LP Leukemia Pada Anak [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

LAPORAN PENDAHULUAN DAN ASUHAN KEPERAWATAN “LEUKEMIA PADA ANAK” Disusun guna memenuhi tugas mata kuliah Keperawatan Anak II Dosen pengampu :, Ns. Natalia Devi Oktarina, S.Kep.,M.Kep.,Sp.Kep.An



Di susun oleh: Kelompok 6 Anita Mukharis



(010115A016)



Dina Purnamasari



(010115A033)



Ika Wahyu Prihatiningsih



(010115A057)



PROGRAM STUDI KEPERAWATAN FAKULTAS KEPERAWATAN UNIVERSITAS NGUDI WALUYO UNGARAN 2017



BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Penyakit kanker darah (leukemia) menduduki peringkat tertinggi kanker pada anak. Namun, penanganan kanker pada anak di Indonesia masih lambat. Itulah sebabnya lebih dari 60% anak penderita kanker yang ditangani secara medis sudah memasuki stadium lanjut. Penyakit ini ditandai dengan diferensiasi dan proliferasi sel induk hematopoetik yang mengalami transformasi dan ganas, menyebabkan supresi dan penggantian elemen sumsum normal. Leukemia sendiri terbagi menjadi dua tipe umum: leukemia limfositik dan leukemia mielogenosa. (Guyton and Hall, 2007). Kanker merupakan salah satu penyakit yang tidak menular namun mengancam kesehatan anak di dunia maupun di Indonesia. Data statistik resmi IARC (International Agency for Research on Cancer) menyatakan bahwa 1 dari 600 anak akan menderita kanker sebelum umur 16 tahun (YKAKI, 2009). Setiap tahun, 12 juta orang di seluruh dunia menderita kanker dan 7.6 juta diantaranya meninggal dunia karena kanker. Orang yang menderita kanker diperkirakan akan meningkat pada tahun 2030 yaitu 26 juta orang dan 17 juta diantaranya meninggal dunia karena kanker (UICC (2009) dalam Kemenkes RI, 2013). Menurut statistik rumah sakit dalam Sistem Informasi Rumah Sakit (SIRS) tahun 2007, leukemia menempati urutan keempat pada pasien kanker yang menjalani rawat inap di seluruh RS di Indonesia pada semua golongan umur yaitu 7.42 % (Kemenkes RI, 2013). Sedangkan jenis kanker yang paling banyak diderita pada anak-anak adalah kanker darah/leukemia (YPKAI, 2011). Sebagai seorang perawat, sangat penting mengetahui tentang penyakit leukemia ini. Melihat ruang lingkup pelaksanaan tindakan keperawatan salah satunya adalah anak-anak, dengan mengetahui lebih jauh tentang apa dan bagaimana leukemia ini membuat seorang perawat menjadi lebih berperan diri dalam melaksanakan asuhan keperawatan. Dan yang paling penting dapat menambah atau meningkatkan derajat kesehatan khususnya pada anak.



B. TUJUAN 1. Tujuan Umum Untuk dapat mengetahui dan memahami cara memberikan asuhan keperawatan penyakit Leukemia pada anak dengan tepat dan benar. 2. Tujuan Khusus : a. Agar dapat mengetahui pengertian Leukemia pada anak. b. Agar dapat mengetahui etiologi dari penyakit Leukemia. c. Agar dapat mengetahui patofisiologi Leukemia. d. Agar dapat mengetahui klasifikasi Leukemia e. Agar dapat mengetahui manifestasi klinis Leukemia. f. Agar dapat mengetahui komplikasi dari Leukemia g. Agar dapat mengetahui penatalaksanaan Leukemia pada anak. h. Agar dapat menegetahui pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan pada Leukemia



BAB II PEMBAHASAN LAPORAN PENDAHULUAN A. DEFINISI LEUKEMIA Leukemia adalah penyakit kanker yang menjangkiti sel darah putih. Penyakit yang dapat terjadi pada tiap anak pada usia manapun paling sering ditemukan pada anakanak berusia 3-4 tahun. Sekitar 25% kasus leukemia ditemukan selama penderita menjalani pemeriksaan fisik rutin, yakni sebelum anak mengetengahkan gejala-gejala penyakit leukemia itu. (Koes Irianto, 2015) Leukemia adalah kanker pada jaringan pembuluh darah, yang paling banyak terjadi pada masa kanak-kanak (Wong et al., 2009). Leukemia adalah kanker dari salah satu jenis sel darah putih di sumsum tulang belakang, yang menyebabkan proliferasi salah satu jenis sel darah putih dengan menyingkirkan jenis sel lain (Corwin, 2008). Leukimia adalah proliferasi yang tidak teratur atau akumulasi sel darah putih dan sumsum tulang, menggantikan elemen sumsum tulang normal, neoplasma akut atau kronis dari sel-sel pembentuk darah dalam sumsum tulang dan limfa (Mastriyani, 2007). Leukimia adalah penyakit akibat terjadinya proliferasi sel leukosit yang abnormal dan ganas serta sering disertai adanya leukosit jumlah berlebihan yang dapat menyebabkan terjadinya anemia dan trombositopenia. Leukimia limfois atau limfositik akut ini merupakan kanker jaringan yang menghasilkan leukosit yang imatur dan berlebihan sehingga jumlahnya menyusup ke berbagai organ seperti sumsum tulang dan mengganti unsur sel yang normal sehingga mengakibatkan jumlah eritrosit kurang untuk mencukupi kebutuhan sel sehingga timbul pendarahan (Hidayat, 2006) Leukemia, kanker pada jaringan pembentuk darah pada masa kanak-kanak yang paling sering ditemukan, penyakit ini merupakan penyakit ganas dari sum sum tulang dan sistem limfatik (Hockbenberry,2005).



