19 0 225 KB
TUGAS LAPORAN PENDAHULUAN KONSEP GANGGUAN ELIMINASI URINE DAN FEKAL ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN DENGAN GANGGUAN KEBUTUHAN ELIMINASI URINE
Disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah Konsep Dasar Keperawatan Dosen Pengampu : Hj. Lindawati, S.Kep, Ners, M.KM
Disusun oleh :
Nadia Fadilah (P27901119083)
TINGKAT 2 REGULER B PROGRAM STUDI D-III KEPERAWATAN JURUSAN KEPERAWATAN TANGERANG POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES BANTEN TAHUN 2021
1
LAPORAN PENDAHULUAN KONSEP GANGGUAN ELIMINASI URINE DAN FEKAL
A. Definisi Eliminasi merupakan suatu proses pengeluaran zat-zat sisa yang tidak diperlukan oleh tubuh. Eliminasi dapat dibedakan menjadi 2 yaitu : eliminasi urine dan eliminasi fekal. Eliminasi merupakan proses pembuangan sisa-sisa metabolisme tubuh. Pembuangan dapat melalui urine dan bowel (tarwoto, wartonah, 2006). Eliminasi adalah proses pembuangan sisa metabolisme tubuh baik berupa urine atau alvi (buang air besar). Kebutuhan eliminasi terdiri dari atas dua, yakni eliminasi urine (kebutuhan buang air kecil) dan eliminasi alvi (kebutuhan buang air besar). Eliminasi merupakan proses pembuangan sisa-sisa metabolisme tubuh. Pembuangan tersebut dapat melalui urin ataupun bowel. Eliminasi materi sampah merupakan salah satu dari proses metabolic tubuh. Produk sampah dikeluarkan melalui paru-paru, kulit, ginjal dan pencernaan. Eliminasi merupakan proses pembuangan sisa-sisa metabolisme tubuh baik yan berupa urin maupun fekal. Eliminasi adalah proses pembuangan sisa metabolisme tubuh baik berupa urin atau bowel (feses). 1. Gangguan Eliminasi urine Sistem yang berperan dalam eliminasi urine adalah sistem perkemihan. Dimana sistem ini terdiri dari ginjal, ureter, kandung kemoh, dan uretra. Proses pembentukan urine di ginjal terdiri dari 3 proses yaitu : filtrasi, reabsorpsi dan sekresi. Proses filtrasi berlangsung di glomelurus. Proses ini terjadi karena permukaan aferen lebih besar dari permukaan eferen. Proses reabsorpsi terjadi penyerapan kembali sebagian besar dari glukosa, sodium, klorida, fosfat, dan beberapa ion karbonat. Proses sekresi ini sisa reabsorpsi diteruskan keluar. Gangguan Eliminasi Urine adalah keadaan dimana seorang individumengalami atau berisiko mengalami disfungsi eliminasi urine. Biasanya orangyang mengalami gangguan eliminasi urine akan dilakukan kateterisasi urine,yaitu tindakan memasukan selang kateter ke dalam kandung kemih melaluiuretra dengan tujuan mengeluarkan urine.
2. Gangguan Eliminasi fekal
2
Eliminasi fekal sangat erat kaitannya dengan saluran pencernaan. Saluran pencernaan
merupakan saluran yang menerima makanan dari luar dan
mempersiapkannya
untuk
diserap
oleh
tubuh
dengan
proses
penernaan
(pengunyahan, penelanan, dan pencampuran) dengan enzim dan zat cair dari mulut sampai anus. Organ utama yang berperan dalam eliminasi fekal adla usus besar. Usus besar memiliki beberapa fungsi utama yaitu mengabsorpsi cairan dan elektrolit, proteksi atau perlindungan dengan mensekresikan mukus yang akan melindungi dinding usus dari trauma oleh feses dan aktivitas bakteri, mengantarkan sisa makanan sampai ke anus dengan berkontraksi. Proses eliminasi fekal adalah suatu upaya pengosongan intestin. Pusat refleks ini terdapat pada medula dan spinal cord. Refleks defekasi timbul karena adanya feses dalam rektum. Gangguan eleminasi fekal adalah penurunan pada frekuensi normal defekasi yang disertai oleh kesulitan atau pengeluaran tidak lengkap feses dan/ atau pengelaran feses yang keras, kering dan banyak. B. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Eliminasi 1. Eliminasi Urine a. Diet dan intake Jumlah dan tipe makanan mempengaruhi output urine, seperti protein dan sodium mempengaruhi jumlah urine yang keluar. b. Respon keinginan awal untuk berkemih Beberapa masyarakat mempunyai kebiasaan yang mengabaikan respon awal untuk berkemih dan hanya pada akhir keinginan berkemih menjadi lebih kuat. Akibatnya urine banyak tertahan dalam kandung kemih. Masyarakat ini mempunyai kapasitas kamdung kemih yang lebih dari normal. c. Gaya hidup Banyak segi gaya hidup mempengaruhi seseorang dalam hal eliminasi urine. Tersedianya fasilitas toilet atau kamar mandi dapat mempengaruhi frekuensi eliminasi. Praktek eliminasi keluarga dapat mempengaruhi tingkah laku. d. Stress psikologi Meningkatnya stres seseorang dapat meningkatkan frekuensi keinginan berkemih. Hal ini karena meningkatnya sensitif untuk keinginan berkemih dan atau meningkatnya jumlah urine yang diproduksi. e. Tingkat aktivitas
