksimal yaitu ditengah batang penis, skrotum, atau perineum. Kebanyakan komplikasinya kecil, fistula, skin tag, divertikulum, stenosis meatal atau aliran kencing yang menyebar. Komplikasi ini dapat dikoreksi dengan mudah melalui prosedur minor.
6. Komplikasi 1. Pseudohermatroditisme (keadaan yang ditandai dengan alat-alat kelamin dalam 1 jenis kelamin tetapi dengan satu beberapa ciri sexsual tertentu) 2. Infertility 3. Resiko hernia inguinalis 4. Gangguan psikologis dan psikososial 5. Kesukaran saat berhubungan sexsual, bila tidak segera dioperasi saat dewasa.
9
Komplikasi paska operasi yang terjadi : 1. Edema / pembengkakan yang terjadi akibat reaksi jaringan besarnya dapat bervariasi, juga terbentuknya hematom / kumpulan darah dibawah kulit, yang biasanya dicegah dengan balut tekan selama 2 sampai 3 hari paska operasi. 2. Striktur, pada proksimal anastomosis yang kemungkinan disebabkan oleh angulasi dari anastomosis. 3. Rambut dalam uretra, yang dapat mengakibatkan infeksi saluran kencing berulang atau pembentukan batu saat pubertas. 4. Fitula uretrokutan, merupakan komplikasi yang sering dan digunakan sebagai parameter untuyk menilai keberhasilan operasi. Pada prosedur satu tahap saat ini angka kejadian yang dapat diterima adalah 5-10 %. 5. Residual chordee/rekuren chordee, akibat dari rilis korde yang tidak sempurna, dimana tidak melakukan ereksi artifisial saat operasi atau pembentukan skar yang berlebihan di ventral penis walaupun sangat jarang. 6. Divertikulum, terjadi pada pembentukan neouretra yang terlalu lebar, atau adanya stenosis meatal yang mengakibatkan dilatasi yang lanjut.
7. Pemeriksaan Diagnostik/ Penunjang Pemeriksaan diagnostik berupa pemeriksaan fisik. Jarang dilakukan pemeriksaan tambahan untuk mendukung diagnosis hipospadi. Tetapi dapat dilakukan pemeriksaan berikut untuk mengetahui ada atau tidaknya kelainan pada ginjal sebagai komplikasi maupun kelainan bawaan yang menyertai hipospadia: 1. Rontgen 2. USG sistem kemih kelamin. 3. BNO-IVP
10
8. Penatalaksanaan Medis Untuk penatalaksanaan hipospadia pada bayi dan anak biasanya dilakukan dengan prosedur pembedahan. Tujuaan utama pembedahan ini adalah untuk merekontruksi penis menjadi lurus dengan meatus uretra di tempat yang normal atau dekat normal sehingga pancaran kencing arahnya kedepan. Keberhasilan pembedahan atau operasi dipengaruhi oleh tipe hipospadia dan besar penis. Semakin kecil penis dan semakin ke proksimal tipe hipospadia semakin sukar tehnik dan keberhasilan operasinya. Ada banyak variasi teknik, yang populer adalah tunneling Sidiq-Chaula, Teknik Horton dan Devine. 1.
Teknik tunneling Sidiq-Chaula dilakukan operasi 2 tahap:
a. Tahap pertama eksisi dari chordee dan bisa sekaligus dibuatkan terowongan yang berepitel pada glans penis. Dilakukan pada usia 1 ½ -2 tahun. Penis diharapkan lurus, tapi meatus masih pada tempat yang abnormal. Penutupan luka operasi menggunakan preputium bagian dorsal dan kulit penis b. Tahap kedua dilakukan uretroplasti, 6 bulan pasca operasi, saat parut sudah lunak. Dibuat insisi paralel pada tiap sisi uretra (saluran kemih) sampai ke glans, lalu dibuat pipa dari kulit dibagian tengah. Setelah uretra terbentuk, luka ditutup dengan flap dari kulit preputium dibagian sisi yang ditarik ke bawah dan dipertemukan pada garis tengah. Dikerjakan 6 bulan setelah tahap pertama dengan harapan bekas luka operasi pertama telah matang. 2.
