LP Parkinson [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

LAPORAN PENDAHULUAN DAN RESUME KEPERAWATAN STASE KEPERAWATAN KOMPLEMENTER DENGAN KASUS PARKINSON DI GRIYA TERAPIS HOLISTIC NATURAL JEMBER



DISUSUN OLEH : Luddiana Husen S.Kep 14901.07.20036



PROGRAM STUDY PROFESI NERS STIKES HAFSHAWATY PESANTREN ZAINUL HASAN GENGGONG PROBOLINGGO 2021



LEMBAR PENGESAHAN LAPORAN PENDAHULUAN DAN RESUME KEPERAWATAN STASE KEPERAWATAN KOMPLEMENTER DENGAN KASUS PARKINSON DI GRIYA TERAPIS HOLISTIC NATURAL JEMBER Telah disahkan pada Hari



:



Tanggal



: JEMBER, MAHASISWA



Luddiana Husen S.Kep



PEMBIMBING LAHAN



LUKMAN HARIS, S.Kep., Ns



PEMBIMBING AKADEMIK



DENY PRASEYANTO, S.Kep.,Ns.,M.Kep.,Sp.Kep.MB



KEPALA KLINIK



Drs. ACHWAN SYAHRIL. Akp. M.Pd



LAPORAN PENDAHULUAN A. DEFINISI



Penyakit Parkinson adalah penyakit gangguan saraf kronis dan prognesif



yang ditandai dengan gemetar, kekakuan, berkurangnya kecepatan getaran, dan ekspresi wajah kosong seperti topeng dengan salvias berlebihan (Nurarif & Kusuma, 2015). Penyakit



Parkinson



(paralysis



agitans)



atau



sindrom



Parkinson



(Parkinsonismus) merupakan suatu penyakit/sindrom karena gangguan pada ganglia basalis akibat penurunan atau tidak adanya pengiriman dopamine dari substansia



nigra



ke



globus



palidus/



neostriatum



(striatal



dopamine



deficiency)(Zulies, 2012). Penyakit Parkinson adalah penyakit neurodegeneratif progresif yang berkaitan erat dengan usia. Penyakit ini mempunyai karakteristik terjadinya degenerasi dari neuron dopaminergik pas substansia nigra pars kompakta, ditambah dengan adanya inklusi intraplasma yang terdiri dari protein yang disebut dengan Lewy Bodies. Neurodegeneratif pada parkinson juga terjadi pasa daerah otak lain termasuk lokus ceruleus, raphe nuklei, nukleus basalis Meynert, hipothalamus, korteks cerebri, motor nukelus dari saraf kranial, sistem saraf otonom. (NANDA, 2012)



B. ETIOLOGI



Etiologi penyakit parkinson belum diketahui atau idiopatik. terdapat beberapa



dugaan diantaranya ialah infeksi oleh virus, Parkinson disebabkan oleh rusaknya sel-sel otak, tepatnya di substansi nigra. Suatu kelompok sel yang mengatur gerakan-gerakan yang tidak dikehendaki (involuntary). Akibatnya, penderita tidak bisa mengatur/menahan gerakan-gerakan yang tidak disadarinya. Mekanis-me bagaimana



kerusakan



itu



belum



jelas



benar.Penyakit



Parkinson



sering



dihubungkan dengan kelainan neurotransmitter di otak faktor-faktor lainnya seperti (Batticaca, 2012): a. Defisiensi dopamine dalam substansia nigra di otak memberikan respon gejala penyakit Parkinson b. Etiologi yang mendasarinya mungkin berhubungan dengan virus, genetik, toksisitas, atau penyebab lain yang tidak diketahui.



Sampai saat ini penyebabnya belum diketahui dengan pasti namun beberapa penelitian menghasilkan dugaan sebagai berikut: 1. Faktor genetic Ditemukan 3 gen yang menjadi penyebab gangguan degradasi protein dan mengakibatkan protein beracun tak dapat didegradasi di ubiquitin-proteasomal pathway. Kegagalan degradasi ini menyebabkan peningkatan apoptosis diselsel substansia nigra pas compacta (SNc) sehingga meningkatkan kematian sel neuron di SNc. Inilah yang mendasari terjadinya penyakit Parkinson. 2. Faktor Lingkungan Faktor lingkungan sebagai penyebab Parkinson sudah diteliti sejak 40 tahun yang lalu, sebagian setuju bahan-bahan beracun seperti karbon disulfide, mangan, dan pelarut hidrokarbon yang menyebabkan sindrom Parkinson; demikian juga pasca ensefalitis. Saat ini yang paling diterima sebagai etiologi Parkinson adalah proses stress oksidatif yang terjadi di ganglia basalis, apapun penyebabnya. Berbagai penelitian telah dilakukan antara lain peranan xenobiotik (MPTP), peptisida/herbisida, terpapar pekerjaan terutama zat kimia seperti bahan-bahan cat, logam, kafein, alcohol, trauma kepala, merokok, depresi, stress; semuanya masing-masing menunjukkan peranan masingmasing melalui jalan yang bereda dapat menyebabkan sindrom parinson baik pada penelitian epidimiologis maupun eksperimen pada primate. 3. Umur pada penderita parkinson terdapat suatu tanda reaksi mikroglial pada neuron yang rusak dan tanda ini tidak terdapat pada proses menua yang normal sehingga disimpulkan bahwa proses menua merupakan faktor resiko yang mempermudah terjadinya proses degeneratif di SNC. 4. Cedera Kranioserberal Prosesnya masih belum jelas, seperti trauma kepala, infeksi dan tumor otak 5. Stress emosional (Sudoyo, 2014)



C. ANATOMI FISIOLOGI



Sistem saraf adalah serangkaian organ yang kompleks dan bersambungan serta terdiri terutama dari jaringan saraf. Sistem persarafan merupakan salah satu organ yang berfungsi untuk menyelenggarakan kerjasama yang rapi dalam organisasi dan koordinasi kegiatan tubuh.Fungsi sistem saraf yaitu : 1. Mendeteksi perubahan dan merasakan sensasi. 2. Menghantarkan informasi. 3. Mengolah informasi Susunan saraf terdiri dari: Susunan Saraf Pusat (SSP) dan Susunan Saraf Tepi (Nn. Craniales + Nn. Spinales). Susunan Saraf Pusat terdiri Encephalon dan Medulla Spinalis. Otak adalah alat tubuh yang sangat penting karena merupakan pusat computer dari semua alat tubuh.Bagia dari saraf sentral yang yang terletak didalam rongga tengkorak (cranium) dibungkus oleh selaput otak yang kuat.Otak terletak dalam rongga cranium berkembang dari sebuah tabung yang mulanya memperlihatkan tiga gejala pembesaran otak awal (Pearce, 2013). a)



