13 0 160 KB
LAPORAN PENDAHULUAN DENGAN INFEKSI KEHAMILAN (TORCH)
OLEH : NAMA
: SRI WAHYUNI
STAMBUK
: 14420202188
KELOMPOK
: 8 (DELAPAN) Preceptor Institusi
( Rizqy Iftitah Alam, S.kep., Ns., M.kes. )
PROGRAM STUDI PROFESI NERS FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT UNIVERSITAS MUSLIM INDONESIA 2021
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Infeksi TORCH (Toxoplasma, Other Disease, Rubella, Cytomedalovirus dan Herpe Simplexs Virus) merupakan beberapa jenis infeksi yang bisa dialami oleh wanita yang sedang hamil. Infeksi ini dapat menyebabkan cacat bayi akibat adanya penularan dari ibu ke bayi pada saat hamil [CITATION Sem01 \p 2016 \y \l 1033 ]. Jadi TORCH adalah istilah untuk menggambarkan gabungan dari empat jenis penyakit infeksi, yaitu toksoplasma, rubella, cytomegalovirus, dan herpes. B. Tujuan 1. Mengetahui pengertian tentang TORCH 2. Mengetahui pnyebab terjadinya TORCH 3. Mengetahui patofisiologi penyakit TORCH 4. Mengetahui manifestasi klinis pada TORCH 5. Mengetahui komplikasi pada TORCH 6. Mengetahui pemeriksaan penunjang pada TORCH 7. Mengetahui penatalaksanaan TORCH 8. Mengetahui prognosis penyakit TORCH 9. Mengetahui Konsep keperawatan pada TORCH
BAB II TINJAUAN TEORI A. Konsep Medis 1. Definisi a. Toksoplasmosis Toksoplasmosis, disebabkan oleh protozoa intraseluler obligat Toxoplasma gondii, Toxoplasma gondii merupakan parasit protozoa yang menginfeksi hampir semua hewan berdarah panas, manusia adalah infeksi utamanya melalui memakan makanan yang kurang matang atau daging mentah yang mengandung kista toxoplasma tersebut dan dapat juga melalui air yang terkontaminasi oleh ookista Toksoplasma gondii[ CITATION Hal18 \l 1033 ]. b. Rubella Rubella adalah penyakit infeksi maternal dengan rubella virus selama kehamilan. Ketika infeksi rubella terjadi selama awal kehamilan, konsekuensi serius seperti abortus, IUFD dan cacat lahir yang parah pada bayi dapat terjadi[ CITATION Fit18 \l 1033 ]. c. Cytomagalovirus Penyakit CMV disebabkan oleh virus cytomegalo, virus CMV dapat ditemukan pada cairan tubuh orang yang terinfeksi sehingga dapat ditemukan pada urine, air liur, darah, air mata, dan ASI. Infeksi pada kehamilan dapat menyebabkan CMV konginetal [ CITATION Soe01 \l 1033 ]. d. Herpes Simpleks Infeksi HSV disebabkan oleh HSV-1 dan HSV-2. Penyakit ini ditularkan melalui kontak personal erat. Pada umumnya, infeksi HSV1 akan menimbulkan penyakit orofasial, sedangkan infeksi HSV-2 penyakit genita. HSV-1 ditularkan terutama melalui kontak dengan saliva terinfeksi, sedangkan HSV-2 ditularkan secara seksual atau dari infeksi genital ibu ke bayinya[ CITATION Epp17 \l 1033 ]. 2. Etiologi
a. Toxoplasma Gondi Infeksi Toksoplasmosis disebabkan oleh parasit protozoa yang disebut Toxoplasma Gondi [ CITATION Sel20 \l 1033 ]. b. Rubella Infeksi Rubella disebabkan oleh virus Rubella. Rubella yang menginfeksi sebelum konsepsi dan selama periode awal kehamilan berpotensi menjadi penyebab terjadinya obortus, kematian janin, atau CRS (Congenital Rubella Syndrome) pada bayi[ CITATION Rat19 \l 1033 ]. c. Cyto Megalo Virus (CMV) Infeksi VMV disebabkan oleh virus