LP KMB Sirosis Hati [PDF]

  • Author / Uploaded
  • fuji
  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

LAPORAN PENDAHULUAN SIROSIS HEPATIS



Oleh : FAUZIATURRAHMI 2141312038 KELOMPOK V



PROGRAM STUDI PROFESI NERS FAKULTAS KEPERAWATAN UNIVERSITAS ANDALAS 2021



A. Landasan Teoritis Penyakit 1. Definisi Sirosis Hepatis Sirosis hepatis adalah penyakit kronis pada hati dengan inflamasi dan fibrosis yang mengakibatkan distorsi struktur dan hilangnya sebagian besar hepar. Perubahan besar yang terjadi karena sirosis adalah kematian sel-sel hepar, terbentuknya sel-sel fibrotik (sel mast), regenerasi sel dan jaringan parut yang menggantikan sel-sel normal (Baradero, 2008). Sirosis Hepatis merupakan penyakit hati menahun ditandai adanya pembentukan jaringan ikat disertai nodul. Biasanya dimulai dengan proses peradangan, nekrosis sel hati yang luas, pembentukan jaringan ikat dan usaha regenerasi nodul, sehingga menimbulkan perubahan sirkulasi mikro dan makro sel hepar tidak teratur (Nugroho, 2011). Jadi dapat disimpulkan bahwa sirosis hepatis adalah penyakit kronis pada hepar yang ditandai dengan adanya pembentukan jaringan ikat dan pembentukan nodul. 2. Etiologi Sirosis Hepatis Penyebab sirosis hepatis belum teridentifikasi dengan jelas. Namun, menurut Black & Hawks (2009) ada beberapa faktor yang menyebabkan sirosis hepatis yaitu: a. Sirosis Pascanekrosis (Makronodular) Merupakan bentuk paling umum di seluruh dunia. Kehilangan masif sel hati, dengan pola regenerasi sel tidak teratur. Faktor yang menyebabkan sirosis ini pasca- akut hepatitis virus (tipe B dan C). b. Sirosis Billier Merupakan turunnya aliran empedu bersamaan dengan kerusakan sel hepatosit disekitar duktus empedu seperti dengan kolestasis atau obstruksi duktus empedu. c. Sirosis Kardiak Merupakan penyakit hati kronis terkait dengan gagal jantung sisi kanan jangka panjang, seperti atrioventrikular perikarditis konstriktif lama. d. Sirosis Alkoholik (mikronodular Laenec) Merupakan bentuk nodul kecil akibat beberapa agen yang melukai terus-menerus, terkait dengan penyalahgunaan alkohol. 3. Manifestasi Klinis Sirosis Hepatis a. Gejala Sirosis Hepatis Gejala sirosis hati mirip dengan hepatitis, karena terjadi sama-sama di liver yang mulai rusak fungsinya, yaitu:







Kelelahan







Hilang nafsu makan







Mual-mual







Badan lemah







Kehilangan berat badan







Nyeri lambung







Munculnya jaringan darah mirip laba-laba di kulit (spider angiomas)







Pada sirosis terjadi



kerusakan hati yang terus



menerus



dan terjadi



regenerasi noduler serta ploriferasi jaringan ikat yang difus. b. Tanda Klinis Tanda-tanda klinik yang dapat terjadi yaitu:  Adanya ikterus (penguningan) pada penderita sirosis, timbulnya ikterus (penguningan) pada seseorang merupakan tanda bahwa ia sedang menderita penyakit hati. Penguningan pada kulit dan mata terjadi ketika liver sakit dan tidak



bisa menyerap bilirubin. Ikterus dapat menjadi penunjuk beratnya



kerusakan sel hati. Ikterus terjadi sedikitnya pada 60 % penderita selama perjalanan penyakit.  Timbulnya asites dan edema pada penderita sirosis Ketika liver kehilangan kemampuannya membuat protein albumin, air menumpuk pada kaki (edema) dan abdomen (ascites). Faktor utama asites adalah



peningkatan



tekanan



hidrostatik



pada



kapiler



usus. Edema



umumnya timbul setelah timbulnya asites sebagai akibat dari hipoalbuminemia dan resistensi garam dan air.  Hati yang membesar Pembesaran hati dapat ke atas mendesak diafragma dan ke bawah. Hati membesar sekitar 2-3 cm, dengan konsistensi lembek dan menimbulkan rasa nyeri bila ditekan.  Hipertensi portal Hipertensi portal adalah peningkatan tekanan darah vena portal yang menetap diatas nilai normal. Penyebab hipertensi portal adalah peningkatan resistensi terhadap aliran darah melalui hati.