Otak depan menjadi hemifer serebri, korpus striatum, thalamus, serta hipotalamus.



b)



Otak tengah, trigeminus, korpus callosum, korpus kuadrigeminus.



c)



Otak belakang, menjadi pons varoli, medulla oblongata, dan serebellum. Fisura dan sulkus membagi hemifer otak menjadi beberapa daerah.Korteks serebri terlibat secara tidur teratur.Lekukan diantara gulungan serebri disebut sulkus.Sulkus yang paling dalam membentuk fisura longitudinal dan lateralis. Daerah atau lobus letaknya sesuai dengan tulang yang berada di atasnya (lobus frontalis, temporalis,oarientalisdan oksipitalis) (Pearce, 2013).



Fisura longitudinalis merupakan celah dalam pada bidang media laterali memisahkan lobus temparalis dari lobus frontalis sebelah anterior dan lobus parientalis sebelah posterior.Sulkus sentralis juga memisahkan lobus frontalis juga memisahkan lobus frontalis dan lobus parientalis.Adapun bagianbagian otak meluputi (Pearce, 2013). : 1. Cerebrum Cerebrum (otak besar) merupakan bagian terbesar dan terluas dari otak, berbentuk telur, mengisi penuh bagian depan atas rongga tengkorak. Masingmasing disebut fosakranialis anterior atas dan media.Kedua permukaan ini dilapisi oleh lapisan kelabu (zat kelabu) yaitu pada bagian korteks serebral dan zat putig terdapat pada bagian dalam yang mengndung serabut syaraf (Pearce, 2013).Pada otak besar ditemukan beberapa lobus yaitu (Pearce, 2013) : a. Lobus frontalis adalah bagian dari serebrum yang terletak dibagian sulkus sentralis. b. Lobus parientalis terdapat didepan sulkus sentralis dan dibelakang oleh korako oksipitalis. c. Lobus temporalis terdapat dibawah lateral dan fisura serebralis dan didepan lobus oksipitalis. d. Oksipitalisyang mengisi bagian belakang dari serebrum. Korteks serebri terdiri dari atas banyak lapisan sel saraf yang merupakan.ubstansi kelabu serebrum. Korteks serebri ini tersusun dalam banyak gulungan-gulungan dan lipatan yang tidak teratur, dan dengan demikian menambah daerah permukaan korteks serebri, persis sama seperti melipat sebuah benda yang justru memperpanjang jarak sampai titik ujung yang sebenarnya. Korteks serebri selain dibagi dalam lobus juga dibagi menurut fungsi dan banyaknya area. Secara umum korteks dibagi menjadi empat bagian (Pearce, 2013) : 1. Korteks sensori, pusat sensasi umum primer suatu hemisfer serebri yang mengurus bagian badan, luas daerah korteks yang menangani suatu alat atau bagian tubuh tergantung ada fungsi alat yang bersangkutan. Korteks sensori bagian fisura lateralis menangani bagian tubuh bilateral lebih dominan. 2. Korteks asosiasi. Tiap indra manusia, korteks asosiasi sendiri merupakan kemampuan otak manusia dalam bidang intelektual, ingatan, berpikir, rangsangan yang diterima diolah dan disimpan serta dihubungkan dengan data yang lain. Bagian anterior lobus temporalis mmpunyai hubungan dengan fungsi luhur dan disebut psikokortek.



3. Kortekes motorik menerima impuls dari korteks sensoris, fungsi utamanya adalah kontribusi pada taktus piramidalis yang mengatur bagian tubuh kontralateral. 4. Korteks pre-frontal terletak pada lobus frontalis berhubungan dengan sikap mental dan kepribadian. 2.



Batang Otak



Batang otak terdiri dari 3 bagian yaitu (Pearce, 2013) : a. Diensephalon Diensephalon merupakan bagian atas batang otak.yang terdapat diantara serebelum dengan mesensefalon. Kumpulan dari sel saraf yang terdapat di bagian depan lobus temporalis terdapat kapsul interna dengan sudut menghadap kesamping. Fungsi dari diensephalon yaitu (Pearce, 2013) : 1) Vasokonstriktor, mengeclkan pembuluh darah 2) Respirator, membantu proses pernafasan 3) Mengontrol kegiatan reflex 4) Membantu kerja jantung Mesensefalon, atap dari mesensefalon terdiri dari empat bagian yang menonjol keatas.Dua disebelah atas disebut korpus kuadrigeminus superior dan dua sebelah bawah selaput korpus kuadrigeminus inferior. Serat nervus toklearis berjalan ke arah dorsal menyilang garis tengah ke sisi lain. Fungsi dari mesenphalon yaitu(Pearce, 2013) : 1. Membantu pergerakan mata dan mengangkat kelopak mata. 2. Memutar mata dan pusat pergerakan mata. b. Pons Varolli Pons varoli barikum pantis yang menghubungkan mesensefalon dengan pons varoli dan dengan serebelum, terletak didepan serebelum