Cytomegalo, virus ini termasuk dalam keluarga herpes. Sel yang terinfeksi akan membesar dua kali lipat dibandingkan dengan ukuran sel yang tidak terinfeksi. CMV menginfeksi sel inang dan kemudian memperbanyak diri (replikasi) [ CITATION Bay18 \l 1033 ]. d. Herpes Simplek Infeksi herpes disebabkan oleh Virus Herpes Simpleks, virus ini masuk melalui membran mukosa dan kulit yang tidak intak, lalu bermigrasi ke jaringan saraf. HSV bertahan dalam tubuh penderita dan memasuki fase laten atau persisten. Virus ini menyebabkan infeksi mukokutan, infeksi sistem saraf pusat dan dapat mengancam jiwa [ CITATION Fau01 \l 1033 ]. 3. Patofisiologi a. Toxoplasmosis Ketika T. gondii memasuki tubuh melalui makanan, ia akan menembus epitel usus dan akan ditelan oleh makrofag atau masuk kedalam limfosit dan akan menyebabkan distribusi limfogen. T. gondii akan menyerang semua sel, membelah diri dan menyebabkan lisis, destruksi sel akan berhenti ketika tubuh mulai mengembangkan antibodi [ CITATION Hal18 \l 1033 ]. b. Rubella
Virus Rubella ditransmisi melalui pernapasan yaitu melalui droplet yang dikeluarkan oleh seseorang yang terinfeksi rubella. Setelah terkena droplet, virus ini akan mengalami replikasi di nasofaring dan didaerah kelenjar getah bening. Viremia terjadi antara hari ke -5 sampai hari ke-7 setelah terpapar virus rubella. Masa inkubasi virus rubella berkisar antara 14-21 hari[ CITATION Fit18 \l 1033 ]. Ketika infeksi virus rubella tejadi selama awal kehamilan, maka resiko serius lebih sering terjadi seperti abortus, lahir mati, CRS, dan sebagainya. Infeksi transplasenta janin dalam kandungan terjadi saat viremia berlangsung dan menyebabkan kerusakan janin karena proses pembelahan sel terhambat. Virus rubella masuk kedalam sirkulasi janin sebagai emboli sel endotel yang terinfeksi menyebabkan infeksi dan kerusakan organ janin. Selam kehamilan muda mekanisme pertahanan janin belum matang dan gambaran khas terjadinya embriopati diawal kehamilan yaitu adanya nekrosis seluler tanpa disertai tanda peradangan[ CITATION Fit18 \l 1033 ]. c. CMV CMV merupakan virus DNA yang termasuk dalam famili herpesviridae. Virus cytomegalovirus menginfeksi sel sehingga sel yang terinfeksi akan membesar hingga dua kali lipat dibandingkan dengan ukuran sel yang tidak terinfeksi. CMV menginfeksi sel dengan cara berikatan dengan reseptor pada permukaan sel inang, kemudian menembus membran sel dan masuk ke dalam vakuola di sitoplasma, lalu selubung virus terlepas dan nucleocapsid dengan cepat menuju nukleus sel inang. Transmisi CMV dapat terjadi secara horizontal (dari satu orang ke orang yang lain) maupun vertikal (dari ibu ke janin). CMV ditransmisikan secara horizontal terjadi melalui cairan tubuh dan membutuhkan kontak yang dekat dengan cairan tubuh yang telah terkontaminasi CMV. CMV dapat ditemukan di dalam darah, urin,
cairan semen, sekret serviks, saliva, air susu ibu, dan organ yang ditransplantasi[ CITATION Bay18 \l 1033 ]. d. Herpes HSV merupakan virus DNA untai ganda dari famili Herpesviridae dan subfamili Alphaherpesvirinae dengan kemampuan biologis berupa neurovirulensi,
latensi,
dan
reaktivasi.
