LP Multiple Myeloma [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

Nama : Amylya Hasanah Nim :18613219 LAPORAN PENDAHULUAN MULTIPLE MYELOMA



A.DEFINISI Multiple myeloma (myeloma atau myeloma sel plasma) merupakan kanker sel plasma yang ada di sumsum tulang, dimana sebuah klon dari sel plasma yang abnormal berkembang biak membentuk tumor di sumsum tulang dan menghasilkan sejumlah antibodi yang abnormal yang terkumpul di dalam darah atau air kemih.1, 2 Normalnya, sel plasma hanya mencapai ≤5% dari kadar sel darah dalam sumsum tulang. Karena suatu alasan yang belum jelas, sel plasma dapat tumbuh tidak terkontrol; ketika ini dilakukan, sel plasma ini sudah disamakan sebagai myeloma cells. Myeloma ini dapat memadati sumsum tulang dan merusak tulang. Myeloma multiple merupakan bnetuk yang paling sering ditemukan di antara gemopati yang ganas, penyskit kankeer ini merupakan neoplasma sel plasma pada orang tus yang ditandai dengan lesi destruktif tulang pada lokasi yang multipel. (Robbins& Cotran/ Richard N.Mitchell,2008)



B.ETIOLOGI Penyebab pasti MM tidak diketahui secara pasti tetapi ada beberapa faktor risiko yang dapat menyebabkan timbulnya MM. Para ahli tidak dapat memastikan bahwa DNA dalam sel plasma yang mengalami mutasi yang menyebabkan terjadinya kanker. Mereka mengemukakan beberapa faktor risiko terjadinya MM yaitu: 1. usia, 96% kasus MM didiagnosis pada usia diatas 45 tahun dan 75% pada usia diatas 70 tahun.



2. genetika, orang yang mempunyai hubungan erat dengan penderita MM mempunyai risiko yang lebih tinggi untuk terkena MM 3. obesitas 4. diet,beberapa penelitian mengindikasikan bahwa diet rendah ikan atau sayuran hijau mempunyai risiko lebih tinggi untuk terkena MM 5. HIV/AIDS 6. pekerjaan



tertentu



misalnya



orang



yang



bekerja



dibidang



agrikultural,



industri kulit, kosmetologi, dan penambang minyak 7. paparan bahan kimia dan produknya misalnya



logam berat, pewarna rambut,



plastik, bermacam debu misalnya debu kayu, asbestos, herbisida, insektisida, produk minyak bumi 8. paparan radiasi, orang-orang yang survive dari bom atom Hiroshima dan Nagasaki secara bermakna mempunyai risiko yang lebih tinggi menderita MM 9. beberapa penyakit autoimun misalnya rheumatoid arthritis



C. MANIFESTASI KLINIS Insiden puncak adalah 50 hingga 60 tahun. Gambaran klinis yang utama berasal dari infiltrasi sel-sel plasma neoplastik ke dalam organ tubuh (khususnya tulang), produksi immunoglobulin yang berlebihan (sering dengan sifat fisikokimiawi yang abnormal) dan supresi imunitas humoral yang normal. 



Infiltrasi tulang, nyeri tulang dan fraktur patologis yang disebabkan oleh resorpsi tulang. Hiperkalsemia sekunder turut menimbulkan penyakit ginjal serta poliuria dan dapat



menyebabkan



beberapa



manifestasi



neurologis



yang meliputi



kebingungan, kelemahan, letargi serta konstipasi. 



Infeksi bakteri yang rekuren terjadi karena berkurangnya produksi immunoglobulin yang normal.







Sindrom hiperviskositas kadang-kadang terjadi karena produksi dan agregasi protein M yang berlebihan.







Insufisiensi ginjal (hingga 50% pasien) bersifat multifaktorial. Proteinuria Bence Jones agaknya menjadi tanda terpenting karena light chains yang diekskresikan bersifat toksik bagi sel-sel epitel tubulus ginjal.







