LP Multiple Myeloma (MM) [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

MULTIPLE MYELOMA Definisi Myeloma multiple adalah penyakit klonal yang ditandai poliferasi salah satu jenis limfosit B, dan sel-sel plasma yang berasal dari limfosit tersebut. Selsel ini menyebar melalui sirkulasi dan mengendap terutama di tulang, menyebabkan tulang mengalami kerusakan, inflamasi, dan nyeri. Antibody yang dihasilkan oleh sel-sel plasma tersebut biasanya adalah IgG atau IgA klonal. Fragmen-fragmen monoclonal dari antibody tersebut dapat ditemukan di urin pasien yang sakit. Fragmen-fragmen ini disebut protein Bence Jones. Penyebab myeloma multiple tidak diketahui, tetapi factor resiko yang dipercaya antara lain pajanan okupasional terhadap materi dan gas tertentu, radiasi pengion, dan kemungkinan alergi obat multiple. Angka keselamatan hidup biasanya rendah, meskipun beberapa pasien dapat hidup lebih lama dengan penyakit ini. (Elizabeth J. Corwin. 2009). Myeloma multiple merupakan bentuk yang paling sering ditemukan di antara genopati yang ganas; penyakit kanker ini merupakan neoplasma sel plasma pada orang tua yang ditandai oleh lesi destruktif tulang pada lokasi yang multiple. (Robbins & Cotran, Richard N. Mitchell. 2008). Myeloma multiple ditandai dengan pertumbuhan dan proliferasi satu klona sel plasma yang progresif tidak terkendali yang akhirnya menyebabkan kematian pasien. Ini adalah penyakit pada orang berusia lanjut, dengan tanda berupa infiltarsi difus sel



plasma



di



sumsum



tulang



dan



pembentukan



berlebihan



hanya



immunoglobulin monoclonal utuh (IgG, IgA, dan yang jarang IgD) atau rantai ringan. Gangguan ini biasanya menyebabkan keterlibatan difus sumsum tulang tetapi kadang-kadang dapat bermanifestasi sebagai massa tumor fokal (plasmasitoma), yang mungkin terdapat di sumsum tulang atau di tempat ekstramedula (biasanya nasofaring). Bentuk bentuk varian myeloma multiple mencakup smoldering myeloma, myeloma nonsekretorik, leukemia sel plasma, dan plasmasitoma. Myeloma multiple lebih sering terjadi pada orang berkulit putih dan merupakan salah satu keganasan hematologic tersering pada populasi kulit hitam. Pada populasi kulit hitam, penyakit ini juga muncul pada usia lebih muda. (Ronald A. Sacher, Richard A. Mc Pherson. 2004)



Anatomi Lokasi predominan multipel mieloma mencakup tulang-tulang seperti vertebra, tulang iga, tengkorak, pelvis, dan femur. Awal dari pembentukan tulang terjadi di bagian tengah dari suatu tulang. Bagian ini disebut pusat-pusat penulangan primer. Sesudah itu tampak pada satu atau kedua ujung-ujungnya yang



disebut



pusat-pusat



penulangan



sekunder.



Bagian-bagian



dari



perkembangan tulang panjang adalah sebagai berikut:  Diafisis Diafisis merupakan bagian dari tulang panjang yang dibentuk oleh pusat penulangan primer, dan merupakan korpus dari tulang.  Metafisis Metafisis merupakan bagian tulang yang melebar di dekat ujung akhir batang (diafisis).  Lempeng epifisis Lempeng epifisis adalah daerah pertumbuhan longitudinal pada anak-anak, yang akan menghilang pada tulang dewasa.  Epifisis Epifisis dibentuk oleh pusat-pusat penulangan sekunder. Secara makroskopis tulang terdiri dari dua bagian yaitu pars spongiosa (jaringan berongga) dan pars kompakta (bagian yang berupa jaringan padat). Permukaan luar tulang dilapisi selubung fibrosa (periosteum); lapis tipis jaringan ikat (endosteum) melapisi rongga sumsum & meluas ke dalam kanalikuli tulang kompak. Berdasarkan bentuknya, tulang-tulang tersebut dikelompokkan menjadi: 1) Ossa longa (tulang panjang): tulang yang ukuran panjangnya terbesar, contohnya os humerus dan os femur. 2) Ossa brevia (tulang pendek): tulang yang ukurannya pendek, contoh: ossa carpi. 3) Ossa plana (tulang gepeng/pipih): tulang yg ukurannya lebar, contoh: os scapula. 4) Ossa irregular (tulang tak beraturan), contoh: os vertebrae. 5) Ossa sesamoid, contoh: os patella.



