20 0 178 KB
BAB I KONSEP PENYAKIT 1.1 Tinjauan Pustaka 1.1.1
Definisi
Diabetes Mellitus tipe 2 merupakan penyakit gangguan metabolik yaitu ditandai oleh kenaikan gula darah disebabkan oleh penurunan sekresi insulin oleh sel beta pankreas atau gangguan fungsi insulin. Kadar insulin menurun atau berada dalam rentang normal karena insulin tetap dihasilkan oleh sel β pankreas namun terjadi resistensi insulin. DM tipe 2 disebut juga dengan non insullin dependent diabetes mellitus (Fatimah,2015). Menurut WHO (2016), diabetes mellitus tipe 2 adalah penyakit kronis yang disebabkan karena pankreas mengalami penurunan saat memproduksi hormon insulin yang cukup atau ketika insulin yang digunakan tubuh tidak efektif. Penderita didiagnosa DM ketika kadar glukosa darah puasa lebih dari 126 mg/dl atau kadar glukosa darah sewaktu lebih dari 200 mg/dl. 1.1.2
Anatomi Fisiologi
Pankreas berfungsi sebagai sistem endokrin. Panjang pankreas sekitar 11.5 cm dan berat 150 gram. Terletak di rongga perut sebelah kiri, berbatas depan dengan lambung, berbatas kiri dengan limpa, berbatas kanan dan bawah dengan usus duodenum.
1
Saluran ductus pancreaticus adalah saluran yang menghubungkan pankreas dengan duodenum (Kuntoadi,2019). Pankreas memproduksi kelenjar endokrin bagian dari kelompok sel yang membentuk pulau-pulau langerhans. Dalam tubuh manusia pulau-pulau langerhans dibedakan atas pewarnaan dan granulasi, setengah dari sel ini menyekresi hormon insulin. sel apha memproduksi glukoagon; sel beta berfungsi membuat insulin; sel deltha yang menghasilkan somatostatin namun fungsinya belum diketahui; dan sel F 1% mengandung dan menyekresi pakreatik polipeptida (Syaifuddin,2011) Hormon insulin adalah suatu hormone polipeptida yang di produksi dalam sel – sel beta kelenjar Langerhans pankreas. Insulin berperan penting dalam regulasi kadar gula darah (kadar gula darah dijaga 3,5 – 8,0 mmol/liter). Kombinasi dari empat sub unit yang berikatan dengan disulfida yaitu 2 sub unit α di luar del membran dan 2 unit β yang menembus membran akan membentuk reseptor insulin. Kemudian, insulin akan mengikat reseptor α dan menyebabkan sel β terfosforilasi. Sel β mengaktifkan tyrosine kinase yang akan menyebabkan terfosforilasinya enzim intrasel termasuk insulin – receptors substrates (IRS) (Harti, 2015). 1.1.3
Epidemiologi Menurut IDF (2013), Tipe diabetes yang paling sering
ditemukan di dunia adalah diabetes mellitus tipe 2. Sebesar 90-95% kasus diabetes mellitus tipe 2 ditemukan pada orang dewasa. 8,1 milyar dari 29,1 milyar penderita DM di Amerika Serikat tidak menyadari bahwa mereka memiliki penyakit ini. Kasus DM tipe 2 ini meningkat 1-4 kali lipat. Peningkatan angka kejadian diabetes tipe 2 ini juga diikuti oleh komplikasi penderita yang beragam diantaranya komplikasi fisik, psikologis, sosial, dan ekonomi.
2
Komplikasi fisik yang timbul yaitu kerusakan mata, kerusakan ginjal, tekanan darah tinggi, penyakit jantung, stroke, hingga gangren. Kejadian DM tipe 2 lebih tinggi pada wanita daripada lakilaki. Resiko DM pada wanita lebih besar karena secara fisik wanita memiliki peluang peningkatan indeks masa tubuh yang lebih besar . Prevalensi DM tipe 2 di Indonesia pada tahun 2013 sebesar 2,1%. Angka tersebut lebih tinggi dibandingkan dengan tahun 2007 (1,1%). Sebanyak 31 provinsi menunjukkan kenaikan prevelensi yang cukup berarti(Fatimah,2015). 1.1.4
Etiologi
Faktor lingkungan dan gaya hidup merupakan penyebab semakin meningkatnya kasus diabetes mellitus tipe 2. Gaya hidup dengan mengkonsumsi karbohidrat yang tinggi serta aktivitas fisik yang kurang menyebabkan terjadinya diabetes mellitus tipe 2. Faktor resiko DM tipe 2 yaitu obesitas, usia, riwayat DM tipe 2 dalam keluarga, BBLR, dan orang asia termasuk kedalam golongan rentan mengalami DM tipe 2. Menurut Buraerah (2010), Faktor penyebab diabetes mellitus tipe 2 adalah kekurangan insulin secara relatif maupun absolut. Defisiensi insulin dapat terjadi karena : a. Sel sel β pankreas rusak karena pengaruh dari luar (virus, zat kimia, dan lain-lain) b. Desensitasi yaitu menurunya reseptor glukosa pada kelenjar pankreas c. Kerusakan reseptor insulin di jaringan perifer Menurut Smeltzer (2002), DM tipe 2 disebabkan karena kegagalan relatif sel β dan resisten insulin. Retensi insulin adalah menurunnya kemampuan insulin untuk merangsang glukosa oleh jaringan perifer dan untuk menghambat produksi glukosa oleh hati.
