LP Minggu Ke 2 DM [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

LAPORAN PENDAHULUAN DAN LAPORAN KASUS NY. H DENGAN DIABETES MELITUS DI RUANG RAWAT INAP BULIAN RUMAH SAKIT BHAYANGKARA JAMBI



Disusun Oleh NAMA



: Eva Dwifitria



NIM



: G1B220027



KELOMPOK



:1



PEMBIMBING AKADEMIK : NURHUSNA, S.KEP., NERS., M.KEP



PROGRAM STUDI PROFESI NERS FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN UNIVERSITAS JAMBI 2020



1. Diabetes Melitus A. Definisi Diabetes Mellitus Diabetes Mellitus adalah penyakit kronis yang kompleks yang mengakibatkan gangguan metabolisme karbohidrat, protein, lemak dan berkembang



menjadi



komplikasi



makrovaskuler,



mikrovaskuler



dan



neurologis (Barbara C. Long, 1995). Diabetes Mellitus adalah suatu penyakit kronis yang menimbulkan gangguan multi sistem dan mempunyai karakteristik hyperglikemia yang disebabkan defisiensi insulin atau kerja insulin yang tidak adekuat (Brunner dan Sudarta, 1999). Diabetes Mellitus adalah keadaan hyperglikemia kronis yang disebabkan oleh faktor lingkungan dan keturunan secara bersama-sama, mempunyai karakteristik hyperglikemia kronis tidak dapat disembuhkan tetapi dapat dikontrol (WHO). Diabetes Mellitus adalah suatu penyakit kronis yang ditemukan di seluruh dunia dengan prevalensi penduduk yang bervariasi dari 1 – 6 % (John MF Adam). B. Anatomi Fisiologi Pankreas Pankreas adalah kelenjar majemuk bertanda dan strukturnya sangat mirip dengan kelenjar ludah, panjang kira-kira 15 cm berat 60 – 100 gram. Letak pada daerah umbilical, dimana kepalanya dalam lekukan duodenum dan ekornya menyentuh kelenjar lympe, mengekskresikannya insulin dan glikogen ke darah. Pankreas terdiri dari tiga bahagian yaitu : 1.



Kepala pankreas merupakan bahagian paling besar terletak di sebelah kanan umbilical dalam lekukan duodenum.



2.



Badan pankreas merupakan bagian utama organ itu letaknya sebelah lambung dan depan vertebra lumbalis pertama.



3.



Ekor pankreas adalah bagian runcing sebelah kiri, dan yang sebenarnya menyentuh lympa.



Pankreas terdiri dari dua jaringan utama yaitu :



1.



Acini yang menyekresi getah pencernaan ke duodenum.



2.



Pulau langerhans yang tidak mengeluarkan sekretnya keluar, tetapi menyekresi insulin dan glukagon langsung ke darah. Pulau langerhans manusia mengandung tiga jenis sel utama yaitu sel



alfa, beta dan delta yang satu sama lain dibedakan dengan struktur dan sifat pewarnaannya. Sel beta mengekresi insulin, sel alfa mengekresi glukagon, dan sel-sel delta mengekresi somatostatin. Fungsi pancreas ada dua, maka disebut organ rangka, yaitu : 1.



Fungsi eksokrin, dilaksanakan oleh sel sekretori lobula yang membentuk getah pancreas berisi enzim dan elektrolit. Jenis-jenis enzim dari pancreas adalah : a)



Amylase ; menguraikan tepung menjadi maltosa atau maltosa dijadikan polisakarida dan polisakarida dijadikan sakarida kemudian dijadikan monosakarida.



b) Tripsin ; menganalisa pepton menjadi polipeptida kemudian menjadi asam amino. c)



Lipase ; menguraikan lemak yang sudah diemulsi menjadi asam lemak dan gliserol gliserin.



2.



Fungsi endokrin atau kelenjar tertutup berfungsi membentuk hormon dalam pulau langerhans yaitu kelompok pulau-pulau kecil yang tersebar antara alveoli-alveoli pancreas terpisah dan tidak mempunyai saluran. Oleh karena itu hormon insulin yang dihasilkan pulau langerhans



langsung diserap ke dalam kapiler darah untuk dibawa ke tempat yang membutuhkan hormon tersebut. Dua hormon penting yang dihasilkan oleh pancreas adalah insulin dan glucagon 1.



Insulin Insulin adalah protein kecil yang berat molekulnya 5808 untuk manusia. Insulin terdiri dari dua rantai asam amino, satu sama lain dihubungkan oleh ikatan disulfide. Sekresi insulin diatur oleh glukosa darah dan asam amino



yang memegang peranan penting. Perangsang sekresi insulin adalah glukosa darah. Kadar glukosa darah adalah 80 – 90 mg/ml. Mekanisme untuk mencapai derajat pengontrolan yang tinggi yaitu : a)



Fungsi hati sebagai sistem buffer glukosa darah yaitu meningkatkan konsentrasinya setelah makan, sekresi insulin juga meningkat sebanyak 2/3 glukosa yang di absorbsi dari usus dan kemudian disimpan dalam hati dengan bentuk glikogen.



b) Sebagai sistem umpan balik maka mempertahankan glukosa darah normal. c)



Pada hypoglikemia efek langsung glukosa darah yang rendah terhadap hypothalamus adalah merangsang simpatis. Sebaliknya epinefrin



yang



disekresikan



oleh



kelenjar



adrenalin



masih



menyebabkan pelepasan glukosa yang lebih lanjut dari hati. Juga membantu melindungi terhadap hypoglikemia berat. Adapun efek utama insulin terhadap metabolisme karbohidrat, yaitu : a)



Menambah kecepatan metabolisme glukosa



b) Mengurangi konsentrasi gula darah c) 2.



Menambah penyimpanan glukosa ke jaringan.



Glukagon Glukagon adalah suatu hormon yang disekresikan oleh sel-sel alfa pulau langerhans mempunyai beberapa fungsi yang berlawanan dengan insulin. Fungsi yang terpenting adalah : meningkatkan konsentrasi glukosa dalam darah. Glukagon merupakan protein kecil mempunyai berat molekul 3842 dan terdiri dari 29 rantai asam amino. Dua efek glukagon pada metabolisme glukosa darah : a)



Pemecahan glikogen (glikogenolisis)



b) Peningkatan glukosa (glukogenesis) Pengatur sekresi glukosa darah perubahan konsentrasi glukosa darah mempunyai efek yang jelas berlawanan pada sekresi glukagon



dibandingkan pada sekresi insulin, yaitu penurunan glukosa darah dapat menghasilkan sekresi glukagon, bila glukagon darah turun 70 mg/100 ml darah pancreas mengekresi glukosa dalam jumlah yang sangat banyak yang cepat memobilisasi glukosa dari hati. Jadi glukagon membantu melindungi terhadap hypoglikemia. C. Etiologi Etiologi dari Diabetes Mellitus sampai saat ini masih belum diketahui dengan pasti dari studi-studi eksperimental dan klinis kita mengetahui bahwa Diabetes Mellitus adalah merupakan suatu sindrom yang menyebabkan kelainan yang berbeda-beda dengan lebih satu penyebab yang mendasarinya. Menurut banyak ahli beberapa faktor yang sering dianggap penyebab yaitu : 1. Dibetes melitus tipe I Diabetes melitus tipe I ditandai oleh penghancuran sel-sel beta pankreas yang merupakan kombinasi dari beberapa faktor: a)



Faktor genetic



Penderita tidak mewarisi diabetas tipe I sendiri tetapi mewarisi suatu predisposisi kearah terjadinya diabetas tipe I yaitu dengan ditmukannya tipe antigen HLA (Human Leucolyte antoge) teertentu pada individu tertentu b) Faktor imunologi Pada diabetes tipe I terdapat suatu respon autoimun sehingga antibody terarah pada sel-sel pulau lengerhans yang dianggapnya jaringan tersebut seolah-olah sebagai jeringan abnormal c)



Faktor lingkungan



Penyelidikan dilakukan terhadap kemungkinan faktor-faktor ekternal yang dapat memicu destruksi sel beta, contoh hasil penyelidikan yang menyatakan bahwa virus atau toksin tertentu dapat memicu proses autoimun yang menimbulkan destruksi sel beta. 2. Diabetas Melitus Tipe II