Kelainan sumsum tulang yang luas menyebabkan anemia normositik normokromik dan kadang-kadang pensitopenia yang moderat.



(Robbins & Cotran / Richard N. Mitchell, 2008)



D. PATOFISIOLOGI Limfosit B mulai di sumsum tulang dan pindah ke kelenjar getah bening. Saat limfosit B dewasa dan menampilkan protein yang berbeda pada permukaan sel. Ketika limfosit B diaktifkan untuk mengeluarkan antibodi, dikenal sebagai sel plasma. Multiple myeloma berkembang di limfosit B setelah meninggalkan bagian dari kelenjar getah bening yang dikenal sebagai pusat germinal. Garis sel normal paling erat hubungannya dengan sel Multipel mieloma umumnya dianggap baik sebagai sel memori diaktifkan B atau para pendahulu untuk sel plasma, plasmablast tersebut. Sistim kekebalan menjaga proliferasi sel B dan sekresi antibodi di bawah kontrol ketat. Ketika kromosom dan gen yang rusak, seringkali melalui penataan ulang, kontrol ini hilang. Seringkali, bergerak gen promotor (atau translocates) untuk kromosom yang merangsang gen antibodi terhadap overproduksi. Sebuah translokasi kromosom antara gen imunoglobulin rantai berat (pada kromosom keempat belas, 14q32 lokus) dan suatu onkogen (sering 11q13, 4p16.3, 6p21, 16q23 dan 20q11) sering diamati pada pasien dengan multiple myeloma. Hal ini menyebabkan mutasi diregulasi dari onkogen yang dianggap peristiwa awal yang penting dalam patogenesis myeloma. Hasilnya adalah proliferasi klon sel plasma dan ketidakstabilan genomik yang mengarah ke mutasi lebih lanjut dan translokasi. 14 kelainan kromosom yang diamati pada sekitar 50% dari semua kasus myeloma. Penghapusan (bagian dari) ketiga belas kromosom juga diamati pada sekitar 50% kasus. Produksi sitokin (terutama IL-6) oleh sel plasma menyebabkan banyak kerusakan lokal mereka, seperti osteoporosis, dan menciptakan



lingkungan mikro di mana sel-sel ganas berkembang. Angiogenesis (daya tarik pembuluh darah baru) meningkat. Antibodi yang dihasilkan disimpan dalam berbagai organ, yang menyebabkan gagal ginjal, polineuropati dan berbagai gejala myeloma terkait lainnya. E. GEJALA KLINIS Gejala MM sangat bervariasi tergantung stadium dan keadaan umum pasien. Banyak pasien MM tidak menunjukkan gejala selama beberapa tahun. Pada stadium awal biasanya tanpa gejala sehingga sering ditemukan secara tidak sengaja pada saat pemeriksaan laboratorium darah atau disebut



urin.



Biasanya



ditemukannya



anemia



atau



protein



abnormal



yang



protein monoklonal atau protein M dalam darah atau urin. Gejala klinis yang



tersering adalah kelemahan dan nyeri tulang terutama tulang belakang, pelvis, costa dan cranium yaitusekitar 70% dengan atau tanpa fraktur patologis atau infeksi. Peningkatan kadar kalsium dalam darah (hiperkalsemia) ditemukan pada sekitar 15-30% pasien dengan renal insufisiensi yang disebabkan oleh presipitasi monoklonal rantai ringan pada tubulus kolektivus. Protein Bence Jones yang mengendap diginjal dapat menyebabkan kerusakan ginjal yang permanen. Gejala akibat hiperkalsemia antara lain rasa haus, sering BAK, confusion, konstipasi, hilang nafsu makan, mual, muntah dan nyeri abdomen. Pada 10-20% pasien dapat ditemukan gejala klinis lainnya termasuk sindrom viscositas, kompresi spinal cord, nyeri radikuler, deposit soft tissue atau perdarahan. Kompresi spinal cord bahkan kerusakan spinal dapat menekan nervus yang berjalan sepanjang kolumna spinalis. Gejala kompresi spinal cord antara lain: kesemutan, anestasi dan kelemahan pada kaki dan jari-jari, inkontinensia urin danfeses, masalah BAB dan BAK. Kelainan imunitas humora dan leukopenia memudahkan terjadinya infeksi. Gejala neurologic sebagai komplikasi MM juga dapat dijumpai misalnya Carpal tunnel syndrome, meningitis (khususnya yang disebabkan oleh infeksi pneumococcal atau meningococcal) dan neuropatiperifer. Amyloidosis ditemukan padasekitar 8-15% pasien MM yang memberikan kontribusi terhadap disfungsi parenkim ginjal. Batu saluran kemih kadang ditemukan sebagai akibat peningkatan kadar asam urat dan kalsium.Faktor-faktor ini pada akhirnya dapat menyebabkan kegagalan fungsi ginjal dan kematian.