Neurovirulensi
adalah
kemampuan menginvasi dan bereplikasi dalam sistem saraf. Latensi adalah kemampuan membentuk dan mempertahankan infeksi laten pada sel saraf ganglia proksimal sampai ke lokasi infeksi. Infeksi orofasial paling sering melibatkan ganglia trigeminal, sedangkan infeksi genital akan melibatkan akar saraf ganglia sacral (S2-S5). Reaktivasi adalah kemampuan HSV laten untuk aktif kembali dan bereplikasi
di
daerah
yang
dipersarafi
oleh
ganglia
tempat
pembentukan infeksi latennya. Berbagai stimulus, seperti demam, trauma, stres emosional, sinar matahari, dan menstruasi dapat memicu reaktivasi[ CITATION Epp17 \l 1033 ]. 4. Manifestasi Klinis a. Toksoplasmosis Toksoplasmosis dapat hadir dengan gejala patologis yang parah, termasuk
retinochoroiditis,
miokarditis
dan
meningoensefalitis,
berpotensi menyebabkan kematian. Kelelahan, mononucleosis-like syndrome dengan demam, malaise, faringitis, sakit kepala dan limfositosis dapat diamati. Manifestasi yang paling sering ialah limfadenopati pada individu hamil[ CITATION Hal18 \l 1033 ]. b. Rubella Gejala klinis untuk mendiagnosis infeksi virus rubella pada orang dewasa atau pada kehamilan adalah[ CITATION Fit18 \l 1033 ] : 1) Infeksi
bersifat
akut
yang
ditandai
oleh
mokulopapular 2) Suhu tubuh > 37,2˚C 3) Artalgia/artrhitis, limfadenopati, konjungtivitis.
adanya
ruam
c. CMV Pada CMV yang mungkin mempunyai beberapa gejala, selalu diikuti dengan infeksi yang berkepanjangan tanpa gejala dimana virus tetap berada didalam sel tanpa mengakibatkan gejala atau kerusakan klinis yang berarti. Perubahan menurunnya sistem imun seseorang karena pengobatan imunosupresan atau penyakit tertentu akan mengaktifkan virus yang berada pada fase dorman. Pasien dapat dicurigai terinfeksi CMV jika pasien :
Mempunyai gejala infeksi mononucleosis namun hasilnya negtif untuk virus mononucleosis
Menunjukkan tanda-tanda hepatitis tapi menunjukkan hasil yang negatif untuk hepatitis A,B, dan C [ CITATION Soe01 \l 1033 ].
d. Herpes Tanda dan gejala pada Herpes simpleks Virus antara lain : Infeksi primer HSV pada kehamilan Lesi gingivostomatitis dan vulvovaginitis herpetika cenderung lebih menyebar dan risiko terjadinya gejala pada organ visceral (hepatitis, encephalitis) lebih besar [ CITATION Fau01 \l 1033 ]. Gejala umum berupa demam, sakit kepala, malaise, dan nyeri otot dominan pada 3-4 hari pertama. Gejala lokal berupa rasa nyeri, gatal, disuria, keputihan, uretritis, dan limfadeno Infeksi rekuren HSV pada kehamilan Gejala klasik dan lebih sering disebabkan oleh HSV-2 adalah lesi pada daerah kecil di genital berupa vesikel yang berkelompok yang dapat menjadi ulserasi dan berkrusta, tetapi lesi ini lebih kecil dan sedikit dibandingkan infeksi primer[ CITATION Fau01 \l 1033 ]. Herpes genitalis rekuren biasanya didahului oleh gejala prodromal, berupa rasa nyeri dalam serta rasa terbakar pada lokasi lesi yang berlangsung selama 2 jam sampai 2 hari [ CITATION Epp17 \l 1033 ].