Mekanisme yang tepat yang menyebabkan resistensi insulin dan gangguan sekresi insulin pada diabetas melitus tipe II masih belum diketahui. Faktor genetik diperkirakan memegang peranan dalam proses terjadinya resistensi insulin dan juga terspat beberap faktor resiko teetentu yang berhubngan dengan proses terjadinya diabetes tipe II yaitu: a)



Usia ( resistensi insulin cenderung meningkat usia diatas 65



tahun b) Obesitas c)



Riwayat keluarga



d) Kelopok etnik tertentu 3. Faktor non genetic a)



Infeksi Virus dianggap sebagai “trigger” pada mereka yang sudah mempunyai predisposisi genetic terhadap Diabetes Mellitus.



b) Nutrisi Obesitas dianggap menyebabkan resistensi terhadap insulin, malnutrisi protein dan alkohol dianggap menambah resiko terjadinya pankreatitis. c)



Stres Stres berupa pembedahan, infark miokard, luka bakar dan emosi biasanya menyebabkan hyperglikemia sementara.



d) Hormonal Sindrom cushing karena konsentrasi hidrokortison dalam darah tinggi, akromegali karena jumlah somatotropin meninggi, feokromositoma karena konsentrasi glukagon dalam darah tinggi, feokromositoma karena kadar katekolamin meningkat



D. Klasifikasi Berdasarkan klasifikasi dari WHO (1985) dibagi beberapa type yaitu :



1. Diabetes Mellitus type insulin, Insulin Dependen Diabetes Mellitus (IDDM) yang dahulu dikenal dengan nama Juvenil Onset Diabetes (JOD), penderita tergantung pada pemberian insulin untuk mencegah terjadinya ketoasidosis dan mempertahankan hidup. Biasanya pada anak-anak atau usia muda dapat disebabkan karena keturunan. 2. Diabetes Mellitus type II, Non Insulin Dependen Diabetes Mellitus (NIDDM), yang dahulu dikenal dengan nama Maturity Onset Diabetes (MOD) terbagi dua yaitu : a) Non obesitas b) Obesitas Disebabkan karena kurangnya produksi insulin dari sel beta pancreas, tetapi biasanya resistensi aksi insulin pada jaringan perifer. Biasanya terjadi pada orang tua (umur lebih 40 tahun) atau anak dengan obesitas. 3. Diabetes Mellitus type lain a)



Diabetes oleh beberapa sebab seperti kelainan pancreas, kelainan hormonal, diabetes karena obat/zat kimia, kelainan reseptor insulin, kelainan genetik dan lain-lain.



b) Obat-obat yang dapat menyebabkan huperglikemia antara lain : Furasemid, thyasida diuretic glukortikoid, dilanting dan asam hidotinik c)



Diabetes Gestasional (diabetes kehamilan) intoleransi glukosa selama kehamilan, tidak dikelompokkan kedalam NIDDM pada pertengahan kehamilan meningkat sekresi hormon pertumbuhan dan hormon chorionik somatomamotropin (HCS). Hormon ini meningkat untuk mensuplai asam amino dan glukosa ke fetus.



E. Patofisiologi Sebagian besar patologi Diabetes Mellitus dapat dikaitkan dengan satu dari tiga efek utama kekurangan insulin sebagai berikut : (1) Pengurangan penggunaan glukosa oleh sel-sel tubuh, dengan akibat peningkatan konsentrasi



glukosa darah setinggi 300 sampai 1200 mg/hari/100 ml. (2) Peningkatan mobilisasi lemak dari daerah-daerah penyimpanan lemak, menyebabkan kelainan metabolisme lemak maupun pengendapan lipid pada dinding vaskuler yang mengakibatkan aterosklerosis. (3) Pengurangan protein dalam jaringan tubuh. Akan tetapi selain itu terjadi beberapa masalah patofisiologi pada Diabetes Mellitus yang tidak mudah tampak yaitu kehilangan ke dalam urine penderita Diabetes Mellitus. Bila jumlah glukosa yang masuk tubulus ginjal dan filtrasi glomerulus meningkat kira-kira diatas 225 mg.menit glukosa dalam jumlah bermakna mulai dibuang ke dalam urine. Jika jumlah filtrasi glomerulus yang terbentuk tiap menit tetap, maka luapan glukosa terjadi bila kadar glukosa meningkat melebihi 180 mg%. Asidosis pada diabetes, pergeseran dari metabolisme karbohidrat ke metabolisme telah dibicarakan. Bila tubuh menggantungkan hampir semua energinya pada lemak, kadar asam aseto – asetat dan asam Bihidroksibutirat dalam cairan tubuh dapat meningkat dari 1 Meq/Liter sampai setinggi 10 Meq/Liter F. Manifestasi Klinis Pada tahap awal sering ditemukan 1. Poliuri (banyak kencing) Hal ini disebabkan oleh karena kadar glukosa darah meningkat sampai melampaui daya serap ginjal terhadap glukosa sehingga terjadi osmotic diuresis yang mana gula banyak menarik cairan dan elektrolit sehingga penderita mengeluh banyak kencing. 2. Polidipsi (banyak minum) Hal ini disebabkan pembakaran terlalu banyak dan kehilangan cairan banyak karena poliuri, sehingga untuk mengimbangi penderita lebih banyak minum.



3. Polipagi (banyak makan) Hal ini disebabkan karena glukosa tidak sampai ke sel-sel mengalami starvasi (lapar). 4. Berat badan menurun, lemas, lekas lelah, tenaga kurang. Hal ini disebabkan kehabisan glikogen yang telah dilebur jadi glukosa, maka tubuh berusama mendapat peleburan zat dari bahagian tubuh yang lain yaitu lemak dan protein. 5. Mata kabur Hal ini disebabkan oleh gangguan lintas polibi (glukosa – sarbitol fruktasi) yang disebabkan karena insufisiensi insulin. Akibat terdapat penimbunan sarbitol dari lensa, sehingga menyebabkan pembentukan katarak. G. Penatalaksanaan Tujuan utama penatalaksanaan klien dengan Diabetes Mellitus adalah untuk mengatur glukosa darah dan mencegah timbulnya komplikasi acut dan kronik. Jika klien berhasil mengatasi diabetes yang dideritanya, ia akan terhindar dari hyperglikemia atau hypoglikemia. Penatalaksanaan diabetes tergantung pada ketepatan interaksi dari tiga faktor aktifitas fisik, diet dan intervensi farmakologi dengan preparat hyperglikemik oral dan insulin. Penyuluhan kesehatan awal dan berkelanjutan penting dalam membantu klien mengatasi kondisi ini. H. Komplikasi 1. Akut a)



Hypoglikemia



b)



Ketoasidosis



c)



Diabetik



2. Kronik a)



Makroangiopati, mengenai pembuluh darah besar, pembuluh darah jantung pembuluh darah tepi, pembuluh darah otak.



b)



Mikroangiopati mengenai pembuluh darah kecil retinopati diabetik, nefropati diabetic.



c)



Neuropati diabetic.