F.DIAGNOSIS Manifestasi klinis multipel mieloma sangat bervariasi. Keluhan dan gejalanya berhubungan dengan masa tumor, kinetik pertumbuhan sel plasma dan efek fisikokimiai, imunologik, dan humoral produk yang dibuat dan disekresi oleh sel plasma ini. Gejala tersebut meliputi : 1. Nyeri tulang, biasanya di tulang belakang, tulang pinggang dan kepala. Sesuai dengan perjalanan multipel mieloma, hal ini dimulai dari pemakaian tulang terusmenerus. Kerusakan ini bisa menyebabkan rasa nyeri, kelemahan dan patah tulang. 2. Anemia (jumlah darah merah menurun), selama sel mieloma terus bertambah banyak, mereka menekan jumlah sel darah merah, menyebabkan kelemahan dan fatik. 3. Merasa sangat haus, sering terkena infeksi dan demam, serta kehilangan berat badan. 4. Gangguan ginjal, akibat kerusakan dari kelebihan jumlah produksi protein oleh sel mieloma dan tingginya kadar kalsium dalam darah yang menyebabkan rusaknya tulang. 5. Venous thromboembolism (VTE), pasien dengan multipel mieloma adalah yang paling riskan terkena VTE. Resiko ini meningkat oleh karena beberapa penggunaan agen terapi seperti thalidomide dan lenalidomide. Profilaksis mungkin bisa menjadi tepat untuk menghindari VTE. 6. Hyperviscosity, paling jarang ditemukan dibandingkan karakteristik di atas. Jika kadar immunoglobulin darah meningkat, viskositas darah juga bisa meningkat. Hal ini dapat merubah mental status disebabkan sumbatan pembuluh darah dan menurunnya aliran darah ke otak. Hemoragik retinal, perdarahan mukosa dan gejala kardiopulmonari, seperti napas pendek dan nyeri dada, dapat terjadi. Jika bertambah parah, hiperviskositas dapat menjadi kegawatdaruratan yang membutuhkan penanganan cepat. 7. Gambaran lain adalah makroglosia, sindrom saluran karpal dan diare akibat penyakit amiloid. Pada sekitar 2% kasus terdapat sindrom hiperviskositas disertai dengan purpura, perdarahan, gangguan penglihatan, gejala sistem saraf pusat, neuropati serta gagal jantung.



