Multiple Myeloma [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

REFERAT MULTIPLE MYELOMA



Oleh : Andre Prasetyo Mahesya, S. Ked Assyifa Anindya, S. Ked



1018011109 1018011043



Pembimbing : dr. Juspeni Kartika, Sp.PD



KEPANITERAAN KLINIK PENYAKIT DALAM RSUD DR.H. ABDUL MOELOEK FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS LAMPUNG 2014 BAB I PENDAHULUAN Multiple myeloma (myeloma atau myeloma sel plasma) merupakan kanker sel plasma yang ada di sumsum tulang, dimana sebuah klon dari sel plasma yang abnormal berkembang biak membentuk tumor di sumsum tulang dan menghasilkan sejumlah antibodi yang abnormal yang terkumpul di dalam darah atau air kemih. Normalnya, sel plasma hanya mencapai ≤5% dari kadar sel darah dalam sumsum tulang. Karena suatu alasan yang belum



jelas, sel plasma dapat tumbuh tidak terkontrol; ketika ini dilakukan, sel plasma ini sudah disamakan sebagai myeloma cells. Myeloma ini dapat memadati sumsum tulang dan merusak tulang. Hingga akhirnya, mereka berkumpul dan membentuk tumor di sebuah multiple (kumpulan) daerah di tulang. Itulah mengapa kanker ini disebut “multiple” myeloma. Proliferasi berlebihan dalam sumsum tulang menyebabkan matriks tulang terdestruksi dan produksi imunoglobulin abnormal dalam jumlah besar, dan melalui berbagai mekanisme menimbulkan gejala dan tanda klinis. Setelah sumsum tulang digantikan oleh sel plasma ganas, sel normal sumsum tulang terdepresi, sel hemopoietik normal terdestruksi, akhirnya sumsum tulang mengalami kegagalan total, destruksi matriks tulang menimbulkan osteosklerosis, lesi osteolitik, fraktur patologis, dan nyeri tulang. Dalam serum muncul sejumlah besar protein monoklonal atau subunit rantai polipeptida produk dari proliferasi sel plasma monoklonal, sedangkan imunoglobulin normal berkurang. Walaupun masih kontroversial dikatakan bahwa semua kasus multiple myeloma berkembang dari gammopatia monoklonal esensial atau MGUS (Monoclonal Gammopathy of Undetermined Significance). Keganasan sel plasma dikenal sebagai neoplasma monoklonal yang berkembang dari lini sel B, terdiri dari multiple myeloma (MM), makroglobulinemia Waldemstrom amiloidosis primer dan penyakit rantai berat. Neoplasma monoklonal dikenal dengan banyak nama antara lain adalah gamopatia monoklonal, paraproteinemia, diskrasia sel plasma dan disproteinemia. Penyakit ini biasanya disertai produksi imunoglobulin atau fragmen-fragmennya dengan satu penanda idiopatik, yang ditentukan oleh regio variabel identik dalam rantai ringan dan berat. Istilah paraprotein, protein monoklonal atau komponen M, meunjukkan adanya komponen yang eletrofoetik homogen ini dalam serum dan urin. Paraprotein dapat merupakan imunoglobulin lengkap, biasanya tipe IgG atau Costa, jarang juga tipe IgD atau IgE. Rantai ringan ini oleh ginjal dapat cepat dieksresi dan karena itu terutama dapat ditunjukkan dalam urin (protein Bence Jones). BAB II. ISI 2.1. PENGERTIAN Multiple myeloma adalah kelainan sel plasma neoplastik yang ditandai oleh ploriferasi sel plasma maligna dalam sumsum tulang, protein monoclonal dalam darah atau urine, dan terkait dengan disfungsi organ (Palumbo, 2011). Normalnya, plasma sel terutama ditemukan di sumsum tulang dan berperan penting dalam system imun tubuh sebagai