B. ETIOLOGI Belum diketahui pasti apa penyebab kanker pada anak-anak. Kanker yang menyerang bayi sejak dilahirkan, diduga penyebabnya adalah penyimpangan pertumbuhan sel akibat cacat genetika dalam kandungan. Kanker yang paling banyak dijumpai pada anak-anak adalah kanker darah atau leukemia (25-30%), disusul oleh retinoblastoma (kanker retina mata), limfoma (kanker kelenjar getah bening), neuroblastoma (kanker saraf), kanker ginjal (tumor Wilms), rabdomiosarkoma (kanker otot lurik), dan osteosarkoma (kanker tulang). Menurut data tahun 2007, di Indonesia setiap tahunnya ditemukan sekitar 4.100 pasien kanker anak yang baru (Rahayu, 2011). Leukemia juga merupakan salah satu jenis kanker yang belum diketahui penyebabnya. Faktor genetik dipercayai memegang peranan dalam terjadinya leukemia. Sebagai contoh anak dengan kelainan kromosom seperti Down syndrome memiliki angka kejadian leukemia lebih tinggi, dan kromosom yang abnormal ditemukan di sebagian besar anak dengan LLA (Ball & Bindler, 2003). Bersifat herediter, insiden meningkat pada beberapa penyakit herediter seperti sindrom down mempunyai insiden leukemia akut 20x lipat dan riwayat leukemia dalam keluarga. Insiden leukemia lebih tinggi dari sel darah kandung anak-anak yang terserang, dengan insiden yang meningkat sampai 20% pada kembar monozigot. Berdasarkan penelitian Hadi, et al (2008) di Iran dengan desain case control menunjukkan bahwa orang yang memiliki riwayat keluarga positif leukemia berisiko untuk menderita LLA (OR=3,75; CI=1,32-10,99) artinya orang yang menderita leukemia kemungkinan 3,75 kali memiliki riwayat keluarga positif leukemia dibandingkan dengan orang yang tidak menderita leukemia. Kelainan kromosom, Kelainan pada kromosom 21 dapat menyebabkan leukemia akut. Insiden leukemia akut juga meningkat pada penderita dengan kelainan kongenital misalnya agranulositosis kongenital, sindrom Ellis Van Creveld, penyakit seliak, sindrom Bloom, anemia Fanconi, sindrom Wiskott Aldrich, sindrom Kleinefelter dan sindrom trisomi D.



C. PATOFISIOLOGI LEUKEMIA Patofisiologi menurut Wong (2009) Leukimia merupakan proliferasi tanpa batas sel darah putih yang imatur dalam jaringan tubuh yang membentuk darah. Walaupun bukan suatu “tumor”, sel-sel leukimia memperlihatkan sifat neoplastik yang sama seperti sel-sel kanker yang solid. Oleh karena itu, keadaan patologi dan manifestasi klinisnya disebabkan oleh infiltrasi dan penggantian setiap jaringan tubuh dengan selsel leukimia nonfungsional. Organ-organ yang terdiri banyak pembuluh darah, seperti limpa dan hati, merupakan organ yang terkena paling berat. Leukemia juga merupakan salah satu jenis kanker yang belum diketahui penyebabnya. Faktor genetik dipercayai memegang peranan dalam terjadinya leukemia. Sebagai contoh anak dengan kelainan kromosom seperti Down syndrome memiliki angka kejadian leukemia lebih tinggi, dan kromosom yang abnormal ditemukan di sebagian besar anak dengan LLA (Ball & Bindler, 2003). Pada semua tipe leukimia, sel-sel yang berproliferasi menekan produksi unsurunsur darah yang terbentuk dalam sumsum tulang melalui kompetisi dengan sel-sel normal dan perampasan hak-haknya dalam mendapatkan unsur gizi yang esensial bagi metabolisme. Tanda dan gejala leukimia yang paling sering ditemukan merupakan akibat dari infiltrasi pada sumsum tulang. Tiga akibat yang utama adalah: a.



Anemia, akibat penurunan jumlah SDM.



b.



Infeksi, akibat neutropenia.



c.



Tendensi perdarahan, akibat penurunan produksi trombosit.



Invasi sel-sel kimia leukimia ke dalam sumsum tulang secara perlahan-lahan akan melemahkan tulang dan cenderung mengakibatkan fraktur. Karena sel-sel leukimia menginvasi periostium, peningkatan tekanan menyebabkan rasa nyeri yang hebat. (Wong, 2009) Ginjal, hati, dan kelenjar limfe mengalami pembesaran dan akhirnya fibrosis, leukimia juga berpengaruh pada SSP dimana terjadi peningkatan tekanan intra kranial sehingga menyebab kan nyeri pada kepala, letargi, papil edema, penurunan kesadaran dan kaku duduk (Wong,2000).



D. KLASIFIKASI LEUKEMIA Leukemia adalah penyakit kompleks sel darah dengan berbagai jenis dan subtipe. Klasifikasi leukemia masa kanak-kanak didasarkan pada garis sel dominan yang



terpengaruh



dan



tingkat



diferensiasi



seluler.



Istilah



myeloid



dan



limfoid



menunjukkan jenis garis sel yang terlibat. Garis myeloid dan limfoid dapat berkembang biak menjadi bentuk leukemia akut atau kronis. Leukemia akut adalah penyakit yang berkembang pesat yang mempengaruhi sebagian besar sel yang belum menghasilkan dan tidak berdiferensiasi. Sel-sel ini tidak dapat melakukan fungsi normalnya. Leukemia kronis adalah penyakit yang berkembang pesat sehingga memungkinkan produksi sel yang matang dan lebih terdiferensiasi. Sel-sel ini mempertahankan beberapa fungsi normalnya. Ada tiga klasifikasi utama leukemia masa kanak-kanak adalah leukemia limfositik akut (ALL), terhitung 75% sampai 80% leukemia masa kanak-kanak; akut myelogenous leukemia (AML), terhitung 20% sampai 25% leukemia masa kanakkanak; dan leukemia myelogenous kronis, terhitung kurang dari 5% leukemia masa kanak-kanak. Leukemia limfositik kronis jarang dilaporkan pada anak-anak. 1. Leukemia Limfobastik Akut Leukemia limfositik akut adalah suatu penyakit ganas yang progresif pada organ pembentuk darah, yang ditandai perubahan proliferasi dan perkembangan leukosit serta prekursornya dalam darah dan sumsum tulang (Dorland, 2012). Adapun pengertian lainya Leukemia limfositik akut ialah merupakan keganasan penyakit sel darah yang berasal dari sumsum tulang ditandai oleh proliferasi sel-sel darah putih, dengan manifestasi adanya sel-sel abnormal dalam darah tepi (Permono, 2012). LLA dianggap sebagai proliferasi ganas limfoblast. Sering terjadi pada anakanak, laki-laki lebih banyak dibandingkan perempuan. Puncak insiden usia 4 tahun, setelah usia 15 tahun ALL jarang terjadi. Limfosit immatur berproliferasi dalam sumsum tulang dan jaringan perifer sehingga mengganggu perkembangan sel normal. Secara morfologik menurut FAB ALL dibagi menjadi tiga yaitu: a.



L1



: ALL dengan sel limfoblas kecil-kecil dan merupakan 84% dari ALL.



b.



L2



: Sel lebih besar, inti regular, kromatin bergumpal, nucleoli prominen dan



sitoplasma agak banyak. Merupakan 14% dari ALL c.