4. Pemeriksaan Penunjang dan Diagnostik Sirosis Hepatis a. Pemeriksaan Penunjang  USG dapat menunjukkan apakah ada kerusakan hati. Melalui pemeriksaan USG abdomen, dapat dilakukan evaluasi ukuran hati, sudut hati, permukaan, homogenitas dan ada tidaknya massa. Pada penderita sirosis lanjut, hati akan mengecil dan nodular, dengan permukaan yang tidak rata dan ada peningkatan ekogenitas parenkim hati. Selain itu, melalui pemeriksaan USG



juga bisa



dilihat ada tidaknya ascites, splenomegali, trombosis dan pelebaran vena porta, serta skrining ada tidaknya karsinoma hati (Nurdjanah, 2009 dan Caroline, 2011).  Pemeriksaan endoskopi dengan menggunakan Esophago Gastro Duodenoscopy (EGD) untuk menegakkan diagnosa dari varises esophagus dan varises gaster sangat direkomendasikan ketika diagnosis sirosis hepatis dibuat. Melalui pemeriksaan ini, dapat diketahui tingkat keparahan atau grading dari varises yang terjadi serta ada tidaknya red sign dari varises, selain itu dapat juga mendeteksi lokasi perdarahan spesifik pada saluran cerna bagian atas. Di samping untuk menegakkan diagnosis, EGD juga dapat digunakan sebagai manajemen perdarahan varises akut yaitu dengan skleroterapi atau Endoscopic Variceal Ligation/EVL (GGT, 2007).  Pemeriksaan antibody virus hepatitis atau auto-antibody yang mungkin telah menyerang sel- sel hati, kelebihan zat besi atau tembaga di dalam darah.  CT Scan atau MRI dilakukan untuk mengkaji ukuran hepar, derajat obstruksi dan aliran darah hepatic. b. Pemeriksaan Diagnostik Pemeriksaan laboratorium pada sirosis hati :  Kadar Hb yang rendah (anemia)  Jumlah sel darah putih menurun (leukopenia) dan trombositopenia.  Peningkatan SGOT dan SGPT dan gamma GT akibat kebocoran dari sel- sel yang rusak.  Kadar albumin rendah terjadi bila kemampuan sel hati menurun.  Masa protrombin yang memanjang menandakan penurunan fungsi hati  Pada sirosis fase lanjut, glukosa yang tinggi menandakan kietidakmampuan sel hati membentuk glikogen



 Pemeriksaan marker serologi pertanda virus untuk menentukan penyebab sirosis hati seperi HBsAg, HBeAg, HBV-DNA, HCV-RNA, dan sebagainya.  Pemeriksaan alfa feto protein (AFP), bila terus meninggi atau >500-1.000 berarti telah terjadi transformasi kearah keganasan yaitu terjadinya kanker hati primer (hepatoma). Jika pasien dicurigai menderita sirosis hati, maka akan dilakukan pemeriksaan fisik untuk mengetahui adanya pembesaran hati dan penumpukan cairan (asites dan edema). Kecurigaan sirosis terutama muncul jika pasien mengalami gejala dan beriwayat meminum alcohol berat atau terkena hepatitis kronis. Pemeriksaan darah dapat mengkonfirmasi kegagalan fungsi hati. 5. Penatalaksanaan Medis dan Keperawatan Sirosis Hepatis a. Penatalaksanaan Medis Penatalaksanaan medis pada sirosis hepatis yaitu: 1) Terapi mencakup antasid, suplemen vitamin dan nutrisi, diet seimbang; diuretik penghemat kalium (untuk asites) dan hindari alkohol (Brunner & Suddart, 2013). 2) Dokter biasanya meresepkan multivitamin untuk menjaga kesehatan. Sering kali vitamin K diberikan untuk memperbaik faktor pembekuan (Black & Hawks, 2009). 3) Dokter mungkin juga meresepkan pemberian albumin IV untuk menjaga volume plasma (Black & Hawks, 2009). Sedangkan menurut Lyndon Saputra (2014), penatalaksanaan medis pada sirosis hepatis yaitu sebagai berikut: 1) Memberikan oksigen 2) Memberikan cairan infus 3) Memasang NGT (pada perdarahan) 4) Terapi transfusi: platelet, packed red cells, fresh frozen plasma (FFP) 5) Diuretik: spironolakton (Aldactone), Furosemid (lasix) 6) Sedatif: fenobarbital (Luminal) 7) Pelunak feses : dekusat 8) Detoksikan Amonia: Laktulosa 9) Vitamin: zink 10) Analgetik: Oksikodon