I. Pemeriksaan Diagnostik Kriteria diagnostik menurut WHO(1985) untuk diabetes melitus pada orang dewasa tidak hamil, pada sedikitnya dua kali pemeriksaan: 1. Glukosa plasma sewaktu > 200 mg/dl (11,1 mmol/L) 2. Glukosa plasma puasa/Nuchter >140 mg/dl ( 7,8 mmol/L) 3. Glukosa plasma dari sampel yang diambil 2 jam kemudian sesudah mengkomsumsi 75 gr Karbohidrat ( 2 jam post prandial (pp) >200 mg/dl (11,1 mmol/L) J. Penatalaksanaan Media 1. Perencanaan makan Standar yang dianjurkan adalah makan dengan komposisi seimbangan dalam hal Karbohidrat (KH), Protein, lemak yang sesuai kecukupan gizi : a) KH 60 –70 % b) Protein 10 –15 % c) Lemak 20 25 % Beberapa cara menentukan jumlah kelori uantuk pasien DM melalui perhitungan mennurut Bocca: Berat badan (BB) Ideal: (TB – 100) – 10% kg. a) BB ideal x 30% untuk laki-laki BB



ideal



x25%



untuk



Wanita Kebutuan kalori dapat ditambah lagi dengan kegiatan sehari-hari:  Ringan : 100 – 200 Kkal/jam  Sedang : 200 – 250 Kkal/jam  Berat



: 400 –



900 Kkal/jam b) Kebutuhhan basal dihitung seperti 1), tetapi ditambah kalori berdasarkan persentase kalori basal:  Kerja ringan ditambah 10% dari kalori basal  Kerja sedang ditambah 20% dari kalori basal  Kerja berat ditambah 40 – 100 % dari kalori basal



 Pasien kurus, masih tumbuh kumbang, terdapat infeksi, sedang hamil atau menyesui, ditambah 20 –30-% dari kalori basal c) Suatu pegangan kasar dapat dibuat sebagai berikut:  Pasien kurus



: 2300 – 2500 Kkal



 Pasien nermal



: 1700 – 2100 Kkal



 Pasien gemuk



: 1300 – 1500 Kkal



2. Latihan jasmani Dianjurkan latihian jasmani secara teratur (3 –4 x seminggu) selama kurang lrbih 30 menit yang disesuaikan dengan kemampuan dan kondisi penyakit penyerta. Latihian yang dapat dijadikan pilihan adalah jalan kaki, jogging, lari, renang, bersepeda dan mendayung. Sespat muingkain zona sasaran yaitu 75 – 85 % denyut nadi maksimal : DNM = 220-umur (dalam tahun). 3. Pengelolaan farmakologi a) Obat hipoglikemik oral (OHO) Golongan sulfonilures bekerja dengan cara:  Menstimulasi penglepasan insulin yang tersimpan  Menurunkan ambang sekresi insulin  Meningkatkna sekresi insulin sebagai akibat rangsangan glukosa b) Biguanid Menurunkan kadar glukosa darah tapi tidak sampai bawah normal. Preparat yang ada dan aman adalah metformin. Obat ini dianjurkan untuk pasien gemuk c) Inhibitor alfa glukosidase Secara kompettitf menghambat kerja enzim alfa glukosidase di dalam saluran cerna sehingga menrunkan hiperglikemia pasca pransial 4. Insulin sensitizing agent Thoazolidinediones adalah golongan obat baru yang mempunyai sfek farmakologi meningkatkan sensitivitas insulin sehingga bisa mengatasi nasalah resistensi insulin dan berbagai masalah akibat resistensi insulin tanpa menyebabkan hipoglikemia.



2. Konsep Asuhan Keperawatan Pemberian asuhan keperawatan merupakan proses terapeutik yang melibatkan hubungan kerja sama antara perawat dengan klien dan keluarga, untuk mencapai tingkat kesehatan yang optimal dalam melakukan proses terapeutik maka perawat melakukan metode ilmiah yaitu proses keperawatan. Proses keperawatan merupakan tindakan yang berurutan yang dilakukan secara sistematis dengan latar belakang pengetahuan komprehensif untuk mengkaji status kesehatan klien, mengidentifikasi



masalah



dan



diagnosa,



merencanakan



intervensi



mengimplementasikan rencana dan mengevaluasi rencana sehubungan dengan proses keperawatan pada klien dengan gangguan sistem endokrin. A. Pengkajian Pengkajian pada klien dengan gangguan sistem endokrin Diabetes Mellitus dilakukan mulai dari pengumpulan data yang meliputi : biodata, riwayat kesehatan, keluhan utama, sifat keluhan, riwayat kesehatan masa lalu, pemeriksaan fisik, pola kegiatan sehari-hari. Hal yang perlu dikaji pada klien degan Diabetes Mellitus : 1.



Aktivitas dan istirahat : Kelemahan, susah berjalan/bergerak, kram otot, gangguan istirahat dan tidur, tachicardi/tachipnea pada waktu melakukan aktivitas dan koma.



2.



Sirkulasi Riwayat hipertensi, penyakit jantung seperti IMA, nyeri, kesemutan pada ekstremitas bawah, luka yang sukar sembuh, kulit kering, merah, dan bola mata cekung.



3.



Eliminasi Poliuri,nocturi, nyeri, rasa terbakar, diare, perut kembung dan pucat.



4.



Nutrisi Nausea, vomitus, berat badan menurun, turgor kulit jelek, mual/muntah.



5.



Neurosensori Sakit kepala, menyatakan seperti mau muntah, kesemutan, lemah otot, disorientasi, letargi, koma dan bingung.



6.



Nyeri Pembengkakan perut, meringis.



7.



Respirasi Tachipnea, kussmaul, ronchi, wheezing dan sesak nafas.



8.



Keamanan Kulit rusak, lesi/ulkus, menurunnya kekuatan umum.



9.



Seksualitas Adanya peradangan pada daerah vagina, serta orgasme menurun dan terjadi impoten pada pria.



B. Diagnosa Keperawatan Berdasarkan pengkajian data keperawatan yang sering terjadi berdasarkan teori, maka diagnosa keperawatan yang mungkin muncul pada klien Diabetes Mellitus yaitu : 1.



Kekurangan volume cairan tubuh berhubungan dengan diuresis osmotik.



2.



Perubahan status nutrisi kurang dari kebutuhan



tubuh berhubungan



dengan ketidakcukupan insulin, penurunan masukan oral. 3.



Resiko infeksi berhubungan dengan hyperglikemia.



4.



Resiko tinggi terhadap perubahan persepsi sensori berhubungan dengan ketidakseimbangan glukosa/insulin dan atau elektrolit.



5.



Kelelahan berhubungan dengan penurunan produksi energi metabolik.



6.



Ketidakberdayaan



berhubungan



dengan



penyakit



jangka



panjang/progresif yang tidak dapat diobati, ketergantungan pada orang lain. 7.



Kurang pengetahuan tentang penyakit, prognosis dan kebutuhan pengobatan berhubungan dengan kurangnya pemajanan/mengingat, kesalahan interpretasi informasi.



C. Intervensi Keperawatan 1. Kekurangan volume cairan tubuh berhubungan dengan diuresis osmotik. Tujuan :



Mendemonstrasikan hidrasi adekuat dibuktikan oleh tanda vital stabil, nadi perifer dapat diraba, turgor kulit dan pengisian kapiler baik, haluaran urine tepat secara individu, dan kadar elektrolit dalam batas normal. Intervensi : a.



Pantau tanda-tanda vital. Rasional: Hypovolemia dapat dimanifestasikan oleh hipotensi dan takikardia.



b.



Kaji nadi perifer, pengisian kapiler, turgor kulit, dan membran mukosa. Rasional: Merupakan indikator dari tingkat dehidrasi, atau volume sirkulasi yang adekuat.



c.



Pantau masukan dan keluaran, catat berat jenis urine. Rasional: Memberikan perkiraan kebutuhan akan cairan pengganti, fungsi ginjal, dan keefektifan dari terapi yang diberikan.



d.



Timbang berat badan setiap hari. Rasional: Memberikan hasil pengkajian yang terbaik dari status cairan yang sedang berlangsung dan selanjutnya dalam memberikan cairan pengganti.



e.



Berikan terapi cairan sesuai indikasi. Rasional: Tipe dan jumlah dari cairan tergantung pada derajat kekurangan cairan dan respons pasien secara individual.



2. Perubahan status nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan ketidakcukupan insulin, penurunan masukan oral. Tujuan : a.



Mencerna jumlah kalori/nutrien yang tepat



b.



Menunjukkan tingkat energi biasanya



c.



Berat badan stabil atau bertambah.