Perbedaan sel dalam keadaan normal dengan sel yang terkena multipel mieloma :  Sel-sel Darah Normal Kebanyakan sel-sel darah berkembang dari sel-sel dalam sumsum tulang yang disebut sel-sel induk (stem cells). Sumsum tulang adalah materi yang lunak di pusat dari kebanyakan tulang-tulang. Stem cells menjadi dewasa ke dalam tipe-tipe yang berbeda dari sel-sel darah. Setiap tipe mempunyai pekejaan khusus, yaitu :  Sel-sel darah putih membantu melawan infeksi.  Sel-sel darah merah mengangkut oksigen ke jaringan-jaringan di seluruh tubuh.  Platelet-platelet membantu membentuk gumpalan-gumpalan darah yang mengontrol perdarahan. Sel-sel plasma adalah sel-sel darah putih yang membuat antibodi. Antibodi adalah bagian dari sistim imun. Mereka bekerja dengan bagianbagian lain dari sistim imun untuk membantu melindungi tubuh dari kuman dan unsur-unsur berbahaya lainnya. Setiap tipe dari sel plasma membuat antibodi yang berbeda.  Sel-sel Multiple Myeloma Pada kanker, sel-sel baru terbentuk ketika tubuh tidak memerlukan selsel baru, dan sel-sel yang tua atau rusak tidak mati ketika mereka harus mati. Sel-sel ekstra ini dapat membentuk massa dari jaringan yang disebut pertumbuhan atau tumor. Mieloma terbentuk ketika sel plasma menjadi abnormal. Sel yang abnormal membelah untuk membuat salinan-salinan dari dirinya sendiri. Sel-sel yang baru membelah berulang-ulang, membuat semakin banyak sel-sel abnormal. Sel-sel plasma abnormal ini disebut sel-sel mieloma. Pada waktunya, sel-sel mieloma berkumpul dalam sumsum tulang. Mereka mungkin merusak bagian yang padat dari tulang. Ketika sel-sel mieloma berkumpul pada beberapa tulang-tulang, penyakitnya disebut “multiple myeloma“. Penyakit ini mungkin juga membahayakan jaringanjaringan dan organ-organ lain, seperti ginjal. Sel-sel myeloma membuat antibodi-antibodi yang disebut protein-protein M dan protein-protein lain. Protein-protein ini dapat berkumpul dalam darah, urin, dan organ-organ.



Etiologi Penyebab dari multipel mieloma ini belum diketahui secara pasti. Akan tetapi, predisposisi genetik, paparan radiasi, rangsangan antigenik yang kronis dan berbagai kondisi lingkungan dan pekerjaan mempengaruhi terjadinya MM ini walau hanya dalam persentase yang kecil. Faktor Risiko a. Usia Kemungkinan mengidap MM semakin meningkat dengan bertambahnya usia. Kurang dari 1% kasus ditemukan pada usia kurang dari 35 tahun. Kebanyakan penderita terdiagnosa pada usia lebih dari 65 tahun. b. Jenis kelamin Lebih banyak ditemukan pada laki-laki dibandingkan perempuan c. Ras Lebih sering ditemukan pada ras kulit hitam d. Radiasi Paparan radiasi akan meningkatkan kejadian myeloma e. Genetik Jika terdapat saudara sekandung atau orangtua yang mengidap myeloma, maka kemungkinan untuk mengidap myeloma meningkat sebanyak 4 kali lipat. Beberapa studi telah menunjukkan bahwa kelainan onkogen tertentu, seperti c-myc, ternyata berhubungan dengan kemajuan perkembangan tumor pada awal fase pertumbuhannya dan abnormalitas onkogen seperti N-Ras dan K-Ras yang berhubungan dengan perkembangan tumor setelah pembentukan ulang sumsum tulang. Kelainan gen supresor tumor, seperti TP53, telah terbukti berhubungan dengan penyebaran tumor ke organ lain. Penelitian yang sekarang ini sedang dikembangkan adalah menyelidiki apakah human-leukosit-antigen (HLA)-Cw5 atau HLA-Cw2 memainkan peran dalam pathogenesis multiple myeloma f. Paparan kerja Orang-orang yang bekerja di bidang agriculture terutama yang menggunakan herbisida dan insektisida maupun yang bekerja di industry petrokimia memiliki risiko lebih besar mengidap multiple myeloma. Paparan lama (>20 tahun) terkait erat dengan peningkatan risiko multiple myeloma.



g. Infeksi virus Virus HPV 8 yang menyerang sel dendrite pada sumsum tulang ditemukan pada pasien dengan multiple myeloma h. Obesitas Obesitas meningkatkan risiko multiple myeloma i. Penyakit plasma sel yang lain Orang dengan monoclonal gammopathy of undetermined significance (MGUS) atau plasmasitoma soliter akan meningkatkan risiko mengidap multiple myeloma (American cancer society, 2011;Seiter, 2011).