L3



: ALL mirip dengan limfoma Burkitt, yaitu sitoplasma basofil dengan



banyak vakuola, hanya merupakan 1% dari ALL



2. Leukimia Mieloblastik Akut Leukimia mieloblastik akut (LMA) adalah suatu penyakit yang ditandai dengan transformasi neoplastik dan gangguan diferensiasi sel-sel progenitor dari seri mieloid. Kemajuan pengobatan LMA ini dicapai dengan regimen kemoterapi yang lebih baik, kemoterapi dosis tinggi dengan dukungan cangkok sumsum tulang dan terapi suportif yang lebih baik seperti antibiotik generasi baru dan transfusi komponen darah untuk mengatasi efek samping pengobatan. (Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid II, Ed. IV.1234). Leukemia Mielogenousakut (LMA) merupakan kanker yang menyebar dengan cepat di dalam darah dansumsum tulang. Karena yang asli leukemia sel, sumsum tulang yang memproduksi berbagai blasts, atau belum, nonfunctional sel. Di bawah keadaan sehat, sel-selini akan berkembang menjadi sel-sel darah putih yang memerangi infeksi, seldarh merah membawa oksigen ke seluruh tubuh, atau platelets untuk membantuclotting. Namun, pada orang yang AML, blasts ini tidak mengalami perkembangannormal dan menghambat produksi sel-sel baru. Menurut FABAML di klasifikasikan menjadi : a.



LMA-M0: Leukemia mieloblastik dengan diferensiasi minimal



b.



LMA-M1: leukemia mieloblastik tanpa maturasi/diferensiasi



c.



LMA-M2: Leukemia mieloblastik disertai maturasi /diferensiasi



d.



LMA-M3: Leukemia promielositik (pro granulositik) hipergranular



e.



LMA-M4: Leukemia mielomonositik



f.



LMA-M5: Leukemia monositik



g.



LMA-M6: Eritroleukemia (DiGuglielmo’s diseases)



h.



LMA-M7: Leukemia megakarioblastik



3. Leukimia Mieloblastik Kronik Leukemia mielositik kronik atau sering disebut juga leukemia granulositik kronik adalah suatu penyakit klonal sel induk pluripoten yang digolongkan sebagai salah satu penyakit mieloproliferatif (Price dan Wilson, 2006). LMK terdiri atas enam jenis leukemia, yaitu : a.



Lekemia myeloid kronik, Ph positif (CML, Ph+) (chronic granulocytic leukemia, CGL)



b.



Leukemia myeloid kronik, Ph negatif (CML, Ph-) Kurang dari 5% pasien yang memiliki gambaran mengesankan CML, tidak mempunyai kromosom Ph dan



translokasi BCR – ABL. Pasien – pasien ini biasanya mempunyai gambaran hematologik yang khas untuk mielodisplasia dan prognosis tampaknya lebih buruk dibandingkan CML Ph+. c.



Juvenile chronic myeloid leukemia. Penyakit yang jarang terjadi ini mengenai anak kecil dan mempunyai gambaran



klinis



yang



khas



antara



lain



ruam



kulit,



limfadenopati,



hepatosplenomegali, dan infeksi rekuren. Sediaan apus darah memperlihatkan adanya monositosis. Kadar hemoglobin F (HbF) yang tinggi merupakan ciri diagnostik yang berguna, kadar fosfatase alkali netrofil normal dan hasil uji kromosom Philadelphia negatif. Prognosisnya buruk dan SCT (Transplantasi Sel Induk) adalah pengobatan yang terpilih. d.



Chronic neutrophilic leukemia & Eosinophilic leukemia. Merupakan penyakit yang sangat jarang dijumpai dengan terdapatnya proliferasi sel matur yang relatif murni. Mungkin didapatkan splenomegali, dan secara umum prognosisnya baik.



e. Chronic myelomonocytic leukemia (CMML) CMML menggambarkan daerah yang bertumpang tindih antara penyakit mieloproliferatif dan mielodisplasia, tetapi digolongkan ke dalam kelompok mielodisplasia (Hoffbrand,2005). f. Eosinophilic leukimia Dengan sebagian besar (>95%) CML tergolong sebagai CML Ph+ (Bakta, 2007).



E. MANIFESTASI KLINIS 1. Leukemia Limfobastik Akut Kira-kira 66% anak dengan LLA mempunyai gejala dan tanda penyakitnya kurang dari 4 minggu pada waktu didiagnosis, gejala pertama biasanya non spesifik meliputi anorexia, iratabel, dan letragi. Kegagalan sumsum tulang yang progresif sehingga timbul anemia, demam (neutropenia, keganasan), trombositopenia, ataupun infiltrasi jaringan spesifik (kelenjar getah bening, hati, limfa, otak, tulang, kulit, gusi, testis). Gejala yang sering timbul adalah demam, pucat, petekie atau eksimosis, letargi, malaise, anoreksia, dan nyeri tulang atau sendi. Pemeriksaan fisis sering kali menunjukan adanya limfadenopati dan hepatosplenomegali. Keterlibatan susunan saraf



pusat (SSP) jarag terjadi pada saat dating pertama. Testis sering menjadi lokasi ekstramedular LLA : pembesaran satu atau kedua testis tanpa nyeri yang dapat terlihat. Pasien dengan LLA sel T lebih sering terjadi pada laki- laki dengan usia yang lebih tua (8-10 tahun), dan sering memiliki hitung leukosit yang tinggi, massa mediastinum anterior, limfadenopati servikal, hepatospenomegali, dan keterlibatan SSP. (Nelson, 2008). 2. Leukemia Mieloid Akut Gejala dan tanda LMA yang muncul : a.



Demam



b.



Perdarahan



c.



Anoreksia



d.



Malaise



e.



Nyeri tulang atau persendian



f.



Nyeri abdomen (Rudolph,2007)



3. Leukemia Mieloid Kronis a. Gejala-gejala yang berhubungan dengan hipermetabolisme, misalnya penurunan berat badan, kelelahan, anoreksia, keringat malam. b. Spleenomegali hampir selalu ada dan seringkali bersifat masif. Pada beberapa pasien, perbesaran limpa disertai dengan rasa tidak nyaman, nyeri atau gangguan pencernaan. c. Gambaran anemia meliputi pucat, dispnea, dan takikardia. d. Memar, epistaksis, menorhagia, atau pendarahan dari tempat-tempat lain akibat fungsi trombosit yang abnormal. e. Gout atau gangguan ginjal yang disebabkan oleh hiperurikemia akibat pemecahan purin yang berlebihan dapat menimbulkan masalah. f. Gejala yang jarang dijumpai meliputi gangguan penglihatan dan priapism. Hoffbrand et al (2012)