3
1.1.5
Patofisiologi Terdapat
beberapa
keadaan
yang
berperan
dalam
patofisiologi DM tipe 2, yaitu : resistensi insulin dan disfungsi sel β Pankreas. DM tipe 2 bukan disebabkan karena kurangnya sekresi insulin, tetapi karena sel-sel sasaran insulin tidak bisa merespon insulin secara normal. Resistensi insulin disebabkan karena kurangnya aktivitas fisik, obesitas, dan penuaan. Pre reseptor dan post reseptor terganggu sehingga dibutuhkan insulin yang lebih banyak dari biasanya untuk mempertahankan glukosa tetap normal. Penurunan sensitivitas insulin menyebabkan retensi insulin sehingga kadar glukosa dalam darah tinggi. Pada penderita DM tipe 2 glukosa hepatik dihasilkan berlebih namun tidak terjadi kerusakan pada sel-sel β secara autoimun. Defiensi fungsi insulin pada penderita diabetes melitus tipe 2 bersifat relatif dan tidak absolut (Prabawati,2012) Saat perkembangan awal DM tipe 2, sel
β mengalami
gangguan pada fase pertama sekresi insulin. Sekresi insulin tidak berhasil mengkompensasi resistensi insulin. Jika tidak bisa ditangani makan sel-sel β pankreas akan mengalami kerusakan. Kerusakan selsel β pankreas yang terjadi secara progresif akan menyebabkan defisiensi insulin, yang membuat penderita membutuhkan insulin eksogen (Fatimah,2015). 1.1.6
Manifestasi Klinik Fitriyani (2012), Pada penderita
DM tipe 2 dapat
menimbulkan gejala yang bermacam-macam antar penderita satu dengan lainnya, bahkan ada penderita DM yang tidak menunjukkan gejala khas DM sampai waktu tertentu. Manifestasi klinis DM tipe 2 dibagi menjadi akut dan kronik. Gejala akut yaitu : polidipsia (banyak minum), poliphagia (banyak makan), poliuria (banyak
4
kencing/ sering kencing di malam hari), nafsu makan bertambah namun berat badan menurun dengan cepat (5-10 kg dalam waktu 2-4 minggu), dan mudah lelah. Gejala kronik DM tipe 2 yaitu : kebas, kesemutan, kulit terasa ditusuk jarum dan terasa panas, kram, mudah mengantuk, gigi mudah goyah dan mudah lepas. Pada pria dapat mengakibatkan impoten, pada ibu hamil sering terjadi keguguran atau kematian janin dalam kandungan (PERKENI,2011)
1.1.7
Pemeriksaan Penunjang Untuk mendiagnosis DM tipe 2 yakni dengan melakukan
pemeriksaan glukosa darah dan pemeriksaan glukosa peroral (TTGO). Pemeriksaan C-peptide dilakukan untuk membedakan DM tipe 2 dan DM tipe 1 (Fatimah,2015) 1. Pemeriksaan Glukosa Darah a. Glukosa Plasma Vena Sewaktu Pada penderita DM tipe 2 dilakukan dengan manifestasi klinis seperti poliuria, polidipsia, dan polifagia. Gula darah sewaktu yaitu pemeriksaan gula darah tanpa memandang terahir kali makan. Dengan pemeriksaan gula darah sewaktu diagnosis DM tipe 2 sudah dapat ditegakkan. Jika kadar glukosa darah sewaktu > 200mg/dl (plasma vena) maka sudah bisa dikatakan DM. b. Glukosa Plasma Vena Puasa Pada pemeriksaan ini, klien dipuasakan 8-12 jam sebelum tes dengan menghentikan semua obat yang dikonsumsi. Interpretasi pemeriksaan gula darah puasa yaitu kadar glukosa plasma puasa < 110 mg/dl dinyatakan normal, ≥126 mg/dl adalah diabetes melitus, sedangkan antara 110-126 mg/dl disebut glukosa darah
5
puasa terganggu (GDPT). Pemeriksaan ini lebih efektif dibandingkan TTGO c. Glukosa 2 jam post prandial (GD2PP) Tes ini dilakukan jika ada kecurigaan DM. Klien makan makanan yang mengandung 100 gr karbohidrat sebelum puasa dan menghentikan olahraga dan rokok. Klien didiagnosa DM jika kadar glukosa darah ≥ 200 mg/dl, sedangkan nilai normalnya ≤ 140. Toleransi Glukosa Terganggu (TGT) apabila kadar glukosa > 140 mg/dl tetapi < 200 mg/dl. d. Glukosa jam ke-2 pada Tes Toleransi Glukosa Oral (TTGO) Pemeriksaan TTGO dilakukan jika pemeriksaan glukosa sewaktu hasilnya berkisar 140-200 mg/dl. Pemeriksaan ini dilakukan untuk memastikan ditegakkan diagnosa DM atau tidak. Menurut WHO (2006), cara melakukan TTGO dengan cara melarutkan 75gram glukosa pada dewasa, dan 1,25 mg pada anak-anak yang dilarutkan dalam air 250-300 ml dan dihabiskan dalam waktu 5 menit.TTGO dilakukan minimal pasien telah berpuasa selama minimal 8 jam. Hasil TTGO yaitu : Toleransi glukosa normal apabila ≤ 140 mg/dl, Toleransi glukosa terganggu (TGT) apabila kadar glukosa > 140 mg/dl tetapi < 200 mg/dl, dan Toleransi glukosa ≥ 200 mg/dl disebut diabetes melitus. 2.