Patofisiologi Terlampir Manifestasi Klinis Dugaan adanya MM harus dipertimbangkan pada pasien diatas 40 tahun dengan anemia yang sulit diketahui penyebabnya, disfungsi ginjal atau adanya lesi tulang ( hanya 10% + M protein + lesi litik). Pada 98% pasien protein monoclonal ditemukan dalam serum atau urin atau keduanya. Paraprotein serum adalah IgM pada dua per tiga, IgA pada satu per tiga, dengan jarang IgM atau IgD atau kasus campuran. Pada kasus yang ragu-ragu penyelidikan follow up akan menunjukkan kenaikan progresif dalam konsentrasi paraprotein pada myeloma yang tidak diobati. Sumsum tulang memperlihatkan sel plasma meningkat (>10% dan biasanya >30%), sering dengan bentuk abnormal sel myeloma. Pengujian imunologis menunjukkan sel-sel ini bersifat monoclonal serum. Penelitian tulang rangka memperlihatkan daerah osteolosis atau penipisan tulang merata (generalized bone rarefaction) 20%. Fraktur patologis biasa terjadi, tanpa lesi ditemukan pada 20% pasien. Biasanya paling sedikit dua atau tiga sifat diagnostic yang tersebut di atas ditemukan. Tabel Kriteria Diagnostik Kelainan Sel Plasma Mieloma Multipel Kriteria Mayor : (MM) I. Plasmasitoma pada biopsy jaringan II. Sel plasma sumsum tulang > 30% III. M protein : IgG > 35 g/dl, igA > 20 g/dl, kappa atau lambda rantai ringan pada elektroforese urin Kriteria Minor : A. Sel plasma sumsu tulang 10%-30% B. M protein pada serum dan urin ( kadar lebih kecil dari III) C. Lesi litik pada tulang D. Normal residual IgG < 500 mg/L, IgA < 1g/L, atau IgG < 6 g/L. Diagnosis MM bila terdapat kriteria 1 mayor dan 1 minor atau 3 kriteria minor yang harus meliputi A+B. Kombinasi I dan A bukan merupakan diagnosis MM. Monoclonal gammopathy of undetermined significance (MGUS)



Mieloma Indolen



 Sel plasma sumsum tulang 70%, Hb > 10 mg/dl, Kreatinin serum deposit berprotein dari pielonefritis semuanya dapat ikut memperberat payah ginjal.  Albumin serum rendah ditemukan pada penyakit lanjut.  Pada darah perifer ditemukan penurunan CD4 (T-helper limfosit) dan peningkatan CD8 (T-supresor limfosit).  Tetapi kunci dari pemeriksaan diagnostik untuk penyakit ini adalah elektroforesis protein serum dan immunoelektroforesis yang merupakan pemeriksaan darah untuk menemukan dan menentukan antibodi abnormal yang merupakan tanda khas dari multiple myeloma. Antibodi ini ditentukan pada



sekitar



85%



penderita.



Elektroforesis



air



kemih



dan



immunoelektroforesis juga bisa menentukan adanya protein pada sekitar 3040% penderita. Pemeriksaan Penunjang lain 1. Foto Polos X-Ray Gambaran foto x-ray dari multipel mieloma berupa lesi multipel, berbatas tegas, litik, punch out, dan bulat pada tengkorak, tulang belakang, dan pelvis. Lesi terdapat dalam ukuran yang hampir sama. Lesi lokal ini