11) Antihistamin: difenhidramin (Benadryl) 12) Endoskopik skleroterapi: entonolamin 13) Temponade balloon varises: pipa Sengstaken-Blakemore (pada perdarah aktif) 14) Profilaksis trombosis vena provunda : stocking kompresi sekuensial. b. Penatalaksanaan Keperawatan Menurut Black & Hawks (2009), penatalaksaan keperawatan sebagai berikut: 1) Mencegah dan memantau perdarahan Pantau klien untuk perdarahan gusi, purpura, melena, hematuria, dan hematemesis. Periksa tanda vital sebagai pemeriksa tanda syok. Selain itu untuk mencegah perdarahan, lindungi klien dari cedera fisik jatuh atau abrasi, dan diberikan suntikan hanya ketika benar-benar diperlukan, menggunakan jarum suntik yang kecil. Instruksikan klien untuk menghindari nafas hidung dengan kuat dan mengejan saat BAB. Terkadang pelunak fases diresepkan untuk mencegah mengejan dan pecahnya varises. 2) Meningkatkan status nutrisi Modifikasi diet: diet tinggi proten untuk membangun kembali jaringan dan juga cukup karbohidrat untuk menjaga BB dan menghemat protein. Berikan suplemen vitamin biasanya pasien diberikan multivitamin untuk menjaga kesehatan dan diberikan injeksi Vit K untuk memperbaiki faktor bekuan. 3) Meningkatkan pola pernapasan efektif Edema dalam bentuk asites, disamping menekan hati dan memengaruhi fungsinya, mungki juga menyebabkan nafas dangkal dan kegagalan pertukaran gas, berakibat dalam bahaya pernafasan. Oksigen diperlukan dan pemeriksaan AGD arteri. Posisi semi fowler, juga pengkuran lingkar perut setiap hari perlu dilakukan oleh perawat. 4) Menjaga keseimbangan volume cairan Dengan adanya asites dan edema pembatasan asupan cairan klien harus dipantau ketat. Memantau asupan dan keluaran, juga mengukur lingkar perut. 5) Menjaga integritas kulit Ketika tedapat edema, mempunyai resiko untuk berkembang kemungkinan lesi kulit terinfeksi. Jika jaundis terlihat, mandi hangat-hangat kuku dengan pemakai sabun non-alkalin dan penggunaan lotion.



6) Mencegah Infeksi Pencegahan infeksi diikuti dengan istirahat adekuat, diet tepat, memonitor gejala infeksi dan memberikan antibiotik sesuai resep. 6. Komplikasi Sirosis Hepatis 1) Hipertensi portal Adalah peningkatan hepatic venous pressure gradient (HVPG) lebih dari 5 mmHg. Hipertensi portal merupakam sindroma klinis yang sering terjadi. Bila gradient tekanan portal (perbedaan tekanan antara vena portal dan vena cava inferior) diatas 10-20 mmHg, komplikasi hipertensi portal dapat terjadi



2) Asites Penyebab asites yang paling banyak pada sirosis hepatis adala hipertensi portal, disamping adanya hipoalbumin (penurunan fungsi sintesis pada hati ) dan disfungsi ginjal yang akan mengakibatkan akumulasi cairan dalam peritoneum. 3) Varises gastroesofagus Varises gastroesofagus merupakan kolateral portosistemik yang paling sering. Pecahnya Varises oesofagus (VE) mengakibatkan perdarahan varieses yang berakibat fatal. 4) Peritonitis Bakterial Spontan Peritonitis Bakterial Spontan merupakan komplikasi berat dan sering terjadi pada asites yang ditandai dengan infeksi spontan cairan asites tanpa adanya fokus infeksi intraabdominalis 5) Enselopati Hepatikum Mekanisme terjadinya Enselopati Hepatikum (EH) adalah akibat hiperamonia, terjadi penurunan hepatic uptake sebagai akibat dari intrahepatic portalsystemic shunts dan/atau penurunan sintesis urea dan glutamic. 6) Sindroma Hepatorenal Merupakan gangguan fungsi ginjal tanpa kelainan organic ginjal, yang ditemukan pada sirosis hepatis lanjut. Sindroma ini dapat ditemukan pada penderita sirosis hepatis dengan asites refrakter. Sindroma Hepatorenal tipe 1 ditandai dengan ganggua progresif fungsi ginjal dan penurunan klirens kreatinin secara bermakna dalam 1- 2 minggu. Tipe 2 ditandai dengan penurunan filtrasi glomerulus dengan peningkatan serum kreatinin. (Nurdjanah, dikutip oleh Siti, 2014).