Intervensi :



a. Tentukan program diet dan pola makan pasien dan bandingkan dengan makanan yang dapat dihabiskan oleh pasien. Rasional: Mengidentifikasi kekurangan dan penyimpangan dari kebutuhan terapeutik. b. Timbang berat badan setiap hari atau sesuai indikasi. Rasional: Mengkaji pemasukan makanan yang adekuat (termasuk absorbsi dan utilisasinya). c. Identifikasi makanan yang disukai/dikehendaki termasuk kebutuhan etnik/kultural. Rasional: Jika makanan yang disukai pasien dapat dimasukkan dalam perencanaan makan, kerjasama ini dapat diupayakan setelah pulang. d. Libatkan keluarga pasien pada perencanaan makan sesuai indikasi. Rasional: Meningkatkan rasa keterlibatannya; memberikan informasi pada keluarga untuk memahami nutrisi pasien. e. Berikan pengobatan insulin secara teratur sesuai indikasi. Rasional: Insulin reguler memiliki awitan cepat dan karenanya dengan cepat pula dapat membantu memindahkan glukosa ke dalam sel. 3. Resiko infeksi berhubungan dengan hyperglikemia. Tujuan : a. Mengidentifikasi intervensi untuk mencegah/menurunkan resiko infeksi. b. Mendemonstrasikan teknik, perubahan gaya hidup untuk mencegah terjadinya infeksi. Intervensi : a. Observasi tanda-tanda infeksi dan peradangan. Rasional : pasien mungkin masuk dengan infeksi yang biasanya telah mencetuskan keadaan ketoasidosis atau dapat mengalami infeksi nosokomial.



b. Tingkatkan upaya untuk pencegahan dengan melakukan cuci tangan yang baik pada semua orang yang berhubungan dengan pasien termasuk pasiennya sendiri. Rasional : Mencegah timbulnya infeksi silang. c. Pertahankan teknik aseptik pada prosedur invasif. Rasional : Kadar glukosa yang tinggi dalam darah akan menjadi media terbaik bagi pertumbuhan kuman. d. Berikan perawatan kulit dengan teratur dan sungguh-sungguh. Rasional : Sirkulasi perifer bisa terganggu yang menempatkan pasien pada peningkatan resiko terjadinya kerusakan pada kulit/iritasi kulit dan infeksi. e. Lakukan perubahan posisi, anjurkan batuk efektif dan nafas dalam. Rasional : Membantu dalam memventilasi semua daerah paru dan memobilisasi sekret. 4. Resiko tingi terhadap perubahan persepsi sensori berhubungan dengan ketidakseimbangan glukosa/insulin dan atau elektrolit Tujuan : a. Mempertahankan tingkat kesadaran/orientasi. b. Mengenali dan mengkompensasi adanya kerusakan sensori. Intervensi : a. Pantau tanda-tanda vital dan status mental. Rasional : Sebagai dasar untuk membandingkan temuan abnormal b. Panggil pasien dengan nama, orientasikan kembali sesuai dengan kebutuhannya. Rasional



:



Menurunkan



kebingungan



dan



membantu



untuk



mempertahankan kontak dengan realitas. c. Pelihara aktivitas rutin pasien sekonsisten mungkin, dorong untuk melakukan kegiatan sehari-hari sesuai kemampuannya. Rasional : Membantu memelihara pasien tetap berhubungan dengan realitas dan mempertahankan orientasi pada lingkungannya.



d. Selidiki adanya keluhan parestesia, nyeri atau kehilangan sensori pada paha/kaki. Rasional : Neuropati perifer dapat mengakibatkan rasa tidak nyaman yang berat, kehilangan sensasi sentuhan/distorsi yang mempunyai resiko tinggi terhadap kerusakan kulit dan gangguan keseimbangan. 5. Kelelahan berhubungan dengan penurunan produksi energi metabolik. Tujuan : a. Mengungkapkan peningkatan tingkat energi. b. Menunjukkan perbaikan kemampuan untuk berpartisipasi dalam aktivitas yang diinginkan. Intervensi : a. Diskusikan dengan pasien kebutuhan akan aktivitas. Rasional : Pendidikan dapat memberikan motivasi untuk meningkatkan tingkat aktivitas meskipun pasien mungkin sangat lemah. b. Berikan aktivitas alternatif dengan periode istirahat yang cukup. Rasional



: Mencegah kelelahan yang berlebihan.



c. Pantau nadi, frekuensi pernafasan dan tekanan darah sebelum/sesudah melakukan aktivitas. Rasional : Mengindikasikan tingkat aktivitas yang dapat ditoleransi secara fisiologis. d. Tingkatkan partisipasi pasien dalam melakukan aktivitas sehari-hari sesuai toleransi. Rasional : Meningkatkan kepercayaan diri/harga diri yang positif sesuai tingkat aktivitas yang dapat ditoleransi. 6. Ketidakberdayaan berhubungan dengan penyakit jangka panjang/progresif yang tidak dapat diobati, ketergantungan pada orang lain. Tujuan : a. Mengakui perasaan putus asa



b. Mengidentifikasi cara-cara sehat untuk menghadapi perasaan. c. Membantu dalam merencanakan perawatannya sendiri dan secara mandiri mengambil tanggung jawab untuk aktivitas perawatan diri. Intervensi : a. Anjurkan pasien/keluarga untuk mengekspresikan perasaannya tentang perawatan di rumah sakit dan penyakitnya secara keseluruhan. Rasional : Mengidentifikasi area perhatiannya dan memudahkan cara pemecahan masalah. b. Tentukan tujuan/harapan dari pasien atau keluarga. Rasional : Harapan yang tidak realistis atau adanya tekanan dari orang lain



atau



diri



sendiri



frustasi.kehilangan



kontrol



dapat diri



mengakibatkan dan



mungkin



perasaan



mengganggu



kemampuan koping. c. Berikan dukungan pada pasien untuk ikut berperan serta dalam perawatan diri sendiri dan berikan umpan balik positif sesuai dengan usaha yang dilakukannya. Rasional : Meningkatkan perasaan kontrol terhadap situasi. d. Berikan dukungan pada pasien untuk ikut berperan serta dalam perawatan diri sendiri. Rasional : Meningkatkan perasaan kontrol terhadap situasi. 7. Kurang pengetahuan tentang penyakit, prognosis dan kebutuhan pengobatan



berhubungan



dengan



kurangnya



pemajanan/mengingat,



keselahan interpretasi informasi. Tujuan : a. Mengungkapkan pemahaman tentang penyakit. b. Mengidentifikasi hubungan tanda/gejala dengan proses penyakit dan menghubungkan gejala dengan faktor penyebab. c. Dengan benar melakukan prosedur yang perlu dan menjelaskan rasional tindakan. Intervensi :



a. Ciptakan lingkungan saling percaya Rasional : Menanggapai dan memperhatikan perlu diciptakan sebelum pasien bersedia mengambil bagian dalam proses belajar. b. Diskusikan dengan klien tentang penyakitnya. Rasional : Memberikan pengetahuan dasar dimana pasien dapat membuat pertimbangan dalam memilih gaya hidup. c. Diskusikan tentang rencana diet, penggunaan makanan tinggi serat. Rasional : Kesadaran tentang pentingnya kontrol diet akan membantu pasien dalam merencanakan makan/mentaati program. d. Diskusikan pentingnya untuk melakukan evaluasi secara teratur dan jawab pertanyaan pasien/orang terdekat. Rasional : Membantu untuk mengontrol proses penyakit dengan lebih ketat. D. Implementasi Pelaksanaan rencana keperawatan adalah kegiatan atau tindakan yang diberikan kepada klien sesuai dengan rencana asuhan keperawatan. Pada tahap ini perawat menerapkan keterampilannya dan pengetahuannya berdasarkan ilmu keperawatan dan ilmu lain, yang terkait secara integrasi. Pada



waktu



perawat



memberikan



asuhan



keperawatan,



proses



pengumpulan data berjalan terus-menerus guna perubahan/penyesuaian tindakan keperawatan. Beberapa faktor dapat mempengaruhi pelaksanaan rencana asuhan keperawatan, antara lain sumber-sumber yang ada, pengorganisasian pekerjaan perawat serta lingkungan fisik dimana asuhan keperawatan dilakukan. Pelaksanaan tindakan keperawatan pasien (empat tindakan yang utama) : 1.



Melaksanakan prosedur keperawatan



2.



Melakukan observasi



3.



Memberikan pendidikan kesehatan (penyuluhan kesehatan).



4.



Melaksanakan program pengobatan.



Pelaksanaan tindakan keperawatan yang telah direncanakan, dilakukan berdasarkan standar asuhan keperawatan dan sistem pendelegasian yang telah ditetapkan. E. Evaluasi Hasil yang diharapkan pada klien Diabetes Mellitus adalah : 1.



Apakah kebutuhan volume cairan klien terpenuhi/adekuat ?



2.



Apakah nutrisi klien terpenuhi ke arah rentang yang diinginkan ?



