LP Open Fraktur Metatarsal [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

LAPORAN PENDAHULUAN OPEN FRAKTUR METATARSAL Untuk Menyelesaikan Tugas Profesi Keperawatan Gawat Darurat dan Kritis Program Profesi Ners



Disusun Oleh: Esy Andriani Sambe, S. Kep 11194692010067



PROGRAM STUDI PROFESI NERS FAKULTAS KESEHATAN UNIVERSITAS SARI MULIA BANJARMASIN 2021



LEMBAR PERSETUJUAN LAPORAN PENDAHULUAN OPEN FRAKTUR METATARSAL



Tanggal Mei 2021



Disusun oleh : Esy Andriani Sambe, S.Kep 11194692010067



Banjarmasin, Mei 2021 Mengetahui,



Preseptor Akademik,



NIK.



Preseptor Klinik,



NIP.



TINJAUAN TEORI FRAKTUR METATARSAL A. Anatomi Fisiologi Tulang Pedis 1.



Anatomi



Tulang metatarsus atau metatarsal adalah kelompok lima tulang panjang di kaki terletak di antara tulang-tulang tarsal dari belakang-dan pertengahan-kaki dan falang jari-jari kaki. Kelompok tulang ini tidak mempunyai nama untuk masing-masing tulang, namun tulang diberi nomor dari sisi medial (sisi kaki besar): metatarsal pertama, kedua, ketiga, keempat, dan kelima. Metatarsal yang analog dengan tulang metakarpal tangan (Rasjad, 2012). 2.



Fungsi tulang Pedis a. Menentukan bentuk dan ukuran kaki b. Pergerakan, yaitu untuk berbagai aktifitas selama berjalan atau berdiri c. Penopang tubuh



B. Definisi Fraktur Fraktur adalah terputusnya kontinuitas jaringan tulang yang umumnya disebabkan oleh rudapaksa (Brunner dan Suddarth. 2016). Fraktur adalah terputusnya kontuinitas tulang dan ditentukan sesuai jenis dan luasnya, fraktur terjadi jika tulang dikenai stress yang lebih besar dari yang dapat diabsorbsinya (Smelter & Bare, 2002). Fraktur



adalah



terputusnya



kontinuitas



tulang



yang



ditandai



oleh



rasa



nyeri,



pembengkakan, deformitas, gangguan fungsi, pemendekan, dan krepitasi (Rasjad, 2012)



Dari beberapa pengertian diatas dapat disimpukan bahwa fraktur metatarsal adalah terputusnya kontinuitas tulang yang dapat disebabkan oleh trauma, ruda paksa atau oleh penyebab patologis, yang dapat digolongkan sesuai dengan jenis dan kontinuitasnya. C. Klasifikasi Klasifikasi fraktur menurut Rasjad, 2012 sebagai berikut: 1.



Fraktur tertutup (simple fracture), yaitu fraktur yang fragmen tulangnya tidak menembus kulit sehingga tempat fraktur tidak tercemar oleh lingkungan/tidak mempunyai hubungan dengan dunia luar.



2.



Fraktur terbuka (compound fracture), yaitu fraktur yang mempunyai hubungan dengan dunia luar melalui luka yang ada kulit dan jaringan lunak, dapat berbentuk from within (dari dalam), atau from without (dari luar). Derajat Patah Tulang terbuka: a.



Grade I: luka laserasi kurang 2 cm, kontusi otot disekitarnya, dislokasi fragmen jelas.



c.



Grade III: Luka lebar, rusak hebat atau hilangnya jaringan disekitarnya, kominutif, segmental, fragmen tulang ada yang hilang.



Menurut garis frakturnya, yaitu: 1.



Fisura: disebabkan oleh cedera tunggal hebat atau terus-menerus yang cukup lama.



2.



Fraktur komunitif: fraktur dengan tulang pecah menjadi beberapa fragmen.



3.



Fraktur segmental: fraktur yang menyebabkan terpisahnya segmen sentral dari suplai darahnya.



4.



Fraktur dahan hijau/greenstick: fraktur di mana salah satu sisi tulang patah sedang sisi lainnya membengkok.



5.



Fraktur impaksi: fraktur di mana fragmen tulang terdorong ke fragmen tulang lainya.



6.



Fraktur impresi/depresi: fraktur dengan fragmen patahan terdorong ke dalam (sering terjadi pada tulang tengkorak dan tulang wajah).



7.



Fraktur kompresi: fraktur di mana tulang mengalami kompresi (terjadi pada tulang belakang).