penghasil antibodi (Seiter, 2011). Limfosit adalah salah satu komponen system, imun tubuh. Limfosit dibagi menjadi 2, yakni limfosit B dan limfosit T. Limfosit B akan berespon terhadap infeksi dengan mematurkan diri dan berubah menjadi sel plasma. Sel plasma memproduksi antibody (imunoglobulin) yang membantu tubuh dalam melawan infeksi dan penyakit lainnya (American cancer society, 2011). Tumor biasanya menyerang sumsum tulang. Jika hanya ditemukan satu macam tumor, disebut solitary myeloma. Tapi jika ditemukan lebih dari satu, maka disebut multiple myeloma. Keberadaan sel myeloma di sumsum tulang akan meningkatkan populasi sel di sumsum tulang sebanyak 20%. Banyaknya kanker sel plasma dapat menimbulkan komplikasi sebagai berikut: 



Anemia







menyebabkan kelelahan dan kelemahan Trombositopenia : rendahnya hitung trombosit di sirkulasi dapat menimbulkan







perdarahan maupun memar Leukopenia : rendahnya hitung leukosit di sirkulasi dapat meningkatkan







kemungkinan tubuh mengalami infeksi kronis yang dapat mengancam jiwa Myeloma bone disease : sel-sel myeloma menghasilkan berbagai mediator yang



: karena penekanan produksi sel darah merah di sumsum tulang akan



merangsang osteoklast meresorbsi tulang secepat osteoblast memproduksi sel tulang baru. Peningkatan resorbsi tulang ini dapat menyebabkan kelemahan, osteoporosis, sehingga 



meningkatkan risiko terjadinya patah tulang Hiperkalsemia : ketika terjadi kerusakan tulang, kalsium dirilis ke sirkulasi sehingga timbul hiperkalsemia. Hiperkalsemia dapat menurunkan nafsu makan, nausea, haus,







kelelahan, kelemahan otot, gelisah, dan bingung Gangguan ginjal : antibody dan kalsium yang jumlahnya berlebihan dapat menghambat proses filtrasi darah dalam ginjal (medifocus, 2011)



2.2. INSIDEN DAN EPIDEMIOLOGI Laporan tahunan insiden mieloma di Inggris diperkirakan 60-70 juta jiwa. Secara keseluruhan prevalensinya sama seperti peningkatan berdasarkan data dari angka survival lebih dari dekade terakhir. Rata-rata usianya sekitar 70 tahun. Hanya 15% pasien yang berumur kurang dari 60 tahun. Mieloma memiliki insiden yang tinggi pada kelompok etnik Afro-Carribean dibandingkan Kaukasian tapi itu hanya sedikit dari epidemiologi khusus. Kasus terbanyak menunjukan de novo tapi baru-baru ini diketahui bahwa mieloma didahului tanpa gejala di fase monoclonal gammophaty of undetermined significance (MGUS) pada hampir semua pasien.



Diestimasikan sekitar 19.920 kasus baru dari multipel mieloma akan terjadi di Amerika Serikat pada tahun 2008. Terdiri dari 11.190 pria dan 8.730 wanita. Multipel mieloma lebih sering pada pria dibandingkan wanita, dan hampir dua kali lebih sering pada ras kulit hitam dibandingkan kulit putih. Rata-rata diagnosis umur 65 sampai 70 tahun. Sekitar 10.690 orang Amerika diramalkan akan meninggal karena multipel mieloma pada tahun 2008. Selama tahun 2006, rentan lima tahun masa bertahan hidup seorang multipel mieloma diperkirakan 34%. Kelangsungan hidup lebih tinggi pada kaum muda dan lebih rendah pada orang tua, menurut Americam Cancer Society. 2.3. ETIOLOGI Penyebab multipel mieloma belum diketahui. Paparan radiasi, benzena, dan pelarut organik lainnya, herbisida, dan insektisida mungkin memiliki peran. Faktor genetik juga mungkin berperan pada orang-orang yang rentan untuk terjadinya perubahan yang menghasilkan proliferasi sel plasma yang memproduksi protein M seperti pada MGUS. Dalam sel mana terjadi transformasi maligna tepatnya terjadinya belum jelas. Dapat ditunjukkan sel limfosit B yang agak dewasa yang termasuk klon sel maligna di darah dan sumsum tulang, yang dapat menjadi dewasa menjadi sel plasma. Terjadinya onkogen yang paling penting diduga berlangsung dalam sel pendahulu yang mulai dewasa ini atau bahkan mungkin dalam sel plasma sendiri. Beragam perubahan kromosom telah ditemukan pada pasien myeloma seperti delesi 13q14, delesi 17q13, dan predominan kelainan pada 11q. 1,5. Banyak faktor resiko lain yang dicurigai sedang dipelajari. Para peneliti telah mempelajari apakah terpapar pada bakteri (terutama virus) atau bahan kimia, mempunyai perubahan gen tertentu, serta makanan tertentu, atau menjadi gemuk (obesitas) dapat meningkatkan resiko pengembangan multipel mieloma. 2.4.