3
Aktifitas sangat dibutuhkan untuk mempertahankan tonus otot. Eliminasi urine membutuhkan tonus otot kandung kemih yang baik untuk tonus spingter internal dan eksternal. f. Tingkat perkembangan Tingkat pertumbuhan dan perkembangan juga akan mempengaruhi pola berkemih. Pada wanita hamil kapasitas kandung kemihnya menurun karena adanya tekanan dari fetus atau adanya. g. Kondisi patologis Saat seseorang dalam keadaan sakit,produksi urinnya sedikit hal ini disebabkan oleh keinginan untuk minum sedikit. 2. Eliminasi Fekal a. Tingkat perkembangan Pada bayi sistem pencernaannya belum sempurna. Sedangkan pada lansia proses mekaniknya berkurang karena berkurangnya kemampuan fisiologis sejumlah organ. b. Diet Ini bergantung pada kualitas, frekuensi, dan jumlah makanan yang dikonsumsi. Sebagai contoh, makanan berserat akan mempercepat produksi feses. Secara fisiologis, banyaknya makanan yang masuk kedalam tubuh juga berpengaruh terhadap keinginan defekasi. c. Asupan Cairan Asupan cairan yang kurang akan menyebabkan feses lebih keras. Ini karena jumlah absorpsi cairan dikolon meningkat. d. Tonus Otot Tonus otot terutama abdomen yang ditunjang dengan aktivitas yang cukup akan membantu defekasi. Gerakan peristaltik akan memudahkan materi feses bergerak disepanjang kolon. e. Faktor psikologis Perasaan cemas atau takut akan mempengaruhi peristaltik atau motilitas usus sehingga dapat menyebabkan diare. f. Pengobatan Beberapa jenis obat dapat menimbulkan efek konstipasi. Laksatif dan katartik dapat melunakkan feses dan meningkatkan peristaltik. Akan tetapi, jika
4
digunakan dalam waktu lama, kedua obat tersebut dapat menurunkan tonus usus sehingga usus menjadi kurang responsif terhadap stimulus laksatif. Obat-obat lain yang dapat mengganggu pola defekasi antara lain: analgesik narkotik,opiat, dan anti kolinergik. g. Penyakit Beberapa penyakit pencernaan dapat menyebabkan diare atau konstipasi. h. Gaya hidup Aktivitas harian yang biasa dilakukan, bowel training pada saat kanakkanak, atau kebiasaan menahan buang air besar. i. Aktivitas fisik Orang yang banyakn bergerak akan mempengaruhi mortilitas usus. j. Posisi selama defekasi Posisi jongkok merupakan posisi paling sesuai untuk defekasi. Posisi tersebut memungkinkan
individu
mengerahkan
tekanan
yang
terabdomen
dan
mengerutkan otot pahanya sehingga memudahkan proses defekasi. k. Kehamilan Konstipasi adalah masalah umum ditemui pada trimester akhir kehamilan. seiring bertambahnya usia kehamilan, ukuran janin dapat menyebabkan obstruksi yang akan menghambat pengeluaran feses. Akibatnya, ibu hamil sering kali mengalami hemoroid permanen karena seringnya mengedan saat defekasi. C. Etiologi Gangguan Eliminasi Urine 1. Gangguan Eliminasi Urine a. Intake cairan Jumlah dan type makanan merupakan faktor utama yangmempengaruhi output urine atau defekasi. Seperti protein dan sodiummempengaruhi jumlah urine yang keluar, kopi meningkatkan pembentukan urine intake cairan dari kebutuhan, akibatnya outputurine lebih banyak. b. Aktivitas Aktifitas sangat dibutuhkan untuk mempertahankan tonus otot,eliminasi urine membutuhkan tonus otot kandung kemih yang baik untuk tonus sfinkter internal dan eksternal. Hilangnya tonus ototkandung kemih terjadi pada masyarakat yang menggunakan kateter untuk periode waktu yang lama.Karena urine secara terus menerusdialirkan
keluar
kandung
kemih,
otot-otot
itu
tidak
pernah
5