Menurut Sudut dari Frakturnya:



Klasfikasi fraktur metatarsal: 1.



Fraktur Jones ; fraktur metatarsal 5 yang terjadi lebih dari 1 ½ cm bagian tulang distal tetapi tidak pada pertengahan poros. Fraktur Jones terjadi karena trauma langsung, seperti menjatuhkan benda berat di kaki.



2.



Fraktur Mid-Shaft terjadi sebagai hasil dari beban berulang pada tulang dalam jumlah , atau pada tingkat yang lebih besar dari kemampuan tulang sendiri. Fraktur stres metatarsal yang paling sering terjadi pada metatarsal 2 dan 3.



3.



Fraktur avulsi disebabkan oleh kontraksi otot yang kuat, sehingga menarik bagian tulang tempat tendon otot tersebut melekat dikarenakan Inversi atau cedera rotasi internal pada kaki. Fraktur avulsi terjadi ketika tendon peroneus brevis menarik dasar metatarsal 5.



D. Etiologi 1.



Trauma langsung



2.



Trauma tidak langsung



3.



Trauma ringan



4.



Fraktur akibat kecelakaan atau tekanan



5.



Fraktur patologis



E. Manifestasi Klinis 1.



Nyeri yang langsung terjadi post trauma dikarenakan adanya spasme otot, tekanan dari patahan tulang, atau kerusakan jaringan sekitarnya.



2.



Bengkak, Edema muncul lebih cepat dikarenakan cairan serosa yang terlokalisir pada daerah fraktur dan ekstravasasi daerah jaringan sekitarnya



3.



Memar/ekimosis, merupakan perubahan warna kulit sebagai akibat dari ekstravasasi daerah di jaringan sekitarnya.



4.



Penurunan sensasi, terjadi karena kerusakan syaraf, terkenanya syaraf karena edema.



5.



Mobilitas abnormal, adalah pergerakan yang terjadi pada bagian-bagian yang pada kondisi normalnya tidak terjadi pergerakan. Ini terjadi pada fraktur tulang panjang.



6.



Krepitasi, merupakan rasa gemeretak yang terjadi jika bagian-bagian tulang digerakkan.



7.



Deformitas, yaitu abnormalnya posisi dari tulang sebagai hasil dari kecelakaan atau trauma dan pergerakan otot yang mendorong fragmen tulang ke posisi abnormal, akan menyebabkan tulang kehilangan bentuk normalnya.



8.



Peningkatan temperatur lokal.



F. Komplikasi fraktur meliputi (Elizabeth, 2019): 1.



Komplikasi awal a. Kerusakan arteri Pecahnya arteri karena trauma dapat ditandai dengan tidak adanya nadi, CRT (capillary refill time) menurun, sianosis pada bagian distal, hematoma melebar, dan dinding pada ekstremitas yang disebabkan oleh tindakan darurat splinting, perubahan posisi pada yang sakit, tindakan reduksi dan pembedahan. b. Sindrome kompartemen Syndrome compartement merupakan komplikasi yang serius yang terjadi karena terjebaknya otot, tulang, saraf, dan pembuluh darah dalam jaringan parut. Hal ini disebabkan oleh edema atau perdarahan yang menekan otot, saraf, dan pembuluh darah, atau karena tekanan dari luar seperti gips dan pembebatan yang terlalu kuat. c. Fat Embolism Syndrome (FES) Adalah komplikasi yang serius yang sering terjadi pada kasus fraktur tulang panjang. FES terjadi karena sel-sel lemak yang dihasilkan bone marrow kuning ke aliran darah dan menyebabkan kadar oksigen dalam darah menjadi rendah. Hal tersebut ditandai dengan gangguan pernafasan, takikardi, hipertensi, takipnea, dan demam. d. Infeksi Sistem pertahanan tubuh akan terganggu bila terdapat trauma pada jaringan. Pada trauma ortopedi, infeksi dimulai pada kulit (superficial) dan masuk ke dalam. Hal ini



biasanya terjadi pada kasus fraktur terbuka tetapi dapat juga karena penggunaan bahan lain pembedahan, seperti pin (ORIF&OREF) dan plat. e. Nekrosis avaskular Terjadi karena aliran darah ke tulang rusak atau terganggu, sehingga menyebabkan nekrosis tulang. Biasanya, diawali dengan adanya iskemia. f. Syok Syok terjadi karena kehilangan banyak darah dan meningkatnya permeabilitas kapiler sehingga menyebabkan oksigenasi menurun. Hal ini biasanya terjadi pada fraktur. Pada beberapa kondisi tertentu, syok neurogenik sering terjadi pada fraktur femur karena rasa sakit yang hebat pada klien. 2.