Pemeriksaan HbA1c HbA1c adalah reaksi antara glukosa dan hemoglobin , yang tersimpan dan berada dalam eritrosit selama 120 hari. Kadar HbA1c tergantung pada kadar glukosa dalam darah. HbA1c merupakan gambaran rata-rata kadar gula darah selama 3 bulan. Pemeriksaan gula darah menunjukkan hasil tes gula
6
darah saat diperiksa dan tidak menunjukkan pengendalian jangka panjang, namun pemeriksaan gula darah diperlukan untuk mengatasi komplikasi akibat perubahan kadar glukosa yang mendadak. Tabel kategori HbA1c HbA1c < 6.5 % HbA1c 6.5 -8 % HbA1c > 8 %
1.1.8
Kontrol glikemik baik Kontrol glikemik sedang Kontrol glikemik buruk
Penatalaksanaan Medis Menurut PERKENI (2011), Penatatalaksana DM tipe 2,
terdapat 4 pilar yang harus dilakukan dengan tepat yaitu : edukasi, terapi gizi medis (perencanaan makan), latihan jasmani, dan intervensi farmakologis (pengobatan). a. Edukasi Perawat memberikan informasi kepada klien yang membutuhkan
perawatan
diri
untuk
memastikan
kontinuitas pelayanan dari rumah sakit ke rumah. Sebagai seorang edukator pembelajaran yang diberikan perawat
ke
klien
adalah
health
education
yang
berhubungan dengan semua tahap kesehatan dan tingkat pencegahan.
Hasil
menunjukkan
penelitian
bahwa
yang
intervensi
Wong, edukasi
dkk telah
meningkatkan pengetahuan tentang DM tipe 2 dan pemeliharaan diri penderita DM tipe 2 yang berdampak terhadap jaminan kesehatan penderita DM tipe 2 jangka panjang
dalam mempertahankan kadar glukosa darah
dalam batas mendekati normal b. Terapi gizi medis Hal penting yang harus dilakukan penderita DM tipe 2 adalah pengelolaan diet. Tujuannya adalah membantu
7
penderita memperbaiki gizi dan dapat mengontrol metabolik yang lebih baik. Hal ini bisa dilihat pada pengendalian glukosa, lipid, dan tekanan darah. Pada penderita DM tipe 2 penatalaksanaan diet berfokus pada pembatasan jumlah energi, karbohidrat, lemak jenuh, dan natrium.
Makanan
dianjurkan
seimbang
dengan
komposisi energi dari karbohidrat 45-65%, protein 1015%, dan lemak 20-25%. c. Latihan jasmani Latihan jasmani dapat menurunkan berat badan dan memperbaiki sensitivitas terhadap insulin, sehingga akan memperbaiki pengendalian glukosa darah. Tujuan dari latihan jasmani adalah penurunan berat badan dan memperbaiki
sensitivitas
terhadap
insulin,
jadi
pengendalian glukosa darah dapat membaik. Latihan jasmani yang teratur dapat meningkatkan kontraksi otot, yang menyebabkan permeabilitas membran sel terhadap glukosa meningkat dan resistensi insulin berkurang. Contoh latihan jasmani yang direkomendasikan untuk penderita DM tipe 2 adalah jogging, bersepeda santai, dan berenang. Hasil penelitian yang dilakukan oleh Choi (2012) menunjukkan bahwa 12 kali latihan selama 60 menit, kelompok intervensi menunjukkan penurunan berat badan secara signifikan, lingkar pinggang, glycatet hemoglobin, tekanan darah, kadar asam lemak bebas, dan apolipoprotein B. d. Intervensi farmakologis 1. Antidiabetik oral Antidiabetik oral diberikan pada penderita DM tipe 2 ringan sampai sedang yang gagal dalam diet dan latihan jasmani. Obat golongan ini ditambah bila
8
setelah 4-8 minggu upaya diet dan laltihan jasmani dilakukan, namun kadar gula darah tetap diatas 200 mg% dan HbA1c diatas 8%. Obat ini bukan untuk menggantikan upaya diet, tetapi membantunya. Keberhasilan terapi DM disebabkan oleh pemilihan antidiabetik oral yang tepat. Pemilihan antidiabetik oral bisa dengan satu jenis obat atau kombinasi beberapa obat. Pemilihan obat sesuai dengan tingkat keparahan DM tipe 2, dan kondisi kesehatan klien secara umum dan komplikasi penyakit yang ada. contoh antidiabetik oral adalah golongan biguanid, sulfonilurea, inhibitor alfa glukosidase, dan insulin sensitizing 2. Insulin Untuk penderita DM tipe 2 yang tidak terkontrol dengan diet atau pemberian antidiabetik oral, kombinasi insulin dan obat-obatan lain bisa sangat efektif. Pada penderita DM tipe 2 yang memburuk, penggantian insulin total menjadi kebutuhan. Hal yang harus diperhatikan dalam pemberian insulin yaitu : jenis preparat, dosis insulin, waktu dan cara penyuntikan insulin, serta penyimpanan insulin
9
10
1. 1.9 Pathway
Kurang gerak badan Glukotosisitas, lipotoksisitas, penumpukan amiloid, umur
Metabolisme turun
Penurunan fungsi sel beta pankreas Produksi insulin menurun
Glukosa diubah menjadi glikogen
Corticotropin releasing factor
Disimpan di hati dan otot
Menstimulasi pituitari anterior Produksi kartisol
Memblokir kerja insulin Resisten insulin
Neuropati Perifer
Aliran darah melambat
Kerusakan Saraf
Hipoksia jaringan
Kegagalan proses filtrasi
Resiko gagal ginjal Glikosuria
Edema