5. Komplikasi a. Jika ibu hamil terinfeksi toksoplasma maka kemungkinan 50% bayi yang dilahirkannya akan menderita Toksoplasmosis Congenital. bayi yang dengan toksoplasmosis kongenital berat akan mengalami hidrosefalus, korio-retinitis, dan kalsifikasi intrakranial. Infeksi lain yang mungkin bisa menyertai adalah hepatosplenomegali, ikterus, trombositopenia,
limfadenopati,
dan
kelainan
susunan
saraf
pusat[ CITATION Sal20 \l 1033 ]. b. Rubella Infeksi virus Rubella pada kehamilan dapat menyebabkan Ibu bisa mengalami keguguran bahkan kematian. Selain itu, bahaya juga mengancam janin yang dikandung. Janin dengan infeksi Rubella dapat mengalami kelainan kardiovaskuler, ketulian saat lahir, kelainan mata dapat berupa glaukoma. Virus dapat berdampak di semua organ dan menyebabkan berbagai kelainan bawaan atau Rubella Syndrome (CRS) yang merupakan gabungan beberapa keabnormalan fisik yang berkembang pada bayi sebagai akibat infeksi virus Rubella maternal yang berlanjut dalam fetus. CRS dapat mengakibatkan terjadinya abortus, bayi lahir mati, prematur dan cacat apabila bayi tetap hidup [ CITATION Rat19 \l 1033 ]. c. CMV Ketika wanita hamil dan tidak pernah terinfeksi lalu kemudian terinfeksi oleh CMV, berpotensi setelah bayinya lahir akan terkena komplikasi dari CMV [CITATION Soe01 \l 1033 ]. Saat terinfeksi CMV, kebanyakan wanita hamil tidak menunjukkan gejala. Tapi bayi yang dikandung itu yang mempunyai risiko terkena infeksi CMV kongenital.
Bayi
yang
telah
terdiagnosa
secara
kongenital
menunjukkan adanya permasalahan permanen seperti berkurangnya pendengaran, kecacatan mental, mikrochepalus, malas makan dan juga dapat menyebabkan kematian pada anak[ CITATION Mau19 \l 1033 ]. d. Herpes Simpleks
Berbagai komplikasi pada infeksi HSV, yakni: 1) Superinfeksi bakteri dan jamur 2) Balanitis: terjadi akibat infeksi bakteri pada ulkus herpetik 3) Kandidiasis vagina: ditemukan pada 10% wanita dengan herpes genitalis primer, terutama pada pasien diabetes melitus. Herpes ulseratif dengan lesi keputihan pada mukosa sulit dibedakan dari infeksi jamur[ CITATION Epp17 \l 1033 ]. 6. Pemeriksaan Penunjang a. Toksoplasmosis Deteksi dini pada ibu hamil akan mengurangi resiko terinfeksi T Gondii atau toksoplasmosis. Beberapa pemeriksaan yang dapat dilakukan untuk diagnosis prenatal pada usia kehamilan 14-27 minggu, antara lain:
Melakukan deteksi parasite T Gondii
Pemeriksaan PCR agar dapat melakukan identifikasi DNA T. gondii pada darah janin atau cairan ketuban.
Untuk mendeteksi antibodi IgM spesitik, dapat dilakukan pemeriksaan ELISA pada darah janin
Petanda non spesifik darah fetus yang terinfeksi seperti hitung trombosit, hitung ritrosit, fetal IgM, eosinofil, dan enzim- enzim pada hati[ CITATION Sal20 \l 1033 ].
b. Rubella Pemeriksaan terhadap wanita hamil yang pernah bersentuhan dengan penderita rubella, memerlukan upaya diagnosis serologis secara tepat dan teliti. Jika penderita memperlihatkan gejala klinis yang semakin memberat, maka harus segera dikerjakan pemeriksaan imunoasai enzim (ELISA) terhadap serum penderita untuk menetukan adanya IgM spesifik-rubella, yang dapat dipastikan dengan memeriksa dengan cara yang sama setelah 5 hari kemudian. Penderita tanpa gejala klinis tetapi terdiagnosis secara serologis merupakan sebuah masalah khusus. Mereka mungkin sedang mengalami infeksi primer atau re-
infeksi karena telah mendapatkan vaksinasi dan memiliki antibodi. Pengukuran kadar IgG rubella dengan ELISA juga dapat membantu membedakan infeksi primer dan re-infeksi[ CITATION Fit18 \l 1033 ]. c. CMV Infeksi primer pada kehamilan dapat ditegakkan dengan baik dengan metode serologi maupun virologik.