umumnya berawal di rongga medulla, mengikis tulang cancellous, dan secara progresif menghancurkan tulang kortikal. Sebagai tambahan, tulang pada pasien mieloma, dengan sedikit pengecualian, mengalami demineralisasi difus. Pada beberapa pasien, ditemukan gambaran osteopenia difus pada pemeriksaan radiologi. Saat timbul gejala sekitar 80-90% di antaranya telah mengalami kelainan tulang. Film polos memperlihatkan:  Osteoporosis umum dengan penonjolan pada trabekular tulang, terutama tulang belakang yang disebabkan oleh keterlibatan sumsum pada jaringan mieloma. Hilangnya densitas tulang belakang mungkin merupakan tanda radiologis satu-satunya pada mieloma multiple. Fraktur patologis sering dijumpai.  Fraktur kompresi pada badan vertebra, tidak dapat dibedakan dengan osteoprosis senilis.  Lesi-lesi litik “punch out” yang menyebar dengan batas yang jelas, lesi yang berada di dekat korteks menghasilkan internal scalloping.  Ekspansi tulang dengan perluasan melewati korteks , menghasilkan massa jaringan lunak. Walaupun semua tulang dapat terkena, distribusi berikut ditemukan pada suatu penelitian yang melibatkan banyak kasus : kolumna vertebra 66%, iga 44%, tengkorak 41%, panggul 28%, femur 24%, klavicula 10% dan scapula 10%. 2. CT-Scan CT Scan menggambarkan keterlibatan tulang pada mieloma. Namun, kegunaan modalitas ini belum banyak diteliti, dan umumnya CT Scan tidak dibutuhkan lagi karena gambaran pada foto tulang konvensional menggambarkan kebanyakan lesi yang CT scan dapat deteksi. 3. MRI MRI potensial digunakan pada multiple mieloma karena modalitas ini baik untuk resolusi jaringan lunak. Secara khusus, gambaran MRI pada deposit mieloma berupa suatu intensitas bulat, sinyal rendah yang fokus di gambaran T1, yang menjadi intensitas sinyal tinggi pada sekuensi T2. Namun, hampir setiap tumor muskuloskeletal memiliki intensitas dan pola menyerupai mieloma. MRI meskipun sensitif terhadap adanya penyakit namun tidak spesifik. Pemeriksaan tambahan untuk diagnosis multiple mieloma seperti pengukuran nilai gamma globulin dan aspirasi langsung



sumsum tulang untuk menilai plasmasitosis. Pada pasien dengan lesi ekstraosseus, MRI dapat berguna untuk menentukan tingkat keterlibatan dan untuk mengevaluasi kompresi tulang. 4. Radiologi Nuklir Mieloma merupakan penyakit yang menyebabkan overaktifitas pada osteoklas. Scan tulang radiologi nuklir mengandalkan aktifitas osteoblastik (formasi tulang) pada penyakit dan belum digunakan rutin. Tingkat false negatif skintigrafi tulang untuk mendiagnosis multiple mieloma tinggi. Scan dapat positif pada radiograf normal, membutuhkan pemeriksaan lain untuk konfirmasi. 5. Angiografi Gambaran angiografi tidak spesifik. Tumor dapat memiliki zona perifer dari peningkatan vaskularisasi. Secara umum, teknik ini tidak digunakan untuk mendiagnosis multipel mieloma. Stadium Multiple Myeloma Tabel Penetapan Stadium Mieloma Multipel Menurut Durie dan Salmon Ketahanan Hidup Ratarata Stadium I  Massa tumor rendah : 6,2 mmol/l  Kalsium serum normal < 2,6 mmlo/l  Kerangkanormal atau paling banyak 1 sarang tulang soliter.  Kadar paraprotein relative rendah : IgG < 50 gr/l, IgA 1,2 x 1012 sel myeloma per m2.  Hb 2,6 mmol/l  Kelainan kerangka luas  Kadar paraprotein relative tinggi : IgG > 70 g/l, IgA >50 g/l, sekresi bonce-jones 12 g/l



32 bulan



23 bulan



Stadium –stadium ini, tergantung faal ginjal, masih dibagi lagi ke dalam A dan B. A = kreatinin serum < 180 mol/l B = kreatinin serum >180 mol/l Penatalaksanaan Tujuan utama pengobatan adalah menghilangkan rasa sakit sehingga pasien dapat bergerak aktif untuk menghindari demineralisasi tulang yang lebih lanjut akibat imobilisasi. Pemakaian korset lumbal yang sederhana dapat mengurangi rasa sakit pada tulang punggung. Sebaiknya pasien diberikan penjelasan tentang penyakitnya dan terutama ditekankan bahwa penyakitnya dapat dikontrol dengan baik, walaupun tidak dapat disembuhkan. Meskipun sel myeloma responsive dengan radioterapi dan kemoterapi, kondisi respon lengkap tidak dapat bertahan lama. Kemoterapi baru harus diberikan bila jelas ada progresi penyakit, jadi kebanyakan pada fase simtomatik penyakit, tetapi yang efektif mengurangi keluhan dan memperpanjang ketahanan hidup. Obat pengalkil seperti melphalan dan siklofosfamid dalam hal ini ternya paling efektig. Kemoterapi dengan melphalan dan prednisone (MP) menunjukkan angka respon yang tinggi 50%-60%. Beberapa penelitian terapi pemeliharaan dengan interferon dikonfirmasikan tidak ada manfaatnya, sedangkan penelitian terapi pemeliharaan dengan steroid