Gula darah tidak dapat diserap oleh tubuh
Penumpukan cairan di ekstrasel
Viksositas darah meningkat
Kerusakan glomerulus Glomerulosklerosis ginjal
Nefropati
Kadar gula darah meningkat
Lemak bebas dan gula darah tinggi
Ischemic jaringan
Nyeri Akut
Mengaktifkan sistem hipotalamaus pituitari
Obesitas
Ketidakefektifan perfusi jaringan perifer
Saraf
Stress yang berlangsung lama
Pembakaran glukosa menjadi energi turun
Kerusakan pembuluh darah perifer
Gangguan suplai darah Ginjal tidak dapat reabsorpsi glukosa
Syok
Melebihi ambang batas filtrasi ginjal
Kurangnya informasi mengenai penyakit dan pengobatan
Hipotensi
Osmotic diuretic
Dehidrasi
Glukosa menarik air
Poliuria
Defisiensi Pengetahuan Elektrolit tubuh terbuang melalui urin
Kadar gula darah meningkat ( 180 mg/dl) Sorbitol tertimbun dalam sel Hiperglikemi Tubuh produksi sorbitol Diabetes Mellitus Tipe 2 Sel tubuh kekurangan glukosa Glikoneogenesis Penurunan massa otot Pelisutan otot Rangsang pusat haus di hipotalamus
Produksi energi menurun
Resiko ketidakstabilan kadar glukosa darah
Makin kurus, lemah, mudah lelah dan letih
Gula sorbitol menarik air di intravaskuler Sorbitol tidak dapat diserap tubuh Pengambilan cadangan makanan di lemak dan otot
Intoleransi Aktivitas
Polifagia
Rangsang pusat lapar dari hipotalamus
Atrofi otot Penurunan BB
Gangguan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh
Keletihan
Polidipsia
Defisien Volume Cairan
11
BAB II KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN 2.1 Pengkajian Pengkajian merupakan proses yang terstruktur dan sistematis, mulai dari pengumpulan data, verifikasi data, dan komunikasi data tentang klien. Pada fase pengkajian ini terdapat 2 langkah yaitu pengumpulan data dari klien (sumber primer) dan keluarga, tenaga kesehatan (sumber sekunder) serta analisa data untuk diagnosa keperawatan. a. Identitas Penderita DM tipe 2 usia > 30 tahun, dan cenderung meningkat pada usia > 65 tahun. Faktor pendidikan dan pekerjaan orang yang memiliki pendapatan tinggi cenderung memiliki gaya hidup dan pola makan yang salah. Konsumsi makanan yang banyak mengandung gula dan lemak. Penyakit DM banyak dialami orang yang pekerjaan dengan aktivitas fisik sedikit dan wanita memiliki resiko lebih besar daripada laki-laki (Black,2014). b. Riwayat kesehatan 1. Riwayat kesehatan sekarang : Klien DM masuk rumah sakit biasanya memiliki keluhan sering lapar, haus, sering kencing, berat badan berlebih. Klien DM biasanya baru tahu jika menderita DM saat memeriksakan diri ke pelayanan kesehatan (Bararah,2013). 2. Riwayat kesehatan lalu : Klien DM biasanya memiliki riwayat hipertensi, penyakit jantung seperti infark miokard, obesitas, arterosklerosisi, tindakan medis yang pernah dilakukan atau obat-obatan yang biasa dikonsumsi klien (Bararah,2013). 3. Riwayat kesehatan keluarga : Riwayat anggota keluarga klien biasanya terdapat salah satu anggota keluarga yang juga menderita DM atau penyakit
12
keturunan yang bisa mengakibatkan terjadinya defisiensi insulin misalkan hipertensi dan jantung (Bararah,2013). c. Pengkajian pola gordon N O 1
Pola Gordon
Komponen Pengkajian
Pola persepsi
Klien DM tipe 2 biasanya tidak menyadari bahwa
dan
mengidap DM sebelum memeriksakan dirinya ke
pemeliharaan pelayanan kesehatan. Pola makan dan gaya hidup kesehatan
yang
kurang
baik
menjadi
faktor
penyebab
terbanyak DM tipe 2. Perawat harus melakukan anamnesis kepada pasien tentang persepsi sehatsakit, pengetahuan status kesehatan pasien saat ini, perilaku untuk mengatasi kesehatan dan pola 2
Pola nutrisi
pemeliharaan kesehatan. Karena produksi insulin yang inadekuat atau karena
dan
adanya defisiensi insulin menyebabkan kadar gula
metabolisme
darah tidak dapat dipertahankan sehingga muncul keluhan sering lapar, sering haus, sering buang air kecil, BB menurun, dan mudah lelah. Status kesehatan penderita DM menjadi terganggu. Mual,
3
Pola
muntah, menyebabkan BB menurun. Penderita DM akan mengalami diuresis osmotik
eliminasi
karena hiperglikemia yang menyebabkan poliuri atau sering kencing dan pengeluaran glukosa pada
4
urin. Pola aktivitas Mudah lelah, lemah, susah berjalan/bergerak, dan dan latihan
kram otot. Saat melakukan aktivitas penderita DM akan mengalami takipnea/takikardi bahkan sampai koma Istirahat terganggu karena poliuri atau sering
5
Pola tidur
6
dan istirahat kencing, sehingga klien sulit untuk tidur Pola Kognitif Klien DM mengalami penurunan
dalam
13
7
dan
pengecapan, penglihatan juga terganggu
konseptual Pola persepsi
Terdapat perubahan struktur dan fungsi tubuh
diri
mengakibatkan penderita DM mengalami gangguan gambaran
diri.