Komplikasi lama a. Delayed union Merupakan kegagalan fraktur berkonsolidasi sesuai dengan waktu yang dibutuhkan tulang untuk menyambung (3-5 bulan). Hal ini terjadi karena suplai darah ke tulang menurun. b. Non-union Fraktur yang tidak sembuh antara 6-8 bulan dan tidak didapatkan konsolidasi sehingga terdapat pseudoartrosis (sendi palsu). c. Mal-union Adalah keadaan ketika fraktur menyembuh pada saatnya, tetapi terdapat



G. Pemeriksaan Penunjang 1.



Foto Rontgen pedis



2.



Pemeriksaan jumlah darah lengkap



3.



Arteriografi ; curiga keerusakan vaskuler



4.



CT Scan ; mendeteksi struktur fraktur



5.



MRI ; mendeteksi jaringan lunak ( otot, tendon & ligamen )



H. Penatalaksanaan 1.



Reposisi



2.



Imobilisasi / Fiksasi (6 minggu)



3.



Operasi ORIF (Open Reduction with Internal Fixation) dan OREF (Open Reduction with external Fixation)



4.



Rehabilitasi : a.



Non Weight Bearing (NWB): klien diajarkan untuk melakukan latihan pada ekstremitas yang mengalami fraktur tidak boleh dilakukan aktivitas, sedangkan untuk tumpuan menggunakan kaki yang sehat. Dilakukan selama 1 minggu.



b.



Partial Weight Bearing (PWB): ekstremitas yang mengalami fraktur boleh untuk menempelkan telapak kaki pada lantai dilakukan selama 1 bulan.



c.



Total Weight Bearing (TWB): latihan bertumpu pada kaki yang sakit dengan menggunakan



alat



bantu



dilakukan



selama



3



bulan.



Perawatan pasien fraktur terbuka Fraktur terbuka terdapat resiko infeksi (osteomielitis, gas ganggren, dan tetanus). Tujuan penanganan adalah meminimalkan kemungkinan infeksi luka, jaringan lunak dan tulang untuk mempercepat penyembuhan jaringan lunak dan tulang. Pasien dibawa ke ruangan operasi, di mana luka dibersihkan, didebridemen dan irigasi. Fraktur direduksi dengan hati-hati dan distabilitasi dengan fiksasi eksterna. Setiap kerusakan pada pembuluh darah, jaringan lunak, tendon, otot, dan saraf diperbaiki. Ekstremitas ditinggikan untuk meminimalkan terjadinya edema. Status neurovaskuler dikaji sesering mungkin. Suhu tubuh pasien diperiksa dengan interval teratur, dan pasien dipantau mengenai adanya tanda infeksi. Penutupan primer mungkin tidak dapat dicapai karena



adanya edema dan potensial iskemia, cairan luka yang tidak dapat keluar, dan infeksi anaerob. Luka yang sangat terkontaminasi sebaiknya tidak dijahit, dibalut dengan pembalut steril, dan tidak ditutup sampai ketahuan bahwa daerah tersebut tidak mengalami infeksi. Profilaksis tetanus diberikan. Biasanya, diberikan antibiotic intravena untuk mencegah atau menangani infeksi serius. Luka ditutup dengan jahitan atau graft atau flap autogen pada hari ke-5 sampai ke-7. I.



Asuhan Keperawatan 1.



Identitas



2.



Keluhan Utama (pada umumnya keluhan utama pada kasus fraktur adalah rasa nyeri (PQRST)



3.



Riwayat klinis (Riwayat penyakit sekarang, dahulu dan keluarga)



4.



Pemeriksaan Fisik Inspeksi (warna kulit dan tekstur kulit,sikatrik,benjolan,pembengkakan,posisi dan bentuk dari ekstrimitas) Palpasi (suhu kulit,jaringan lunak,tulang,penilaian deformitas yang menetap,nyeri tekan,edem) Pergerakan (menggerakan ekstrimitas dan dicatat apakah terdapat keluhan nyeri pada pergerakan, pemeriksaan ROM)



5.



Aktivitas/istirahat Sirkulasi a.



Hipertensi ( kadang terlihat sebagai respon nyeri/ansietas)



b.



Hipotensi ( respon terhadap kehilangan darah)



c.



Tachikardi



d.