F. KOMPLIKASI LEUKEMIA 1. Infeksi Komplikasi ini yang sering ditemukan dalam terapi kanker masa anak-anak adalah infeksi berat sebagai akibat sekunder karena neutropenia. Anak paling rentan terhadap infeksi berat selama tiga fase penyakit berikut: a. Pada saat diagnosis ditegakkan dan saat relaps (kambuh) ketika proses leukemia telah menggantikan leukosit normal. b. Selama terapi imunosupresi c. Sesudah pelaksanaan terapi antibiotic yang lama sehingga mempredisposisi pertumbuhan mikroorganisme yang resisten. Walau demikian , penggunaan faktor yang menstimulasi-koloni granulosit telah mengurangi insidensi dan durasi infeksi pada anak-anak yang mendapat terapi kanker. Pertahanan pertama melawan infeksi adalah pencegahan.(Wong, 2009:1141) 2. Perdarahan Sebelum penggunaan terapi transfuse trombosit, perdarahan merupakan penyebab kematian yang utama pada pasien leukemia. Kini sebagaian besar episode perdarahan dapat dicegah atau dikendalikan dengan pemberian konsentrat trombosit atau plasma kaya trombosit. Karena infeksi meningkat kecenderungan perdarahan dan karena lokasi perdarahan lebih mudah terinfeksi, maka tindakan pungsi kulit sedapat mungkin harus dihindari. Jika harus dilakukan penusukan jari tangan, pungsi vena dan penyuntikan IM dan aspirasi sumsum tulang, prosedur pelaksanaannya harus menggunakan teknik aseptic, dan lakukan pemantauan kontinu untuk mendeteksi perdarahan. Perawatan mulut yang saksama merupakan tindakan esensial, karena sering terjadi perdarahan gusi yang menyebabkan mukositis. Anak-anak dianjurkan untuk menghindari aktivitas yang dapat menimbulkan cedera atau perdarahan seperti bersepeda atau bermain skateboard, memanjat pohon atau bermain dengan ayunan.(Wong, 2009:1141-1142) Umumnya transfuse trombosit hanya dilakukan pada episode perdarahan aktif yang tidak bereaksi terhadap terapi lokal dan yang terjadi selama terapi induksi atau



relaps. Epistaksis dan perdarahan gusi merupakan kejadian yang paling sering ditemukan. 3. Anemia Pada awalnya, anemia dapat menjadi berat akibat penggantian total sumsum tulang oleh sel-sel leukemia. Selama terapi induksi, transfusi darah mungkin diperlukan. Tindakan kewaspadaan yang biasa dilakukan dalam perawatan anak yang menderita anemia harus dilaksanakan. (Wong, 2009 : 1142)



G. PENATALAKSANAAN LEUKEMIA Penatalaksanaan Medis Model pengobatan pada anak dengan leukemia menurut (Hockbenberry, 2005). 1. Kemoterapi Kemoterapi merupakan pengobatan untuk melawan pertumbuhan sel-sel kanker melalui pemberian obat baik secara oral, intra vena (IV), intra tekal (IT), atau pemberian injeksi yang juga dapat membunuh sel-sel normal (Ball & Bindler, 2003). Kemoterapi kanker anak saat ini mempunyai arti sangat penting karena telah berhasil meningkatkan angka kesembuhan kanker anak. Pengaruh obat terhadap perjalanan kanker tergantung dari jenis obat, dosis, cara pemberian, lama pemberian, farmakokinetik, biologi tumor, ketersediaan obat dan toleransi tubuh. Kejadian clearance (pembersihan) obat antar pasien bervariasi sangat besar. Perbedaan tersebut, meskipun dengan dosis yang sama, clearance berkisar antara dua sampai sepuluh kali lipat. Kali ini akan berpengaruh pada kadar obat dalam plasma dan dalam sel kanker dengan segala efek baik dan buruknya (Permono, 2006). Terapi leukemia meliputi pemakaian agens kemoterapik, dengan atau tanpa iradiasi kranial, dalam empat fase yaitu : a. Terapi induksi Menghasilkan remisi total atau remisi dengan kurang dari 5% sel-sel leukemia dalam sum-sum tulang. Hampir segera setelah diagnosis ditegakkan, terapi induksi dimulai dan berlangsung selama 4-6 minggu. Obat-obatan utama yang dipakai untuk induksi ALL adalah kortikosteroid (terutama prednisone), vinkristin dan Lasparaginase, dengan atau tanpa doksorubisin. Karena banyak diantara obat ini juga menyebabkan mielosupresi unsurunsur darah yang normal, periode waktu yang terjadi segera sesudah remisi merupakan periode yang sangat menentukan. Tubuh pasien tidak lagi memiliki



pertahanan dan sangat rentan terhadap infeksi dan perdarahan spontan. Konsekuensinya, terapi supportif selama periode ini sangat dibutuhkan. b. Terapi profilaksis SSP/consolidation Untuk mencegah agar sel-sel leukemia tidak menginvasi SSP. Penanganan SSP terdiri atas terapi profilaksis melalui kemoterapi intratekal dengan metotreksat, sitarabin, dan hidrokortison. Kadang-kadang metotreksat, begitu juga sitarabin, dapat disuntikkan secara intratekal sebagai agens tunggal. Karena adanya kekhawatiran terhadap efek samping iradiasi kanial, terapi ini hanya dilakukan pada pasien- pasien yang beresiko tinggi dan yang memiliki penyakit SSP. c. Terapi intensifikasi /reinduction Setelah remisi total tercapai, dilaksanakan suatu periode terapi yang intensif untuk menghilangkan sel-sel leukemia yang masih tersisa, terapi ini diikuti oleh terapi intensifikasi lambat (delayed intensification) untuk mencegah munculnya klon leukemik yang resisten. Penyuntikan intratekal yang menyertai kemoterapi yang sistemikmeliputi pemberian L-asparaginase, metotreksat dosis tinggi atau sedang, sitarabin, vinkristin dan merkaptopurin, selama periode beberapa bulan. d. Terapi rumatan/ maintanance Terapi rumatan dimulai sesudah terapi induksi dan konsolidasi selesai dan berhasil dengan baik untuk memelihara remisi dan selanjutnya mengurangi jumlah sel leukemia. Regimen terapi obat kombinasi yang meliputi pemberian merkaptopurin setiap hari, metotreksat seminggu sekali, dan terapi intratekal secara periodic diberikan selama terapi rumatan, harus dilakukan pemerikasaan hitung darah lengkap untuk mengevaluasi respons sum-sum tulang terhadap obatobatan yang digunakan.