Lamanya
perawatan,
biaya
pengobatan dapat menyebabkan klien mengalami 8
9
Pola peran
ansietas dan gangguan peran dalam keluarga. Pasien DM mengalami rendah diri karena penyakit
dan
yang diderita. Hal tersebut dapat menyebabkan
hubungan
kurangnya
Pola
lingkungan sosial. Pada sistem pembuluh darah organ reproduksi
seksualitas
dapat
dan
gangguan potensi seksual, gangguan ereksi, yang
reproduksi
berdampak pada proses orgasme. Pada vagina terjadi
sosialisai
terjadi
antara
angiopati
peradangan
yang
pasien
yang
dengan
menyebabkan
dapat
menurunkan
orgasme vagina. Pada pria dapat terjadi impoten 10
Pola toleransi Lamanya
waktu
perawatan
membuat
klien
coping-
ketergantungan dan ketidakberdayaan yang bisa
stress
menngakibatkan reaksi psikologis negatif yaitu, ansietas, marah, mudah tersinggung. Hal ini menyebabkan mekanisme koping
11
klien tidak
Pola tata
efektif. Perubahan status kesehatan dan penurunan fungsi
nilai dan
tubuh penderita DM tidak menghambat klien untuk
kepercayaan
beribadah akan tetapi mempengaruhi pola ibadah klien.
d. Pemeriksaan fisik Menurut Bararah (2013), pemeriksaan fisik pada klien DM :
14
1.Kesadaran : klien DM biasanya datang ke RS dalam kondisi composmentis dan mengalami hipoglikemi akibat reaksi penggunaan insulin yang
tidak tepat. Klien biasanya akan
mengekuh gelisah, tremor, takikardi, dan pucat 2.Tanda-tanda vital : terkait dengan pemeriksaan tekanan darah, nadi, suhu, turgor kulit, dan frekuensi pernafasan. 3.Sistem Tubuh i) Kepala dan Leher : mengkaji bentuk kepala, kondisi rambut, apakah ada pembesaran pada leher, telinga berdengung,lidah terasa tebal, air ludah kental,gigi mudah goyah,gusi bengkak dan berdarah, bagaimana penglihatan mata, apakah kabur, diplopia, dan lensa mata keruh. ii) Sistem Integumen : melihat warna kulit, kuku, suhu kulit, tekstur kulit, mobilitas, dan meraba tekstur rambut iii) Sistem Pernafasan : sesak napas, batuk, sputum,nyeri dada, karena pada klien DM mudah terkena infeksi. iv) Sistem Kardiovaskuler : menurunnya perfusi jaringan, nadi perifer
lemah
dan
berkurang,
takikardi/bradikardi,
hipertensi/hipotensi, kardiomegalis, dan aritmia. v) Sistem gastrointestinal : adanya polifagi, polidipsi, mual, muntah, konstipasi, dehidrasi, perubahan berat badan, obesitas, peningkatan lingkar abdomen. vi) Sistem perkemihan : poliuri, inkontinesia urin, rasa panas atau sakit dalam berkemih vii) Sistem muskoloskeletal : cepat lelah, lemah dan nyeri, penyebaran massa otot, perubahan tinggi badan viii) Sistem neurologis : terjadi penurunan sendoris, parasthesia, letargi, mengantuk, kacau mental, dan disorientasi 2.2 Diagnosa Keperawatan
15
Diagnosa keperawatan merupakan penilaian klinis atas respon pasien, keluarga, atau komunitas terhadap kesehatan dan proses kehidupan aktual atau potensial. Diagnosa keperawatan merupakan dasar atas pemilihan intervensi keperawatan untuk mencapai hasil yang mana perawat bertanggung jawab dan bertanggung gugat. Berikut adalah diagnosa keperawatan klien DM menurut NANDA (2018) a. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b.d gangguan keseimbangan insulin b. Devisien volume cairan b.d diuresis osmotik c. Ketidakefektifan perfusi jaringan b.d penurunan sirkulasi darah ke perifer, proses penyakit DM d. Intoleransi aktivitas b.d fisik tidak bugar, mudah lelah e. Keletihan b.d penurunan massa otot f. Nyeri akut b.d hipoksia perifer g. Defisiensi pengetahuan b.d kurangnya informasi mengenai proses penyakit, perawatan, dan pengobatan h. Resiko ketidakstabilan kadar glukosa darah b.d kurang pengetahuan tentang manajemen penyakit 2.3 Intervensi Keperawatan Intervensi
keperawatan
(perencanaan)
merupakan
kegiatan
keperawatan yang mencakup peletakan pusat tujuan pada pasien, menetapkan hasil yang akan dicapai, dan memilih intervensi agar tujuan tercapai. Pada tahap intervensi adalah pemberian kesempatan pada perawat, pasien dan keluarga atau orang terdekat pasien untuk merumuskan suatu rencana tindakan keperawatan agar masalah yang dialami pasien dapat teratasi. Intervensi adalah peruntuk tertulis yang memberikan gambaran tepat tentang rencana keperawatan yang akan dilakukan terhadap pasien berdasarkan diagnosa keperawatan, sesuai kebutuhan.
16
No 1.