Dokter terkadang menemukan diagnosis multipel mieloma setelah melakukan pemeriksaan darah rutin. Paling sering, dokter menduga diagnosis multipel mieloma setelah melakukan pemeriksaan rontgen (x-ray) untuk keadaan patah tulang. Biasanya pasien datang ke dokter karena mereka memiliki gejala lain. Untuk menentukan apakah itu multipel mieloma atau bukan, harus dilakukan anamnesis mengenai riwayat keluarga dan dilakukan pemeriksaan fisik. Untuk lebih menegakkan diagnosis, perlu dilakukan tes laboratorium, seperti : 1. Tes darah : diperiksa jumlah sel darah dan substansi lainnya. Mieloma menyebabkan tingginya kadar plasma sel dan kalsium. Kebanyakan orang dengan mieloma terkena anemia. Mieloma juga meningkatkan kadar protein : M protein, beta-2-microglobulin dan protein lainnya. 2. Tes urin : laboratorium memeriksa Bence Jones protein, tipe dari protein M dalam urin. Laboran menghitung jumlah protein Bence Jones dalam urin hingga 24 jam. Jika ditemukan dalam jumlah yang banyak, perlu dilakukan monitoring ginjal. Bence Jones dapat menyumbat dan merusak ginjal. 3. Radiologi, untuk memeriksa adanya lesi osteolitik atau tulang yang patah. 4. Biopsi, adalah satu-satunya cara untuk mengetahui sel mieloma ada di sumsum tulang. Dokter kemudian akan memindahkan beberapa dari sumsum tulang itu untuk dijadikan sample menggunakan local anesthesia. Ada 2 cara untuk mengambil sumsum tulang ; a) bone marrow aspiration: menggunakan jarum yang tipis untuk mengambil sample b) bone marrow biopsy : menggunakan jarum yang padat/rapat untuk mengambil potongan tulang dan sumsum tulang.2,4,5,6 Gambaran positif untuk menegakkan diagnosis mencakup hal berikut ini : 1. Lebih dari 10% sel plasma dalam sumsum tulang. 2. Ditemukannya sel mieloma dalam tulang atau bone marrow biopsy. 3. Adanya protein mieloma (komponen M) pada imunoelektroforesis urine atau plasma 4. Adanya lesi tulang litik “punched-out” radiogram rangka



5. Apusan perifer yang mengandung sel mieloma. Beberapa pemeriksaan darah bisa membantu dalam mendiagnosis penyakit ini: 1. Hitung jenis darah komplit, bisa menemukan adanya anmeia dan sel darah merah yang abnormal. 2. Laju endap sel darah merah (eritrosit) biasanya tinggi. 3. Kadar kalsium tinggi, karena perubahan dalam tulang menyebabkan kalsium masuk ke dalam aliran darah. Tetapi kunci dari pemeriksaan diagnostik untuk penyakit ini adalah elektroforesis protein serum dan imunoelektroforesis, yang merupakan pemeriksaan darah untuk menemukan dan menentukan antibodi abnormal yang merupakan tanda khas dari mieloma multipel. Antibodi ini ditemukan pada sekitar 85% penderita. Elektroforesisi air kemih dan imunoelektroforesis juga bisa menemukan adanya protein Bence-Jones, pada sekitar 3040% penderita. Rontgen seringkali menunjukkan pengeroposan tulang (osteoporosis). Biopsi sumsum tulang menunjukkan sejumlah besar sel plasma yang secara abnormal tersusun dalam barisan dan gerombolan, sel-sel juga tampak abnormal. G.    KOMPLIKASI 1) Dapat terjadi gagal ginjal akibat pengendapan protein Bence Jones di tubulus ginjal. 2) Pasien mungkin menjadi anemic berat. (Elizabeth J. Corwin, 2009) 



H. PENATALAKSANAAN Obat pereda nyeri (analgetik) yang kuat dan terapi penyinaran pada tulang yang terkena, bisa mengurangi nyeri tulang. Penderita yang memiliki protein Bence-Jones di dalam air kemihnya harus bayak minum untuk mengencerkan air kemih dan membantu mencegah dehidrasi, yang bisa menyebabkan terjadinya gagal ginjal. Penderita harus tetap aktif karena tirah baring yang berkepanjangan bisa mempercepat terjadinya osteoporosis dan menyebabkan tulang mudah patah. Tetapi tidak boleh lari atau mengangkat beban berat karena tulang-tulangnya rapuh.