merenggangdan dapat menjadi tidak berfungsi. Aktifitas yang lebih berat akanmempengaruhi jumlah urine yang diproduksi, hal ini disebabkankarena lebih besarpeningkatanmetabolisme tubuh. c. Obstruksi; batu ginjal, pertumbuhan jaringan abnormal, striktur urethra d. Infeksi e. Kehamilan f. Penyakit; pembesaran kelenjar ptostat g. Trauma sumsum tulang belakang h. Operasi pada daerah abdomen bawah, pelviks, kandung kemih, urethra. i. Umur j. Penggunaan obat-obatan 2. Gangguan Eliminasi Fekal a. Pola diet tidak adekuat/tidak sempurna: Makanan adalah faktor utama yang mempengaruhi eliminasi feses. Cukupnya selulosa, serat pada makanan, penting untuk memperbesar volume feses. Makanantertentu pada beberapa orang sulit atau tidak bisa dicerna. Ketidakmampuan ini berdampak pada gangguan pencernaan, di beberapa bagian jalur dari pengairan feses. Makan yang teratur mempengaruhi defekasi. Makan yang tidak teratur dapat mengganggu keteraturan pola defekasi. Individu yang makan pada waktu yang sama setiap hari mempunyai suatu keteraturan waktu, respon fisiologi pada pemasukan makanan dan keteraturan pola aktivitas peristaltik di colon. b. Cairan Pemasukan cairan juga mempengaruhi eliminasi feses. Ketika pemasukan cairan yang adekuat ataupun pengeluaran (cth: urine, muntah) yang berlebihan untuk beberapa alasan, tubuh melanjutkan untuk mereabsorbsi air dari chyme ketika ia lewat di sepanjang colon. Dampaknya chyme menjadi lebih kering dari normal, menghasilkan feses yang keras. Ditambah lagi berkurangnya pemasukan cairan memperlambat perjalanan chyme di sepanjang intestinal, sehingga meningkatkan reabsorbsi cairan dari chyme c. Meningkatnya stress psikologi Dapat dilihat bahwa stres dapat mempengaruhi defekasi. Penyakitpenyakit tertentu termasuk diare kronik, seperti ulcus pada collitis, bisa jadi mempunyai komponen psikologi. Diketahui juga bahwa beberapa orang yagn cemas atau marah dapat meningkatkan aktivitas peristaltik
6
dan frekuensi diare. Ditambah lagi orang yagn depresi bisa memperlambat motilitas intestinal, yang berdampak pada konstipasi. d. Kurang aktifitas, kurang berolahraga, berbaring lama. Pada pasien immobilisasi atau bedrest akan terjadi penurunan gerak peristaltic dan dapat menyebabkan melambatnya feses menuju rectum dalam waktu lama dan terjadi reabsorpsi cairan feses sehingga feses mengeras. e. Obat-obatan Beberapa obat memiliki efek samping yang dapat berpengeruh terhadap eliminasi yang normal. Beberapa menyebabkan diare; yang lain seperti dosis yang besar dari tranquilizer tertentu dan diikuti dengan prosedur pemberian morphin dan codein, menyebabkan konstipasi. Beberapa obat secara langsung mempengaruhi eliminasi. Laxative adalah obat yang merangsang aktivitas usus dan memudahkan eliminasi feses. Obat-obatan ini melunakkan feses, mempermudah defekasi. Obat-obatan tertentu seperti dicyclomine hydrochloride (Bentyl), menekan aktivitas peristaltik dan kadangkadang digunakan untuk mengobati diare f. Usia; Umur tidak hanya mempengaruhi karakteristik feses, tapi juga pengontrolannya. Anak-anak tidak mampu mengontrol eliminasinya sampai sistem neuromuskular berkembang, biasanya antara umur 2 3 tahun. Orang dewasa juga mengalami perubahan pengalaman yang dapat mempengaruhi proses pengosongan lambung. Di antaranya adalah atony (berkurangnya tonus otot yang normal) dari otot-otot polos colon yang dapat berakibat pada melambatnya peristaltik dan mengerasnya (mengering) feses, dan menurunnya tonus dari otot-otot perut yagn juga menurunkan tekanan selama proses pengosongan lambung. Beberapa orang dewasa juga mengalami penurunan kontrol terhadap muskulus spinkter ani yang dapat berdampak pada proses defekasi. g. Penyakit-penyakit seperti obstruksi usus, paralitik ileus, kecelakaan pada spinal cord dan tumor. Cedera pada sumsum tulang belakan dan kepala dapat menurunkan stimulus sensori untuk defekasi. Gangguan mobilitas bisa membatasi kemampuan klien untuk merespon terhadap keinginan defekasi ketika dia tidak dapat menemukan toilet atau mendapat bantuan. Akibatnya, klien bisa mengalami konstipasi. Atau seorang klien bisa mengalami fecal inkontinentia karena sangat berkurangnya fungsi dari spinkter ani.