FAKTOR RISIKO a. Usia Kemungkinan mengidap multiple myeloma semakin meningkat dengan bertambahnya usia. Kurang dari 1% kasus ditemukan pada usia kurang dari 35 tahun. Kebanyakan penderita terdiagnosa pada usia lebih dari 65 tahun. b. Jenis kelamin Lebih banyak ditemukan pada laki-laki dibandingkan perempuan c. Ras Lebih sering ditemukan pada ras kulit hitam d. Radiasi Paparan radiasi akan meningkatkan kejadian myeloma e. Genetik



Jika terdapat saudara sekandung atau orangtua yang mengidap myeloma, maka kemungkinan untuk mengidap myeloma meningkat sebanyak 4 kali lipat. Beberapa studi telah menunjukkan bahwa kelainan onkogen tertentu, seperti c-myc, ternyata berhubungan dengan kemajuan perkembangan tumor pada awal fase pertumbuhannya dan abnormalitas onkogen seperti N-Ras dan K-Ras yang berhubungan dengan perkembangan tumor setelah pembentukan ulang sumsum tulang. Kelainan gen supresor tumor, seperti TP53, telah terbukti berhubungan dengan penyebaran tumor ke organ lain. Penelitian yang sekarang ini sedang dikembangkan adalah menyelidiki apakah human-leukosit-antigen (HLA)-Cw5 atau HLA-Cw2 memainkan peran dalam pathogenesis multiple myeloma f. Paparan kerja Orang-orang yang bekerja di bidang agricultural terutama yang menggunakan herbisida dan insektisida maupun yang bekerja di industry petrokimia memiliki risiko lebih besar mengidap multiple myeloma. Paparan lama (>20 tahun) terkait erat dengan peningkatan risiko multiple myeloma g. Infeksi Virus HPV 8 yang menyerang sel dendrite pada sumsum tulang ditemukan pada pasien dengan multiple myeloma h. Obesitas Obesitas meningkatkan risiko multiple myeloma i. Penyakit plasma sel yang lain Orang dengan monoclonal gammopathy of undetermined significance (MGUS) atau plasmasitoma soliter akan meningkatkan risiko mengidap multiple myeloma (American cancer society, 2011;Seiter, 2011). 2.5.



ANATOMI DAN FISIOLOGI Lokasi predominan multiple myeloma mencakup tulang-tulang seperti vertebra, costa,



calvaria, pelvis, dan femur. Awal dari pembentukan tulang terjadi di bagian tengah dari suatu tulang. Bagian ini disebut pusat-pusat penulangan primer. Sesudah itu tampak pada satu atau kedua ujung-ujungnya yang disebut pusat-pusat penulangan sekunder. Bagian-bagian dari perkembangan tulang panjang adalah sebagai berikut: 1. Diafisis Diafisis merupakan bagian dari tulang panjang yang dibentuk oleh pusat penulangan primer, dan merupakan korpus dari tulang. 2. Metafisis Metafisis merupakan bagian tulang yang melebar di dekat ujung akhir batang (diafisis).



3. Lempeng epifisis Lempeng epifisis adalah daerah pertumbuhan longitudinal pada anak-anak, yang akan menghilang pada tulang dewasa. 4. Epifisis Epifisis dibentuk oleh pusat-pusat penulangan sekunder.