Pada penderita yang memiliki tanda-tanda infeksi (demam, menggigil, daerah kemerahan di kulit) diberikan antibiotik. Penderita dengan anemia berat bisa menjalani transfusi darah atau mendapatkan eritropoetin (obat untuk merangsang pembentukan sel darah merah). Kadar kalsium darah yang tinggi bisa diobati dengan prednison dan cairan intravena, dan kadang dengan difosfonat (obat untuk menurunkan kadar kalsium). Allopurinol diberikan kepada penderita yang memiliki kadar asam urat tinggi. Kemoterapi memperlambat perkembangan penyakit dengan membunuh sel plasma yang abnormal. Yang paling sering digunakan adalah melfalan dan siklofosfamid. Kemoterapi juga membunuh sel yang normal, karena itu sel darah dipantau dan dosisnya disesuaikan jika jumlah sel darah putih dan trombosit terlalu banyak berkurang. Kortikosteroid (misalnya prednison atau deksametason) juga diberikan sebagai bagian dari kemoterapi. Kemoterapi dosis tinggi dikombinasikan dengan terapi penyinaran masih dalam penelitian. Pengobatan kombinasi ini sangat beracun, sehingga sebelum pengobatan sel stem harus diangkat dari darah atau sumsum tulang penderita dan dikembalikan lagi setelah pengobatan selesai. Biasanya prosedur ini dilakukan pada penderita yang berusia dibawah 50 tahun. Pada 60% penderita, pengobatan dapat memperlambat perkembangan penyakit. Penderita yang memberikan respon terhadap kemoterapi bisa bertahan sampai 2-3 tahun setelah penyakitnya terdiagnosis. Kadang penderita yang bertahan setelah menjalani pengobatan, bisa menderita leukemia atau jaringan fibrosa (jaringan parut) di sumsum tulang. Komplikasi lanjut ini mungkin merupakan akibat dari kemoterapi dan seringkali menyebabkan anemia berat dan meningkatkan kepekaan penderita terhadap infeksi I. KLASIFIKASI Secara perkembangan penyakit, multiple myeloma dibagi menjadi 3 kategori: 1.  Monoclonal gammopathy of undetermined significance (MGUS) 2.  Asymptomatic/smoldering myeloma 3.  Symptomatic myeloma/myeloma aktif



MGUS dan asymptomatic/smoldering myeloma adalah kondisi yang tidak berbahaya dan tidak menampakkan gejala. Pada tahap ini, pasien juga tidak akan diberi kemoterapi maupun obat MM lainnya. Hanya observasi saja. Jika sudah sampai pada tahap symptomatic myeloma/myeloma aktif, barulah pasien menerima kemoterapi dan obat MM. Pada tahap ini pula biasanya pasien MM mulai terdiagnosis.



J. TINGKATAN PENYAKIT. Berdasarkan kelas. ( Durie and Salmon, 1975). STADIUM I : 1. Pasien dengan jumlah sel kurang dari 0,6 triliun sel/m2. 2. Radiologi : • Ditemukan mieloma soliter. • Rangka tubuh normal 3. Laboratorium : • kadar hemoglobin lebih dari 10 mg/dl. • Kadar kalsium serum kurang atau sama dengan 12 mg/dl. • Ig G kurang dari 5 gr/dl dalam serum. • Ig A kurang dari 3 gr/dl dalam serum. STADIUM II : 1. Pasien dengan jumlah sel antara 0,6 – 1,2 triliun sel/m2. 2. Radiologik : tidak cocok dengan stadium I dan II. 3. Laboratorik : tidak cocok dengan stadium I dan II STADIUM III : 1. Pasien dengan jumlah sel lebih dari 1,2 triliun /m2 sel plasma. 2. Radiologik : dijumpai lesi osteolitik yang luas. 3. Laboratorik : • Kadar hemoglobin kurang dari 8,5 gr/dl. • Kadar kalsium serum lebih dari 12 mg/dl.