3.



Apakah infeksi dapat dicegah dengan mempertahankan kadar glukosa ?



4.



Apakah tidak terjadi perubahan sensori perseptual ?



5.



Apakah



kelelahan



dapat



diatasi



dan produksi energi



dapat



dipertahankan sesuai kebutuhan ? 6.



Apakah klien dapat menerima keadaan dan mampu merencanakan perawatannnya sendiri ?



7.



Apakah klien dapat mengungkapkan pemahaman tentang penyakit ?



3. Konsep Ulkus Diabetikum A. Definisi Ulkus Diabetikum Ulkus diabetik merupakan salah satu bentuk dari komplikasi kronik penyakit diabetes mellitus berupa luka terbuka pada permukaan kulit yang dapat disertai adanya kematian jaringan setempat (Frykberb, 2002). Ulkus diabetik merupakan luka terbuka pada permukaan kulit akibat adanya penyumbatan pada pembuluh darah di tungkai dan neuropati perifer akibat kadar gula darah yang tinggi sehingga klien sering tidak merasakan adanya luka, luka terbuka dapat berkembang menjadi infeksi disebabkan oleh bakteri aerob maupun anaerob (Waspadji, 2009). Ulkus kaki pada klien diabetes mellitus yang telah berlanjut menjadi pembusukan memiliki kemungkinan besar untuk diamputasi (situmorang, 2009). B. Etiologi Menurut Suriadi (2007) dalam Purbianto (2007); Robert (2000) penyebab dari luka diabetes antara lain: 1) Diabetik neuropati



Diabetik neuropati merupakan salah satu manifestasi dari diabetes mellitus yang dapat menyebabkan terjadinya luka diabetes. Pada kondisi ini sistem saraf yang terlibat adalah saraf sensori, motorik dan otonom. Neuropati perifer pada penyakit diabetes meliitus dapat menimbulkan kerusakan pada serabut motorik, sensoris dan autonom. Kerusakan serabut motorik dapat menimbulkan kelemahan otot, sensoris dan autonom. Kerusakan serabut motorik dapat menimbulkan kelemahan otot, atrofi otot, deformitas (hammer toes, claw toes, kontraktur tendon achilles) dan bersama dengan adanya neuropati memudahkan terbentuknya kalus. Kerusakan serabut sensoris yang terjadi akibat rusakanya serabut mielin mengakibatkan penurunan sensasi nyeri sehingga memudahkan terjadinya ulkus kaki. Kerusakan serabut autonom yang terjadi akibat denervasi simpatik menimbulkan kulit kering (anhidrosis) dan terbentuknya fisura kulit dan edema kaki. Kerusakan serabut motorik, sensoris dan autonom memudahkan terjadinya artropati Charcot (Cahyono, 2007). 2) Pheripheral vascular diseases Pada pheripheral vascular disease ini terjadi karena adanya arteriosklerosis dan ateoklerosis. Pada arteriosklerosis terjadi penurunan elastisitas dinding arteri sedangkan pada aterosklerosis terjadi akumulasi “plaques” pada dinding arteri berupa; kolesterol, lemak, sel-sel otot halus, monosit, pagosit dan kalsium. Faktor yang mengkontribusi antara lain perokok, diabetes, hyperlipidemia dan hipertensi. 3) Trauma Penurunan sensasi nyeri pada kaki dapat menyebabkan tidak disadarinya trauma akibat pemakaian alas kaki. Trauma yang kecil atau trauma yang berulang, seperti pemakaian sepatu yang sempit menyebabkan tekanan yang berkepanjangan dapat menyebabkan ulserasi pada kaki. 4) Infeksi



Infeksi adalah keluhan yang sering terjadi pada pasien diabetes mellitus, infeksi biasanya terdiri dari polimikroba. Hiperglikemia merusak respon immunologi, hal ini menyebabkan leukosit gagal melawan patogen yang masuk, selain itu iskemia menyebabkan penurunan suplai darah yang menyebabkan antibiotik juga efektif sampai pada luka. C. Klasifikasi Ulkus diabetic Ada beberapa klasifikasi derajat ulkus kaki diabetik dikenal saat ini seperti, klasifikasi Wagner, University of Texas wound classification system (UT), dan PEDIS ( Perfusion, Extent / size, Depth / tissue loss, Infection, Sensation ). Klasifikasi Wagner banyak dipakai secara luas, menggambarkan



derajat



luas



dan



berat



ulkus



namun



tidak



menggambarkan keadaan iskemia dan pengobatan. Kriteria diagnosa infeksi pada ulkus kaki diabetik bila terdapat 2 atau lebih tanda-tanda berikut : bengkak, indurasi, eritema sekitar lesi, nyeri lokal, teraba hangat lokal, adanya pus (Bernard, 2007 ; Lipsky dkk.,2012). Infeksi dibagi dalam infeksi ringan (superficial, ukuran dan dalam terbatas), sedang (lebih dalam dan luas), berat (disertai tanda-tanda sistemik atau gangguan metabolik). Termasuk dalam infeksi berat seperti gas gangren, selulitis asenden, terdapat sindroma kompartemen, infeksi dengan toksisitas sistemik atau instabilitas metabolik yang mengancam kaki dan jiwa pasien (Zgonis dkk., 2008). Klasifikasi Wagner ( dikutip dari Oyibo dkk., 2001). Grade 0 : Tidak ada ulkus pada penderita kaki risiko tinggi. Grade I : Ulkus superfisial terlokalisir. Grade II



: Ulkus lebih dalam, mengenai tendon, ligamen, otot,sendi, belum mengenai tulang, tanpa selulitis atau abses.



Grade



: Ulkus lebih dalam sudah mengenai tulang sering komplikasi osteomielitis, abses atau selulitis.



III Grade IV



: Gangren jari kaki atau kaki bagian distal. Grade V Gangren seluruh kaki.



D. Patofisiologi



Dalam robert (2000); Soeparman (2004) neuropati sensori perifer dan trauma merupakan penyebab utama terjadinya ulkus. Neuropati lain yang dapat menyebabkan ulkus adalah neuropati motorik dan otonom. Neuropati adalah sindroma yang menyatakan beberapa gangguan pada saraf. Pada pasien dengan diabetes beberapa kemungkinan kondisi dapat menyebabkan neuropati: 1) Pada kondisi hiperglikemia aldose reduktase mengubah glukosa menjadi sorbitol, sorbitol banyak terakumulasi pada endotel yang dapat mengganggu suplai darah pada saraf sehingga axon menjadi atropi dan memperlambat konduksi impuls saraf. 2) Pengendapan



advanced



glycosylation



edn-product



(AGE-P)



menyebabkan penurunan aktifitas myelin (demielinasi). Neuropati sensori menyebabkan terjadinya penurunan sensitifitas terhadap tekanan atau trauma, neuropati motorik menyebabkan terjadinya kelainan bentuk pada sendi dan tulang. Neuropati menyebabkan menurunnya



fungsi



kelenjar



keringat



pada



perifer



yang



menyebabkan kulit menjadi kering dan terbentuknya fisura. Penyakit vaskuler yang terdiri dari makroangiopati dan mikroangiopati menyebabkan terjadinya penurunan aliran darah pada organ. Adanya neuropati, penyakit vaskuler dan trauma menyebabkan terjadinya ulkus pada ekstremitas. Selain neuropati penyakit peripheral vascular desease (penyakit vascular perifer) juga menjadi penyebab terjadinya ulkus. Penyakit vascular perifer terjadi dari dua, yaitu: 1) Mikroangiopati yang merupakan kondisi dimana terjadi penebalan membran basalis kapiler dan peningkatan aliran darah sehingga menyebabkan edema neuropati. 2) Makroangiopati, yaitu terjadinya ateriosklerosis yang menyebabkan penurunan aliran darah (iskemia). Trauma dan kerusakan respon terhadap proses infeksi menjadi penyebab terjadinya luka diabetes selain neuropati dan penyakit vaskuler perifer.