diantara otak tengah dan medulla oblongata.Disini terdapat premoktosid yang mengatur gerakan pernafasan dan refleks. Fungsi dari pons varolli adalah (Pearce, 2013) : 1) Penghubung antara kedua bagian serebelum dan juga antara medulla oblongata dengan serebellum. 2) Pusat saraf nervus trigeminus. c. Medula Oblongata Medulla oblongata merupakan bagian dari batang otak yang paling bawah yang menghubungkan pons varoli dengan medula spinalis.Bagian bawah medulla oblongata merupakan persambungan medulla spinalis ke atas, bagian atas medulla oblongata yang melebar disebut kanalis sentralis di daerag tengah bagian ventral medulla oblongata (Pearce, 2013). Medulla oblongata mengandung nukleus atau badan sel dari berbagai saraf otak yang penting.Selain itu medulla mengandung “pusatpusat vital” yang berfungsimengendalikan pernafasan dan sistem kardiovaskuler.Karena itu, suatu cedera yang terjadi pada bagian ini dalam batang otak dapat membawa akibat yang sangat serius (Pearce, 2013). 3. Cerebellum Otak kecil di bagian bawah dan belakang tengkorak dipisahkan dengan cerebrum oleh fisura transversalis dibelakangi oleh pons varoli dan diatas medulla oblongata.Organ ini banyak menerima serabut aferen sensoris, merupakan pusat koordinasi dan integrasi. Bentuknya oval, bagian yang kecil pada sentral disebut vermis dan bagian yang melebar pada lateral disebut hemisfer. Serebelum berhubungan dengan batang otak melalui pundunkulus serebri inferior.Permukaan luar serebelum berlipat-lipat menyerupai serebellum tetapi lipatannya lebih kecil dan lebih teratur.Permukaan serebellum ini mengandung zat kelabu.Korteks serebellum dibentuk oleh substansia grisia, terdiri dari tiga lapisan yaitu granular luar, lapisan purkinye dan lapisan granular dalam.Serabut saraf yang masuk dan yang keluar dari serebrum harus melewati serebellum (Pearce, 2013).



Fisiologi Susunan Saraf Pusat Sistem saraf terdiri dari: 1. Reseptor sensoris reaksi segera memori pada otak. 2. Informasi ( medulla spinalis, substansia retikularis). 3. Efektor ke otot & kelenjar. Fungsi sistem saraf adalah: 1. Menghantarkan informasi dari satu tempat ke tempat yang lain. 2. Mengelola informasi sehingga dapat digunakan atau dapat menjadi jelas. Tingkatan sistem saraf : 1. Tingkat medulla spinalis, sinyal sensoris dihantarkan melalui saraf-saraf spinal menuju ke setiap segment Medulla Spinalis dan menyebabkan respons motorik lokal. 2. Tingkat Otak Bagian. Bawah (Medulla Oblongata, pons, mesensephalon, hipotalamus, talamus, serebellum, dan ganglia basalis) mengatur aktivitas tubuh yang terjadi di bawah kesadaran. 3. Tingkat otak bagian atas atau tingkat kortikal, daerah tempat penyimpanan informasi dan proses berpikir. Patokan anatomis yang digunakan dalam pemetaan korteks serebri terdiri dari 4 lobus yaitu : 1. Lobus oksipitalis, untuk pengelolaan awal masukan penglihatan. 2. Lobus temporalis, untuk sensasi suara (Pendengaran). 3. Lobus parietalis, untuk menerima & mengolah masukan sensorik seperti sentuhan, panas, tekanan, dingin dan nyeri dari permukaan tubuh. 4. Lobus frontalis, berfungsi : a. Aktifitas motorik volunter. b. Kemampuan berbicara. c. Elaborasi pikiran. 1) Fungsi korteks serebri : a. Persepsi sensorik b. Kontrol gerakan volunter c. Bahasa d. Sifat pribadi e. Proses berpikir, mengingat, kreatifitas 2) Fungsi Talamus : a. Menerima impuls eksteroseptif dan proprioseptif b. Stasiun penyambung yang mengirim impuls ke korteks serebri c. Beberapa tingkat kesadaran



d. Pusat koordinasi timbulnya gerakan afektif, ekspresif yang terjadi sebagai rangsangan emosional e. Kontrol motorik yang termodifikasi f. Bagian penting darir sistem aktivasi retikular ascedens 3) Fungsi Hipotalamus : a. Mengatur fungsi homeostatik seperti kontrol suhu, rasa haus, pengeluaran urin dan asupan makanan. b. Pusat primer dari sistem saraf otonom perifer. c. Mengontrol emosi dan pola perilaku. 4) Fungsi Batang Otak : Dibentuk oleh medulla oblongata, pons, dan mesencephalon. a. Penyalur



asenden dan desendens



yang menghubungkan medulla



spinalis dengan pusat yang lebih tinggi. b. Pusat-pusat refleks penting yang mengatur sistem respirasi, kardiovaskuler dan kendali tingkat kesadaran. c. Mengandung nuclei saraf kranial III sampai XII. d. Memodulasi rasa nyeri. e. Pusat yg bertanggungjawab untuk tidur. f.



Mengatur refleks-refleks otot yang terlibat dlm keseimbangan dan postur.



5) Medulla Spinalis Berjalan melalui kanalis vertebralis dan dihubungkan dengan saraf spinalis. Terdiri dari : a. Substansia Grisea berbentuk seperti kupu-kupu (H) terdiri dari badan sel saraf dan dendritnya b. Substansia Alba tersusun menjadi traktus (jaras) yaitu : 1) Traktus Asendens (dari Medulla Spinalis ke Otak), menyalurkan sinyal dari aferen ke otak. 2) Traktus Desendens (dari Otak ke Medulla Spinalis), menyampaikan pesan - pesan dari otak ke neuron eferen. Medulla Spinalis bertanggung jawab untuk integrasi banyak refleks dasar, mempunyai 2 fungsi utama : 1. Sebagai penghubung untuk menyalurkan informasi antara otak dan bagian tubuh lainnya. 2. Mengintegrasikan aktifitas refleks antara masukan aferen dan keluaran eferen tanpa melibatkan otak, jenis aktifitas refleks ini dikenal sebagai refleks spinal.



6) Serebelum Serebelum



penting



dalam



keseimbangan



serta



merencanakan



dan



melaksanakan gerakan volunter. Terdiri dari : a. Vestibuloserebellum, mempertahankan keseimbangan dan mengontrol gerakan. b. Spinoserebellum, mengatur tonus otot dan gerakan volunter yang terampil dan terkoordinasi. c. Serebroserebellum, dalam perencanaan dan inisiasi gerakan Volunter dengan memberikan masukan ke daerah motorik korteks. Bentuk gangguan diskoordinasi gerakan otot akibat gangguan pada serebellum : 1. Asinergia: hilangnya kerjasama antar kelompok otot. 2. Disdiadokokinesis: ketidakmampuan untuk