• Ig G lebih dari 7 gr/dl. • Ig A lebih dari 5 gr/dl. SUB KLASIFIKASI : a. Kreatinin serum kurang/sama dengan 2 mg/dl. b. Kreatinin serum lebih dari 2 mg/dl. CATATAN : • Pasien I A : Dengan harapan hidup rerata 19 bulan. • Pasien III B : Dengan harapan hidup rerata 5 bulan



KONSEP DASAR ASUHAN KEPERAWATAN   PENGKAJIAN A. Anamnesa 1. Identitas Pasien 2. Keluhan Utama 3. Riwayat Penyakit Sekarang : Perlu dikaji perasaan nyeri atau sakit yang dikeluhkan pasien, kapan terjadinya, biasanya terjadi pada malam hari. Tanyakan umur pasien, riwayat dalam keluarga apakah ada yang menderita kanker, prnah tidaknya terpapar dalam waktu lama terhadap zat-zat karsinogen dan sesuai dianjurkan 4. Riwayat Penyakit Dahulu 5. Riwayat Keluarga 6. Aktivitas/istirahat : Gejala: Malaise, merasa lelah, letih Tanda: gelisah siang dan malam, gangguan pola istrahat dan pola tidur, malaise (kelemahan dan keletihan) dan gangguan alat gerak. 7. Pola kebersihan 8. Personal hygine 9. Aktivitas



10. Eliminasi Gejala: Perubahan pada eliminasi urinarius misalnya nyeri, pada saat berkemih dan poliurin, perubahan pada pola defekasi ditandai dengan adanya darah yang bercampur pada feses, dan nyeri pada saat defekasi. B. Pemeriksaan Fisik Keadaan Umum,Kesadaran,Tekanan darah, Nadi, Respirasi,Temperatur. Lakukan pemeriksaan untuk mengidentifikasi adanya nyeri, bengkak, pergerakan terbatas, kelemahan. 1) Sirkulasi Gejala: Palpitasi , adanya pembengkakan mempengaruhi sirkulasi dan adanya nyeri pada dada karena sumbatan pada vena Tanda: Peningkatan tekanan darah. 2) Eliminasi Gejala: Perubahan pada eliminasi urinarius misalnya nyeri, pada saat berkemih dan poliurin, perubahan pada pola defekasi ditandai dengan adanya darah yang bercampur pada feses, dan nyeri pada saat defekasi. Tanda: adanya perubahan pada warna urin, perubahan pada peristaltik usus, serta adanya distensi abdomen 3)   Makanan / Cairan Gejala: kurang nafsu makan, pola makan buruk, (misalnya rendah tinggi lemak, adanya zat aditif, bahan pengawet), anoreksia, mual / muntah Tanda: Penurunan berat badan, berkurangnya massa otot, dan perubahan pada turgor kulit. 4)   Hiegine



Gejala: Melakukan higene diri sendiri harus dibantu orang lain, karena gangguan ekstremitas maka menjaga hygiene tidak dapat dilakuakan, malas mandi Tanda: Adanya perubahan pada kebersihan kulit, kuku dan sebagainya. 5) Neurosensori Gejala: Pusing Tanda: Pasien sering melamun dan suka menyendiri. 6) Keamanan Gejala: Karena adanya pemajanan pada kimia toksik, karsinogen pemajanan matahari lama / berlebihan. Tanda: Demam, ruam kulit dan ulserasi. 7) Integritas Ego Gejala : Menarik diri dari lingkungan, karena faktor stress (adanya gangguan pada keuangan, pekerjaan, dan perubahan peran), selain itu biasanya menolak diagnosis, perasaan tidak berdaya, tidak mampu, rasa bersalah, kehilangan control dan depresi. Tanda : Menyangkal, marah, kasar,. dan suka menyendiri. C. Riwayat Psikososial Kaji adanya kecemasan, takut ataupun depresi D. Pemeriksaan diagnostik Periksa adanya anemi, hiperkalsemia, hiperkalsiuria dan hiperurisemia E. Pembelajaran / Health education Memberi pengetahuan tentang penyakit kanker mengenai gejala – gejala, riwayat penyakit kanker keluarga, dan memberi pengertian kepada keluarga tentang upaya pengobatan.