atau



interferon-alfa



rekombinasi



memperpanjang



respon



terapi



konvensional. Yang termasuk terapi konvensional primer yaitu; melfan / prednisolon (MP), vinkristin / doksurubisin / deksametason (VAD), talidomid / deksametason. Terapi pemeliharaan dengan steroid dan interferon, sedang terapi salvage dengan mengulangi terapi konvensional primer (jika kambuh lebih dari 6 bulan), siklofosfamid, VAD, etoposid / deksametason / sitarabin, sisplatin (EDAP), siklofosfamid dosis tinggi, talidomid dan bortezomid. Kortikosteroid yang memblokade aktivasi osteoklas dengan regresi tumor langsung menimbulkan penurunan kadar paraprotein. Progresi penyakit dapat tampak dari kenaikan yang hebat kadar paraprotein, nyeri yang bertambah, dan bertambahnya lesi litik tulang pada foto rontgen. Jika progresi terjadi selama terapi MP maka dapat digunakan kombinasi obat yang lain. Dalam usaha meningkatkan waktu resmisi dan ketahanan hidup pasien MM pada tahun-tahun terakhir ini dipertimbangkan penanganan terapi mieloblatif (dosis tinggi kemoterapi dan radioterapi tubuh total) dilanjutkan dengan



transplantasi sumsum tulang autolog (sel induk perifer) atau alogen (transplantasi sumsum tulang) pada pasien yang masih muda. Pengobatan keadaan komplikasi darurat MM  Uremia : rehidrasi, obati sebab yang mendasari (misalnya hiperkalsemia, hiperurisemia). Hemodialisis dipertimbangkan pada beberapa pasien.  Hiperkalsemia akut : hidrasi, prednisolon, fosfat (intravena atau oral). Mythramycin atau kalsitonin dapat juga bermanfaat.  Paraplegia kompresi : laminektomi dekompresi, irradiasi, kemoterapi.  Lesi tunggal tulang yang nyeri; kemoterapi atau irradiasi.  Anemia berat: transfuse packed red cells  Perdarahan karena interferensi paraprotein terhadap koagulasi, dan sindrom hiperviskositas dapat diobati dengan plasmaferesis berulang. Pengobatan medikamentosa yang dianjurkan adalah dengan kombinasi melfalan atau siklofosfamid dengan prednisone secara intermiten. Dosis melfalan 10 mg/m2 selama 4 hari, kemudian diulang 4-6 minggu. Dosis ini dapat dinaikan sampai timbul neurotropenia atau trombositopenia ringan atau sampai ada perbaikan keadaan pasien yang nyata. Prednisolon diberikan 60 mg/m2, juga selama 4 hari , diulang 4-6 minggu kemudian. Sedangkan dosis siklofosfamid adalah 1.000 mg/m2 iv diberikan satu kali saja, diulang 4-6 minggu kemudian. Pengobatan kombinasi tersebut dapat diberikan paling lama selama 1 tahun atau kurang, bila telah tercapai resmisi lengkap. 1. Terapi radiasi Terapi ini digunakan untuk mengatasi penyakit tulang yang sangat nyeri. Dapat dilakukan dengan terapi lainnya atau tidak. 2. Terapi induksi  Kemoterapi: dapat membunuh sel myeloma yang tumbuh dengan cepat, tetapi juga dapat menyerang sel-sel normal yang membelah dengan cepat.  Terapi target: terapi target menggunakan obat-obatan yang dapat menghambat pertumbuhan sel myeloma. Terapi target menghambat kerja protein abnormal yang memicu pertumbuhan sel myeloma.  Steroid: beberapa steroid memiliki efek antitumor. Steroid dapat memicu kematian sel myeloma. Steroid dapat digunakan sendiri atau dengan obatobatan lainnya untuk mengatasi myeloma. 3. Transplantasi stem cell



Transplantasi stem cell memungkinkan penderita MM menggunakan obatobatan dosis tinggi. Dosis yang tinggi dapat menghancurkan sel myeloma dan sel darah yang normal di sumsum tulang. Setelah menerima pengobatan dosis tinggi, segera diberikan stem cell melalui vena (seperti transfusi darah). Sel darah yang baru berkembang dari transplantasi stem cell. Sel darah yang baru menggantikan sel darah yang dihancurkan oleh pengobatan.