melakukan gerakan yang



berganti-ganti dangan cepat. 3. Dismetria: Gangguan kecepatan untuk memulai dan menghentikan gerakan. 4. Ataksia: gangguan dalam kecepatan, kekuatan dan jurusan dari gerakan. 5. Tremor: sangat irreguler. 6. Nistagmus: Gangguan pergerakan bola mata. 7. Disartria: Gangguan akibat diskoordinasi gerakan otot-otot pernapasan, otot pita suara & lidah. 7) Ganglia Basalis Termasuk Ganglia basalis: nukleus kaudatus, putamen, & globus pallidus (substansia nigra, korpus subtalamikus dan nukleus ruber). Fungsi motorik ganglia basalis: a. Mengatur aktifitas motorik yang kompleks bersama dengan korteks serebri dan traktus kortikospinalis. b. Pengaturan kognitif dari aktifitas motorik (nukleus kaudatus). c. Menentukan kecepatan gerakan yang harus dilakukan. d. Mengatur berapa besar gerakan tersebut harus dilakukan (bersama korteks serebri terutama daerah parietal) . Kelainan akibat kerusakan ganglia basalis: a. Chorea disebabkan degenerasi nukleus



kaudatus. Gerakan seperti menari



involunter (involuntery dancing movement). b. Athetosis disebabkan kerusakan nukleus lentikularis ditandai gerakan lambat dan menggeliat. c. Ballismus terjadi kerusakan nuclei subthalamic ditandai pergerakan tiba-tiba pada salah satu sisi tubuh.



d. Parkinson (paralisis agitans) terjadi degenerasi neuron dopaminergicdari system nigrostriatal, gejalanya berupa akinesia, bradikinesia, rigidity, dan tremor.



D. MANIFESTASI KLINIS



Gejala Parkinson dapat muncul pada usia berapapun, tetapi onset rata-rata



gejala terjadi pada usia 60 tahun dan jarang ditemukan pada usia 30 tahun. Penyakit Parkinson memiliki gejala klinis sebagai berikut: 1. Tremor terjadi pada saat istirahat dengan tingkat keparahan relative stabil 2. Bradikinesia (pergerakan lambat), hilang secara spontan 3. Hypokinase (berkurangnya gerakan) 4. Tindakan dan pergerakan yang tidak terkontrol 5. Gangguan saraf otonom (sulit tidur, berkeringat, hipotensi ortostatik) 6. Dysathria (kesulitan bicara karena kelumpuhan otot) 7. Dyspagia (kesulitan menelan) 8. Perubahan status mental (depresi, demensia, ansietas, apatis, halusinasi /psikosis) 9. Wajah seperti topeng (Eudon Muliawan, 2018)



E. KLASIFIKASI



Pada umumnya diagnosis sindrom Parkinson mudah ditegakkan, tetapi harus



diusahakan menentukan jenisnya untuk mendapat gambaran tentang etiologi, prognosis dan penatalaksanaannya. 1. Parkinsonismus primer/ idiopatik/paralysis agitans. Sering dijumpai dalam praktek sehari-hari dan kronis, tetapi penyebabnya belum jelas. Kira-kira 7 dari 8 kasus parkinson termasuk jenis ini. 2. Parkinsonismus sekunder atau simtomatik Dapat disebabkan pasca ensefalitis virus, pasca infeksi lain : tuberkulosis, sifilis meningovaskuler, iatrogenik atau drug induced, misalnya golongan fenotiazin, reserpin, tetrabenazin dan lain-lain, misalnya perdarahan serebral petekial pasca trauma yang berulang-ulang pada petinju, infark lakuner, tumor serebri, hipoparatiroid dan kalsifikasi. 3. Sindrom paraparkinson (Parkinson plus) Pada kelompok ini gejalanya hanya merupakan sebagian dari gambaran penyakit keseluruhan. Jenis ini bisa didapat pada penyakit Wilson (degenerasi hepato-lentikularis),



hidrosefalus



normotensif,



sindrom



Shy-drager,



degenerasi



striatonigral,



atropi



palidal



(parkinsonismus



juvenilis)



(Heather,2018). Parkinson berdasarkan Hoehn and Yahr. Skala Hoehn and Yahr adalah sistem yang umum digunakan untuk menggambarkan bagaimana gejala dari penyakit Parkinson. Ini pada awalnya diterbitkan pada tahun 1967 dalam jurnal Neurology oleh Melvin Yahr dan Margaret Hoehn. Skala aslinya yaitu tahap 1 sampai 5. Sejak itu, tahap 0 telah ditambahkan, dan tahap 1,5 dan 2,5. Skala ini dimodifikasi dari tahap 0 sampai 5 untuk menunjukkan tingkat relatif kecacatan (Heather,2018). Stadium 0



Tidak ada tanda-tanda penyakit



Stadium 1



Unilateral, ekpresi wajah berkurang, posisi fleksi lengan yang terkena, tremor, ayunan lengan berkurang



Stadium 1,5



keterlibatan unilateral dan aksial



Stadium 2



Bilateral, postur membungkuk kedepan, gaya jalan lambat dengan langkah kecil-kecil, sukar membalikkan badan



Stadium 2,5



penyakit ringan bilateral dengan pemulihan pada uji tarik



Stadium 3



Gangguan gaya berjalan menonjol, terdapat ketidakstabilan postural



Stadium 4



Disabilitasnya jelas, berjalan terbatas tanpa bantuan, lebih cenderung jatuh



Stadium 5



Hanya



berbaring



atau



duduk



dikorsi



roda,



tidak



mampu



berdiri/berjalan meskipun dibantu, bicara tidak jelas, wajah tanpa ekspresi, jarang berkedip



F. PATOFISIOLOGI



Secara umum dapat dikatakan bahwa penyakit Parkinson terjadi karena



penurunan kadar dopamine akibat kematian neuron disubstansia nigra pars compacta (SNc) sebesar 40-50%. Substansia nigra (sering disebut sebagai black substance) adalah suatu region kecil diotak (brain stem) yang terletak sedikit diatas medulla spinalis. Bagian ini menjadi pusat control/koordinasi dari seluruh pergerakan. Sel-selnya menghasilkan neurotransmitter yang disebut dopamine, yang berfungsi untuk mengatur seluruh pergerakan otot dan keseimbangan badan yang dilakukan oleh SSP. Dopamine diperlukan untuk komunikasi elektrokimia antara sel-sel neuron diotak terutama dalam mengatur pergerakan, keseimbangan dan reflek postural serta kelancaran komunikasi. Pada penyakit Parkinson sel-sel neuron di SNc