Gambar 1. Perkembangan tulang panjang 2.6.



PATOFISIOLOGI Tahap patogenesis pertama pada perkembangan myeloma adalah munculnya sejumlah



sel plasma clonal yang secara klinis dikenal MGUS (monoclonal gammanopathy of undetermined significance). Pasien dengan MGUS tidak memiliki gejala atau bukti dari kerusakan organ, tetapi memiliki 1% resiko progresi menjadi myeloma atau penyakit keganasan yang berkaitan. Perkembangan sel plasma maligna ini mungkin merupakan suatu proses multi langkah, diawali dengan adanya serial perubahan gen yang mengakibatkan penumpukan sel plasma maligna, adanya perkembangan perubahan di lingkungan mikro sumsum tulang, dan adanya kegagalan sistem imun untuk mengontrolpenyakit. Dalam proses multilangkah ini melibatkan di dalamnya aktivasi onkogen selular, hilangnya atau inaktivasi gen supresor tumor, dan gangguan regulasi gen sitokin.



Pada kondisi normal, tubuh hanya memproduksi sel plasma ketika diperlukan untuk melawan infeksi. Satu kali infeksi teratasi, maka sel plasma tua akan mati. Jika terjadi mutasi genetic, maka sel plasma dapat menjadi abnormal dan tetap bertahan terus menerus walaupun telah dipakai untuk melawan infeksi sehingga lama kelamaan akan membentuk tumor yang dinamakan plasmacytoma. Plasma sel abnormal, yang dinamakan sel myeloma merupakan sel kanker yang memproduksi antibody spesifik (antibody monoklonal) yang dinamakan protein M. Antibodi monoklonal yang biasanya diproduksi berlebihan oleh myeloma adalah IgG atau IgM. Umumnya, sel-sel myeloma memproduksi seluruh monoclonal antibody. Akan tetapi, dalam 20% kasus, hanya antibody rantai utama yang diproduksi. Antibody ini terutama ditemukan dalam urine, karena keberadaannya di sirkulasi kurang stabil. Protein M pada pasien dengan multiple myeloma dapat dideteksi pada darah atau urine pasien melalui elektroforesis protein dan immunofiksasi (medifocus, 2011). Peran sitokin dalam pathogenesis multiple myeloma sampai sekarang masih terus diteliti. IL-6 memiliki peran dalam menstimulus pertumbuhan sel myeloma secara in vitro. Selain IL-6, sitokin lain yang berperan adalah tumor nekrosis faktor dan IL-1b. Patofisiologi dasar dari penampakan klinis yang ditimbulkan oleh multiple myeloma adalah sebagai berikut: a. Sistem skeletal Perombakan tulang oleh osteoklas serta mekanisme humoral akan meningkatkan jumlah kalsium dalam darah (hiperkalsemia). Isolated plasmasitoma (yang menjangkit 2-10% pasien) akan mengakibatkan hiperkalsemia melalui produksi dari osteoclact-activatingfactor. Destruksi tulang dan penggantiannya dengan masa tumor akan mengakibatkan nyeri, kompresi jaras spinal yang disebabkan oleh massa epidural, massa ekstradural, atau kompresi korpus vertebrta oleh multiple myeloma, dan fraktur patologis. b. Sistem hematologic Multiple myeloma akan menempati 20% populasi tulang sehingga menekan produksi selsel darah menyebabkan timbulnya neutropenia, anemia, dan trombositopenia. Dalam hal perdarahan, monoclonal antibody yang dihasilkan multiple myeloma dapat berinteraksi dengan faktor pembekuan, sehingga terjadi agregasi yang tidak sempurna. c. Sistem renal Multiple myeloma menyebabkan cedera pada tubulus ginjal, amiloidosis, atau invasi dari plasmasitoma. Kondisi kerusakan ginjal yang dapat diamati antara lain neuropati hiperkalsemik, hiperurisemia oleh karena infiltrasi sel plasma pada ginjal, nefropati rantai utama, amiloidosis, dan glomerulosklerosis.