E. Manifestasi Klinis Menurut (Suddarth, 2014)gangren diabetik akibat mikroagiopatik disebut juga gangren panas karena walaupun nekrosis daerah akral itu tampak merah dan terasa hangat oleh peradangan dan biasanya terabapulsasi arteri dibagian distal. Biasanya terdapat ulkus diabetik pada telapak kaki. Proses mikro angiopatik menyebabkan sumbatan pembuluh darah sedangkan secara akut emboli akan memberikan gejala klinis 4P yaitu: 1) Pain (nyeri) 2) Paleness (kepucatan) 3) Parethesia (parestesia dan kesemutan) 4) Paralysis ( lumpuh) Bila terjadi sumbatan kronik akan timbul gambaran klinis: 1) Staduim I : asimtomatis atau gejala tidak khas (kesemutan) 2) Stadium II : terjadi klaudikasio intermiten 3) Stadium III : timbul nyeri saat istirahat 4) Stadium IV : terjadinya kerusakan jaringan karena anoksia (ulkus) (Bunner & Suddarth, 2005). F. Penatalaksanaan Penatalaksanaan ulkus diabetikum mencakup beberapa aspek yaitu kendali metabolik, kendali vaskular, kendali luka, kendali tekanan, kendali infeksi, dan edukasi mengenai perawatan kaki mandiri. Langkah awal penatalaksanaan ulkus diabetikum adalah mengklasifikasikan luka tersebut. Klasifikasi yang umum digunakan adalah klasifikasi Wagner, yang dapat membantu menentukan intensitas dan durasi terapi. : Pasien di kategori ini memerlukan konseling atau edukasi Lesi mengenai perawatan kaki yang baik, terutama pada Grade 0 pasien dengan neuropati. Lesi Grade dan II



: Luka di kategori ini memerlukan tatalaksana debridemen yang ekstensif, perawatan luka yang baik, mengurangi I tekan/beban di ulkus, dan kontrol infeksi.



: Terapi untuk lesi grade 3 mencakup debridemen, kontrol infeksi, perawatan luka, dan mengurangi tekanan/beban ulkus. Pasien di kategori ini berrrisiko untuk amputasi dan memerlukan tatalaksana holistik dan koordinasi antara pekerja kesehatan.



Lesi Grade III



Lesi



: Luka grade 4 dan 5 mengalami lesi yang rumit, seringkali memerlukan perawatan inap di rumah sakit, konsultasi



Grade IV



operasi dan terkadang amputasi. G. Komplikasi Komplikasi utama dari ulkus diabetikum adalah amputasi, infeksi yang bertambah berat, sepsis, dan kematian. H. Pemeriksaan Diagnostik Menurut (Suddarth, 2014), pemeriksaan diagnostik pada ulkus diabetikum adalah: 1) Pemeriksaan fisik a. Inspeksi Denervasi kulit menyebabkan produktifitas keringat menurun, sehingga kulit kaki kering, pecah, rabut kaki, atau jari kaki (-), kalus, claw toe. Ulkus tergantung saat ditemukan (0-5). b. Palpasi • Kulit kering, pecah-pecah, tidak normal • Klusi arteri dingin, pulsasi (-) • Ulkus : kalus keras dan tebal 2) Pemeriksaan radiologis : ga s subcutan, benda asing, asteomielitis 3) Pemeriksaan laboratorium yang dilakukan adalah: a. Pemeriksaan darah meliputi : GDS > 200mg/dl, gula darah puasa . 120mg/dl dan dua jam post prandial >200 mg/dl b. Urine, pemeriksaan didapatkan adanya glukosa dalam urine. Pemeriksaan dilakukan dengan cara benedct ( reduksi ). Hasil



dapat dilihat memalui perubahan warna urine ( hijau , kuning, merah , dan merah bata ) c. Kultur pus, mengetahui jenis kuman pada luka dan memberikan antibiotic yang sesuai dengan jenis kuman. 4. Konsep Asuhan Keperawatan Ulkus Diabetikum A. Pengkajian Menurut (Suddarth, 2014) pengkajian mengenai nama, umur dan jenis kelamin, perlu dikaji pada penyakit status diabetes melitus, umunya diabetes mellitus karena faktor genetik dan bisa menyerang pada usia kurang lebih 45 tahun. Alamat menggambarkan kondisi lingkungan tempat klien berada, dapat mengetahui faktor pencetus diabete mellitus. Status perkawinan gangguan emosional yang timbul dalam keluarga atau lingkungan merupakan faktor pencetus diabetes mellitus, pekerjaan serta bangsa perlu dikaji untuk mengetahui adanya pemaparan bahan elergen hal ini yang perlu dikaji tentang: tanggal MRS, No RM, dan diagnosis Medis. 1) Keluhan utama Menurut (Suddarth, 2014) , keluhan utama meliputi, antara lain : a. Nutrisi: peningkatan nafsu makan , mual, muntah, penurunan atau peningkatan berat badan, banyak minum dan perasaan haus. b. Eliminasi: perubahan pola berkemih (poliuria), nokturia, kesulitan berkemih, diare. c. Neurosensori: nyeri kepala,



parathesia, kesemutan



pada



ekstremitas, penglihatan kabur, gangguan penglihatan. d. Integumen: gatal pada kulit, gatal pada sekitar penis dan vagina, dan luka ganggren. e. Musculoskeletal: kelemahan dan keletihan. f. Fungsi seksual: ketidakmampuan ereksi (impoten), regiditas, penurunan libido, kesulitan orgasme pada wanita. 2) Riwayat penyakit sekarang



Adanya gatal pada kulit disertai luka tidak sembuh-sembuh, terjadinya kesemutan pada ekstremitas, menurunnya berat badan, meningkatnya nafsu makan, sering haus, banyak kencing, dan menurunnya ketajaman penglihatan. 3) Riwayat penyakit dahulu Sebelumnya pernah mengalami penyakit diabetes mellitus dan pernah mengalami luka pada kaki. 4) Riwayat penyakit keluarga Riwayat keluarga diabetes mellitus atau penyakit keturunan yang menyebabkan terjadinya defesiensi insulin misal, hipertensi, jantung. 5) Riwayat psikososial Meliputi informasi mengenai perilaku, perasaan dan emosi yang dialami penderita sambungan dengan penyakitnya serta tanggapan keluarga terhadap penyakit penderita. 6) Pola fungsi kesehatan a. Pola persepsi Pola



persepsi



menggambarkan



persepsi



klien



terhadap



penyakitnya tentang pengetahuan dan penatalaksanaan penderita diabetes mellitus dengan ganggren kaki. b. Pola nutrisi Penderita diabetes melitus mengeluh ingin selalu makan tetapi berat badanya justru turun karena glukosa tidak dapat ditarik ke dalam sel dan terjadi penurunan massa sel. c. Pola eliminasi Data eliminasi untuk buang air besar (BAB) pada klien diabetes mellitus tidak ada perubahan yang mencolok. Sedangakan pada eliminasi buang air kecil (BAK) akan dijumpai jumlah urin yang banyak baik secara frekuensi maupun volumenya. d. Pola tidur dan istirahat



Sering muncul perasaan tidak enak efek dari gangguan yang berdampak pada gangguan tidur (insomnia). e. Pola aktivitas Pola pasien dengan diabetes mellitus gejala yang ditimbulkan antara lain keletihan kelelahan, malaise, dan seringnya mengantuk pada pagi hari. f. Nilai dan keyakinan Gambaran pasien diabetes melitus tentang penyakit yang dideritanya menurut agama dan kepercayaanya, kecemasan akan kesembuhan, tujuan dan harapan akan sakitnya. 7) Pemeriksaan fisik a. Status kesehatan umum Meliputi keadaan penderita, kesadaran, suara bicara, tinggi badan, berat badan dan tanda-tanda vital. b. Pemeriksaan head to toe Menurut (Suddarth, 2014), pemeriksaan fisik pada pasien dengan ulkus, antara lain : •



Kepala : wajah dan kulit kepala bentuk muka, ekspresi wajah gelisah dan pucat, rambut, bersih/tidak dan rontok/tidak, ada/tidak nyeri tekan.