Metode serologic : perubahan seronegarif menjadi seropositif (tampak adanya IgM dan IgG anti CMV) sebagai hasil pemeriksaan serial dengan interval kira-kira 3 minggu. Adanya Low IgG avidity selama kurang lebih 20 minggu setelah infeksi primer
Metode virologik: uji imunofluoresen
Diagnosis prenatal dilakukan dengan metode PCR dan isolasi virus pada cairan ketuban, paling baik dikerjakan pada umur kehamilan 21 -23 minggu [ CITATION AHe01 \l 1033 ].
d. Herpes Simpleks
Deteksi DNA HSV dalam spesimen klinis dapat dilakukan dengan teknik PCR, teknik ini mempunyai sensitivitas yang tinggi untuk Deteksi DNA HSV dalam spesimen klinis.
Pemeriksaan serologi untuk deteksi antibodi terhadap HSV dapat dilakukan.
Pemeriksaan antenatal, pasangan ibu hamil harus diwawancarai. Jika suami terindikasi menderita infeksi menular seksual maka disarankan untuk menghindari hubungan seksual terutama pada trisemester ketiga kehamilan atau penggunaan kondom saat berhubungan seksual[CITATION Fau01 \l 1033 ].
7. Penatalaksanaan a. Toksoplasmosis Penatalaksanaan perlakuan terhadap penyakit ini membutuhkan waktu yang lama. Proses terapi bergantung pada kategori infeksiseperti halnya terapi respon individual. Kombinasi pyrimethamine dengan
sulfadiazine adalah pilihan obat untuk toksoplasma[ CITATION Hal18 \l 1033 ]. b. Rubella Tidak ada terapi antiviral spesifik, pengobatan hanya bersifat suportif. Antiphiretik (Achitaminopen atau ibu profen diberikan jika mengalami demam)[ CITATION Soe01 \l 1033 ]. Cara Mencegah Rubella Pada Kehamilan
Vaksinasi sejak kecil atau sebelum hamil. Untuk perlindungan terhadap serangan virus Rubella telah tersedia vaksin dalam bentuk vaksin kombinasi yang sekaligus digunakan untuk mencegah infeksi campak dan gondongan, dikenal sebagai vaksin MMR (Mumps, Measles, Rubella).
Deteksi status kekebalan tubuh sebelum hamil. Sebelum hamil sebaiknya memeriksa kekebalan tubuh terhadap Rubella, seperti juga terhadap infeksi TORCH lainnya[ CITATION Fit18 \l 1033 ].
c. CMV
Tidak ada terapi yang memuaskan dapat diterapkan, khususnya pada pengobatan infeksi kongenital.
Terminasi kehamilan merupakan satu-satunya terapi intervensi karena pengobatan dengan antivirus gansiklovir tidak memberi hasil yang efektif dan memuaskan.
Terapi diberikan guna mengobati infeksi CMV yang serius seperti retinitis, esofagitis pada penderita AIDS serta tindakan profilaksis untuk mencegak CMV setelah transplantasi organ[ CITATION AHe01 \l 1033 ].
d. Herpes Simpleks Asiklovir sebagai antivirus bertujuan untuk mengurangi durasi lesi herpes dengan cara menahan polimerasi DNA virus sehingga multiplikasi virus terhambat.