Menurut Hockenberry & Wilson, (2009) kemoterapi dapat menimbulkan beberapa efek samping yang dapat diperkirakan dan menjadi perhatian perawat yaitu: a. Mual dan muntah Mual dan muntah yang terjadi sesaat setelah pemberian kemoterapi dapat menjadi persoalan yang berat. Agen antagonis reseptor-serotonin seperti ondansentron (zofran) merupakan obat yang efektif dalam menggendalikan mual



dan muntah. Jika dikombinasikan dengan dexamethason, agen ini merupakan terapi pilihan untuk mencegah emisi akibat kemo sisplatin (Tonato., Roila., & Del Favero, 1994 dalam Wong, 2009). b. Anoreksia Penurunan selera makan merupakan akibat langsung yang ditimbulkan oleh kemoterapi dan radiasi. Jika penurunan selera makan dan berat badan terus terjadi, perawat harus menyelidiki situasi keluarga untuk mengetahui apakah ada faktor lain seperti kondisi, stres lingkungan, kemarahan. Pemberian makan melalui Nasogastrik Tube (NGT) atau Total Parenteral Nutrition (TPN) dapat dilakukan pada anak-anak yang memiliki masalah nutrisi yang signifikan. c. Ulserasi mukosa Salah satu efek samping yang paling menimbulkan distress dalam pemberian obat-obatan kemoterapi adalah kerusakan sel mukosa Gastro Intestinal (GI) yang dapat menimbulkan ulkus di sepanjang saluran pencernaan. Ulkus pada mulut (stomatitis) akan memperberat gejala anoreksia karena proses makan menjadi tidak menyenangkan. Beberapa intervensi yang dapat dilakukan; menyediakan makanan lunak yang tidak merangsang, menggunakan sikat gigi dengan spon yang lembut, menganjurkan anak untuk sering berkumur dengan larutan salin normal (1 sdm garam dapur yang dilarutkan dengan ½ liter air matang) atau 1 sdt dilarutkan dalam 1 liter air matang. Menggunakan obat kumur yang dapat dibeli bebas dan tidak mengandung alkohol seperti minosep juga dapat dianjurkan. Ulkus rectum diatasi dengan perawatan kebersihan sesudah eliminasi (toilet hygiene) yang dilaksanakan secara teratur. Pemakaian termometer rectum dan pemberian supositoria dikontraindikasikan karena tindakan ini dapat menyebabkan trauma lebih lanjut di daerah tersebut. d. Neuropati Vinkristin dan dapat menyebabkan efek neurotoksik. Adapun intervensi yang dilakukan untuk menangani efek samping ini adalah: memberikan pelunak feses atau laksatif untuk mengatasi konstipasi berat yang ditimbulkan oleh penurunan persarafan usus. Mempertahankan kesejajaran (alignment) tubuh yang baik. Bila harus tirah baring, gunakan papan penyangga kaki (footboard) untuk mencegah footdrop. Memberikan makanan lunak atau cair untuk pasien yang mengalami nyeri rahang yang hebat.



e. Sititis hemoragika Merupakan efek samping iritasi kimiawi pada kandung kemih akibat pemakaian kemoterapi siklofosfamid dapat dikurangi dan dicegah dengan cara; meningkatkan asupan cairan minimal satu setengah kali dari kebutuhan cairan yang dianjurkan per hari), sering berkemih dengan segera setelah pasien merasa ingin berkemih, sebelum dan setelah bangun tidur. Memberikan obat pada dinihari untuk memungkinkan asupan cairan yang memadai dan memungkinkan berkemih. Serta memberikan terapi mesna (agen yang melindungi kandung kemih) sesuai program dokter. f. Alopesia Kerontokan rambut merupakan efek samping yang lazim terjadi pada pemberian kemoterapi dan radiasi, walaupun tidak semua anak mengalami kerontokan rambut sewaktu menjalani terapi. Topi dari kain katun yang lembut merupakan tutup kepala yang paling nyaman bagi anak. Penggunaan wig juga dapat membantu anak mengurangi perasaan malu atau minder. Perawat dapat menginformasikan bahwa rambut anak akan tumbuh kembali 3 hingga 6 bulan. g. Moon face Terapi steroid jangka pendek tidak akan menimbulkan toksisitas akut tetapi menghasilkan dua reaksi yang menguntungkan, yaitu: peningkatan selera makan dan perasaan lebih sehat. Akan tetapi steroid akan mengakibatkan perubahan citra tubuh yang, walaupun secara klinis tidak signifikan, dapat menimbulkan stres yang bermakna bagi anak yang lebih besar. Salah satu perubahan citra tubuh itu adalah wajah yang menjadi bulat dan tembam seperti bulan (moon face). Setelah pemberian obat dihentikan, wajah akan kembali normal. h. Perubahan mood Sesaat setelah terapi steroid dimulai, anak akan merasakan sejumlah perubahan mood yang berkisar dari perasaan lebih sehat dan euforia hingga depresi dan sensitif (iritabilitas). Jika orang tua tidak menyadari bahwa perubahan ini ditimbulkan oleh obat, mereka mungkin tidak terlalu memperhatikannya. Oleh karena itu, perawat harus mengingatkan orang tua mengenai kemungkinan reaksi ini, mendorong orang tua untuk sama-sama mendiskusikan perubahan perilaku bersama dengan anak mereka.



2. Transplantasi Sumsum Tulang Pada anak dengan ALL, transplantasi sum-sum tulang tidak direkomendasikan selama remisi yang pertama karena kemoterapi masih mungkin memberikan hasil yang menakjubkan. Sum-sum tulang yang digunakan untuk transplantasi bukan hanya dari donor yang ada hubungan keluarga tetapi juga bisa dari donor yang tidak memiliki hubungan keluarga asalkan antigennya cocok atau dari darah yang antigennya tidak cocok.



3. Terapi Suportif Terapi ini bertujuan untuk mengatasi kegagalan sumsum tulang, baik karena proses leukemia sendiri atau sebagai akibat terapi. Terapi suportif pada penderita leukemia tidak kalah pentingnya dengan terapi spesifik karena akan menentukan angka keberhasilan terapi. Kemoterapi intensif harus ditunjang oleh terapi suportif yang intensif pula, kalu tidak maka penderita dapat meninggal karena efek samping obat, suatu kematian iatrogenic. Terapi suportif berfungsi untuk mengatasi akibat-akibat yang ditimbulkan oleh penyakit leukemia itu sendiri dan juga untuk mengatasi efek samping obat. Terapi suportif yang diberikan adalah : a. Terapi untuk mengatasi anemia Transfusi PRC untuk mempertahankan hemoglobin sekitar 9-10 g/dl. Untuk calon transplantasi sumsum tulang, transfusi darah sebaiknya dihindari. b. Terapi untuk mengatasi infeksi, sama seperti kasus anemia aplastik terdiri atas:  Antibiotika adekuat  Transfusi konsentrat granulosit  Perawatan khusus (isolasi)  Hemopoitic growth factor (G-CSF atau GM-CSF) c. Terapi untuk mengatasi perdarahan terdiri atas:  Transfuse konsentrat trombosit untuk mempertahankan trombosit minimal 10 x 106/ml, idealnya diatas 20 x 106/ml  Pada M3 diberikan Heparin untuk mengatasi DIC