Mata



:



mata



kanan



dan



kiri



simetris/tidak,



mata



cekung/tidak, konjungtiva anemis/tidak, selera ikterit/tidak, ada/tidak sekret, gerakan bola mata normal/tidak, ada benjolan/tidak, ada/tidak nyeri tekan/ fungsi pengelihatan menurun/tidak. •



Hidung : ada/tidak polip, ada/tidak sekret, ada/ tidak radang, ada/ tidak benjolan, fungsi penghidu baik/buruk,







Telinga : canalis bersih/kotor, pendengaran baik/menurun, ada/tidak benjolan pada daun telinga, ada/tidak memakai alat bantu pendengaran,







Mulut : gigi bersih/kotor, ada/tidak karies gigi, ada /tidak memakai gigi palsu, gusi ada/ tidak peradangan, lidah bersih/kotor, bibir kering/lembab.







Leher : ada/tidak pembesaran thyroid, ada/tidak nyeri tekan , ada/tidak bendungan vena jugularis dan ada/tidak pembesaran kelenjar limfe.







Paru : bentuk dada normal chesr simetris/tidak, kanan dan kiri. Inspeksi : pada paru-paru didapatkan data tulang iga simetris /tidak kanan, payudara normal/tidak, RR normal atau tidak, pola nafas regular/tidak, bunyi vesikuler/tidak, ada/tidak sesak napas. Palpasi : vocal fremitus anteria kanan dan kiri simetris/tidak, ada/tidak nyeri tekan. Auskultasi : suara napas vesikuler/tidak, ada/ tidak ronchi maupun wheezing, ada/tidak. Perkusi : suara paru-paru sonor/tidak pada paru kanan da kiri.







Abdomen : abdomen simetris/tidak, datar dan ada/tidak luka auskultasi: peristaltik 25x/menit. Palpasi ada/tidak nyeri, dan kuadran kiri atas. Perkusi : suar hypertimpani.







Genitalia data tidak terkaji, terpasang kateter/tidak.







Musculoskeletal : ekstremitas atas : simetris /tidak, ada/tidak odema atau lesi, ada/tidak nyeri tekan, ekstremitas bawah : kaki kanan dan kaki kiri simetris ada/ tidak kelainan. Ada atau tidak luka







Integumentum : warna kulit, turgor kulit baik/jelek/kering ada lesi/tidak, ada/tidak pengurasan kulit, ada/tidak nyeri tekanan.



8) Pemeriksaan fisik pada ulkus diabetikum antara lain: a. Inspeksi Denervasi kulit menyebabkan produktivitas keringat menurun, sehingga kulit kaki kering, pecah, rabut kaki/jari (-), kalus, claw toe. Ulkus tergantung saat ditemukan (0-5)



b. Palpasi •



Kulit kering, pecah-pecah, tidak normal







Klusi arteri dingin, pulsasi







Ulkus : kalus tebal dan keras



c. Pemeriksaan vaskuler Tes vaskuler nominvasive : pengukuran oksigen transkutaneus, ankie brachial index (ABI), absolute toe systolic betis dengan tekanan sistolik lengan. d. Pemeriksaan radiologis Gas subkutan, benda asing, oateomietitis e. Pemeriksaan laboratorium yang dilakukan adalah: •



Pemeriksaan darah, pemeriksaan darah meliputi : GDS > 200 mg/dl, gula darah puasa > 120 mg/dl dan 2 jam post prandial >200 mg/dl.







Urine, pemeriksaan didaptkan adnya glokusa dalam urine. Pemeriksaan dilaukan dengan cara benedict(reduksi). Hasilnya dapatdilihat melalui perubahan warna pada urine hijau (+), kunig (++), merah (+++) dan merah bata (++++)







Kultur pus, mengetahui jenis kuman pasa luka dan memberikan antibiotik yang sesuai jenis kuman.



9) Pemeriksaan penunjang



Kadar



glukosa a. Gula darah sewaktu atau random >200 mg/dl b. Gula darah puasa atau nuchter >140 mg/dl c. Gula darah 2 jam PP (post prandial) >200 mg/dl d. Aseton plasma jika hasil (+) mencolok e. Asam lemak bebas adanya penignkatan lipid dan kolestrol Osmolaritas B. Diagnosa Keperawatan Menurut diagnosa keperawatan Nanda (2015), diagnosa keperawatan yang dapat diambil pada pasien dengan Ulkus Diabetikum adalah:



1) Nyeri akut berhubungan dengan agens cedera biologis, agens cedera kimiawi, agens cedera fisik. 2) Kerusakan integritas jaringan berhubungan dengan agens cedera kimiawi, gangguan metabolisme. 3) Resiko



infeksi



berhubungan



dengan



penurunan



fungsi



leukosit/gangguan sirkulasi 4) Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan adanya luka 5) Defisiensi pengetahuan berhubungan dengan kurang informasi, kurang sumber pengetahuan. C. Intervensi Keperawatan 1) Nyeri akut berhubungan dengan agens cedera biologis Tujuan: Setelah dilakukan tindakan keperawatan pasien akan bebas dari nyeri. Intervensi: a. Ajarkan penggunaan teknik non farmakologi (kompres hangat) b. Ajarkan metode nyeri



farmakologi



untuk menurunkan



(pemberian analgesik) c. Lakukan pengkajian nyeri komprehensif yang meliputi lokasi, karakteristik, durasi, frekuensi, kualitas, beratnya nyeri, dan faktor pencetus d. Modifikasi tindakan pengontrol nyeri berdasarkan respon pasien (mengalihkan fokus pasien dengan bercerita) 2) Kerusakan Integritas Jaringan berhubungan dengan Ulkus DM Tujuan: Setelah dilakukan tindakan keperawatan pasien akan meningkatkan integritas jaringan yang baik. Intervensi: a. Posisikan untuk menghindari menempatkan ketegangan pada luka b. Berikan perawatan ulkus pada kulit



c. Bersihkan dengan normal saline atau pembersih yang tidak beracun d. Anjurkan pasien dan keluarga untuk mengenal tanda dan gejala infeksi 3) Resiko infeksi berhubungan dengan



penurunan



fungsi



leukosit/gangguan sirkulasi Tujuan: Setelah dilakukan tindakan keperawatan pasien akan terhindar dari resiko infeksi Intervensi: a. Batasi pengunjung b. Pakai sarung tangan steril dengan tepat c. Anjurkan pengunjung untuk mencuci tangan d. Ganti peralatan per pasien. 4) Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan adanya luka Tujuan: Setelah



dilakukan



tindakan



keperawatan



pasien



akan



mempertahankan kulit yang bersih Intervensi: a. Berika balutan sesuai dengan jenis luka b. Periksa luka setiap kali perubahan balutan c. Berikan rawatan insisi pada luka, oleskan salep yang sesuai dengan lesi. 5) Defisiensi pengetahuan berhubungan dengan kurang informasi, kurang sumber pengetahuan Tujuan: Setelah dilakukan tindakan keperawatan pasien dan keluarga akan meningkatkan pengetahuan tentang proses penyakit Intervensi: a. Kenali pengetahuan pasien dan keluarga b. Jelaskan tanda dan gejala yang umum dari penyakit c. Identifikasi kemungkinan penyebab d. Berikan penyuluhan kesehatan pada pasien dan keluarga D. Implementasi Keperawatan Menurut (Suddarth, 2014), ada beberapa implementasi pada pasien ulkus diabetikum, antara lain : 1) Pengobatan



Perawatan luka diabeti ada beberapa tujuan yang ingin dicapai antara lain: •



Mengurangi atau menghilangkan faktor penyebab







Optimalisasi suasana lingkungan luka dalam kondisi lembab







Dukungan kondisi klien atau host ( nutrisi, control diabetes melitus dan control faktor penyerta )







Meningkatkan edukasi klien dan keluarga



2) Perawatan luka diabetik •



Melakukan perawatan mencuci luka







Melakukan Debridement pada luka







Kolabora pemberian terapi antibiotikka



E. Evaluasi Menurut (Mansyoer 2000), proses penyembuhan luka dibagi menjadi beberapa fase yaitu : 1) Fase inflamasi Fase ini berlangsung pada hari kelima , masih terjadi perdarahan dan peradangan dan belum ada kekuatan pertautan luka. 2) Fase proliferasi Pada fase ini luka di isi oleh sel-sel radang, fibrolas, serat kolagen, kapiller baru sehingga mebentuk jaringan kemerahan dengan permukaan tidak rata atau disebut dengan jaringan granulasi atau proses pendeasaan jaringan. 3) Fase reabsorbsi Pada fase ini tanda radang sudah hilang parut di sekitarnya pucat, tak ada rasa sakit dan gatal. Proses penyembuhan luka baikdn berhasil apabila penatalaksanaan secara medis dilakukan pada kondisi lukan infeksi harus di perhatikan