Diagnosa
Tujuan dan Kriteria
Keperawatan
Hasil
Domain 2. Nutrisi
NOC
Intervensi NIC
Kelas 1. Makan
Tujuan:
1100-Manajemen
(00002)
Setelah dilakukan
nutrisi
Ketidakseimbangan tindakan keperawatan nutrisi kurang dari selama 3 x 24 jam kebutuhan b.d
tubuh diharapkan nutrisi
gangguan klien dapat terpenuhi
1. Kaji status nutrisi klien 2. Identifikasi faktorfaktor yang
keseimbangan
dengan
mempengaruhi status
insulin
Kriteria Hasil:
nutrisi klien
1004-Status nutrisi 1. Asupan
3. Tentukan jumlah kalori dan jenis nutrisi
makanan
yang dibutuhkan klien
dipertahankan
untuk memenuhi
pada
kebutuhan gizi
skala 2
(banyak
4. Instruksikan klien
menyimpang
mengenai kebutuhan
dari
nutrisi (membahas
rentang
normal)
pedoman diet dan
ditingkatkan ke
piramida makanan)
skala 4 (sedikit
5. Ciptakan lingkungan
menyimpang
yang optimal pada
dari
saat mengkonsumsi
rentang
normal)
makanan
2. Asupan cairan dipertahankan pada
skala 2
(banyak
6. Monitor kalori dan asupan makanan klien
Rasional
1. Menentukan kebutuhan
dan
keseimbangan nutrisi klien 2. Banyak faktor yang menjadi penyebab kurang
nutrisi
sehingga dikaji
perlu penyebab
kurang nutrisi pada klien
dan
merencanakan pemenuhan nutrisi 3. Untuk
panduan
menjalankan program diet yang sehat 4. Klien
dapat
melaksanakan diet yang
sehat
dan
direkomandisikan 5. Agar klien merasa nyaman saat makan 6. Mengetahui intake dan output asupan nutrisi klien
menyimpang
17
dari
rentang
normal) ditingkatkan ke skala 4 (sedikit menyimpang dari
rentang
normal) 1621-Perilaku patuh : diet yang sehat 1. Memilih makanan sesuai dengan panduan nutrisi yang direkomendasik an dipertahankan pada 1 (tidak pernah melakukan) ditingkatkan ke 4
(sering
dilakukan) 2. Menyeimbangk an intake cairan dan kehilangan cairan dipertahankan pada 2 (jarang dilakukan) ditingkatkan ke
18
4
(sering
dilakukan) 2.
Domain 2. Nutrisi
NOC
Kelas 5. Hidrasi
Tujuan:
(00025)
Setelah
Devisien
NIC 4120-Manajemen dilakukan
volume tindakan keperawatan
cairan 1. Kaji pola
cairan b.d diuresis selama 3 x 24 jam
eliminasi urin
osmotik
klien, konsentrasi
diharapkan
asupan
cairan dapat terpenuhi
urin, keadaan
dengan
turgor kulit klien
Kriteria Hasil: 1008-Status
2. Timbang berat nutrisi
asupan makanan dan cairan
badan klien setiap hari 3. Monitor intake
1. Asupan cairan secara
oral
dan output cairan klien
dipertahankan
4. Monitor TTV
pada 2 (sedikit
5. Lakukan
adekuat)
pemberian obat
ditingkatkan ke
antidiabetik atau
4
pemberian insulin
(sebagian
besar adekuat) 0601-Keseimbangan cairan
1. Menentukan status
tubuh klien 2. Penurunan berat badan
mudah
sekali
terjadi
pada pasien DM 3. Menentukan kebutuhan
darah,nadi,suhu dipertahankan
dan
keseimbangan cairan tubuh 4. Kekurangan cairan
dapat
menurunkan tekanan
darah,
takikardia, dan bisa
terjadi
hipovolemia 5. Menurunkan kadar
gula
darah sehingga efektif
1. Tekanan
mengatasi poliuria
pada 2 (banyak terganggu) ditingkatkan ke 4
cairan
(sedikit
19
dalam
terganggu) 2. Keseimbangan intake
dan
output
selama
24
jam
dipertahankan pada 2 (banyak terganggu) ditingkatkan ke 4
(sedikit
terganggu) 3. Kehausan dipertahankan pada 2 (cukup berat) ditingkatkan ke 4 (ringan)
3.
Ketidakefektifan
NOC
NIC
perfusi jaringan b.d Tujuan: penurunan sirkulasi Setelah
2660-Manajemen dilakukan sensasi perifer
darah ke perifer, tindakan keperawatan proses DM
penyakit selama 1 x 24 jam
1. Monitor sensasi tumpul tajam
diharapkan
panas dingin yang
ketidakefektifan
dirasakan klien
perfusi jaringan klien
2. Monitor adanya
berkurang dengan
parastesia dengan
Kriteria Hasil
tepat
0407-Perfusi perifer
jaringan
3. Gunakan alat yang dapat
1. Agar mengetahui sensasi
yang
dirasakan klien 2. Untuk mengetahui adanya parastesia 3. Agar terjadi pada klien
20
tidak lecet
1. Parastesia
mengurangi
dipertahankan pada
skala
(cukup
penekanan 2
4. Instruksikan klien
berat)
dan keluarga
ditingkatkan ke
untuk menjaga
4 (ringan)
posisi yang benar
2. Kram
4. Untuk menjaga posisi
tubuh
yang baik
otot
Parastesia dipertahankan pada
skala
(cukup
2
berat)
ditingkatkan ke 4 (ringan) 3. Mati
rasa
dipertahankan pada
skala
(cukup
2
berat)
ditingkatkan ke 4 (ringan) 4.
Intoleransi aktivitas NOC b.d
fisik
NIC
tidak Tujuan:
bugar, mudah lelah
Setelah
0180-Manajemen dilakukan Energi
tindakan keperawatan
1. Monitor intake
selama 2 x 24 jam
nutrisi untuk
diharapkan intoleransi
sumber energi
aktivitas
yang adekuat
dapat
dikurangi dengan
2. Konsultasikan
Kriteria Hasil
dengan ahli gizi
0001-Daya tahan
mengenai cara
1. Melakukan aktivitas
meningkatkan rutin
energi dari
1. Intake
nutrisi
yang
adekuat
dapat
menjadi
sumber
energi
klien 2. Asupan
nutrisi
terpenuhi, sesuai
dan
dengan
diet sehat yang diprogramkan 3. Respon oksigen
21
dipertahankan pada 2 (banyak
makanan 3. Monitor sistem
terganggu)
kardiorespiratori
ditingkatkan ke
klien saat
4
aktivitas
(sedikit
terganggu)
4. Bantu klien dalam
2. Glukosa darah
aktivitas sehari-
dipertahankan
hari sesuai
pada 2 (banyak
kemampuan
terganggu)
energi klien
ditingkatkan ke 4
5. Ajarkan klien
(sedikit
mengenai teknik
terganggu)
pengelolaan
3. Oksigen darah
waktu untuk
ketika
mencegah
beraktivitas
kelelahan
dipertahankan
klien
tetap
terpantau 4. Energi
yanga
akan dikeluarkan sesuai
dengan
kemampuan klien 5. Mencegah terjadinya kelelahan pada klien 6. Stamina terjaga
tetap dan
klien bugar
6. Tingkatkan waktu
pada 2 (banyak
istirahat klien
terganggu) ditingkatkan ke 4
5.