d. Terapi untuk mengatasi hal-hal lain yaitu:  Pengelolaan leukostasis : dilakukan dengan hidrasi intravenous dan leukapheresis. Segera lakukan induksi remisi untuk menurunkan jumlah leukosit  Pengelolaan sindrom lisis tumor: dengan hidrasi yang cukup, pemberiaan alopurinol dan alkalinisasi urin. Penatalaksanaan Keperawatan Masalah pasien yang perlu diperhatikan umumnya sama dengan pasien lain yang menderita penyakit darah. Tetapi karena prognosis pasien pada umumnya kurang menggembirakan (sama seperti pasien kanker lainnya) maka pendekatan psikososial harus diutamakan. Yang perlu diusahakan ialah ruangan yang aseptik dan cara bekerja yang aseptik pula. Sikap perawat yang ramah dan lembut diharapkan tidak hanya untuk pasien saja tetapi juga pada keluarga yang dalam hal ini sangat peka perasaannya jika mengetahui penyakit anaknya atau keluarganya. Beberapa cara yang bisa kita anjurkan adalah hindari menyikat gigi terlalu keras, karena bulu sikat gigi dapat mencederai gusi. Menyarankan klien supaya berhati-hati ketika berjalan di lantai yang licin seperti kamar mandi agar tidak jatuh. Memberikan klien dan keluarganya pendidikan kesehatan bagaimana cara mengatasi perdarahan hidung, misalnya dibendung dengan kapas atau perban, posisi kepala menengadah. Untuk menangani infeksi klien harus menjaga kebersihan diri, seperti mencuci tangan, mandi 3x sehari. Menganjurkan keluarga klien untuk menjaga keersihan diri mereka, membatasi jumlah pengunjung karena dikhawatirkan dapat menularkan penyaki-penyakit seperti flu dan batuk. Menciptakan lingkungan yang bersih dan jika perlu pertahankan tehnik isolasi. H. PEMERIKSAAN PENUNJANG 1. Pemeriksaan laboratorium a. Pemeriksaan darah tepi: terdapat leukosit yang imatur. Berdasarkan pada kelainan sum sum tulang yaitu berupa pansitopenia, limfositosis, dan terdapatnya sel blas (sel muda beranak inti). Sel blas merupakan gejala patognomonik untuk leukemia.



b. Pemeriksaan sum sum tulang Pemeriksaan sum sum tulang memberikan gambaran monoton, yaitu hanya terdiri dari sel limfopoetik. Patologis sedangkan sistem lain terdesak (aplasia sekunder). Dapat dilakukan dengan 2 cara yaitu: aspirasi (yang diambil hanya sumsum tulang) dan biopsi (mengangkat sepotong kecil tulang dan sumsum tulang). Biopsi adalah cara pasti untuk mengetahui apakah sel-sel leukemia ada di sumsum tulang. Hal ini memerlukan anestesi lokal. Sumsum tulang diambil dari tulang pinggul atau tulang besar lainnya. 2. Sitogenetik Laboratorium akan meneliti kromosom dari sampel sel darah. Sumsum tulang atau kelenjar getah bening. Jika kromosom abnormal ditemukan, tes dapat menunjukkan jenis leukemia yang dimiliki. 3. Biopsi limpa Pemeriksaan ini akan memperlihatkan proliferasi sel leukemia dan sel yang berasal dari jaringan limpa akan terdesak seperti limfosit normal. RES dan granulosit. 4. Lumbal pungsi Pungsi sumsum tulang merupakan pengambilan sedikit cairan sumsum tulang, yang bertujuan untuk penilaian terhadap simpanan zat besi, mendapatkan spesimen untuk pemeriksaan bakteriovirologis (biakan mikrobiologi), untuk diagnosa sitomorfologi/ evaluasi produk pematangan sel asal darah. Tempat yang biasanya digunakan aspirasi untuk pungsi sumsum tulang adalah spina iliaka posterior superior (SIPS), krista iliaka, spina iliaka anterior superior (SIAS), sternum di antara iga ke-2 dan ke-3 midsternal atau sedikit di kanannya (jangan lebih dari 1 cm), spina dorsalis/prosesus spinosus vertebra lumbalis.Bila terjadi peninggian sel patologis, maka hal ini berarti terjadi leukemia meningeal. Untuk mencegahnya dilakukan lumbal pungsi pada penderita. 5. Spinal Tap Dengan mengambil beberapa cairan cerebrospinal. Prosedur ini memakan waktu sekitar 30 menit dan dilakukan dengan anestesi lokal. Laboratorium akan memeriksa cairan untuk meneliti adanya sel-sel leukemia atau tanda-tanda lain dari masalah. (Hoffbrand, 2012)



KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN LEUKEMIA PADA ANAK



A. Pengkajian 1. Identitas Pasien, meliputi : a. Nama



:



b. Umur



:



c. Tempat/tanggal lahir



:



d. Jenis kelamin



:



e. Alamat



:



2. Identitas Penanggung Jawab : a. Nama



:



b. Jenis kelamin



:



c. Hubungan dengan pasien : d. Alamat



:



B. Riwayat Kesehatan 1. Keluhan Utama Nyeri sendi dan tulang sering terjadi, lemah , nafsu makan menurun, demam (jika disertai infeksi) bisa juga disertai dengan sakit kepala, purpura, penurunan berat badan dan sering ditemukan suatu yang abnormal. Kelelahan dan petekie berhubungan dengan trombositopenia juga merupakan gejala-gejala umum terjadi. 2. Riwayat Kehamilan dan kelahiran Saat hamil ibu sering mengkomsumsi makanan dengan bahan pengawet dan penyedap rasa. Radiasi pada ibu selama kehamilan dapat meningkatkan resiko pada janinnya. Lebih sering pada saudara sekandung, terutama pada kembar. 3. Riwayat Keluarga Insiden ALL lebih tinggi berasal dari saudara kandung anak-anak yang terserang terlebih pada kembar monozigot (identik). 4. Riwayat Tumbuh Kembang Pada penderita ALL pertumbuhan dan perkembangannya mengalami keterlambatan akibat nutrisi yang didapat kurang karena penurunan nafsu makan, pertumbuhan fisiknya terganggu, terutama pada berat badan anak tersebut. Anak keliatan kurus, kecil dan tidak sesuai dengan usia anak.