DAFTAR PUSTAKA 1. Carpenito, Lynda Juall, (1998), Buku Saku Diagnosa Keperawatan, EGC, Jakarta. 2. Doenges, E. Marylinn, dkk, (1994), Rencana Asuhan Keperawatan Dengan Gangguan Sistem Endokrin, EGC Jakarta. 3. Doenges, E. Marylin, dkk, (2000), Rencana Asuhan Keperawatan (edisi 3), EGC, Jakarta. 4. Engram, Barbara, (1999), Rencana Asuhan Keperawatan Medikal Bedah, EGC, Jakarta. 5. Guyton and Hall, (1997), Buku Ajar Fisiologi Kedokteran, EGC. Jakarta. 6. Long, C. Barbara, (1996), Perawatan Medikal Bedah , Ikatan Alumni Pendidikan Padjajaran Bandung. 7. Purmoharjo, Hotma, SKp, (1994), Asuhan Keperawatan Dengan Gangguan Sistem Endokrin, EGC, Jakarta. 8. Price, A. Sylvia dan Lorraine M. Wilson, (1995), Patofisiologi, Edisi IV, EGC. Jakarta. 9. Tjokronegoro, Arjatmo, Prof. dr. Ph.D, Hendra Utama,(1999), Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam, Edisi III, EGC. Jakarta.



PENGKAJIAN KEPERAWATAN Tanggal Masuk Ruang



: 24/01/2020 : meranti II



No. Kamar



: 01



Diagnosa Medis



: DM Type II



a. Identitas Pasien 1. Nama



: Ny. H



2. Umur



: 68 tahun



3. Jenis Kelamin



: Perempuan



4. Agama



: Islam



5. Suku/Bangsa



: Jawa



6. Pendidikan



: SLTA



7. Pekerjaan



: IRT



8. Alamat



: Telanai pura



Rendah 9. Penangung Jawab



: Tn. k



10. Hubungan dengan Pasien



: Suami



b. Riwayat Sakit dan Kesehatan 1. Keluhan Utama : Klien datang dengan keluhan nyeri pada kaki kiri sejak 2 minggu yang lalu dan disertai mual (+), muntah isi air dialami ± 5x dalam hari ini, batuk sesekali sejak 4 hari yang lalu, kaki kiri tampak merah dan bengkak 2. Riwayat Penyakit Sekarang : Klien mengatakan semakin terasa nyeri pada daerah ulkus (kaki kiri), klien mengeluh demam, nyeri perut (+), nafsu makan berkurang, dan tubuh terasa lemas. Tiga minggu yang lalu klien menjalani operasi debridement pada kaki kiri. Seminggu setelah operasi debridement, klien mulai mengeluh terasa nyeri pada kaki kiri klien. Klien mengatakan luka ulkus dibersihkan setiap hari 3. Riwayat Penyakit Dahulu : Klien mengalami Diabetes Melitus sejak 2 tahun yang lalu. 4. Riwayat Alergi : Klien mengatakan tidak ada alergi obat maupun makanan



5. Riwayat Kesehatan Keluarga : Klien mengatakan tidak ada anggota keluarga yang mengalami penyakit diabetes melitus c. Pola Fungsi Kesehatan 1. Pola Nutrisi a. Makan Pengkajian



Sebelum Sakit



Saat Sakit



Jenis



Buah, sayur, susu diabetasol



Buah, sayur



Porsi



Sedikit (1/2 piring)



Sedikit (3 sendok makan)



3x/hari



2x/hari



Diet DM



Diet DM



Buah alpukat, sayur bening



Buah alpukat, sayur bening



Makanan yang terlalu banyak mengandung glukosa



Makanan yang terlalu banyak mengandung glukosa



Baik



Menurun



Kesulitan menelan



Tidak ada



Tidak ada



Gigi palsu



Tidak ada



Tidak ada



Data tambahan lain



Tidak ada



Klien mengeluh nyeri pada bagian abdomen



Frekuensi Diet Khusus Makanan yang disukai Pantangan



Nafsu makan



b. Minum Pengkajian Frekuensi Jumlah (cc) Jenis Data Tambahan lain



Sebelum Sakit



Saat Sakit



± 8 gelas sehari



±4 gelas sehari



± 1 Liter/hari



± 350 cc



Air mineral



Air mineral



-



-



c. Antropometri Berat Badan Sebelum sakit : 75 kg Saat sakit



: 70 kg



Tinggi Badan : 165 cm Pemeriksaan



BB Ideal



IMT



Presentase Penurunan BB



Hasil



BB ideal : 60,5



25,73



5%



Overweight



Presentasi penurunan BB klien 5%



kg BB klien : 70 kg Keterangan



BB pasien tidak termasuk ideal



Keterangan: BB Ideal = BB/TB – 100 x 100% >120 % obesitas 110-120% overweigth 80-109% normal antiplatelet



b) Terdapat ulkus pada



6.Kolaborasi obat



metatarsal pedis



Cefotaxime 1 gr -> membunuh bakteri penyebab infeksi 7.Metronidazole -> antibiotik untuk menghentikan pertumbuhan bakteri & parasit



sinistra c) TD: 140/80mmHg



Tanggal dan Waktu



EVALUASI KEPERAWATAN Diagnosa Evaluasi



24 januari



Nyeri akut



2021



b.d agen



S: •



injuri



Klien mengatakan nyeri di kepala (skala 6), ulkus pedis (skala 4), dan



biologis



di ulu hati hilang timbul (skala 3)



(ulkus) •



Klien mengatakan sulit tidur di malam hari, hanya tidur 1 – 2 jam



O:  TD: 160/80mmHg  Terdapat ulkus pada pedis bagian kiri  Hasil labor:  Leukosit 31.007 (↑)  Hematokrit 24.8% (↓)  Trombosit : 502.000 (↑) A : masalah belum teratasi P : intervensi dilanjutkan 24 januari



Gangguan



S:



2021



integritas



a) Klien mengeluh nyeri pada bagian



kulit b.d



kaki kiri yang terdapat ulkus



ulkus diabeikum



O:  Wajah klien tampak meringis  Hasil labor:



TTD







GDS 316 mg/dL (↑)







GDP 244 mg/dL (↑)







HB1C 12.25% (↑)







Leukosit 31.007 (↑)







Hematokrit 24.8% (↓)







Trombosit : 502.000 (↑)



A : masalah belum teratasi P : intervensi dilanjutkan 24 januari



Nyeri akut



2021



b.d agen



S: •



injuri



Klien mengatakan masih merasa nyeri di kepala, namun nyeri di



biologis



bagian kaki sudah berkurang dan



(ulkus)



nyeri di ulu hati sudah hilang O:  Klien masih tampak meringis kesakitan  Terdapat ulkus pada metatarsal pedis sinistra  TD: 140/80mmHg A : masalah belum teratasi P : intervensi dilanjutkan



24 januari



Gangguan



S:



2021



integritas



a) Klien mengeluh nyeri pada bagian kaki kiri yang terdapat ulkus b) Klien mengatakan pandangan



kulit b.d ulkus diabetikum



matanya kabur O: 3. Wajah klien tampak meringis 4. Hasil labor: •



GDS 244 mg/dL (↑)



A : masalah belum teratasi P : intervensi dilanjutkan 24 januari



Nyeri akut



2021



b.d agen injuri biologis



S: •



Klien mengatakan nyeri di kepala







Klien mengatakan sudah bisa tidur 4-6 jam dimalam hari



(ulkus) O:



 TD: 130/90mmHg  Terdapat ulkus pada pedis bagian kiri A : masalah belum teratasi P : intervensi dilanjutkan



24 januari



Gangguan



S:



2021



integritas



a) Klien mengatakan nyerinya sudah



kulit b.d



sedikit berkurang namun masih



ulkus diabetikum



terasa nyeri hilang timbul O:  Hasil labor: • GDS 144 mg/dL (↑) A : masalah belum teratasi P : intervensi dilanjutkan, rencana amputasi dan debridement