7
D. Patofisiologi 1. Gangguan Eliminasi Urin Gangguan pada eliminasi sangat beragam seperti yang telah dijelaskan di atas. Masing-masing gangguan tersebut disebabkan oleh etiologi yang berbeda. Pada pasien dengan usia tua, trauma yang menyebabkan cedera medulla spinal, akan menyebabkan gangguan dalam mengkontrol urin/ inkontinensia urin. Gangguan traumatik pada tulang belakang bisa mengakibatkan kerusakan pada medulla spinalis. Lesi traumatik pada medulla spinalis tidak selalu terjadi bersama-sama dengan adanya fraktur atau dislokasi. Tanpa kerusakan yang nyata pada tulang belakang, efek traumatiknya bisa mengakibatkan efek yang nyata di medulla spinallis. Cedera medulla spinalis (CMS) merupakan salah satu penyebab gangguan fungsi saraf termasuk pada persyarafan berkemih dan defekasi. Komplikasi cedera spinal dapat menyebabkan syok neurogenik dikaitkan dengan cedera medulla spinalis yang umumnya dikaitkan sebagai syok spinal. Syok spinal merupakan depresi tiba-tiba aktivitas reflex pada medulla spinalis (areflexia) di bawah tingkat cedera. Dalam kondisi ini, otototot yang dipersyarafi oleh bagian segmen medulla yang ada di bawah tingkat lesi menjadi paralisis komplet dan fleksid, dan refleks-refleksnya tidak ada. Hal ini mempengaruhi refleks yang merangsang fungsi berkemih dan defekasi. Distensi usus dan ileus paralitik disebabkan oleh depresi refleks yang dapat diatasi dengan dekompresi usus (Brunner & Suddarth, 2002). Hal senada disampaikan Sjamsuhidajat (2004), pada komplikasi syok spinal terdapat tanda gangguan fungsi autonom berupa kulit kering karena tidak berkeringat dan hipotensi ortostatik serta gangguan fungsi kandung kemih dan gangguan defekasi. Proses berkemih melibatkan 2 proses yang berbeda yaitu pengisian dan penyimpanan urine dan pengosongan kandung kemih. Hal ini saling berlawanan dan bergantian secara normal. Aktivitas otot-otot kandung kemih dalam hal penyimpanan dan pengeluaran urin dikontrol oleh sistem saraf otonom dan somatik. Selama fase pengisian, pengaruh sistem saraf simpatis terhadap kandung kemih menjadi bertekanan rendah dengan meningkatkan resistensi saluran kemih. Penyimpanan urin dikoordinasikan oleh hambatan sistem simpatis dari aktivitas kontraktil otot detrusor yang dikaitkan dengan peningkatan tekanan otot dari leher kandung kemih dan proksimal uretra.
8
Pengeluaran urine secara normal timbul akibat dari kontraksi yang simultan otot detrusor dan relaksasi saluran kemih. Hal ini dipengaruhi oleh sistem saraf parasimpatis yang mempunyai neurotransmiter utama yaitu asetilkholin, suatu agen kolinergik. Selama fase pengisian, impuls afferen ditransmisikan ke saraf sensoris pada ujung ganglion dorsal spinal sakral segmen 2-4 dan informasikan ke batang otak. Impuls saraf dari batang otak menghambat aliran parasimpatis dari pusat kemih sakral spinal. Selama fase pengosongan kandung kemih, hambatan pada aliran parasimpatis sakral dihentikan dan timbul kontraksi otot detrusor. Hambatan aliran simpatis pada kandung kemih menimbulkan relaksasi pada otot uretra trigonal dan proksimal. Impuls berjalan sepanjang nervus pudendus untuk merelaksasikan otot halus dan skelet dari sphincter eksterna. Hasilnya keluarnya urine dengan resistensi saluran yang minimal. Pasien post operasi dan post partum merupakan bagian yang terbanyak menyebabkan retensi urine akut. Fenomena ini terjadi akibat dari trauma kandung kemih dan edema sekunder akibat tindakan pembedahan atau obstetri, epidural anestesi, obat-obat narkotik, peregangan atau trauma saraf pelvik, hematoma pelvik, nyeri insisi episiotomi atau abdominal, khususnya pada pasien yang mengosongkan kandung kemihnya dengan manuver Valsalva. Retensi urine pos operasi biasanya membaik sejalan dengan waktu dan drainase kandung kemih yang adekuat. 2. Gangguan Eliminasi Fekal Defekasi adalah pengeluaran feses dari anus dan rektum. Hal ini juga disebut bowel movement. Frekwensi defekasi pada setiap orang sangat bervariasi dari beberapa kali perhari sampai 2 atau 3 kali perminggu. Banyaknya feses juga bervariasi setiap orang. Ketika gelombang peristaltik mendorong feses kedalam kolon sigmoid dan rektum, saraf sensoris dalam rektum dirangsang dan individu menjadi sadar terhadap kebutuhan untuk defekasi. Defekasi biasanya dimulai oleh dua refleks defekasi yaitu refleks defekasi instrinsik. Ketika feses masuk kedalam rektum, pengembangan dinding rektum memberi suatu signal yang menyebar melalui pleksus mesentrikus untuk memulai gelombang peristaltik pada kolon desenden, kolon sigmoid, dan didalam rektum. Gelombang ini menekan feses kearah anus. Begitu gelombang peristaltik mendekati anus, spingter anal interna tidak menutup dan bila spingter eksternal tenang maka feses keluar.