Teknik Horton dan Devine, dilakukan 1 tahap, dilakukan pada anak lebih
dengan penis yang sudah cukup besar dan dengan kelainan hipospadi jenis distal (yang letaknya lebih ke ujung penis). Uretra dibuat dari flap mukosa dan kulit bagian punggung dan ujung penis dengan pedikel (kaki) kemudian dipindah ke bawah. Mengingat pentingnya preputium untuk bahan dasar perbaikan hipospadia, maka sebaiknya tindakan penyunatan ditunda dan dilakukan berbarengan dengan operasi hipospadi.
I. ASUHAN KEPERAWATAN PADA HIPOSPADIA
11
A. Pengkajian 1. Identitas Usia
: ditemukan saat lahir
Jenis kelamin : hipospadia merupakan anomaly uretra yang paling sering terjadi pada laki-laki dengan angka kemunculan 1:250 dari kelahiran hidup. (Brough, 2007: 130) 2. Keluhan Utama: Lubang penis tidak terdapat diujung penis, tetapi berada dibawah atau didasar penis, penis melengkung kebawah, penis tampak seperti berkerudung karena adanya kelainan pada kulit dengan penis, jika berkemih anak harus duduk.(Muslihatum, 2010:163)
3. Riwayat Kesehatan a. Riwayat Penyakit Sekarang Pada umumnya pasien dengan hipospadia ditemukan adanya lubang kencing yang tidak pada tempatnya sejak lahir dan tidak diketahui dengan pasti penyebabnya. b. Riwayat Penyakit Dahulu Biasanya pasien dengan hipospadia ditemukan adanya penis yang melengkung kebawah adanya lubang kencing tidak pada tempatnya sejak lahir c. Riwayat Kongenital 1)
Penyebab yang jelas belum diketahui.
2)
Dihubungkan dengan penurunan sifat genetik.
3)
Lingkungan polutan teratogenik. (Muscari, 2005:357)
4. Riwayat Kehamilan Dan Kelahiran: Hipospadia terjadi karena adanya hambatan penutupan uretra penis pada kehamilan minggu ke-10 sampai minggu ke-14. (Markum, 1991: 257 5. Activity Daily Life 1. Nutrisi : Tidak ada gangguan 2. Eliminasi : anak laki-laki dengan hipospadia akan mengalami kesukaran dalam mengarahkan aliran urinnya, bergantung pada keparahan anomali, penderita mungkin perlu mengeluarkan urin dalam posisi
12
duduk. Konstriksi lubang abnormal menyebabkan obstruksi urin parsial dan disertai oleh peningkatan insiden ISK. (Brough, 2007: 130) 3. Hygiene Personal : Dibantu oleh perawat dan keluarga 4. Istirahat dan Tidur: Tidak ada gangguan 7. Pemeriksaan Fisik a. Sistem kardiovaskuler: Tidak ditemukan kelainan b. Sistem neurologi: Tidak ditemukan kelainan c. Sistem pernapasan: Tidak ditemukan kelainan d. Sistem integument: Tidak ditemukan kelainan e. Sistem muskuloskletal: Tidak ditemukan kelainan f. Sistem Perkemihan: -
Palpasi abdomen untuk melihat distensi vesika urinaria atau pembesaran pada ginjal.
-
Kaji fungsi perkemihan
-
Dysuria setelah operasi
g. System reproduksi -
Adanya lekukan pada ujung penis
-
Melengkungnya penis ke bawah dengan atau tanpa ereksi
-
Terbukanya uretra pada ventral
-
Pengkajian setelah pembedahan : pembengkakan penis, perdarahan, drainage.
(Nursalam, 2008: 164) 8. Diagnosa Keperawatan 1) Gangguan citra tubuh b/d malformasi kongenital 2) Ansietas b/d pembedahan 3) Nyeri akut b/d luka insisi bedah 4) Gangguan pola tidur b/d hospitalisasi 5) Resiko infeksi b/d perawatan luka yang tidak adekuat
13
9. INTERVENSI KEPERAWATAN
No 1.