    DIAGNOSA 1. Nyeri berhubungan dengan infiltrasi tumor 2. Resiko terhadap cedera: fraktur patologik berhubungan dengan tumor. 3. Kurang pengetahuan berhubungan dengan penyakit dan program terapeutik. 4. Ketidakefektifan koping individu berhubungan dengan rasa takut tentang ketidaktahuan, persepsi tentang proses penyakit dan system pendukung tidak adekuat. 5. Gangguan harga diri berhubungan dengan hilangnya bagian tubuh atau perubahan kinerja peran.



INTERVENSI NO 1



Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia (SDKI) Nyeri Kronis Definisi : pengalaman sensorik / emosional yang berkaitan dengan kerusakan jaringan actual/ fungsional, dengan onset mendadak/ lambat dan berintensitas ringan hingga berat yang berlangsung kurang dari 3 bulan



Standar Luaran Keperawatan Standar Intervensi Indonesia (SLKI) Keperawatan Indonesia (SIKI) Meningkat : Observasi : Kemampuan menuntaskan 1. Identifikasi lokasi , aktivitas durasi, frekuensi, kualitas, intensitas Menurun: nyeri 1. Keluhan nyeri 2. Identifikasi skala nyeri, 2. Meringis 3. Identifikasi respon 3. Gelisah nyeri nonverbal 4. Kesulitan tidur 4. Identifikasi factor yang 5. Menarik diri memperberat dan 6. Berfokus pada diri memperingan nyeri sendiri 5. Identifikasi Penyebab pengetahuan tentang a.kondisimuskuloskeletal Membaik : nyeri kronis 1. Frekuensi nadi 6. Identifikasi pengaruh b. kerusakan sistem 2. Pola nafas budaya terhadap respon syaraf 3. Tekanan darah nyeri c.penekanan syaraf 4. Perilaku d.infiltrasi tumor 5. Pola tidur Terapeutik : a.Berikan teknik non farmakologis, untuk



Gejala tanda mayor 1. Subyektif Mengeluh nyeri 2. Objektif a. Tampak meringis b. Bersikap protektif c. Gelisah d.Tidak mampu menuntaskan aktivitas Frekuensi Gejala tanda minor 1. Subjektif Tidak ada 2. a. b. c. d.



Objektif Bersikap protektif(posisi menghindari nyeri) Waspada Pola tidur menyempit Berfokus pada diri sendiri



mengurangi nyeri Control lingkungan yang memperberat dan memperingan nyeri c.Fasilitasi istirahat dan tidur b.



Edukasi : a. Jelaskan penyebab, periode, dan pemicu nyeri b. Jelaskan strategi meredakan nyeri c. Anjurkan memonitor nyeri secara mandiri d. Anjurkan menggunakan analgesic dengan tepat e. Ajarkan teknik nonfarmakologi saat nyeri Kolaborasi : a. Kolaborasi pemberian analgetik , jika perlu



DAFTAR PUSTAKA _. 2009. Mieloma Multipel (multiple myeloma). http://medicastore.com/penyakit_subkategori/12/index.html. Diakses tanggal 4 November 2010 Dugdale ,David C. Yi-Bin Chen, David Zieve. 2009. Multiple Myeloma. http://www.nlm.nih.gov/medlineplus/ency/article/000583.htm. Diakses tanggal 4 November 2010 Kyle ,Robert A., S. Vincent Rajkumar. 2004. Drug Therapy : Multiple Myeloma. http://www.nejm.com .Diakses tanggal 3 November 2010 Grethlein, Sara J., Lilian M Thomas. 2009. Multiple Myeloma. http://emedicine.medscape.com/article/204369-overview. Diakses tanggal 3 November 2010 Kumar,Vinay, Ramzi S. Cotran, Stanley R. Robbin. 2008. Robbins Buku Ajar Patologi edisi 7. Jakarta : Airlangga. Hlm. 481-484