mengalami degenerasi sehingga produksi dopamine menurun, akibatnya semua fungsi



neuron



diSSP



menurun



dan



menghasilkan



kelambanan



gerak



(bradikinesia), tremor, dan kekakuan (rigiditas). Hipotesis terbaru proses patologi yang mendasari proses degenerasi neuron SNc adalah stress oksidatif. Stress oksidatif menyebabkan terbentuknya formasi oksiradikal, seperti dopamine quinon yang dapat bereaksi dengan alfa sinuklein (disebut protofibrilis). Formasi ini menumpuk, tidak dapat didegradasi oleh ubiquitin-proteasomal pathway, sehingga menyebabkan kematian sel-sel SNc. Mekanisme organic yang perlu dipertimbangkan antara lain: 1. Efek lain dari stress oksidatif adalah terjadinya reaksi antara oksiradikal dengan nitric-oxide yang menghasilkan peroxynitic radical. 2. Kerusakan mitokondria sebagai akibat penurunan produksi ATP dan akumulasi electron-elektron yang memperburuk stress oksidatif, akhirnya menghasilkan peningkatan apoptosis dan kematian sel 3. Perubahan akibat proses inflamasi disel nigra, memproduksi sitokin yang memicu apoptosis sel-sel SNc (Heather, 2015).



G. PHATWAY



H. KOMPLIKASI



Menurut Deem Steven, 2013 Komplikasi Parkinson adalah



1. Kondisi depresi 2. Sulit berbicara dan mengunyah 3. Demensia 4. Gangguan usus dan kandung kemih 5. Gangguan tidur 6. Masalah tekanan darah 7. Disfungsi seksual 8. Gangguan indera penciuman



I. PEMERIKSAAN PENUNJANG 1. Neuropatologi Diagnosa



definitif



tidak



dapat



ditegakkan



tanpa



adanya



konfirmasi



neuropatologi. Secara umum didapatkan atropi yang bilateral, simetris, sering kali berat otaknya berkisar 1000 gr (850-1250gr). 2. Pemeriksaan neuropsikologik Penyakit alzheimer selalu menimbulkan gejala demensia. Fungsi pemeriksaan neuropsikologik ini untuk menentukan ada atau tidak adanya gangguan fungsi kognitif umum danmengetahui secara rinci pola defisit yang terjadi. Test psikologis ini juga bertujuan untuk menilai fungsi yang ditampilkan oleh beberapa bagian otak yang berbeda-beda seperti gangguan memori, kehilangan ekspresi, kalkulasi, perhatian dan pengertian berbahasa. 3. CT Scan dan MRI Merupakan metode non invasif yang beresolusi tinggi untuk melihat kwantifikasi perubahan volume jaringan otak pada penderita alzheimer antemortem. Pemeriksaan



ini



berperan



dalam



menyingkirkan kemungkinan



adanya



penyebab demensia lainnya selain alzheimer seperti multiinfark dan tumor serebri. Atropi kortikal menyeluruh danpembesaran ventrikel keduanya merupakan gambaran marker dominan yang sangat spesifik pada penyakit ini. Tetapi gambaran ini juga didapatkan pada demensia lainnya seperti multiinfark, parkinson, binswanger sehingga kita sukar untuk membedakan dengan penyakit alzheimer. 4. EEG Berguna untuk mengidentifikasi aktifitas bangkitan yang suklinis. Sedang pada penyakit alzheimer didapatkan perubahan gelombang lambat pada frontalis yang non spesifik.



lobus



5. PET (Positron Emission Tomography) Pada penderita alzheimer, hasil PET ditemukan penurunan aliran darah, metabolisma O2, dan glukosa didaerah serebral. Up take I.123 sangat menurun pada regional parietal, hasil ini sangat berkorelasi dengan kelainan fungsi kognisi danselalu dan sesuai dengan hasil observasi penelitian neuropatologi. 6. SPECT (Single Photon Emission Computed Tomography) Aktivitas I. 123 terendah pada refio parieral penderita alzheimer. Kelainan ini berkolerasi dengan tingkat kerusakan fungsional dan defisit kogitif. Kedua pemeriksaan ini (SPECT dan PET) tidak digunakan secara rutin (Nurarif, 2015).



J. PENATALAKSANAAN



Penatalaksanaan untuk parkinson antara lain meliputi (Wilkinson, 2016) : 1. Medis Sasaran tindakan adalah untuk meninggikan transmisi dopamin, terapi obatobatan mencakup antihistamin, antikolinergik, amantidin, levodopa, inhibitor monoamin



oksidasi



(MOA)



dan



antidepresi.



Beberapa



obat-obat



ini



meyebabkan efek samping psikiatrik pada lansia. a. Antihistamin Antihistimin mempunyai efek sedatif dan antikolinergik pusat ringan, dapat membantu dalam menghilangkan tremor. b. Terapi Antikolinergik Agens-agens antikolinergik (triheksifenidil, prosiklidin, dan benztropin mesilat) efektif untuk mengontrol tremor dan kekakuan parkinson. Obatobatan ini dapat digunakan dalam kombinasi dengan levodopa. Agens ini meniadakan aksi asetilkolin pada sistem saraf pusat. Efek samping mencakup penglihatan kabur, wajah memerah, ruam pada wajah, konstipasi, retensi urine, dan kondusi akut. Tekanan intraokular dipantau ketat karena obat-obat ini kontraindikasi pada pasien dengan glaukoma sedikit sekalipun. Pasien-pasien dengan hiperplasia prostatik dipantau terhadap adanya tanda-tanda retensi urine. c. Amantadin hidrokhlorida Amantadin



hidrokhlorida



(symmetrel),



agens-agens



antivirus



yang



digunakan pada awal pengobatan penyakit parkinson untuk menurunkan kekakuan, tremor dan bradikinesia. Agens ini di perkirakan bekerja melalui pelepasan dopamin dari daerah penyimpanan di dalam saraf. Reaksi efek samping terdiri dari gangguan psikiatrik (perubahan perasaan hati, konfusi,