Penurunan nadi pada bagiian distal yang cidera



e.



Cailary refil melambat



f.



Pucat pada bagian yang terkena



g.



Masa hematoma pada sisi cedera



Neurosensori a.



Kesemutan



b.



Deformitas, krepitasi



c.



Kelemahan



Kenyamanan a.



nyeri tiba-tiba saat cidera



b.



spasme/ kram otot



Keamanan



6.



a.



laserasi kulit



b.



perdarahan



c.



perubahan warna



d.



pembengkakan lokal



Diagnosa Keperawatan a.



Nyeri Akut berhubungan dengan terputusnya kontiunitas jaringan



b.



Hambatan mobilitas fisik b.d nyeri



c.



Perfusi perifer tidak efektif b.d kerusakan integritas struktur tulang



d.



Gangguan integritas jaringan b.d Faktor mekanis (penekanan pada tulang, gesekan)



7.



Intervensi Keperawatan



Diagnosa Keperawatan Nyeri akut b.d Agen cidera fisik



Intervensi Setelah dilakukan tindakan keperawatan dalam 1x 1 jam diharapkan nyeri akut dapat teratasi dengan kriteria hasil : Tingkat nyeri (L. 08066) 1. Ekspresi meringis pasien menurun 2. Tekanan darah dalam batas normal Tingkat Cedera (L.14136) 1. Keadaan luka membaik 2. Perdarahan menurun 3. Fraktur membaik 4. Frekuensi nadi membaik (60-100x/menit) 5. Tekanan darah dalam batas normal 6. Frekuensi napas dalam batas normal



Hambatan mobilitas fisik b.d nyeri



Setelah dilakukan tindakan selama 3x 24 jam masalah keperawatan teratasi dengan kriteria hasil: Mobilitas Fisik: 1. 2. 3. 4.



Pergerakan Ekstrimitas kanan atas meningkat Kekuatan otot meningkat Nyeri menurun Kelemahan fisik menurun



Implementasi Manajemen Nyeri (I. 08238) Observasi : 1. Identifikasi lokasi karakteristik, durasi, frekuensi, kualitas dan intensitas nyerI 2. Identifikasi skala nyeri 3. Identifikasi respon nyeri nonverbal 4. Identifikasi faktor yang memperberat dan memperingan nyeri Terapeutik : 1. Berikan teknik nonfarmakologis untuk mengurangi rasa nyeri 2. Kontrol lingkungan yang dapat memperberat rasa nyeri 3. Pertimbangkan jenis dan sumber nyeri dalam pemilihan strategi meredakan nyeri 4. Baringkan pasien di kasur (bedrest) 5. beri oksigen sesuai kebutuhan Edukasi : 1. Jelaskan penyebab, periode, dan pemicu nyeri 2. Jelaskan strategi meredakan nyeri 3. Anjurkan memonitor nyeri secara mandiri 4. Anjurkan menggunakan analgetik secara tepat 5. Ajarkan teknik nonfarmakologis untuk mengurangi rasa nyeri Kolaborasi: 1. Kolaborasi pemberian obat analgetik Dukungan Mobilisasi 1. Identifikasi adanya nyeri 2. Identifikasi toleransi fisik melakukan pergerakan 3. Monitor kondisi umum selama melakukan mobilisasi 4. Pantau tanda-tanda vital sebelum dan sesudah aktivitas 5. Fasilitasi melakukan pergerakan k.p 6. Libatkan keluarga untuk membantu pasien dalam meningkatkan pergerakan 7. Ajarkan mobilisasi sederhana sesuai kemampuan pasien.



Perfusi perifer tidak efektif b.d



Setelah dilakukan tindakan keperawatan 1x3 jam



Manajemen Hipovolemia (I. 03116)



kerusakan integritas struktur tulang



diharapkan masalah teratasi dengan kriteria hasil :



Observasi



Perfusi Perifer (L.02011)



1. Monitor nilai laboratorium (hematokrit, dan



1. Penyembuhan luka meningkat



hemoglobin)



2. Sensasi meningkat



2. Observasi tanda-tanda vital



3. Denyut nadi perifer meningkat



Terapeutik



4. Warna kulit pucat menurun



3. Hitung kebutuhan cairan



5. Nyeri ekstrimitas menurun



4. Berikan posisi modified trendelenburg



6. Kelemahan otot menurun



5. Berikan asupan cairan oral



7. Kram otot menurun



Edukasi



8. Nekrosisi menurun



6. Anjurkan banyak asupan cairan oral



9. CRT