7. WOC Malnutrisi, alkoholisme, virus hepatitis, zat toksik Inflamasi dan kerusakan sel hepar Nekrosis hepatoseluler Kolaps lobules hepar Pembentukan jaringan parut (fibrosis) Sirosis hepatis



Perubahan aliran darah limfe



Gangguan fungsi hati Gangguan metabolisme vitamin K



Gangguan metabolisme protein



Gangguan pembentukan faktor pembekuan darah



Sintesa albumin



Pemanjangan waktu pembekuan darah



Hipoalbumin Penurunan tekanan osmotik koloid Eksudat cairan



Resiko perdarahan



Hipervolemia



Asites/edema Peningkatan tekanan pada diafragma Pola nafas tidak efektif



Gangguan metabolisme karbohidrat dan lemak Penyimpanan glikogen menurun Hipoglikemia Resiko ketidakstabilan gula darah Sel kekurangan energi Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh Kelelahan Intoleransi Aktivitas



Hipertensi portal Splenomegali



Gangguan metabolisme bilirubin



Anemia, trombositopenia, leukopenia



Peningkatan bilirubin tak terkonjugasi



Perfusi perifer tidak efektif



Penumpukan bilirubin di bawah kulit Kerusakan integritas kulit



B. Landasan Teoritis Asuhan Keperawatan 1. Pengkajian a. Identitas klien dan keluarga (penanggung jawab) Nama, umur, jenis kelamin, alamat, agama, suku, bangsa, pendidikan, pekerjaan, tanggal masuk rumah sakit, diagnosa medis, nomor registrasi, hubungan klien dengan penanggung jawab. b. Riwayat Kesehatan 



Keluhan Utama Pada awal sirosis hepatis biasaya orang dengan sirosis sering terungkap kondisinya secara tidak sengaja ketika mencari pelayanan kesehatan untuk masalah lain. Beberapa kondisi menjadi alasan masuk pasien yaitu dengan keluhan Nyeri abdomen bagian atas sebelah kanan, mual, muntah, dan demam. Sedangkan pada tahap lanjut dengan keluhan adanya ikterus, melena, muntah berdarah.







Riwayat Kesehatan Sekarang Pada saat perawat melakukan pengkajian biasanya akan diperoleh komplikasi berat dengan dasar fisiologis; asites disebabkan malnutrisi, GI muncul dari varises esofagus (pembesaran vena), sehingga pasien mengeluhkan bengkak pada tungkai, keletihan, anoreksia.







Riwayat Kesehatan Dahulu Biasanya adanya riwayat Hepatitis, pasca intoksikasi dengan kimia industri, sirosis bilier dan yang paling sering ditemukan dengan riwayat mengonsumsi alkohol.







Riwayat Kesehatan Keluarga Sirosis Hepatis merupakan penyakit yang menular, jadi jika ada keluarga yang menderita hepatitis maka akan menjadi faktor resiko.



c. Pengkajian Fungsional Gordon 



Pola persepsi dan penanganan kesehatan Adakah riwayat infeksi sebelumnya, persepsi pasien dan keluarga mengenai pentingnya kesehatan bagi anggota keluarganya.







Pola nutrisi/metabolisme Jumlah dan jenis makanan yang dikonsumsi, makanan sehari-hari yang dikonsumsi, sumber bahan makanan, kebiasaan hidup, kondisi finansial,



sering minum alkohol, makanan yang dipantang dan makanan yang mnyebabkan alergi. Biasanya nafsu makan pasien akan berkurang karena adanya mual dan muntah, penurunan berat badan. 



Pola eliminasi : biasanya BAB berwarna hitam (melena), BAK berwarna gelap dan pekat, distensi abdomen, penurunan/tidak adanya bising usus.







Pola aktivitas/olahraga : biasanya aktivitas dibantu keluarga atau perawat karena kelelahan, kelemahan dan letargi.







Pola istirahat tidur : berapa jam sehari, terbiasa tidur siang, gangguan selama tidur (sering terbangun), nyenyak, nyaman.







Pola kognitif-persepsi : konsentrasi, daya ingat, dan kemampuan mengetahui tentang penyakitnya







Pola persepsi dan konsep diri : adakah perasaan terisolasi diri atau perasaan tidak percaya diri karena sakitnya.







Pola peran hubungan : hubungan antar keluarga harmonis, interaksi , komunikasi, cara berkomunikasi







Pola



seksualitas/reproduksi



:



gangguan



menstruasi,



atrofi



testis,



ginekomastia. 



Pola koping-toleransi stres : emosi, ketakutan terhadap penyakitnya, kecemasan yang muncul tanpa alasan yang jelas.