Prognosis Multiple Myeloma merupakan penyakit yang dapat dikontrol dengan baik, meskipun tidak dapat disembuhkan. Prognosis pasien tergantung pada hal-hal berikut ini, yaitu ; kadar ureum, kreatinin dan kalsium serum, ada tidaknya protein yang mempunyai berat molekul tinggi dalam urin, kuantitas dan kualitas lesi tulang, ada tidaknya anemia, persentase sel myeloma dalam sumsum tulang, umur pasien dll. Banyak faktor prognostik klinik berkorelasi kuat dengan massa sel myeloma, yang dapat ditaksir berdasarkan atas dan banyaknya paraprotein total yang diproduksi pada pasien selama 24 jam, dibagi oleh banyaknya paraprotein yang diproduksi per sel dalam kurun waktu yang sama. Faktor prognostik yang berpengaruh dalam perkembangan MM adalah; kadar hemoglobin, kalsium, kreatinin serum, β2-mikroglobulin, albumin, FISH kromosom 13 dan 11 pada sitogenik sumsum tulang, CRP, sel plasma indeks labeling dan IL-6 serum yang semua ini menentukan stadium penyakit Multiple Myeloma pada pasien yang pada akhirnya juga menentukan prognosis. Konsep Dasar Asuhan Keperawatan  Pengkajian  Riwayat Penyakit Perlu dikaji perasaan nyeri atau sakit yang dikeluhkan pasien, kapan terjadinya, biasanya terjadi pada malam hari. Tanyakan umur pasien, riwayat dalam keluarga apakah ada yang menderita kanker, prnah tidaknya terpapar dalam waktu lama terhadap zat-zat karsinogen dan sesuai dianjurkan.  Pemeriksaan Fisik Lakukan pemeriksaan untuk mengidentifikasi adanya nyeri, bengkak, pergerakan terbatas, kelemahan.



 Aktivitas / istirahat Gejala: Malaise, merasa lelah, letih. Tanda: gelisah siang dan malam, gangguan pola istrahat dan pola tidur, malaise (kelemahan dan keletihan) dan gangguan alat gerak.  Sirkulasi Gejala: Palpitasi , adanya pembengkakan mempengaruhi sirkulasi dan adanya nyeri pada dada karena sumbatan pada vena. Tanda: Peningkatan tekanan darah.  Integritas Ego Gejala: Menarik diri dari lingkungan, karena faktor stress (adanya gangguan pada keuangan, pekerjaan, dan perubahan peran), selain itu biasanya menolak diagnosis, perasaan tidak berdaya, tidak mampu, rasa bersalah, kehilangan control dan depresi. Tanda: Menyangkal, marah, kasar,. dan suka menyendiri.  Eliminasi Gejala: Perubahan pada eliminasi urinarius misalnya nyeri, pada saat berkemih dan poliurin, perubahan pada pola defekasi ditandai dengan adanya darah yang bercampur pada feses, dan nyeri pada saat defekasi. Tanda: adanya perubahan pada warna urin, perubahan pada peristaltik usus, serta adanya distensi abdomen.  Makanan / Cairan Gejala: kurang nafsu makan, pola makan buruk, (misalnya rendah tinggi lemak, adanya zat aditif, bahan pengawet), anoreksia, mual / muntah. Tanda: Penurunan berat badan, berkurangnya massa otot, dan perubahan pada turgor kulit.  Hyegine Gejala: Melakukan higene diri sendiri harus dibantu orang lain, karena gangguan ekstremitas maka menjaga hygiene tidak dapat dilakuakan, malas mandi. Tanda: Adanya perubahan pada kebersihan kulit, kuku dan sebagainya.  Neurosensori Gejala: Pusing Tanda: Pasien sering melamun dan suka menyendiri.