Keletihan penurunan otot
b.d
(sedikit
terganggu) NOC
massa Tujuan: Setelah dilakukan tindakan keperawatan
NIC 0180-Manajemen Energi 1. Kaji status
selama 3 x 24 jam
fisiologis klien
diharapkan devisien
yang
volume cairan dapat
menyebabkan
terpenuhi dengan
kelelahan
Kriteria Hasil:
2. Anjurkan klien
1. Status kesehatan klien dapat diketahui 2. Hal
yang
menjadi sumber kelelahan klien dapat diketahui dan untuk acuan memberi
22
0007-Tingkat
mengungkapkan
kelelahan
perasaan
1. Kelelahan
cocok
mengenai
dipertahankan
keterbatasan yang
pada 2 (cukup
dialami
berat)
3. Pilih intervensi
ditingkatkan ke
untuk mengurangi
4 (ringan)
kelelahan baik
2. Kelesuan dipertahankan
farmakologis atau non-farmakologis
pada 2 (cukup 1850-Peningkatan tidur berat)
4. Tentukan
ditingkatkan ke 4 (ringan) 3. Kegiatan
untuk
dipertahankan
DM
tidur
penderita
6. Monitor
pola
terganggu)
tidur
catat
ditingkatkan ke
kondisi klien
4
(sedikit
terganggu) 4. Kualitas
dan
7. Atur
rangsang
lingkungan untuk siklus tidur yang
istirahat
normal
3. Intervensi yang diberikan pada klien
sesuai
dengan kondisi klien 4. Menentukan waktu dan lama tidur klien 5. Agar
klien
mengerti pentingnya
5. Jelaskan
sehari-hari pada 2 (banyak
pola
tidur klien pentingnya
intervensi yang
istirahat 6. Mengetahui status kesehatan klien 7. Supaya
klien
lebih cepat tidur dengan rangsang lingkungan yang kondusif
dipertahankan pada 2 (banyak terganggu) ditingkatkan ke 4
6.
Domai
12.
(sedikit
terganggu) NOC
NIC
1. Mengetahui
23
Kenyamanan Kelas
Tujuan:
1400-Manajemen Nyeri
1. Setelah
dilakukan
1. Lakukan
Kenyamanan fisik
tindakan keperawatan
pengkajian nyeri
(00132)
selama 1 x 24 jam
komprehensif
Nyeri
akut
hipoksia perifer
b.d diharapkan nyeri klien dapat
diminimalisir
non-
dengan
verbal mengenai
Kriteria Hasil:
ketidaknyamanan
2102-Tingkat nyeri 1. Nyeri
3. Ajarkan
yang
dilaporkan pada
skala
(cukup
prinsip-
prinsip manajemen nyeri
dipertahankan
4. Dorong 2
berat)
klien
untuk memonitor nyeri
dan
cara
ditingkatkan ke
menangani nyeri
4 (ringan)
dengan tepat
3016-kepuasan klien : manajemen nyeri dipertahankan pada
skala
(agak
5. Pilih
dan
implementasikan
1. Nyeri terkontrol
tindakan
yang
beragam 2
puas)
(farmakologi, non-farmakologi,
ditingkatkan ke
interpersonal)
4 (sangat puas)
untuk
2. Tingkat
nyeri
memfasilitasi
dipantau secara
penurunan
reguler
sesuai kebutuhan
dipertahankan pada (agak
skala
nyeri
6. Pastikan 2
puas)
ditingkatkan ke
perawatan analgesik bagi pasien yang
karakteristik, durasi,frekuensi ,
2. Observasi petunjuk
lokasi,
kualitas,
intensitas,
dan
beratnya nyeri 2. Mengetahui tingkat
nyeri
melalui ekspresi dan gestur klien 3. Supaya
klien
mengerti
cara
meminimalisir nyeri 4. Memandirikan klien
untuk
mengatasi nyerinya 5. Menurunkan nyeri
dnegan
intervensi yang tepat 6. Memperhatikan faktor keselamatan klien 7. Mengetahui tingkat keberhasilan intervensi yang
24
4 (sangat puas)
dilakukan dengan pemantauan ketat 7. Evaluasi
diberikan 8. Cek
keadaaan
umum klien
Keefektifan tindakan pengontrolan nyeri
yang
dilakukan 8. Pantau TTV klien
7.