halusinasi), muntah, adanya tekanan pada epigastrium, pusing, dan gangguan penglihatan. d. Terapi levodopa Walaupun levodopa bukan untuk pengobatan, saat ini merupakan agens yang paling efektif untuk pengobatan dan penyakit parkinson. Levodopa diubah dari (MD4)L(MD4) dopa menjadi dopamin pada basal ganglia. Seperti disebutkan diatas dopamin dengan konsentrasi normal yang terdapat dalam sel-sel substansia nigra menjadi hilang yaitu pada pasien dengan penyakit parkinson. Bisa saja gejala yang hilang diperoleh akibat kadar dopamin yang lebih tinggi yang ada bersamaan dengan levodopa. Efek yang menguntungkan dari levodopa paling nyata dalam pengobatan tahun pertama. Keuntungan bagi pasien mulai menyusut dan pengaruh efek samping menjadi lebih berat sepajang waktu. Konfusi, halusinasi, depresi, dan perubahan tidur dihubungkan dengan lamanya penggunaan agens ini. Pasien mengalami reaksi on-off dimana periode tiba-tiba hampir imobilitas, berakhir beberapa menit sampai jam, diikuti oleh kembalinya keefektifan tiba-tiba. e. Diskinesia (gerakan involunter abnormal) Efek samping yang hampir umum, dan meliputi wajah meringis, gerakan tangan menjejak berirama, gerakan kepala singkat, gerakan mengunyah dan memukul, dan gerakan involunter batang tubuh dan ekstremitas. Kondisi ini kemungkinan berkaitan dengan kegagalan untuk menyesuaikan kembali dengan tepat terhadap hilangnya dopamin. Salah satu metoda untuk menghadapi fluktuasi on-off adalah memberikan “bebas obat” dengan menghindari pasien tidak minum obat. Kondisi ini biasanya memerlukan hospitalisasi dan perawatan medis serta keperawatan yang tepat. f.



Levodopa selalu diberikan dalam kombinasi dengan inhibitor boksilase, karbidopa (sinemet), yang memungkinkan konsentrasi levodopa lebih besar untuk mencapai otak dan menurunkan efek samping perifer. Derivat ergoet-agonis dopamin. Agens-agens ini (bromokriptin dan pergolid) dianggap menjadi agonis reseptor dopamin agens ini bermanfaat bila ditambahkan pasien yang mengalami reaksi on-off terhadap fluktuasi klinis ringan.



g. Porgolid (permax) Porgolid (permax) adalah agens paling baru dari klasifikasi ini. Agens ini sepuluh kali lebih poten dari pada bromokriptin, walaupun demikian terapi



ini umumnya tidak dipilih. Respons pasien terhadap obat ini sangat individual, dan untuk alasan-alasan yang tidak dipahami dengan baik respons terhadap satu agens mungkin labih baik dari pada agens lain. h. Inhibitor MAO Eldepril (disebut Deprenyl di Eropa, dan dipasarkan di Amerika Serikat sebagai selegilene) adalah salah satu dari perkembangan dalam farmakoterapi penyakit parkinson. Obat ini menghabat pemecahan dopamin, sehingga peningkatan jumlah dopamin tercapai. Telah ditemukan untuk memperhalus fluktuasi dalam fungsi yang terjadi pada penyakit ini, tidak seperti bentuk terapi lain agens ini secara nyata memperlambat progresi penyakit. i.



Antidepresan Antidepresan trisiklik dapat diberikan untuk mengurangi depresi yang juga biasa terjadi pada penyakit parkinson.



2. Keperawatan Penanganan penyakit parkinson yang tidak kalah pentingnya ini sering terlupakan



mungkin



dianggap



terlalu



sederhana



atau



terlalu



canggih



(Syamsudin,2015). a. Perawatan Penyakit Parkinson Sebagai salah satu penyakit parkinson kronis yang diderita oleh manula, maka perawatan tidak bisa hanya diserahkan kepada profesi paramedis, melainkan kepada semua orang yang ada di sekitarnya. b. Pendidikan Dalam arti memberi penjelasan kepada penderita, keluarga dan care giver tentang penyakit yang diderita. Hendaknya keterangan diberikan secara rinci namun supportif dalam arti tidak makin membuat penderita cemas atau takut. Ditimbulkan simpati dan empati dari anggota keluarganya sehingga dukungan fisik dan psikik mereka menjadi maksimal. c. Rehabilitasi Tujuan rehabilitasi medik adalah untuk meningkatkan kualitas hidup penderita dan menghambat bertambah beratnya gejala penyakit serta mengatasi masalah-masalah sebagai berikut : 1) Abnormalitas gerakan 2) Kecenderungan postur tubuh yang salah Gejala otonom 3) Gangguan perawatan diri (Activity of Daily Living – ADL) 4) Perubahan psikologik



Untuk mencapai tujuan diatas dapat dilakukan tindakan sebagai berikut : 1) Terapi fisik: ROM ( range of motion) a) Peregangan b) Koreksi postur tubuh c) Latihan koordinasi d) Latihan jalan (gait training) e) Latihan buli-buli dan rectum f)



Latihan kebugaran kardiopulmonar



g) Edukasi dan program latihan di rumah 2) Terapi okupasi Memberikan program yang ditujukan terutama dalam hal pelaksanaan aktivitas kehidupan sehari-hari. 3) Terapi wicara Membantu penderita Parkinson dengan memberikan program latihan pernapasan diafragma, evaluasi menelan, latihan disartria, latihan bernapas dalam sebelum bicara. Latihan ini dapat membantu memperbaiki volume berbicara, irama dan artikulasi. Psikoterapi Membuat program dengan melakukan intervensi psikoterapi setelah melakukan asesmen mengenai fungsi kognitif, kepribadian, status mental ,keluarga dan perilaku. 4) Terapi sosial medik Berperan dalam melakukan asesmen dampak psikososial lingkungan dan finansial, untuk maksud tersebut perlu dilakukan kunjungan rumah/ lingkungan tempat bekerja. 5) Orthotik Prosthetik Dapat membantu penderita Parkinson yang mengalami ketidakstabilan postural, dengan membuatkan alat Bantu jalan seperti tongkat atau walker. d. Terapi Akupuntur Titik yang digunakan untuk parkinson adalah Shao Hai (He-3), Shau San Li (LI-10), Qu Chi (LI-11), Bi Nao (LI-14), TianDing (LI-17), JianZhen (SI-9), TianChuang (SI-16), Yin Shi (ST-33), Liang Qiu (ST-34), Tiao Kou (ST-38), Chong Yang (ST-42), Yu Zhen (BL-9), Xio Chan Xue (Achwan Sjahril, 2020).