Benzydamin HCllozenges sebagai anti inflamasi non steroid untuk mengurangi rasa sakit akibat ulser di oraofaring. Benzydamin HCl merupakan analgesik anti inflamasi yang strukturnya tidak berhubungan dengan golongan steroid dengan mekanisme kerjanya menghambat biosintesis Prostaglandin. Pemberian vitamin B12 untuk mendukung fungsi sistem imun dan epitelisasi sel Pemberian khlorheksidin glukonat 0,2% kumur sebagai antiseptik bertujuan untuk mengurangi bakteri gram negatif dan jamur sehingga
mencegah
terjadinya
infeksi
sekunder[CITATION
Sun18 \l 1033 ]. 8. Prognosis a. Toksoplasmosis Diagnosis yang cepat dan penanganan dengan segera pada kasus toksoplasmosis kongenital dapat mencegah keparahan penyakit dan memberikan perbaikan dalam waktu singkat. Pengobatan dengan regimen terapi pirimetamin dan sulfadiazin pada wanita hamil yang terinfeksi dapat mengurangi resiko toksoplasmosis kongenital hingga 70% [ CITATION Sai17 \l 1033 ]. b. Rubella Prognosis dari rubella postnatal baik dengan sembuh sempurna sedangkan congenital rubella syndrome prognosisnya buruk dengan disertai kerusakan organ multiple yang berat[ CITATION Fit18 \l 1033 ]. c. CMV Prognosis dari infeksi CMV pada pasien dewasa, baik pada ibu hamil maupun pada pasien dengan status imunokompromais, tergolong baik. Prognosis yang buruk terjadi pada pasien bayi dan anak, terutama yang mengidap infeksi kongenital karena terjadinya malformasi organ menetap. Empat puluh persen (40%) janin terinfeksi, tidak dipengaruhi umur gestasinya. 90% diantaranya lahir normal ( 20% nya berkembang
menjadi late sequel). 10%nya simptomatis (33% meninggal, sisanya mengalami masalah sepanjang hidupnya) Infeksi primer memiliki faktor
risiko
10-15%
terjadinya
abnormalitas
berat
pada
janin[CITATION AHe01 \l 1033 ]. d. Herpes Simpleks Penting untuk dapat melakukan diagnosis dengan benar serta penatalaksanaan yang tepat pada pasien herpes simpleks genitalis. Pengobatan secara dini dan tepat dapat memberikan prognosis yang lebih baik, yaitu masa penyakit berlangsung lebih singkat dan angka kejadian rekurensi menurun. Pemberian edukasi juga merupakan aspek penting dalam penanganan herpes simpleks genitalis[ CITATION Bon17 \l 1033 ]. B. Konsep Keperawatan 1. Pengkajian a. Identitas klien b. Keluhan utama c. Riwayat kesehatan sekarang : Suhu tubuh meningkat, malaise, sakit tenggorokan, mual dan muntah, nyeri otot d. Riwayat kesehatan dahulu : Klien sering berkontak langsung dengan binatang,
klien
sering
makan
mendapatkan transfusi darah. e. Riwayat kesehatan masalalu f. Data psikologis g. Data spiritual h. Pola kehidupan sehari-hari i. Pemeriksaan fisik
Sistem integument o Suhu tubuh menigkat o Timbulnya ruam pada kulit
Muskuloskeletal o Nyeri
daging
mentah,
klien
pernah
o Kelemahan
Hepatomegali
Sistem reproduksi o Lesi gingivostomatitis vulvovaginitis herpetika
2. Diagnosa Keperawatan 1) Nyeri berhubungan dengan proses infeksi/inflamasi 2) Hipertermia berhubungan dengan peningkatan tingkat metabolisme penyakit 3) Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan adanya lesi 4) Intoleransi aktivitas berhubungan dengan nyeri
3. Intervensi Keperawatan No
Diagnosa
Tujuan dan Kriteria
1.
Nyeri
Setelah dilakukan
berhubungan
tindakan keperawatan
dengan proses
selama 3x24 jam maka
infeksi/inflamasi
nyeri teratasi dengan
Intervensi
Rasional
Hasil
kriteria hasil : 1. Kemampuan menuntaskan aktifitas meningkat
Manajemen Nyeri Observasi
1. Identifikasi lokasi, karakteristik, durasi, frekuensi, 1. Mengidentifikasi kebutuhan untuk kualitas, intensitas nyeri
2. Identifikasi skala nyeri 3. Identifikasi respons nyeri non verbal 4. Identifikasi faktor yang memperberat dan memperingan
intervensi 2. Mengetahui tingkat nyeri 3. Melihat respon nyeri klien 4. Untuk pemberian intervensi yang tepat
nyeri
2. Keluhan nyeri menurun 3. Ketegangan otot menurun
Terapeutik
5.