Usia



Rata-rata Berat Badan (Kg)



3 hari



3,0



10 hari



3,2



3 bulan



5,4



6 bulan



7,3



9 bulan



8,6



1 tahun



9,5



2 tahun



11,8



4 tahun



16,2



6 tahun



20,0



10 tahun



28,0



14 tahun



45,0



18 tahun



54,0



Tabel 1.1 Rata-rata normal sesuai usia (Wong, Donna L, 2004 : 134) Sedangkan pada keadaan normal anak lingkar kepala mencapai 42,5 pada usia 6 bulan. Setiap bulannya lingkar kepala meningkat 1,25 cm. (Betz, Cecily, 2002 : 538) Pada anak dengan penderita penyakit ALL cenderung berat badan menurun, dan tidak sesuai usia, lingkar kepala dan panjang badan relatif tetap (normal). 



Motorik Kasar a.



Pada anak normal



-



Mengangkat kepala saat tengkurap



-



Dapat duduk sebentar dengan ditopang



-



Dapat duduk dengan kepala tegak



-



Jatuh terduduk di pangkuan ketika disokong pada posisi berdiri



-



Control kepala sempurna



-



Mengangkat kepala sambil berbaring terlentang



-



Berguling dari terlentang ke miring



-



Posisi lengan dan tungkai kurang fleksi



-



Berusaha untuk merangkak (Betz, Cecily, 2002 : 539) Pada anak dengan penyakit ALL pada umumnya dapat melakukan



aktivitas secara normal, tapi mereka cepat merasa lelah saat melakukan aktivitas yang terlalu berat (membutuhkan banyak energi).



Motorik Halus a.



Pada keadaan normal -



Melakukan usaha yang bertujuan untuk memegang suatu objek



-



Mengikuti objek dari sisi ke sisi



-



Mencoba memegang benda tapi terlepas



-



Memasukkan benda ke dalam mulut



-



Memperhatikan tangan dan kaki



-



Memegang benda dengan kedua tangan



-



Menahan benda di tangan walaupun hanya sebentar (Betz, Cecily, 2002 : 539) Pada umumnya anak dengan ALL masih dapat melakukan



aktivitas ringan seperti halnya anak-anak normal. Karena aktivitas ringan tidak membutuhkan energi yang banyak dan anak tidak mudah lelah



1. Pengkajian Pola Fungsional a. Nutrisi Anak makan 2 kali sehari, pada ALL terjadi penurunan nafsu makan. Anak suka makan makanan siap saji maupun jajan diluar rumah. Anak tidak suka makan sayur-sayuran, makan buah kadang-kadang sehingga zat besi yang diperlukan berkurang. Selain itu pengaruh ibu yang suka masak menggunakan penyedap rasa dan sering menyediakan makanan siap saji dirumah. Gizi merupakan komponen penting lain dalam pencegahan infeksi. Asupan protein-kalori yang adekuat akan memberikan hospes pertahanan yang lebih baik terhadap infeksi dan meningkatkan toleransi terhadap kemoterapi dan iradiasi.



b.



Aktivitas istirahat dan tidur: Saat beraktivitas anak cepat kelelahan. Anak kebanyakan istirahat dan tidur karena kelemahan yang dialaminya. Sebagaian aktivitas biasanya dibantu oleh keluarga. Saat tidur anak ditemani oleh ibunya. Tidur anak terganggu karena nyeri sendi yang sering dialami oleh leukemia.



c.



Eleminasi: Anak gangguan ALL pada umumnya mengalami diare, dan penurunan haluran urin. BAB 3-5x sehari, dengan konsistensi cair. Haluan urin sedikit yang disebabkan susahnya masukan cairan pada anak, warna urine kuning keruh. Saat BAK anak merasa nyeri karena nyeri tekan diperianal.



d.



Personal Hygiene Anak mandi 2x sehari, gosok gigi 2x setelah makan dan mau tidur. Sebagaian aktivitas hygiene personal sebagaian dibantu oleh orang tua.



6. Pemeriksaan Fisik a. Keadaan Umum Pada anak –anak tampak pucat, demam, lemah, sianosis b. Pemeriksaan TTV RR Pada penderita PDA, manifestasi kliniknya pada umumnya anak sesak nafas, tachypnea (Pernafasan >70x/menit), retraksi dada Usia



Nilai Pernafasan



Bayi baru lahir



35



1-11 bulan



30



2 tahun



25



4 tahun



23



6 tahun



21



8 tahun



20



10-12 tahun



19



14 tahun



17



16 tahun



17



18 tahun



16-18



Tabel 1.4 Nilai Pernafasan rata-rata setiap menit sesuai umur (Weni Kristiyani Sari, 2010 : 6) Nadi



: Pada penderita ALL, terdapat manifestasi klinik nadi teraba



kuat dan cepat (takikardia) Usia



Waktu bangun



Tidur



Demam



(kali/menit)



(kali/menit)



(kali/menit)



Bayi baru lahir



100-180



80-160



>200



1 minggu-3



100-120



80-200



>200



3 bulan-2 tahun



70-120



70-120



>200



2-10 tahun



60-90



60-90



>200



10 tahun-dewasa



50-90



50-90



>200



bulan



Tabel 1.4 Nilai Nadi Normal pada Anak (Weni Kristiyani Sari, 2010 : 6)



TD



: pada penderita ALL, tekanan darahnya tinggi disebabkan



oleh hiperviskositas darah Usia



Sistolik



Diastolik



(mmHg)



(mmHg)



Neonatus



80



45



6-12 bulan



90



60



1-5 tahun



95



65



5-10 tahun



100



60



10-15 tahun



115



60



Tabel 1.3 Nilai Tekanan Darah Normal pada Bayi dan Anak-anak (Aziz Alimul, 2005 : 279 )



Suhu



: Pada penderita ALL yang terjadi infeksi l suhu akan naik



(hipertermi, >37,50C) Usia



Nilai Suhu



3 bulan



37,5



6 bulan



37,5



1 tahun



37,7



3 tahun



37,2



5 tahun



37



7 tahun



36,8



9 tahun



36,7



11 tahun



36,7



13 tahun



36,6



Tabel 1.2 Nilai Suhu rata-rata normal anak (Weni Kristiyani Sari, 2010 : 5) c. Kepala dan Leher d. Rongga mulut : apakah terdapat peradangan (infeksi oleh jamur atau bakteri). Penyebab yang paling sering adalah stafilokokus,streptokokus, dan bakteri gram negative usus serta berbagai spesies jamur. perdarahan gusi, pertumbuhan gigi apakah sudah lengkap ada atau tidaknya karies gigi. e. Mata Konjungtiva : anemis atau tidak. Terjadi gangguan penglihatan akibat infiltrasi ke SSP, sclera: kemerahan, ikterik. Perdarahan pada retinas Telinga: ketulian Leher: distensi vena jugularis Perdarahan otak Leukemia system saraf pusat: nyeri kepala, muntah (gejala tekanan tinggi intrakranial), perubahan dalam status mental, kelumpuhan saraf otak, terutama saraf VI dan VII, kelainan neurologic fokal. f. Pemeriksaan Dada dan Thorax -



Inspeksi



: bentuk thorax, kesimetrisan, adanya retraksi dada,



penggunaan otot bantu pernapasan -



Palpasi denyut apex (Ictus Cordis)



-



Perkusi untuk menentukan batas jantung dan batas paru.