Domain
5. NOC
NIC
Persepsi/kognisi
Tujuan:
Kelas 4. Kognisi
Setelah
(00126)
tindakan keperawatan
Defisiensi
selama 1 x 24 jam
pengetahuan
b.d diharapkan pengetahuan
informasi
tentang
penyakit, perawatan, pengobatan
salah
dilakukan Pembelajaran
kurangnya mengenai
1. Agar klien tidak
5520-Fasilitasi
klien diabetes
proses mellitus tipe 2 dapat bertambah dengan
1. Berikan informasi yang tepat 2. Gunakan
kata-
kata
yang
sederhana mudah diingat 3. Dorong
dan Kriteria Hasil:
dan pasien
untuk
1820-Pengetahuan
berpartisipasi
manajemen diabetes
aktif
1. Pencegahan
dan
membagi pengalamannya
dipertahankan
4. Diskusikan tanda
(tidak
skala
1 ada
pengetahuan) ditingkatkan ke
dan
gejala
penyakit DM 5. Berikan
waktu
klien bertanya
menerima informasi 2. Agar
mudah
dipahami klien 3. Supaya klien lebih terbuka 4. Agar
klien
mengerti mengenai DM
hiperglikemia pada
dalam
5. Supaya klien dapat bertanya hal yang tidak dimengerti 6. Supaya
informasi
yang
diberikan
tepat 7. Agar
tidak
kesalahan mengartikan
25
ada dalam
4 (pengetahuan banyak)
klien
2. Prosedur yang harus
6. Jawab pertanyaan
diikuti
dengan
informasi
benar 7. Segera
koreksi
dalam
jika klien salah
mengobati
menafsirkan
hiperglikemia
informasi
dipertahankan pada
skala
(tidak
1 ada
pengetahuan) ditingkatkan ke 4 (pengetahuan banyak) 3. Penggunaan yang benar obat yang diresepkan dipertahankan pada
skala
(tidak
1 ada
pengetahuan) ditingkatkan ke 4 (pengetahuan banyak) 4. Manfaat manajemen penyakit dipertahankan pada (tidak
skala
1 ada
26
pengetahuan) ditingkatkan ke 4 (pengetahuan banyak)
8.
Domain 2. Nutrisi Kelas
NOC
NIC
4. Tujuan:
2120-Manajemen
Metabolisme
Setelah
(00179)
tindakan keperawatan
Resiko
selama 1 x 24 jam
ketidakstabilan
diharapkan
kadar
1. Untuk mengetahui
dilakukan Hiperglikemi 1.
kadar glukosa
Monitor kadar glukosa darah
2. Bantu
dalam tubuh klien
klien
2. Supaya klien
glukosa ketidakstabilan glukosa
menginterpretasik
mengetahui cara
darah b.d kurang darah menjadi normal
an kadar glukosa
mengukur kadar
pengetahuan
darah
glukosa
dengan
tentang manajemen Kriteria Hasil penyakit
2300-Kadar
glukosa
darah
3. Monitor
tanda
darahnya
dan
gejala
3. Mengetahui
hiperglikemi
1. Glukosa darah dipertahankan pada
skala
kondisi gula
4. Konsultasikan dengan
darah klien
dokter
4. Untuk
2
tanda dan gejala
mengetahui
(deviasi
yang
hiperglikemi yang
status kesehatan
cukup
besar
tetap
klien
dari
kisaran
normal)
memburuk 5. Berikan
ditingkatkan ke skala 4 (deviasi
5. Patuh 6 benar insulin
sesuai resep
sedang
klien
dari
kisaran
keluarga
6. Supaya perawatan
6. Instruksikan pada
ringan normal)
atau
dan
efektif dan benar
mengenai
2111-Keparahan
manajemen
Hiperglikemia
diabetes
27
1. Peningkatan glukosa
darah
dipertahankan pada
skala
2
(besar) ditingkatkan ke skala 4 (ringan) 2. Peningkatan haus dipertahankan pada
skala
2
(besar) ditingkatkan ke skala 4 (ringan) 3. Lapar berlebihan dipertahankan pada
skala
2
(besar) ditingkatkan ke skala 4 (ringan)
28
DAFTAR PUSTAKA Bararah, T. (2013). Asuhan Keperawatan. Jakarta: Prestasi Pustakaraya. Black, J. M. (2014). Keperawatan Medikal Bedah. Indonesia: CV Pentasada Media Eduksi. Buraerah,hakim.2010.Analisis Faktor Resiko Diabetes Mellitus Tipe 2 di Puskesmas Tanrutedong,Sidenreg Rappon.Jurnal Ilmiah Nasional Fatimah.,Restyana Noor.2015. Diabetes Mellitus tipe 2. J Majority:4(5) Fitriyani. 2012. Faktor Risiko Diabetes Melitus Tipe 2 di Puskesmas Kecamatan Citangkil dan Puskesmas Kecamatan Pulo Merak Kota Cilegon. Fakultas Kesehatan Masyarakat Program Studi Sarjana Reguler Kesehatan Masyarakat Departemen Biostatistika Dan Kependudukan Depok Universitas Indonesia, 1, 102 Harti, A.S. 2015. Mikrobiologi Kesehatan Peran Mikrobiologi Dalam Bidang Kesehatan. Yogyakarta: Penerbit ANDI, Anggota IKAPI. International Diabetes Federation (IDF). 2013. IDF Diabetes Atlas. 6th ed Kuntoadi.,Gama Bagus.2019.Buku Ajar Anatomi Fisiologi : Untuk Mahasiswa Apikes.Bandung:Panca Tera Firma PERKENI. 2011. Konsensus Pengelolaan Diabetes Melitus Tipe 2 Di Indonesia 2011. Semarang: PB PERKENI. Prabawati, R. K. 2012. Mekanisme Seluler dan Molekular Resistensi Insulin. Tugas Biokimia Program Pasca Sarjana Ilmu Biomedik Program Double Dolgree Neurologi Fakultas Kedokteran Universitas Brawijaya Malang, 1, 1–15 Smeltzer, Suzanne C. dan Bare, Brenda G, 2002,Buku Ajar Keperawatan MedikalBedah Brunner dan Suddarth(Ed.8, Vol. 1,2), Alih bahasa oleh AgungWaluyo...(dkk), EGC, Jakarta. Syaifuddin,Haji.2011.Anatomi Fisiologi : Kurikulum berbasis untuk keperawatan & kebidanan.Jakarta:EGC WHO.2016. Global Organization;
Report
On
Diabetes.
France:
World
Health
29
30