d. Sistem neurologi Kelainan pada sistema nervosa merupakan akibat dari radikulopati dan atau kompresi jaras dan destruksi tulang (infiltrasi amyloid pada syaraf) e. Proses umum Proses patofisiologi umum termasuk sindrom hiperviskositas. Sindrom ini jarang terjadi pada kasus multiple myeloma dan melibatkan IgG1, IgG3, atau IgA. Pengandapan di kapiler dapat menghasilkan purpura, perdarahan retina, papiledema, iskemia koroner, iskemia SSP. Iskemia SSP dapat menimbulkan gejala seperti kebingungan, vertigo, kejang. Cryoglobulinemia dapat menyebabkan fenomena Raynoud, thrombosis, dan gangrene pada kaki (Seiter, 2011).



2.7.



DIAGNOSIS Diagnosis multiple myeloma dapat ditegakkan melalui gejala klinis, pemeriksaan



laboratorium, pemeriksaan radiologi, dan pemeriksaan patologi anatomi. a. Gejala klinis Myeloma dibagi menjadi asimptomatik myeloma dan simptomatik atau myeloma aktif, bergantung pada ada atau tidaknya organ yang berhubungan dengan myeloma atau disfungsi jaringan, termasuk hiperkalsemia, insufisiensi renal, anemia, dan penyakit tulang (Tabel 1). Gejala yang umum pada multiple myeloma adalah lemah, nyeri pada tulang dengan atau tanpa fraktur ataupun infeksi. Anemia terjadi pada sekitar 73% pasien yang terdiagnosis. Lesi tulang berkembang pada kebanyakan 80% pasien. Pada suatu penelitian, dilaporkan 58% pasien dengan nyeri tulang. Kerusakan ginjal terjadi pada 20 sampai 40% pasien. Fraktur patologis sering ditemukan pada multiple myeloma seperti fraktur kompresi vertebra dan juga fraktur tulang panjang (contoh: femur proksimal). Gejala-gejala yang dapat dipertimbangkan kompresi vertebra berupa nyeri punggung, kelemahan, mati rasa, atau disestesia pada ekstremitas. Imunitas humoral yang abnormal dan leukopenia dapat berdampak pada infeksi yang melibatkan infeksi seperti gram-positive organisme (eg, Streptococcus pneumoniae, Staphylococcus aureus) dan Haemophilus influenzae. Kadang ditemukan pasien datang dengan keluhan perdarahan yang diakibatkan oleh trombositopenia. Gejala-gejala hiperkalsemia berupa somnolen, nyeri tulang, konstipasi, nausea, dan rasa haus. Pada pemeriksaan fisis dapat ditemukan :  



Pucat yang disebabkan oleh anemia Ekimosis atau purpura sebagai tanda dari thrombositopeni







Gambaran neurologis seperti perubahan tingkat sensori , lemah, atau carpal tunnel







syndrome. Amiloidosis dapat ditemukan pada pasien multiple myeloma seperti makroglossia dan







carpal tunnel syndrome. Gangguan fungsi organ visceral seperti ginjal, hati, otak, limpa akibat infiltrasi sel plasma (jarang).



Tabel 1 dan 2. Kriteria diagnostik multiple myeloma aktif dan kriteria staging internasional. b. Laboratorium Pasien dengan multiple myeloma, secara khas pada pemeriksaan urin rutin dapat ditemukan adanya proteinuria Bence Jones. Dan pada apusan darah tepi, didapatkan adanya formasi Rouleaux. Selain itu pada pemeriksaan darah rutin, anemia normositik normokrom ditemukan pada hampir 80% kasus. Jumlah leukosit umumnya normal, namun dapat juga ditemukan pancytopenia, koagulasi yang abnormal dan peningkatan LED.