Diagnosa keperawatan Ansietas pembedahan
SLKI
SIKI
b/d Tingkat ansietas
Reduksi Ansietas I. 09314
L. 09093
Observasi
1. Palpitasi menurun 2. Verbalisasi
1. Identifikasi saat tingkat ansietas berubah (mis. Kondisi, waktu, stressor)
kebingungan
2. Identifikasi kemampuan mengambil keputusan
menurun
3. Monitor tanda-tanda ansietas
3. Verbalisasi khawatir kondisi
Terapeutik akibat 1. Ciptakan suasana terapeutik untuk menumbuhkan yang
dihadapi menurun 4. Perilaku menurun 5. Perilaku menurun
gelisah
kepercayaan 2. Temani pasien untuk mengurangi kecemasan, jika memungkinkan 3. Pahami situasi yang membuat ansietas
tegang 4. Dengarkan dengan penuh perhatian 5. Gunakan pendekatan yang tenang dan meyakinkan 6. Tempatkan
barang
pribadi
yang memberikan
kenyamanan 7. Motivasi mengidentifikasi situasi yang memicu kecemasan 8. Diskusikan perencanaan realistis tentang peristiwa yang akan datang Edukasi 1. Jelaskan prosedur, termasuk sensasi yang mungkin dialami 2. Informasikan secara factual mengenai diagnosis,
14
pengobatan, dan prognosis 3. Anjurkan
melakukan
kegiatan
yang
tidak
kompetitif, sesuai kebutuhan 4. Anjurkan mengungkapkan perasaan dan persepsi 5. Latih
kegiatan
pengalihan
untuk
mengurangi
ketegangan 6. Latih teknik relaksasi Kolaborasi 1. Kolaborasi pemberian obat anti ansietas, jika perlu
2.
Gangguan tidur berhubungan dengan hospitalisasi
pola
Pola tidur L. 05045
Dukungan Tidur I. 05174
1. Keluhan sulit tidur Observasi menurun 2. Keluhan
1. Identifikasi pola aktivitas dan tidur sering 2. Identifikasi
terjaga menurun
4. Keluhan pola tidur berubah menurun 5. Keluhan tidak menurun
pengganggu
tidur
(fisik/psikologis)
3. Keluhan tidak puas 3. Identifikasi tidur menurun
faktor
makanan
dan
minuman
yang
mengganggu tidur (mis. Kopi, teh, alkohol, makan mendekati waktu tidur, minum banyak air sebelum tidur)
istirahat 4. Identifikasi obat tidur yang dikonsumsi cukup
Terapeutik 1. Modifikasi lingkungan 2. Batasi waktu tidur siang 3. Fasilitasi menghilangkan stres sebelum tidur 4. Tetapkan jadwal tidur rutin 5. Lakukan prosedur untuk meningkatkan kenyamanan (mis. Pijat, pengaturan posisi, terapi akupresur) 6. Sesuaikan jadwal pemberian obat dan/atau tindakan untuk menunjang siklus tidur-terjaga Edukasi
15
1. Jelaskan pentingnya tidur cukup selama sakit 2. Anjurkan menepati kebiasaan waktu tidur 3. Anjurkan menghindari makanan/minuman ynang mengganggu tidur 4. Anjurkan penggunaan obat tidur yang tidak mengandung supresor terhadap tidur REM 5. Ajarkan faktor-faktor yang berkontribusi terhadap gangguan pola tidur 6. Ajarkan
relaksasi
otot
autogenik
nonfarmakologi lainnya
16
atau
cara
DAFTAR PUSTAKA 1. Anonim. Hipospadia. 2011. Http://www.bedahugm.net/hipospadia 2. De Jong Wim, Samsuhidajat R. Buku Ajar Ilmu Bedah. Ed.2. Penerbit Buku Kedokteran ECG. Jakarta. 3. Horton C E, Sadove R, Devine C J et al. Hypospadias, epispadias and Extrophy of the Bladder. Chapter 54. p 1337 – 1348. 4. Mansjoer, Arif, dkk. (2000).Kapita Selekta Kedokteran. Jilid 2, Jakarta : Media Aesculapius. 5. Porter M P, Faizan M K, Grady R W et al. Hypospadias in Washington State:
Maternal
Risk
Factors
and
Prevalence
trend.
2011.
http://www.pediatrics.org/cgi/content/full/115/4/e495 6. Purnomo, B Basuki. (2000). Dasar – dasar urologi. Jakarta : Infomedika 7. Schnack T H, Zdravkovic S, Myrup C et al. Familial Aggregation of Hypospadias:
A
Cohort
Study.
2007.
www.americanjournalofepidemiology.com 8. Toms A P, Bullock K N, Berman LH. Descending urethral ultrasound of the native and reconstructed urethra in patients with hypospadias. 2003. www.thebritishjournalofradiology.com 9. Tim Pokja SDKI DPP PPNI. 2019. Edisi 1, Jakarta Selatan 10. Tim Pokja SLKI DPP PPNI. 2019. Edisi 1, Jakarta Selatan 11. Tim Pokja SIKI DPP PPNI. 2019. Edisi 1, Jakarta Selatan
17