Berikan teknik nonfarmakologis yntuk mengurangi rasa nyeri (mis. TENS, hipnosis, akupresur, terapi musik, biofeedback, terapi pijat, aromaterapi, teknik imajinasi terbimbing, kompres hangat/dingin, terapi bermain)
5. Meningkatkan relaksasi 6. Memberikan kenyamanan klien 7. Membantu klien dalam melakukan teknik relaksasi secara mandiri 8. Analgetik dapat mengurangi nyeri
6. Kontrol lingkungan yang memperberat rasa nyeri (mis. suhu ruangan, pencahayaan, kebisingan) Edukasi
7. Ajarkan teknik nonfarmakologis untuk mengurangi rasa nyeri Kolaborasi
8. Kolaborasi pemberian analgetik, jika perlu 2.
Hipertermia b/d
Setelah dilakukan
Manajemen Hipertermia
Observasi :
peningkatan
tindakan keperawatan
Observasi :
tingkat
3x 24 jam diharapkan
1. Identifikasi penyebab hipertermia
hipertermi
metabolisme
suhu tubuh tetap pada
2. Monitor suhu tubuh
tindakan dengan tepat sesuai dengan
penyakit
rentang normal
Terapeutik :
penyebabnya
Kriteria Hasil :
1. Agar
perawat
mengetahui
sehingga
dapat
penyebab dilakukan
3. Sediakan lingkungan yang dingin
2. Untuk mengetahui tingkat demam
4. Longgarkan pakaian
3. Dengan menyediakan lingkungan dingin,
Suhu tubuh
5. Ganti linen setiap hari
makan proses penyembuhan dari pada
menurun
Edukasi :
panas dari si pasien dapat teratasi dengan
6. Anjurkan tirah baring
cepat
Kolaborasi :
4. Agar suhu tubuh pasien yang tinggi dapat
7. Kolaborasi pemberian cairan dan elektrolit IV jika
keluar dengan dilonggarkannya ataupun
perlu
dilepaskannya baju paien 5. Dengan melakukan pendinginan ekternal seperti memberikan selimut hipotermia agar suhu tubuh pasien dapat menurun 6. Dengan mengajarkan tirah baring kepada pasien, diharapkan agar pasien bisa merasa nyaman dengan keadaan 7. Dengan
3.
1.
cairan
ataupun
elektrolit pada pasien dengan Mengetahui penyebab gangguan integritas
Gangguan
Setelah dilakukan
integritas kulit
tindakan keperawatan
Observasi :
b/d adanya lesi
3x 24 jam diharapkan
1. Identifikasi penyebab gangguan integritas kulit 2. Menghindarkan terjadinya luka
gangguan integritas kulit
(mis. Perubahan sirkulasi, perubahan status nutrisi, 3. Mencegah kulit tidak kering
pasien teratasi dengan
Perawatan integritas kulit
memberikan
kulit
penurunan kelembaban, suhu lingkungan ekstreme, 4. Mencegah kerusakan kulit
Kriteria Hasil :
penurunan mobilitas)
Turgor kulit elastis
Terapeutik :
Tidak terdapat
2. Ubah posisi tiap 2 jam jika tirah baring
kerusakan lapisan
3. Gubakan produk berbahan petrolium atau minyak pada kulit kering
kulit
Tidak terdapat
4. Hindari produk berbahan dasar alkohol pada kulit kering
kerudsakan jaringan
4.
Tidak terdapat
Edukasi
jaringan parut
5. Ajarkan minum air yang cukup
Intoleransi
Setelah dilakukan
aktifitas b/d
keperawatan 3x 24 jam
nyeri
toleransi aktivitas
Manajemen Energi
1. Untuk mengetahui penyebab kelelahan
Observasi :
2. Untuk mngindari terjadinya letih
1.
meningkat Kriteria Hasil :
Kemudahan dalam
Identifikasi gangguan fungsi tubuh yang
3. Mengetahui pola tidur pasien
menyebabkan kelelahan
4. Mengetahui faktor ketidaknyamanan dalam
2.
Monitor kelelahan fisik dan emosional
3.
Monitor pola dan jam tidur
5. Memberikan kenyamanan pasien
4.
Monitor lokasi dan ketidaknyamanan selama
6. Jika beraktivitas dengan teratur maka
melakukan aktivitas
melakukan aktivitas
5. Menjadikan kulit lembab
sehati-hari cukup
Terapeutik :
meningkat
5.