c. Gambaran radiologi 1) Foto polos x-ray Gambaran foto x-ray dari multiple myeloma berupa lesi litik multiple, berbatas tegas, punch out, dan bulat pada calvaria, vertebra, dan pelvis. Lesi terdapat dalam ukuran yang hampir sama. Lesi lokal ini umumnya berawal di rongga medulla , mengikis tulang, dan secara progresif menghancurkan tulang kortikal. Sebagai tambahan, tulang pada pasien myeloma, dengan sedikit pengecualian, mengalami demineralisasi difus. Pada beberapa pasien, ditemukan gambaran osteopenia difus pada pemeriksaan radiologi. Saat timbul gejala sekitar 80-90% di antaranya telah mengalami kelainan tulang. Film polos memperlihatkan : A. Osteoporosis umum dengan penonjolan pada trabekular tulang, terutama vertebra yang disebabkan oleh keterlibatan sumsum pada jaringan myeloma. Hilangnya densitas vertebra mungkin merupakan tanda radiologis satusatunya pada myeloma multiple. Fraktur patologis sering dijumpai.  Fraktur kompresi pada corpus vertebra , tidak dapat dibedakan dengan osteoprosis 



senilis. Lesi-lesi litik “punch out lesion” yang menyebar dengan batas yang jelas, lesi yang







berada di dekat korteks menghasilkan internal scalloping. Ekspansi tulang dengan perluasan melewati korteks , menghasilkan massa jaringan lunak.



Walaupun semua tulang dapat terkena, distribusi berikut ditemukan pada suatu penelitian yang melibatkan banyak kasus : kolumna vertebra 66%, costa 44%, calvaria 41%, pelvis 28%, femur 24%, clavicula 10% dan scapula 10%.



Gambar 2. Foto skull lateral yang menggambarkan sejumlah lesi litik “punch outlesion” yang khas pada calvaria, yang merupakan karakteristik dari gambaran multiple myeloma.



Gambar 3. Foto pelvic yang menunjukkan fokus litik kecil yang sangat banyak sepanjang tulang pelvis dan femur yang sesuai dengan gambaran multiple myeloma.



Gambar 4. Foto femur menunjukkan adanya endosteal scalloping (erosi pada cortex interna) pada pasien dengan multiple myeloma. 2) CT-Scan CT Scan menggambarkan keterlibatan tulang pada myeloma serta menilai resiko fraktur pada tulang yang kerusakannya sudah berat. Diffuse osteopenia dapat memberi kesan adanya keterlibatan myelomatous sebelum lesi litik sendiri terlihat. Pada pemeriksaan ini juga dapat ditemukan gambaran sumsum tulang yang tergantikan oleh sel tumor, osseous lisis, destruksi trabekular dan korteks. Namun, pada umumnya tidak dilakukan pemeriksaan kecuali jika adanya lesi fokal.



Gambar 5. CT Scan sagital T1 – gambaran weighted pada vertebra lumbalis me- 9 nunjukkan adanya infiltrasi difus sumsum yang disebabkan oleh multiple myeloma.



Gambar 6. Lytic expansile mass dari C5. Pada CT Scan tranversal C5 menunjukkan adanya perluasan massa jaringan lunak (expansile soft-tissue mass) pada sepanjang sisi kanan Vertebra Cervikal 5 dengan kerusakan tulang terkait.



3) MRI MRI potensial digunakan pada multiple myeloma karena modalitas ini baik untuk resolusi jaringan lunak. Secara khusus, gambaran MRI pada deposit myeloma berupa suatu intensitas bulat , sinyal rendah yang fokus di gambaran T1, yang menjadi intensitas sinyal tinggi pada sekuensi T2. Namun, hampir setiap tumor muskuloskeletal memiliki intensitas dan pola menyerupai myeloma. MRI meskipun sensitif terhadap adanya penyakit namun tidak spesifik. Pemeriksaan tambahan untuk diagnosis multiple myeloma seperti pengukuran nilai gamma globulin dan aspirasi langsung sumsum tulang untuk menilai plasmasitosis. Pada pasien dengan lesi ekstraosseus, MRI dapat berguna untuk menentukan tingkat keterlibatan dan untuk mengevaluasi kompresi tulang.