9
Refleks defekasi kedua yaitu parasimpatis. Ketika serat saraf dalam rektum dirangsang, signal diteruskan ke spinal cord (sakral 2 4) dan kemudian kembali ke kolon desenden, kolon sigmoid dan rektum. Sinyal sinyal parasimpatis ini meningkatkan gelombang peristaltik, melemaskan spingter anus internal dan meningkatkan refleks defekasi instrinsik. Spingter anus individu duduk ditoilet atau bedpan, spingter anus eksternal tenang dengan sendirinya. Pengeluaran feses dibantu oleh kontraksi otot-otot perut dan diaphragma yang akan meningkatkan tekanan abdominal dan oleh kontraksi muskulus levator ani pada dasar panggul yang menggerakkan feses melalui saluran anus. Defekasi normal dipermudah dengan refleksi paha yang meningkatkan tekanan di dalam perut dan posisi duduk yang meningkatkan tekanan kebawah kearah rektum. Jika refleks defekasi
diabaikan
atau
jika
defekasi
dihambat
secara
sengaja
dengan
mengkontraksikan muskulus spingter eksternal, maka rasa terdesak untuk defekasi secara berulang dapat menghasilkan rektum meluas untuk menampung kumpulan feses. Cairan feses di absorpsi sehingga feses menjadi keras dan terjadi konstipasi. E. Tanda Dan Gejala 1. Gangguan Eliminasi Urine Retensi Urine a. Data mayor (harus terdapat, satu atau lebih) -
Distensi kandung kemih
-
Distensi kandung kemih
-
Distensi kandung kemih dengan sering berkemih atau menetes
-
Residu urine 100 cc atau lebih
b. Data Minor (mungkin terdapat) -
Individu menyatakan bahwa kandung kemihnya tidak kosong setelah berkemih.
Inkontinensia urine -
Ketidakmampuan pasien dalam menahan BAK sebelum mencapai toilet tepat waktu.
-
Ketidakmampuan pasien untuk mengontrol ekskresi urine
2. Gangguan Eliminasi Fekal Konstipasi
10
a. Data mayor (harus terdapat) -
Nyeri pada saat defekassi
-
Feses keras dan berbentuk
-
Kesulitan dalam defekasi
-
Defekasi dilakukan kurang dari tiga kali seminggu
b. Data minor ( mungkin terdapat) -
Mengenjan pada saat defekasi
-
Darah merah pada feses
-
Massa rektal yang dapat diraba
-
Mengeluh rektal terasa penuh
-
Bising usus
Diare a. Data mayor ( harus terdapat) -
Pengeluaran feses yang cair dan tidak berbentuk
-
Peningkatan frekuensi defekasi
-
Ketidakmampuan mengontrol keluarnya feses
b. Data minor ( mungkin terdapat ) -
Peningkatan bising usus
-
Peningkatan dalam volume feses
F. Penatalaksanaan Medis 1. Gangguan Eliminasi Urine Penatalaksanaan medis inkontinensia urine yaitu: a. Pemanfaatan kartu berkemih b. Terapi non famakologi c. Terapi farmakologi d. Terapi pembedahan e. Modalitas lain Penatalaksanaan medis retensio urine yaitu a. Kateterisasi urethra. b. Dilatasi urethra dengan boudy. c. Drainage suprapubik. 2. Gangguan Eliminasi Fekal Penatalaksanaan medis konstipasi
11
a. Pengobatan non-farmakologis b. Pengobatan farmakologis Penatalaksanaan medis diare a. Pemberian cairan b. Pengobatan dietetik (cara pemberian makanan) c. Obat- obatan G. Pemeriksaan Penujang 1. Pemeriksaan USG 2. Pemeriksaan foto rontgen 3. Pemeriksaan laboratorium urin dan feses H. Komplikasi 1. Gangguan Eliminasi Urine Infeksi saluran kemih Infeksi kulit Masalah kulit (ruam) Luka 2. Gangguan Eliminasi Fekal Konstipasi Impaksi Diare Inkontimensia fekal Flatulens Hemoroid
12
KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN GANGGUAN ELIMINASI URINE DAN FEKAL
A. PENGKAJIAN 1. Gangguan Eliminasi Urine Peserta didik dalam melakukan pengkajian harus menggerakan semua indra dan tenaga untuk melakukan pengkajian secara cermat baik melalui wawancara, observasi, pemeriksaan fisik untuk menggali data yang akurat. a. Tanyakan riwayat keperawatan klien tentang pola berkemih, gejala dari perubahan berkemih, dan faktor yang mempengaruhi berkemih. b. Pemeriksaan fisik klien meliputi 1) abdomen, pembesaran, pelebaran pembuluh darah vena, distensi bladder, pembesaran ginjal, nyeri tekan, tenderness, bissing usus, 2) genetalia: wanita, inflamasi, nodul, lesi, adanya secret dari meatus, kesadaran, antropi jaringan vagina, dan genetalia laki-laki: kebersihan, adanya lesi, tenderness, adanya pembesaran skrotum. c. Identifikasi Intake dan output cairan dalam (24 jam) meliputi pemasukan minum dan infuse, NGT, dan pengeluaran perubahan urine dari urinal, cateter bag, ainage ureternomy, karakter urine: warna, kejernihan, bau, kepekatan. d. Pemeriksaan diagnostic : 1). Pemeriksaan urine (urinalisis): Warna: (jernih kekuningan), Penampilan (N: jernih), Bau 2). (N: beraroma), pH (N: 4,5-8,0), Berat jenis (N: 1,005-1,030), Glukosa (N: negatif), Keton (N: negatif), Kultur urine (N: kuman petogen negatif). 2. Gangguan Eliminasi Fekal Peserta didik dalam melakukan pengkajian harus menggerakkan semua indra dan tenaga untuk melakukan pengkajian secara cermat baik melalui wawancara, observasi, pemeriksaan fisik untuk mengali data yang akurat.