-



Auskultasi



: suara nafas, adakah ada suara napas tambahan:



ronchi (terjadi penumpukan secret akibat infeksi di paru), bunyi jantung I, II, dan III jika ada g.



Pemeriksaan Abdomen 



Inspeksi bentuk abdomen apakah terjadi pembesaran pada kelenjar limfe, ginjal, terdapat bayangan vena, auskultasi peristaltik usus, palpasi nyeri tekan bila ada pembesaran hepar dan limpa.







Perkusi adanya asites atau tidak.



h. Pemeriksaan Genetalia 



Pembesaran pada testis







hematuria



i. Pemeriksaan Integumen Kulit : 



Perdarahan kulit (pruritus, pucat, sianosis, ikterik, eritema, petekie, ekimosis, ruam)







nodul subkutan, infiltrat, lesi yg tidak sembuh, luka bernanah, diaforesis (gejala hipermetabolisme).







peningkatan suhu tubuh



Kuku : rapuh, bentuk sendok / kuku tabuh, sianosis perifer. j.



Pemeriksaan Ekstremitas Adakah sianosis, kekuatan otot,nyeri tulang dan sendi (karena infiltrasi sumsum tulang oleh sel-sel leukemia)



BAB III PENUTUP A. KESIMPULAN Leukemia adalah penyakit kanker yang menjangkiti sel darah putih. Penyakit yang dapat terjadi pada tiap anak pada usia manapun paling sering ditemukan pada anak-anak berusia 3-4 tahun. Sekitar 25% kasus leukemia ditemukan selama penderita menjalani pemeriksaan fisik rutin, yakni sebelum anak mengetengahkan gejala-gejala penyakit leukemia itu. (Koes Irianto, 2015). Berdasarkan penyebabnya, leukemia anak tidak diketahui dan kemungkinan bersifat multifaktoral. Faktor genetik dan lingkungan memegang peranan penting. Terdapat banyak translokasi kromosom non-acak rekuren pada sel leukemia. Translokasi dapat menyebabkan pembentukan gen baru, yang ekspresinya dapat menghasilkan protein baru dengan kemampuan bertransformasi. Sebagai tambahan, enotip tertentu dapat merupakan predisposisi terjadinya leukemia akut pada seorang anak. Pasien dengan Sindrom Down, anemia Fanconi, sindrom Bloom, ataksiatelangiektasia, sindrom Wisskott Aldrich, dan neurofibromatosis tipe 1, semua mengalami peningkatan risiko untuk terjadinya leukemia akut. Saudara kandung dari anak dengan leukemia juga mengalami peningkatan risiko untuk terkena leukemia (sekitar 2-4 kali lipat di atas populasi anak). Pada pasien tertentu dengan leukemia, tatanan gen reseptor gen yang unik atau translokasi kromosom spesifik yang menandakan clone leukemik pasien dapat terlihat pada sel darah tali pusat dan darah neonatus yang dapat digunakan untuk penapisan penyakit metabolik, hal ini menunjukkan bahwa kemungkinan etiologi in utero. Terdapat laporan tentang leukemia familial. Faktor lingkungan yang dapat meningkatkan risiko leukemia meliputi radiasi pengion dan paparan terhadap agen kemoterapi tertentu, khususnya inhibitor topoisomerase II. B. SARAN Dengan dibuatnya laporan pendahuluan dan konsep asuhan keperawatan mengenai leukemia pada anak ini , diharapkan kedepannya dapat menambah pengetahuan bagi para pembaca tentang pengertian leukemia, faktor penyebab dari leukemia,. Agar penyakit leukemia baik pada anak atau pada orang dewasa dapat mengalami penurunan jumlah khususnya pada masyarakat Indonesia.



DAFTAR PUSTAKA Adiwijono. 1999. “Penatalaksanaan Leukemia Mieloblastik Akut“ dalam Peiemuan llmiah Tahunan llmu Penyakit Dalam. (online) ) diakses pada tanggal 27 September 2017 http://libmed.ugm.ac.id/download.php?file=psd%5Epdf%5E64%5E08155520161109 Colby-Graham, Mary Faye, Christine Chordas. 2003. “The Childhood Leukemias” dalam Journal of Pediatric Nursing, Vol 18, No 2 (April). (online) diakses pada tanggal 27 September 2017 http://www.pediatricnursing.org/article/S0882-5963(02)43910-3/pdf Dorland, 2012. Kamus Kedokteran, Jakarta : EGC Gale,Danielle-Charette,Jane.2000.Rencana Asuhan Keperawatan Onkologi.Penerbit Buku Kedokteran;EGC.Jakarta Hockebenberry, Wilson. 2005. Wong´s Clinical Manual Of Pediatric Nursing Seventh Edition. United States Of America : Mosby Elsevier Hockebenberry, Wilson. 2008. Wong´s Clinical Manual Of Pediatric Nursing Seventh Edition. United tates Of America : Mosby Elsevier Hoffbrand.A.V, Pettit. J. E, P. A .H. Moss. 2012. Hematologi.edisi 5. Alih Bahasa Jakarta: EGC Nelson. 2009. Ilmu kesehatan anak edisi 15, Alih bahasa. Jakarta :EGC Permono, H.B., Sutaryo., Ugrasena, I.D.G., Windiastuti, E., & Abdulsalam M. (2006). Hematologi-Onkologi Anak. Cetakan kedua. Jakarta: Badan penerbit IDAI. Rudolph, Abraham. 2007. Buku Ajar Pediatric Rudolph / Rudolph´s Pediatrics : Alih Bahasa. Jakarta: EGC Suega, Ketut. 2010. “Seorang Penderita dengan Leukemia Mieloid Kronik dan Mieloma Multipel” dalam J Peny Dalam, Volume 11 Nomor 3 September. (online) diakses pada



tanggal



27



September



2017



https://ojs.unud.ac.id/index.php/jim/article/download/3902/2895 Wong, Donna L.2009. Buku Ajar Keperawatan Pediatriks,Vol 2.Penerbit Buku Kedokteran EGC.Jakarta