 Kenyamanan Gejala: adanya nyeri dari nyeri ringan sampai nyeri berat, sangat mempengaruhi kenyamanan pasien. Tanda: Pasien sering mengeluh tentang nyeri yang dirasakan, dan keterbatasan gerak karena nyeri tersebut.  Pernapasan Gejala: Pasien kadang asma, karena kebiasaan merokok, atau pemajanan asbes.  Keamanan Gejala: Karena adanya pemajanan pada kimia toksik, karsinogen pemajanan matahari lama / berlebihan. Tanda: Demam, ruam kulit dan ulserasi.  Seksualitas Gejala: adanya perubahan pada tingkat kepuasan seksualitas karena adanya keterbatasan gerak.  Riwayat Psikososial Kaji adanya kecemasan, takut ataupun depresi.  Pemeriksaan diagnostik Periksa adanya anemi, hiperkalsemia, hiperkalsiuria dan hiperurisemia.  Pembelajaran / Health education Memberi pengetahuan tentang penyakit kanker mengenai gejala – gejala, riwayat penyakit kanker keluarga, dan memberi pengertian kepada keluarga tentang upaya pengobatan.  Diagnosa Keperawatan yang Mungkin Muncul 1. Nyeri berhubungan dengan proses patologik. 2. Resiko terhadap cedera: fraktur patologik berhubungan dengan tumor. 3. Kurang



pengetahuan berhubungan



dengan



penyakit



dan



program



terapeutik. 4. Ketidakefektifan koping individu berhubungan dengan rasa takut tentang ketidaktahuan, persepsi tentang proses penyakit dan system pendukung tidak adekuat. 5. Gangguan harga diri berhubungan dengan hilangnya bagian tubuh atau perubahan kinerja peran.



 Intervensi 1. Nyeri b/d proses patologis penyakit Kriteria hasil : nyeri berkurang atau terkontrol Intervensi :  Lakukan pengkajian nyeri secara komprehensif. R/ mengetahui tingkat nyeri yang dirasakan oleh klien sehingga dapat memudahkan intervensi selanjutnya.  Berikan posisi yang nyaman R/ Dengan posisi yang nyaman diharapkan rasa nyeri dapat berkurang.  Monitor tanda-tanda vital R/ mengetahui perubahan tanda vital akibat nyeri.  Berikan analgesik sesuai kebutuhan untuk nyeri R/ Meningkatkan rasa nyaman dan menghilangkan nyeri sedang sampai berat.



2. Resiko terhadap cidera: fraktur patologik b/d tumor Kriteria Hasil : tidak adanya cidera akibat tumor yang dialami pasien Intervensi :  Sangga tulang yang sakit dan tangani dengan lembut selama pemberian asuhan keperawatan. R/ Tumor tulang akan melemahkan tulang sampai ke titik dimana aktivitas normal atau perubahan posisi dapat mengakibatkan fraktur.  Gunakan sanggahan eksternal (mis. Splint) untuk perlindungan tambahan. R/ Penyangga luar (mis. bidai) dapat dipakai untuk perlindungan tambahan.  Ikuti pembatasan penahanan berat badan yang dianjurkan. R/ Adanya pembatasan akan membantu klien dalam penahanan berat badan yang tidak mampu ditahan oleh tulang yang sakit.  Ajarkan bagaimana cara untuk menggunakan alat ambulatory dengan aman dan bagaimana untuk menguatkan ekstremitas yang tidak sakit. R/ Penggunaan alat ambulatory dengan aman mampu menguatkan ekstremitas yang sehat.



3. Kurang pengetahuan b/d proses penyakit dan program terapeutik Tujuan : pasien memahami proses penyakit dan program terapi Kriteria Hasil : Pengetahuan yang tepat mengenai proses penyakit dan menggambarkan program pengobatannya. Intervensi :  Kenali tingkat pengetahuan pasien saat ini tentang kanker atau tumor. R/ Data akan memberikan dasar untuk penyuluhan dan menghindari adanya duplikasi.  Gambarkan proses penyakit tumor sesuai dengan kebutuhan R/ Membantu pasien dalam memahami proses penyakit.  Berikan informasi mengenai terapi dan atau pilihan pengobatan yang potensial terjadi dan atau keuntungan dari setiap terapi tersebut. R/ Membantu pasien dalam membuat keputusan pengobatan.  Gunakan brosur, gambar, video tape dalam penyuluhan pasien atau keluarga. R/ Alat visual memberikan penguatan pada instruksi yang diberikan.  Anjurkan pasien untuk menyampaikan pilihannya atau mendapatkan pilihan kedua sesuai kebutuhan. R/ Meningkatkan advokasi pasien dalam pelayanan medis.  Instruksikan pasien untuk melaporkan tanda dan gejala pada pemberi pelayanan kesehatan; memberi nomor telepon yang penting. R/ Meningkatkan keamanan dalam upaya penyembuhan.