Pola keyakinan-nilai : agama pasien, gangguan beribadah selama sakit, ketaatan dalam berdo’a dan beribadah.



d. Pemeriksaan fisik 



Keadaan umum dan tanda-tanda vital Biasanya yang diperiksa tingkat kesadaran, bila pada ensefalopati hepatikum akan terjadi penurunan kesadaran, Tanda-tanda vital juga diperiksa untuk mengetahui keadaan umum pasien







Kepala Biasanya akan tampak kotor karena pasien mengalami defisit perawatan diri







Wajah Wajah biasanya tampak pucat







Mata Biasanya sklera ampak ikterik dan konjungtiva tampak anemis







Hidung Biasanya tampak kotor .







Mulut Adanya bau karateristik pernapasan yaitu fetor hepaticus







Telinga Biasanya tampak kotor karena defisit perawatan diri







Paru -



Inspeksi : pasien terlihat sesak



-



Palpasi : fremitus seimbang bila tidak ada komplikasi



-



Perkusi : bila terdapat efusi pleura maka bunyinya hipersonor



-



Auskultasi : secara umum normal, akan ada stridor bila ada akumulasi sekret.











Jantung -



Inpeksi : biasanya pergerakan apeks kordis tak terlihat



-



Paslpasi : biasanya apeks kordis tak teraba



-



Perkusi : biasanya tidak terdapat pembesaran jantung



-



Auskultasi : biasanya normal, tidak ada bunyi suara jantung ketiga



Abdomen -



Inspeksi : perut terlihat membuncit karena terdapat asites



-



Palpasi : terdapat nyeri tekan pada perut kuadran kanan atas, hepar teraba membesar, terdapat shifting dullnes atau gelombang cairan







-



Perkusi : redup



-



Auskultasi : penurunan bising usus



Ekstremitas Biasanya terdapat udem tungkai, penurunan kekuatan otot, Eritema Palmaris pada tangan, Jaundis dan CRT >2 detik 12)







Genitalia Biasanya pada wanita menstruasi tidak teratur.



e. Pemeriksaan Penunjang 



Hemoglobin biasanya rendah







Leukosit biasanya meningkat







Trombosit biasanya meningkat







Kolesterol biasanya rendah







SGOT dan SGPT biasanya meningkat







Albumin biasanya rendah







Pemerikaan CHE (koloneterase): penting dalam menilai sel hati. Bila terjadi kerusakan sel hati, kadar CHE akan turun, pada perbaikan terjadi kenaikan CHE menuju nilai normal.







Pemeriksaan kadar elektrolit dalam penggunaan diuretik dan pembatasan garam dalam diet (Diyono dan Sri Mulyanti, 2013)







Uji fungsi hati (misalnya fosatase alkali serum, aspartat aminotransferase [AST], [tranaminase glutamate oksaloasetat serum (SGOT)], alanin aminotransferase [ALT], [transaminasenglutamat piruvat serum (SGPT)], GGT, kolinesterase serum dan bilirubin), masa protrombin, gas darah arteri, biopsy.







Pemidaian ultrasonografi







Pemindaian CT Scan dan MRI







Pemindaian hati radioisotope.



2. Perumusan Diagnosa 1) Pola napas tidak efektif berhubungan dengan hambatan upaya nafas 2) Hipervolemia berhubungan dengan gangguan mekanisme regulasi 3) Perfusi perifer tidak efektif berhubungan dengan penurunan konsentrasi hemoglobin 4) Defisit nutrisi berhubungan dengan kurangnya asupan makanan 5) Intoleransi aktifitas berhubungan dengan kelemahan. 3. Penentuan Kriteria Hasil dan Perumusan Intervensi Keperawatan No . 1.



Diagnosa



SLKI



SIKI



Keperawatan Pola napas tidak Pola nafas



Pemantauan respirasi



efektif



Setelah



dilakukan



DS :



intervensi



Dipsnea, ortopnea



maka



DO :



membaik dengan kriteria



keperawatan, pola



nafas



penggunaan otot bantu hasil nafas, fase ekspirasi memanjang, pola



- Ventilasi meningkat



1. Observasi  Monitor frekuensi, irama, kedalaman, dan upaya napas  Monitor pola napas (seperti bradipnea, takipnea,



semenit



hiperventilasi, Kussmaul, C heyne-Stokes, Biot, ataksik



napas abnormal (mis. takipnea. bradipnea, hiperventilasi



- Kapasitas



vital



meningkat thoraks



anterior



stokes), pernapasan



meningkat



pursed-lip, pernapasan cuping hidung, diameter thoraks anterior



efektif



- Diameter



kussmaul cheyne-



posterior



 Monitor adanya produksi sputum  Monitor adanya sumbatan



- Tekanan



ekspirasi



meningkat



jalan napas  Palpasi kesimetrisan



- Tekanan



inspirasi



meningkat



ekspansi paru  Auskultasi bunyi napas



posterior  meningkat,



- Dyspnea menurun



 Monitor saturasi oksigen



ventilasi semenit



- Penggunaan otot bantu



 Monitor nilai AGD



menurun, kapasitas vital menurun,



napas menurun - Pemanjangan



fase



tekanan ekspirasi



ekspirasi menurun



menurun, tekanan



- Ortopnea menurun



inspirasi menurun,



- Pernapasan



ekskursi dada berubah.