3. Diet Pada penderita parkinson ini sebenarnya tidaklah diperlukan suatu diet yang khusus, akan tetapi diet penderita ini yang diberikan dengan tujuan agar tidak terjadi kekurangan gizi, penurunan berat badan, dan pengurangan jumlah massa otot, serta tidak terjadinya konstipasi. Penderita dianjurkan untuk memakan makanan yang berimbang antara komposisi serat dan air untuk mencegah terjadinya konstipasi, serta cukup kalsium untuk mempertahankan struktur tulang agar tetap baik. Apabila didapatkan penurunan motilitas usus dapat dipertimbangkan pemberian laksan setiap beberapa hari sekali. Hindari makanan yang mengandung alkohol atau berkalori tinggi.



4. Pembedahan Tindakan pembedahan untuk penyakit parkinson dilakukan bila penderita tidak lagi memberikan respon terhadap pengobatan/intractable, yaitu masih adanya gejala dua dari gejala utama penyakit parkinson (tremor, rigiditas, bradi/akinesia, gait/postural instability), Fluktuasi motorik, fenomena on-off, diskinesia karena obat, juga memberi respons baik terhadap pembedahan. 5. Stimulasi otak dalam Mekanisme yang mendasari efektifitas stimulasi otak dalam untuk penyakit parkinson ini sampai sekarang belum jelas, namun perbaikan gejala penyakit parkinson bisa mencapai 80%. Frekwensi rangsangan yang diberikan pada umumnya lebih besar dari 130 Hz dengan lebar pulsa antara 60 – 90 . Stimulasi ini dengan alat stimulator yang ditanam di inti GPi dan STN. 6. Transplantasi Percobaan transplantasi pada penderita penyakit parkinson dimulai 1982 oleh Lindvall dan kawannya, menggunakan jaringan medula adrenalis yang menghasilkan dopamin. Jaringan transplan (graft) lain yang pernah digunakan antara lain dari jaringan embrio ventral mesensefalon yang menggunakan jaringan premordial steam atau progenitor cells, non neural cells (biasanya fibroblast atau astrosytes), testisderived sertoli cells dan carotid body epithelial glomus cells. Untuk mencegah reaksi penolakan jaringan diberikan obat immunosupressant cyclosporin A yang menghambat proliferasi T cells sehingga masa hidup graft jadi lebih panjang. Transplantasi yang berhasil baik dapat mengurangi gejala penyakit parkinson selama 4 tahun kemudian efeknya menurun 4 – 6 tahun sesudah transplantasi. Sampai saat ini, diseluruh dunia ada 300 penderita penyakit parkinson memperoleh pengobatan transplantasi dari jaringan embrio ventral mesensefalon.



K. MASALAH KEPERAWATAN 1. Gangguan mobilitas fisik 2. Defisit perawatan diri 3. Defisit nutrisi 4. Gangguan komunikasi verbal 5. resiko cidera



ASUHAN KEPERAWATAN TEORI 1.



Pengkajian Pengkajian merupakan tahap awal dan merupakan dasar proses keperawatan diperlukan pengkjian yang cermat untuk mengenal masalah klien agar dapat memberikan tindakan keperawatan. Keberhasilan keperawatan sangat tergantung kepada kecermatan dan ketelitian dalam pengkajian. Tahap pengkajian ini terdiri dari 4 komponen antara lain pengelompokan data, analisis data, perumusan diagnosa keperawatan. a. Identitas meliputi : Nama, Umur (lebih sering pada kelompok usia lanjut, pada usia 50-an dan 60-an), Jenis kelamin (lebih banyak pada laki-laki), Pendidikan, Alamat Pekerjaan, Agama, Suku bangsa, Tanggal dan jam MRS,Nomor register, dan Diagnosis Medis. b. Keluhan Utama Hal yang sering menjadi alasan klien untuk meminta pertolongan kesehatan adalah gangguan gerakan, kaku otot, dan hilangnya refleks postural. c. Riwayat kesehatan sekarang Pada anamnesis klien sering mengeluhkan adanya tremor ,sering kali pada salah satu tangan dan lengan, kemudian kebagian yang lain dan akhirnya bagian kepala, walaupun tremor ini tetap unilateral. Karakteristik tremor dapat berupa :lambat, gerakan membalik (pronasi-supinasi) pada lengan bawah dan telapak tangan. Keluhan lainnya pada penyakit meliputi adanya perubahan pada sensasi wajah, sikap tubuh, dan gaya berjalan. Adanya keluhan regiditas deserebrasi, berkeringat, kulit berminyak dan sering menderita dermatitis peboroik, sulit menelan, konstipasi, serta gangguan kandung



kemih yang diperberat oleh obat-



obat antikolinergik dan hipertron prostat. d. Riwayat kesehatan dahulu Pengkajian yang perlu ditanyakan meliputi adanya riwayat hipertensi, diabetes melitus, penyakit jantung, anemia, penggunaan obat-obat antikolinergik dalam jangka waktu yang lama. e. Riwayat kesehatan keluarga Walaupun penyakit parkinson tidak ditemukan hubungan sebab genetik yang jelas tetapi pengkajian adanya anggota generasi terdahulu yang menderita hipertensi dan diabetes melitus diperlukan untuk melihat adanya komplikasi penyakit lain yang dapat mempercepat progresifnya penyakit.



f.



Riwayat psikososial Meliputi informasi mengenai prilaku, perasaan dan emosi yang dialami penderita sehubungan dengan penyakitnya serta tanggapan keluarga terhadap penyakit penderita.



g. Pengkajian psikososiospiritual Pengkajian mekanisme koping yang digunakan klien untuk menilai respons emosi klien terhadap penyakit yang dideritanya dan perubahan peran klien dalam keluarga dan masyarakat serta respons atau pengaruhnya dalam kehidupan sehari-harinya, baik dalam keluarga atapun dalam masyarakat. Apakah ada dampak yang timbul pada klien yaitu timbul seperti ketakutan akan untuk kecacatan, rasa cemas, rasa ketidakmampuan untuk melakukan aktivitas secara opitimal, dan pandangan terhadap dirinya yang salah (gangguan citra tubuh). Adanya perubahan hubungan dan peran karena klien mengalami kesulitan untuk berkomunikasi akibat gangguan bicara. Pola persepsi dan konsep diri didapatkan klien merasa tidak berdaya, tidak ada harapan, mudah marah, dan tidak kooperatif. Perubahan yang terpenting pada klien dengan penyakit parkinson adalah tanda depresi. Manifestasi mental muncul dalam bentuk penurunan kognitif, persepsi, dan penurunan memori (ingatan). Beberapa manifestasi psikiatrik (perubahan kepribadian, psikosis, demensia, konfusi akut) umumnya terjadi pada lansia. h. Pemeriksaan fisik Klien dengan penyakit parkinson umumnya tidak mengalami penurunan kesadaran. Adanya perubahan pada tanda-tanda vital, meliputi bradikardia, hipotensi, dan penurunan frekuensi pernapasan. 1. Kesadaran



: Composmentis



2. GCS



: EVM 4,5,6 = 15



3. Postur tubuh



: Badan membungkuk, dagu lebih kedepan dari jari kaki.