Gambar 7. Foto potongan sagital T1 weighted-MRI pada lumbar-sakral memperlihatkan adanya diffusely mottled marrow yang menunjukkan adanya diffuse involvement pada sumsum tulang dengan multiple myeloma. Juga didapatkan gambaran fraktur kompresi pada seluruh vertebra yang tervisualisasi. Pada V-T10 terdapat adanya focal mass-like lesion yang menunjukkan suatu plasmacytoma.



4) Radiologi Nuklir Myeloma merupakan penyakit yang menyebabkan overaktifitas pada osteoklas. Scan tulang radiologi nuklir mengandalkan aktifitas osteoblastik (formasi tulang) pada penyakit dan belum digunakan rutin, pemeriksaan ini menggunakan radiofarmaka Tc-99m senyawa kompleks fosfat yang diinjeksikan secara intravena. Tingkat false negatif skintigrafi tulang untuk mendiagnosis multiple myeloma tinggi. Scan dapat positif pada radiograf normal, membutuhkan pemeriksaan lain untuk konfirmasi.



Gambar 8. FDG PET scan pada pasien multiple myeloma dengan difuse yang berat disertai focal disease. 5) Angiografi Gambaran angiografi tidak spesifik. Tumor dapat memiliki zona perifer dari peningkatan vaskularisasi. Secara umum, teknik ini tidak digunakan untuk mendiagnosis multiple myeloma.



d. Patologi Anatomi Pada pasien multiple myeloma , sel plasma berproliferasi di dalam sumsum tulang. Sel-sel plasma memiliki ukuran yang lebih besar 2 – 3 kali dari limfosit, dengan nuklei eksentrik licin (bulat atau oval) pada kontur dan memiliki halo perinuklear. Sitoplasma bersifat basofilik.



Gambar 9. Aspirasi sumsum tulang memperlihatkan sel-sel plasma multiple myeloma. Tampak sitoplasma berwarna biru, nukleus eksentrik, dan zona pucat perinuclear (halo).



Gambar 10. Biopsi sumsum tulang menunjukkan lembaran sel-sel plasma ganas pada multiple myeloma. Kriteria minimal untuk menegakkan diagnosis multiple myeloma pada pasien yang memiliki gambaran klinis multiple myeloma dan penyakit jaringan konektif, metastasis kanker, limfoma, leukemia, dan infeksi kronis telah dieksklusi adalah sumsum tulang dengan >10% sel plasma atau plasmasitoma dengan salah satu dari kriteria berikut : -



Protein monoclonal serum (biasanya >3g/dL) Protein monoclonal urine Lesi litik pada tulang



Sistem derajat multiple myeloma Saat ini ada dua derajat multiple myeloma yang digunakan yaitu Salmon Durie system yang telah digunakan sejak 1975 dan the International Staging System yang dikembangkan oleh the International Myeloma Working Group dan diperkenalkan pada tahun 2005. Salmon Durie staging : a) Stadium I · · · ·



Level hemoglobin lebih dari 10 g/dL Level kalsium kurang dari 12 mg/dL Gambaran radiograf tulang normal atau plasmositoma soliter Protein M rendah (mis. IgG < 5 g/dL, Costa < 3 g/dL, urine < 4g/24 jam)



b) Stadium II ·



Gambaran yang sesuai tidak untuk stadium I maupun stadium III



c) Stadium III · · · ·



Level hemoglobin kurang dari 8,5 g/dL Level kalsium lebih dari 12 g/dL Gambaran radiologi penyakit litik pada tulang Nilai protein M tinggi (mis. IgG >7 g/dL, Costa > 5 g/dL, urine > 12 g/24 jam)



d) Subklasifikasi A meliputi nilai kreatinin kurang dari 2 g/dL e) Subklasifikasi B meliputi nilai kreatinin lebih dari 2 g/dl International Staging System untuk multiple myeloma a) Stadium I · · · · ·



β2 mikroglobulin ≤ 3,5 g/dL dan albumin ≥ 3,5 g/dL CRP ≥ 4,0 mg/dL Plasma cell labeling index < 1% Tidak ditemukan delesi kromosom 13 Serum Il-6 reseptor rendah durasi yang panjang dari awal fase plateau



b) Stadium II · ·



Beta-2 microglobulin level >3.5 hingga