pursed-tip



menurun - Pernapasan - Frekuensi



cuping napas



membaik - Kedalaman



 Monitor hasil x-ray toraks 2. Terapeutik  Atur interval waktu



hidung menurun



napas



membaik



2.



 Monitor kemampuan batuk



pemantauan respirasi sesuai kondisi pasien  Dokumentasikan hasil pemantauan 3. Edukasi  Jelaskan tujuan dan prosedur pemantauan  Informasikan hasil



Hipervolemia



pemantauan, jika perlu - Ekskursi dada membaik Keseimbangan cairan Manajemen hipervolemia



DS :



Setelah



Ortopnea, dispenea,



intervensi



paroxysmal nocturnal



maka



dyspnea (PND)



cairan meningkat dengan



DO :



kriteria hasil



Ederma anasarka



- Asupan



dan/atau ederma perifer, berat badan meningkat dalam



dilakukan 1. Observasi keperawatan, keseimbangan



meningkat



hypervolemia  Identifikasi penyebab hypervolemia



cairan



meningkat - Haluaran



 Periksa tanda dan gejala



 Monitor status hemodinamik, tekanan



urine



darah, MAP, CVP, PAP, PCWP, CO jika tersedia



waktu singkat. jugular venous pressure (JVP)



- Kelembaban membrane mukosa meningkat



dan/atau cental venous - Asupan pressure (CVP)



makanan



meningkat



 Monitor intaje dan output cairan  Monitor tanda hemokonsentrasi ( Kadar



meningkat, refleks



- Edema menurun



Natrium, Bun, Hematocrit,



hepatojugular positif,



- Asites menurun



Berat Jenis Urine)



ditensi vena jugularis,



- Dehidrasi menurun



terdengar suara nafas



- Tekanan



tambahan, hepatomegali, kadar Hb/Ht turun, oliguria, intake lebih banyak dari output (balance



darah



membaik - Denyut



 Monitor tanda peningkatan tekanan onkotik plasma  Monitor kecepatan infus



nadi



radial



membaik



 Monitor efek samping



- Tekanan arteri rata-rata membaik



cairan positif),



- Membrane



kongesti paru



membaik



secara ketat diuretic 2. Therapeutik



mukosa



- Mata cekung membaik - Turgor kulit membaik - Berat badan membaik



 Timbang berat bada setiap hari pada waktu yang sama  Batasi asupan cairan dan garam  Tinggikan kepala tempat tidur 30-40 derajat 3. Edukasi  Anjurkan melapor jika haluaran urine 1 kg dalam sehari  Ajarkan cara mengukur dan mencatat asupan dan haluaran cairan  Ajarkan cara membatasi cairan 4. Kolaborasi  Kolaborasi pemberian



diuritik  Kolaborasi penggantian kehilangan kalium akibat diuretic  Kolaborasi pemberian continuous renal 3.



replacement therapy. Perawatan sirkulasi



Perfusi perifer tidak Perfusi Perifer efektif



Setelah



DS :



intervensi



Parastesia,



nyeri maka



dilakukan keperawatan,



perfusi



ekstremitas



meningkat



DO :



kriteria hasil :



Pengisian kapiler >3 detik.,



nadi



perifer



menurun atau tidak



(mis. nadi perifer, edema,



dengan



pengisian kapiler, warna, suhu, ankle brachial index)



- Denyut nadi perifer meningkat - Penyembuhan



luka



dingin,



warna



kulit



- Sensasi meningkat



pucat,



turgor



kulit



- Warna



penyembuhan



luka



lambat, indeks anklebrachial < 0,90, bruit femoral.



meningkat



diabetes, perokok, orang tua, hipertensi dan kadar



kulit



kolesterol tinggi)



pucat



menurun



 Monitor panas, kemerahan, nyeri, atau bengkak pada



- Edema



perifer



menurun - Nyeri



 Identifikasi faktor resiko gangguan sirkulasi (mis.