13
1. Riwayat Keperawatan Tanyakan pada pasien tentang kebiasaan atau pola defikasi seperti frekuensi, waktunya, perilaku defikasi, seperti penggunaan laksatif, kapan berakhir BAB, karakteristik feses seperti: warna bau dan tekstur, diet yang biasa dimakan dan yang dihindari, cairan yang di minum baik jenis maupun jumlah, aktivitas yang dilakukan, penggunaan obatobatan, stres yang berkepanjangan dan riwayat pembedahan dan penyakit. 2. Pemeriksaan Fisik Periksalah pasien pada abdomen apakah terjadi distensi, simetris, gerakan peristaltik dan adanya massa pada perut, sedangkan pada rectum dan anus meliputi tanda-tanda inflamasi, perubahan warna, lesi fistula, hemorraid dan adanya massa. 3. Keadaan Feses Lakukan identifikasi feses meliputi konsistensi, bentuk, bau, warna, jumlah dan unsur abnormal. Warna: bayi (kuning), dewasa (coklat). Bau : khas, tergantung dari tipe makanan. Konsistensi: padat, lunak. Frekuensi: tergantung individunya, biasanya bayi (4-6 kali sehari), bayi PASI (1-3 kali sehari), dewasa (1-3 kali per minggu). Jumlah: 150 gram sehari (dewasa). Ukuran: tergantung diameter rectum. 4. Pemeriksaan Laboratorium dan Diagnostic Endoskopi, protoksigmoidodkopi merupakan prosedur pemeriksaan dengan memasukan alat ke dalam cerna bagian bawah untuk mengevaluasi kolon dan sekum terhadap peradangan, perdarahan dan diare. B. DIAGNOSIS KEPERAWATAN Gangguan Eliminasi Urin Defiisi : Gangguan Eliminasi Urine adalah keadaan dimana seorang individumengalami atau berisiko mengalami disfungsi eliminasi urine. Biasanya orangyang mengalami gangguan eliminasi urine akan dilakukan kateterisasi urine,yaitu tindakan memasukan selang kateter ke dalam kandung kemih melaluiuretra dengan tujuan mengeluarkan urine.
C. INTERVENSI / PERENCANAAN KEPERAWATAN Intervensi
Rasional
14
Monitor eliminasi urine termasuk
Memberikan informasi tentang fungsi ginjal
frekuensi, konsistensi, bau, volume, dan
dan adanya komplikasi, contoh infeksi dan
warna Ajarkan pasien untuk minum 8 gelas
perdarahan. Hidrasi yang cukup meningkatkan
perhari pada saat makan, di antara waktu
pengenceran kemih dan membantu
makan, dan di awal petang Ajarkan pasien mengenai tanda dan gejala
mendorong lewatnya batu Membantu identivikasi dini jika terjadi
infeksi saluran kemih
infeksi saluran kemih sehingga dapat ditindaklanjuti sesegera mungkin
Pemasangan Kateter urine sesuai anjuaran dokter
Memudahkan klien untuk BAK
D. IMPLEMENTASI / TIDAKAN KEPERAWATAN Implementasi atau tindakan keperawatan dilakukan sesuai dengan intervensi atau rencana yang telah di susun.
E. EVALUASI Setelah membantu untuk klien lakukan evaluasi diharapkan kondisi klien bisa kembali normal kembali.
15
ASUHAN KEPERAWATAN GANGGUAN ELIMINASI URINE
A. PEGKAJIAN I. Biodata Pasien Nama
: Tn. Jojo
Umur
: 53 Tahun
Jenis kelamin
: Laki-laki
Agama
: Islam
Pendidikan
: S1
Alamat
: Kp. Merak RT 07 RW 10
Pekejaan
: PNS
Tanggal Masuk
: Selasa, 23 Februari 2021
No.Register
: 97-27-03
Tanggal Pengakajian : Rabu, 24 Februari 2021 Diagosa Medis
: BSK (Batu Saluran Kemih)
II. Penanggung jawab Nama
: Ny. Lili
Umur
: 48 Tahun
Jenis kelamin
: Perempuan
Agama
: Islam
Pendidikan
: S1
Alamat
: Kp. Merak RT 07 RW 10
Pekejaan
: IRT
Hubungan
: Istri
III. Keluhan Utama Klien masuk rumah sakit dengan keluhan nyeri pada daerah perut bagian bawah tembus hingga belakang serta menyebar ke bagian genitalia. Nyeri dirasakan terutama saat buang air kecil.