Sediakan lingkungan yang nyaman dan rendah stimulus
Kekuatan tubuh
beraktivitas
terhindar dari cedra 7. meminimalkan atrofi otot, meningkatkan sirkulasi, membantu mencegah kontraktur. 8. Dengan mengajarkan tirah baring kepada
bagian atas dan
6.
Berikan aktifitas distraksi yang menenangkan
pasien, diharapkan agar pasien bisa merasa
bawah meningkat
7.
Fasilitasi duduk disisi tempat tidur, jika tidak
nyaman dengan keadaan
Keluhan lelah menurun
mampu berjalar Edukasi :
9. Dengan melakukan terapi fisik dapat menghilangkan rasa letih dan lemah pada
Disnea saat
8.
Anjurkan tirah baring
aktivitas menurun
9.
Anjurkan melakukan aktivitas secara bertahap
10. Anjurkan menghubungi perawat jika tanda dan gejala tidak berkurang Kolaborasi 11. Kolaborasi dengan ahli gizi tentang cara meningkatkan asupan makanan
klien 10. Untuk memberikan tindakan yang tepat sesuai tanda dan gejala 11. Meningkatkan kebutuhan nutrisi klien
PATHWAY INFEKSI KEHAMILAN (TORCH)
Toksoplasma Gondi
Virus Rubella
Cytomegalovirus
TORCH
Infeksi beredar
Timbul kemerahan
Infasi virus memicu respon inflamasi
Pelepasan mediator peradangan seperti prostaglandin
Memicu pusat termostaf hipotalamus Nyeri akut Peningkatan suhu tubuh
Intoleransi aktivitas
Hipertermia
HVS Tipe I, II
Peradangan pada kulit daerah mulut dan genetalia
Gangguan integritas kulit
Herpes
DAFTAR PUSTAKA Basri, S. (2017). Toksoplasmosis okular konginetal . Jurnal Kedokteran Syiah Kuala. Bonita, L., & Murtiastutik, D. (2017). Penelitian Retrospektif: Gambaran Klinis Herpes Simpleks Genitalis. Periodical of Dermatology and Venereology. Djojosugito, F. A. (2016). Infeksi Herpes Simpleks Dalam Kehamilan. JIK. Eppy. (2017). Infeksi Virus Herpes Simpleks dan Komplikasinya. Fitriany, J., & Husna, Y. (2018). Sindrom Rubella Kongenital. Jurnal Averrous. Halimatunisa, F., & Prabowo, A. Y. (2018). Diagnosis Toxoplasma Gondii Dan Toksoplasmosis. Medula. Maulida, I., Prastiwi, R. S., & Chikmah, A. M. (2019). Studi kasusu : Tanda dan gejala Citomegalovirus pada balita. Jurnal SIKLUS. Pratama, B. F. (2018). Infeksi Cytomegalovirus Kongenital. Jurnal Kesehatan Melayu. Rusjdi, S. R. (2020). Respon Imun Terhadap Infeksi Toxsoplasma Gondi. Jurnal Kesehatan Andalas. Saimin, J., Aini, Z. M., & Wica, S. (n.d.). Hubungan antara titer TITER IgG CMV pada ibu hamil dengan kelainan kongenital pada bayi baru lahir. Salsabila. (2020). Resiko toksoplasmosis terhadap Attention deficit hyperactivity disorder . Sari, R. D. (2019). Kehamilan dengan Infeksi TORCH . JK Unila. Sembiring, E., & Roza, E. (2016). Aplikasi diagnosa infeksi torch pada kehamilan. Jurnal integrasi. Soegijanto, S. (2016). Penyakit tropis dan infeksi di indonesia Jilid 6. Surabaya: Airlangga UniversityPres. Suniti, & Setiadhi, R. (2018). Infeksi herpes simpleks virus 1 rekuren dengan faktor predisposisi an faktor predisposisi. J Ked Gi Unpad. Suromo, L. B. (2007). Kewaspadaan terhadap infeksi cytomegalovirus serta kegunaan deteksi secara laboratorik. Semarang: Badan penerbit Universitas Diiponegoro.