akral



edema,



 Periksa sirkulasi perifer



perifer



teraba,



menurun,



teraba



1. Observasi



ekstremitas. 2. Terapeutik



ekstremitas



menurun



 Hindari pemasangan infus atau pengambilan darah di



- Parastesia menurun - Kelemahan



otot



menurun



area keterbatasan perfusi  Hindari pengukuran tekanan darah pada



- Kram otot menurun



ekstremitas pada



- Bruit



keterbatasan perfusi



femoralis



menurun



 Hindari penekanan dan



- Nekrosis menurun



pemasangan torniquet pada



- Pengisian



area yang cidera



membaik - Akral membaik



kapiler



 Lakukan pencegahan



- Turgor kulit membaik - Tekanan darah sistolik membaik - Tekanan



 Lakukan perawatan kaki dan kuku



darah



diastolic membaik - Tekanan arteri ratarata membaik - Indeks ankle-brachial membaik



infeksi



 Lakukan hidrasi 3. Edukasi  Anjurkan berhenti merokok  Anjurkan berolahraga rutin  Anjurkan mengecek air mandi untuk menghindari kulit terbakar  Anjurkan menggunakan obat penurun tekanan darah, antikoagulan, dan penurun kolesterol, jika perlu  Anjurkan minum obat pengontrol tekakan darah secara teratur  Anjurkan menghindari penggunaan obat penyekat beta  Ajurkan melahkukan perawatan kulit yang tepat (mis. melembabkan kulit kering pada kaki)  Anjurkan program rehabilitasi vaskuler  Anjurkan program diet untuk memperbaiki sirkulasi (mis. rendah lemak jenuh, minyak ikan, omega 3)



 Informasikan tanda dan gejala darurat yang harus dilaporkan (mis. rasa sakit yang tidak hilang saat istirahat, luka tidak 4.



Defisit nutrisi



Status nutrisi



DS :



Setelah



dilakukan



Cepat kenyang setelah intervensi makan,



kram/nyeri maka



sembuh, hilangnya rasa). Manajemen nutrisi



keperawatan,



status



nutrisi



abdomen, nafsu makan membaik dengan kriteria menurun .



hasil :



DO :



 Porsi makanan uang



Berat badan menurun minimal 10% dibawah rentang ideal, bising usus hiperaktif, otot pengunyah lemah, otot menelan lemah, membran mukosa pucat, sariawan, serum albumin turun, rambut rontok berlebihan diare.



 Kekuatan



otot



pengunyah meningkat  Kekuatan



otot



menelan meningkat albumin



meningkat



 Identifikasi alergi dan intoleransi makanan disukai  Identifikasi kebutuhan kalori dan jenis nutrient  Identifikasi perlunya penggunaan selang nasogastric  Monitor asupan makanan  Monitor berat badan



 Verbalisasi



 Monitor hasil pemeriksaan



keinginanan



untuk



meningkatkan nutrisi meningkat



laboratorium 2. Terapeutik  Lakukan oral hygiene



 Pengetahuan tentang pilihan makanan yang sehat meningkat  Pengetahuan tentang pilihan



 Identifikasi status nutrisi



 Identifikasi makanan yang



dihabiskan meningkat



 Serum



1. Observasi



minuman



yang sehat meningkat  Pengetahuan tentang standar asupan nutrisi yang tepat meningkat



sebelum makan, jika perlu  Fasilitasi menentukan pedoman diet (mis. Piramida makanan)  Sajikan makanan secara menarik dan suhu yang sesuai  Berikan makan tinggi serat untuk mencegah konstipasi



 Penyiapan



dari



penyimpanan



 Berikan makanan tinggi kalori dan tinggi protein



makanan yang aman meningkat



 Berikan suplemen makanan, jika perlu



 Penyiapan



dari



 Hentikan pemberian makan



penyimpanan



melalui selang nasigastrik



minuman yang aman



jika asupan oral dapat



meningkat



ditoleransi



 Sikap



terhadap



makanan/



minuman



sesuai dengan tujuan kesehatan meningkat  Perasaan



cepat



kenyang menurun  Nyeri



abdomen



menurun



3. Edukasi  Anjurkan posisi duduk, jika mampu  Ajarkan diet yang diprogramkan 4. Kolaborasi  Kolaborasi pemberian medikasi sebelum makan



 Sariawan menurun



(mis. Pereda nyeri,



 Rambut



antiemetik), jika perlu



rontok



 Kolaborasi dengan ahli gizi



menurun  Diare menurun



untuk menentukan jumlah



 Berat badan membaik



kalori dan jenis nutrient



 Indeks massa tubuh



yang dibutuhkan, jika perlu



membaik  Frekuensi



makan



membaik  Nafsu



makan



membaik  Bising usus membaik  Tebal



lipatan



kulit



trisep membaik  Membrane 5.