16
IV. Riwayat Kesehatan Sekarang Alasan masuk Rumah Sakit dan perjalanan penyakit saat ini Pada tanggal 23 Februari klien masuk rumah sakit dengan keluhan nyeri perut bagian bawah tembus hingga belakang serta menyebar kebagian genitalia. Nyeri dirasakan 1 hari sebelum masuk rumah sakit terutama saat buang air kecil. Saat dilakukan pengkajian tanggal 23 Februari pukul 12.00 WIB klien mengeluh nyeri pada perut bagian bawah tembus hinga belakang. Klien juga mengatakan setiap kali BAK kencingnya keluar sedikit-sedikit dan berwarna kuning keruh tetapi tuntas meskipun terasa sakit. V. Riwayat Masa Lalu Klien mengatakan sudah pernah dirawat di rumah sakit dengan keluhan yang sama sekitar 1 tahun yang lalu VI. Riwayat Kesehatan Keluarga Klien mengatakan tidak ada anggota keluarganya yang menderita penyakit yang sama seperti yang ia rasakan VII.Riwayat Keadaan Psikososial Pasien mempergunakan bahasa Indonesia, presepsi terhadap penyakitnya, pasien sangat optimis untuk cepat sembuh dan pasien selalu berharap dan berdoa kepada Allah SWT, pasien memilki hubungan yang sangat baik dengan keluarga dan saudara.
17
GENOGRAM
Keterangan : : Laki-laki : Perempuan : Meninggal : Pasien
VIII. Pemeriksaan Fisik 1. Keadaan umum
: Lemah
2. Tingkat kesadaraan
: CM (Composmentis)
3. Tanda-tanda vital Tekanan darah
: 150/90 mmHg
Nadi
: 89 x/menit
Pernafasan
: 23 x/menit
Suhu
: 36,7 oC
4. Antropometri TB
: 167 cm
BB (sekarang)
: 62 kg
5. Head To Toe
18
a. Kulit dan kepala di dapatkan data : Bentuk kepala bulat, rambut hitam lurus kulit kepala bersih tidak terdapat ketombe b. Mata di dapatkan data : Penglihatan baik, tidak ada ikterus, konjungtiva tidak anemis pupil isokor dan slekta baik tidak dijumpai c. Hidung di dapatkan data : Bentuk dan posisi, anatomis tidak dijumpai kelainan dapat membedakan bau-bauan d. Mulut di dapatkan data : Tidak ada masalah pada rongga mulut, gigi bersih, tidak ada pendarahan maupun peradangan e. Leher di dapatkan data : Tidak ada pembengkakkan kelenjar tiroid f. Telinga di dapatkan data : Pendengaran baik serumen ada dalam batas normal tidak ada dijumpai adanya peradangan dan pendarahanDada di dapatkan data : Bentuk normal g. Abdomen di dapatkan data : Pada abdomen tidak dijumpai kelainan begitu juga pada palpasi hepar h. Genitalia dan anus di dapatkan data : Bersih, normal, tidak ada penyakit kelamin dan tidak ada hemoroid i. Ekstremitas di dapatkan data : Pasien mengatakan Tidak ada hambatan pergerakan sendi pada saat jalan, duduk dan bangkit dari posisi duduk, tidak ada deformitas dan fraktur. j. Kulit dan kuku di dapatkan data :
Normal, tidak ada luka ataupun kelainan dan
berwarna merah muda IX.
POLA KEBIASAAN 1) Nutrisi Klien mengatakan tidak ada masalah dengan kebiasaan makannya dimana frekuensi makannya 2-3 x/hari dan porsinya selalu dihabiskan. Klien mengatakan air yang di konsumsi di rumahnya banyak mengandung kapur. Klien mengatakan tiap hari minum 2 - 2,5 liter air/hari sebelum sakit. 2) Eliminasi Klien mengatakan ada gangguan pada buang air kecil (BAK) 1 hari sebelum masuk rumah sakit dan tidak ada masalah pada buang air besar (BAB). Klien mengatakan sering bolak-balik WC (> 10 kali/24 jam) untuk buang air kecil dan setiap kali BAK kencingnya keluar sedikit-sedikit dan berwarna kuning keruh serta terasa sakit. 3) Pola Istirahat Klien mengatakan sebelum sakit klien tidak mengalami susah tidur terutama pada malam hari dimana klien biasa tidur 8 jam setiap harinnya tetapi pada saat sakit klien
19
mengatakan susah untuk memulai tidur dikarenakan memikirkan penyakit yang dialaminnya.
ANALISIS DATA
DATA
MASALAH
DS :
Faktor Ekstrinsik (Asupan air Gangguan Eliminasi Urin
Klien mengeluh nyeri pada perut bagian
bawah
tembus
hingga
belakang dan menjalar ke bagian Klien mengatakan nyeri bertambah Klien mengatakan nyerinya seperti Klien
mengatakan
nyeri
yang
dirasakan hilang timbul.
Klien mengatakan setiap kali BAK kencingnya keluar sedikit-sedikit dan berwarna kuning keruh tetapi tuntas meskipun terasa sakit.
Klien mengatakan sering bolakbalik WC (> 10 kali/24 jam) untuk buang air kecil
DO :
Proses kristalisasi dan agresi substansi Pengendapan batu Pembentukan Batu Saluran Kemih ↓
tertusuk-tusuk.