4. Ketidakefektifan koping individu b/d rasa takut tentang ketidaktahuan, persepsi tentang proses penyakit dan system pendukung tidak adekuat. Kriteria Hasil : Ansietas, kekhawatiran, dan kelemahan menurun pada tingkat yang dapat diatasi, mendemonstrasikan kemandirian yang meningkat dalam aktivitas dan proses pengambilan keputusan Intervensi :  Gunakan pendekatan yang tenang dan berikan satu suasana lingkungan yang dapat diterima. R/ Membantu pasien dalam membangun kepercayaan kepada tenaga kesehatan.  Evaluasi kemampuan pasien dalam pembuatan keputusan.



R/ Membantu pengkajian terhadap kemandirian dalam pengambilan keputusan.  Kaji sikap harapan yang realistis. R/ Meningkatkan kedamaian diri.  Dukung penggunaan mekanisme pertahanan diri yang sesuai. R/ Meningkatkan kemampuan untuk menguasai masalah.  Nilai kebutuhan atau keinginan pasien terhadap dukungan sosial. R/ Memenuhi kebutuhan pasien.  Kenalkan pasien pada seseorang atau kelompok yang telah memiliki pengalaman penyakit yang sama. R/ Memberikan informasi dan dukungan dari orang lain dengan pengalaman yang sama.  Berikan sumber-sumber spiritual jika diperlukan. R/ Untuk memenuhi kebutuhan spiritual pasien.



5. Gangguan harga diri b/d hilangnya bagian tubuh atau perubahan kinerja peran Kriteria Hasil : harga diri klien meningkat Intervensi :  Dukung keluarga dalam mengupayakan melewati penyesuaian yang harus dilakukan; kenali perubahan dalam citra diri akibat pembedahan dan kemungkinan amputasi. R/ Kemandirian versus ketergantungan merupakan isu pada pasien yang menderita keganasan. Gaya hidup akan berubah secara dramatis, paling tidak sementara.  Berikan kepastian yang realistis tentang masa depan dan perjalanan kembali aktivitas yang berhubungan dengan peran; beri dorongan untuk perawatan mandiri dan sosialisasi. R/ Peyakinan yang masuk akal mengenai masa depan dan penyesuaian aktivitas yang berhubungan dengan peran harus dilakukan untuk memandirikan pasien.  Libatkan pasien dan keluarga sepanjang pengobatan untuk meningkatkan rasa tetap memiliki kontrol dalam kehidupan seseorang. R/ Keterlibatan pasien dan keluarganya sepanjang terapi dapat mendorong kepercayaan diri, pengembalian konsep diri, dan perasaan dapat mengontrol hidupnya sendiri.



Daftar Pustaka



American Cancer Society. 2011. Multiple Myeloma. http://www.cancer.org. Diakses pada 24 Desember 2016. Aru W. Sudoyo. 2006. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid II Ed. IV, FKUI: Jakarta. Corwin, Elizabeth J. 2009. Patofisiologi: Buku Saku / Elizabeth J. Corwin. Jakarta: EGC. Grethlein, Sara J., Lilian M Thomas. 2009. Multiple Myeloma [online]. Available from



http://emedicine.medscape.com/article/204369-overview.



Diakses



tanggal 25 Desember 2016. Palumbo A and Anderson K. Multiple Myeloma. The New England Journal of Medicine. 2011; 364: 1046-1060. Robbins & Cotran, Richard N. Mitchell. 2008. Buku Saku Dasar Patologis Penyakit, Edisi 7. Jakarta: EGC. Sacher, Ronald A., McPherson, Richard A. 2004. Tinjauan Klinis Hasil Pemeriksaan Laboratorium, Edisi 11. Jakarta: EGC. Seiter K.2011. Multiple Myeloma. http://emedicine.medscape.com. Diakses pada 24 Desember 2016. Sorenson, Steven M., Amilcare Gentili, dan Sulabha Masih. Multiple Myeloma [online].



Available



from



http://emedicine.medscape.com/article/391742-



overview. Diakses tanggal 24 Desember 2016. Sylvia A. Price & Lorraine M. Wilson. 2005. Patofisiologi Konsep klinis Prosesproses Penyakit Ed.6. Jakarta : EGC.