Intoleransi aktifitas



mukosa



membaik Toleransi aktivitas



Manajemen energi



DS :



Setelah



Mengeluh lelah,



intervensi



dispnea saat/setelah



maka toleransi aktivitas



fungsi tubuh yang



aktivitas, merasa tidak



meningkat



mengakibatkan kelelahan



nyaman setelah



kriteria hasil :



beraktivitas, merasa



 Frekuensi



lemah. DO : Frekuensi jantung



dilakukan keperawatan, dengan nadi oksigen



meningkat



kondisi sehat, tekanan



melakukan



darah berubah >20%



sehari-hari meningkat



gambaran EKG menunjukan aritmia saat/setelah aktivitas, gambaran EKG menunjukan iskemia, sianosis.



dalam aktivitas berjalan



meningkat  Jarak



 Monitor lokasi dan ketidaknyamanan selama



 Kemudahan



 Kecepatan



dan emosional  Monitor pola dan jam tidur



meningkat >20% dari



dari kondisi istirahat,



 Identifkasi gangguan



 Monitor kelelahan fisik



meningkat  Saturasi



1. Observasi



melakukan aktivitas 2. Terapeutik  Sediakan lingkungan nyaman dan rendah stimulus (mis. Cahaya,



berjalan



suara, kunjungan)  Lakukan rentang gerak



meningkat  Kekuatan tubuh bagian



pasif dan/atau aktif  Berikan aktivitas distraksi



atas meningkat  Kekuatan tubuh bagian



yang menyenangkan  Fasilitas duduk di sisi



bawah meningkat  Toleransi



dalam



tempat tidur, jika tidak



menaiki



tangga



dapat berpindah atau



meningkat



berjalan



 Keluhan lelah menurun  Dyspnea saat aktivitas setelah



aktivitas menurun  Perasaan



lemah



aktivitas secara bertahap  Anjurkan menghubungi perawat jika tanda dan gejala kelelahan tidak



menurun  Aritmia saat aktivitas



berkurang  Ajarkan strategi koping



menurun  Aritmia



 Anjurkan tirah baring  Anjurkan melakukan



menurun  Dipsnea



3. Edukasi



setelah



untuk mengurangi



aktivitas menurun



kelelahan



 Sianosis menurun



4. Kolaborasi



 Warna kulit membaik  Tekanan



darah



tentang cara meningkatkan asupan makanan



membaik  Frekuensi



 Kolaborasi dengan ahli gizi



nafas



membaik  EKG iskemia membaik



4. Evaluasi Evaluasi ini memiliki dua jenis yaitu : evaluasi formatif yaitu pernyataan formatif yang mereflesikan observasi perawat dan analisis terhadap klien, terhadap respon langsung pada intervensi keperawatan dan didokumentasikan dalam catatan keperawatan. Evaluasi sumatif yaitu pernyataan sumatif yang mereflesikan rekapitulasi dan synopsis observasi dan analisis mengenai status kesehatan klien terhadap waktu dan didokumentasikan dalam catatan perkembangan. Adapun evaluasi keperawatan yang diharapkan pada klien dengan sirosis hepatis adalah  pola nafas membaik, keseimbangan cairan meningkat, perfusi perifer membaik, status nutrisi membaik dan toleransi aktifitas meningkat.



DAFTAR PUSTAKA



Baradero, Mary. 2008. Klien dengan Gangguan Hati. Jakarta: EGC Brunner & Suddarth. 2013. Keperawatan Medikal Bedah, Ed.12. Jakarta: EGC Black Joyce M & Jane Hokanson Hawks. 2009. Keperawatan Medikal Bedah Managemen Klinis untuk Hasil yang diharapkan. Jakarta: Salemba Medika Nugroho, Taufan. 2011. Asuhan Keperawatan Maternitas, Anak, Penyakit Dalam. Yogyakarta: Nuha Medika PPNI, T. P. (2017). Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia (SDKI): Definisi dan Indikator Diagnostik ((cetakan III) 1 ed.). Jakarta: DPP PPNI PPNI, T. P. (2018). Standar Intervensi Keperawatan Indonesia (SIKI): Definisi dan Tindakan Keperawatan ((cetakan II) 1 ed.). Jakarta: DPP PPNI PPNI, T. P. (2019). Standar Luaran Keperawatan Indonesia (SLKI): Definisi dan Kreteria Hasil Keperawatan ((cetakan II) 1 ed.). Jakarta: DPP PPNI Saputra, Lyndon. 2014. Buku Saku Keperawatan, Klien dengan Gangguan Fungsi Gastrointestinal, Medikal Bedah.Tanggerang: Binarupa Aksara Publiser