↓
↓
parah ketika buang air kecil
mengandung kapur)
↓
genitalia.
ETIOLOGI
Hambatan aliran urine ↓ Gangguan eliminasi urine
20
Keadaan umum pasien lemah
TTV : Tekanan darah : 150/90 mmHg, Nadi : 89 x/mnt, Suhu : 36,7 oC, Pernapasan : 23 x/mnt
Klien nampak meringis memegang perut bagian bawah dan pinggang.
Ada nyeri tekan pada perut bagian bawah dan pada area pinggang
Ada nyeri ketok pada pinggang bagian belakang
Urine tampak kuning keruh
Kandung kemih tidak teraba
DIAGNOSIS KEPERAWATAN Gangguan Eliminasi Urin berhubungan dengan pembentukan batu saluran kemih ditandai dengan: Data subyektif : -
Klien mengatakan sering bolak-balik WC (> 10 kali/24 jam) untuk buang air kecil
-
Klien mengatakan setiap kali BAK kencingnya keluar sedikit-sedikit dan berwarna kuning keruh tetapi tuntas meskipun terasa sakit.
Data obyektif : -
Urine tampak kuning keruh
-
Kandung kemih tidak teraba
INTERVENSI / PERENCANAAN TINDAKAN KEPERAWATAN
21
Perencanaan Diagnosa
No
Keperawatan
1
Gangguan
Tujuan -
Setelah
Intervensi -
Rasional
Monitor eliminasi
-
Memberikan informasi
Eliminasi Urin
dilakukan
urine termasuk
tentang fungsi ginjal
berhubungan
tindakan
frekuensi, konsistensi,
dan adanya komplikasi,
dengan
keperawatan
bau, volume, dan
contoh infeksi dan
pembentukan batu
diharapkan
warna
perdarahan.
saluran kemih
gangguan
-
Ajarkan pasien untuk
-
Hidrasi yang cukup
eliminasi urin
minum 8 gelas perhari
meningkatkan
bisa tertangani
pada saat makan, di
pengenceran kemih dan
sehingga pasien
antara waktu makan,
membantu mendorong
bisa kembali
dan di awal petang
lewatnya batu
normal
-
-
Ajarkan pasien
-
Membantu identivikasi
mengenai tanda dan
dini jika terjadi infeksi
gejala infeksi saluran
saluran kemih sehingga
kemih
dapat ditindaklanjuti
Pemasangan Kateter
sesegera mungkin
urine sesuai anjuaran
-
dokter
Memudahkan klien untuk BAK
IMPLEMENTASI / TINDAKAN KEPERAWATAN
Hari, Tanggal
Diagnosis Keperawatan
Tindakan Keperawatan
Respon Hasil
, waktu Selasa,
Gangguan
23
Eliminasi Urin
minum200 ml cairan
bersedia mengikuti
Februari
berhubungan
pada saat makan, di
instruksi yang
2021
dengan
antara waktu makan dan
diberikan
-Ajarkan pasien untuk
-
Klien mengerti dan
Paraf
22
pembentukan batu saluran kemih
di awal petang
-
-Ajarkan pasien tentang
klien mengerti dengan tanda dan
tanda dan gejala infeksi
gejala infeksi yang
saluran kemih yang harus
dijelaskan perawat
dilaporkan (misalnya
-
Klien mengatakan
demam, menggigil, nyeri
BAK sudah 2 kali
pinggang, hematuria,
sejak pagi tadi,
serta perubahan
warna urine kuning
konsistensi dan bau
keruh
urine) -Memantau eliminasi urine, meliputi frekuensi, konsistensi
EVALUASI No 1
Hari/ Tanggal/
Diagnosa Keperawatan
Evaluasi Keperawatan
Jam Rabu, 24 Februari
Gangguan Eliminasi Urin
S : Pasien mengatakan kodisinya
2021
berhubungan dengan pembentukan
sudah mulai membaik
batu saluran kemih
O : Pasien sudah terlihat tidak sering lagi bolak balik kamar mandi A : Masalah Keperawatan teratasi P : Intervensi dihentikan
23
24
DAFTAR PUSTAKA
Nanda.2018-2020.Panduan Diagnosa Keperawatan Definisi dan Klasifikasi.Jakarta: EGC PPNI.2017.Standar Diagnosa Keperawatan Indonesia. Jakarta: DPP PPNI https://www.google.com/url? sa=t&rct=j&q=&esrc=s&source=web&cd=&cad=rja&uact=8&ved=2ahUKEwjOqK Vrv_uAhUWOSsKHeEuDr8QFjABegQIAxAD&url=http%3A%2F%2Frepository.usu.ac.id %2Fbitstream%2Fhandle%2F123456789%2F67943%2FChapter%2520II.pdf%3Fsequence %3D3%26isAllowed%3Dy&usg=AOvVaw3zztykgqzjGBxtXj_a2oin https://www.scribd.com/doc/75341626/Gangguan-Pola-Eliminasi-Fekal-DiagnosaPenatalaksanaan-Keperawatan-Dan-Penatalaksanaan-Medik https://www.scribd.com/doc/29388064/LP-ELIMINASI