4. Tanda vital



: Nadi dan suhu dalam batas normal. Respirasi rate



normal/baik. 5. Kulit



: Kulit tampak berminyak, berkeringat, hipersekresi



6. Kepala



: Gerakan otot mimik wajah sangat kurang (hipomimia),



wajah mirip topeng / tanpa ekspresi 7. Mata



: Kelopak mata lebih melebar, pandangan mata terus



kedepan, mata jarang berkedip (2-3 x / menit). Pada pemeriksaan convergensi penglihatan jadi kabur, reflek glabella hiperaktif. Spasme otototot konjugasi mata. Mata terfiksasi kearah atas.



8. Mulut



: Drolling/ngeces aliran ngiler. Sulit menelan.



9. Perut



: Terjadi konstipasi. Kandung kemih sering penuh.



10. Ekstrimitas



: (bagian atas) Tremor saat istirahat/resting tremor. Sifat



tremor Altenating tremor. Pill rolling, micrografi. 11. B1 (Breathing) Gangguan fungsi pernapasan: berkaitan dengan hipoventilasi, inaktivitas, aspirasi makanan atau saliva, dan berkurangnya fungsi pembersihan saluran napas. a) Inspeksi umum Didapatkan klien batuk atau penurunan kemampuan untuk batuk efektif, peningkatan produksi sputum, sesak napas, dan penggunaan otot bantu napas. b) Palpasi Taktil premitus seimbang kanan dan kiri. c) Parkusi Adanya suara resonan pada seluruh lapangan paru. d) Auskultasi Bunyi napas tambahan seperti napas berbunyi stridor, ronki pada klien dengan peningkatan produksi sekret dan kemampuan batuk yang menurun yang sering didapatkan pada klien dengan inaktifitas. 12. B2 (blood) Hipotensi postural:berkaitan dengan efek samping pemberian obat dan juga gangguan pada pengaturan tekanan darah oleh sistem persarafan otonom. Rasa lelah berlebihan dan otot terasa nyeri, otot-otot lelah karena rigiditas. 1. B3 (Brain) Inspeksi umum: Didapatkan perubahan pada gaya berjalan, tremor secara umum pada seluruh otot, dan kaku pada seluruh gerakan. a) Pengkajian tingkat kesadaran. Tingkat kesadaran klien biasanya compos mentis dan juga tergantung pada aliran darah serebral regional menurun yang mengakibatkan perubahan pada status kognitif klien. b) Pengkajian fungsi serebral. Status mental: biasanya status mental klien mengalami perubahan yang berhubungan dengan penurunan status kognitif, penurunan persepsi, dan penurunan memori, baik jangka pendek maupun jangka panjang. c) Pemeriksaan saraf kranial. Pengkajian saraf kranial meliputi pemeriksaan saraf kranial I-XII 1. Saraf I



Biasanya pada klien cedera tulang belakang tidak ada kelainan dan fungsi penciuman tidak ada kelainan. 2. Saraf II Tes ketajaman penglihatan mengalami perubahan, dimana sesuai tingkat usia yang tuanya biasanya klien dari penyakit parkinson mengalami penurunan ketajaman penglihatan. 3. Saraf III, IV, dan VI Gangguan saraf okulomotorius: sewaktu mempertahankan kontraksi otot-otot bola mata. Gerakan kedua bola mata untuk menatapkan mata pada sesuatu tidak selalu berjalan searah, melainkan bisa juga berjalan kearah yang berlawanan, gerakan bola mata yang sinkron dengan arah yang berlawanan hanyalah gerakan kedua bola mata ke arah nasal. Dalam gerakan itu, bola mata kiri begerak kekanan dan gerakan bola mata kanan bergerak kekiri. Gerakan kedua bola mata kearah nasal dinamakan gerakan konvergen, yang terjadikarena kedua otot rektus medialis (internus) berkontraksi. 4. Saraf V Pada klien dengan penyakit parkinson umumnya didapatkan perubahan pada otot wajah. Adanya keterbatasan otot wajah maka terlihat ekspresi wajah mengalami penurunan dimana saat bicara wajah seperti topeng (sering mengedipkan mata). 5. Saraf VII Persepsi pengecapan dalam batas normal. 6. Saraf VIII Adanya tuli konduktif dan tuli persepsi berhubungan proses senilis dan penurunan aliran darah regional. 7. Saraf IX dan X Di dapatkan kesulitan dalam menelan makanan. 8. Saraf XI Tidak ada atrofi otot sternokleidomastoideus dan trapezius. 9. Saraf XII Lidah simetris, tidak ada deviasi pada satu sisi dan tidak ada fasikula. Indra pengecapan normal. d) Sistem Motorik 1) Inspeksi umum, ditemukan perubahan pada gaya berjalan, tremor secara umum pada seluruh otot dan kaku pada seluruh gerakan. Klien sering mengalami rigiditas deserebrasi.



2) Tonus otot ditemukan meningkat. 3) Keseimbangan dan koordinasi, ditemukan mengalami gangguan karena adanya kelemahan otot, kelelahan, perubahan pada gaya berjalan, tremor secara umum pada seluruh otot dan kaku pada seluruh gerakan. e) Pemeriksaan Refleks Terdapat kehilangan refleks postural, apabila klien mencoba untuk berdiri, klien akan berdiri dengan kepala cenderung kedepan dan berjalan dengan gaya berjalan seperti didorong. Kesulitan dalam berputar dan hilangnya keseimbangan



(salah



satunya



kedepan



atau



kebelakang)



dapat



menimbulkan sering jatuh. f)



Sistem Sensorik Sesuai berlanjutnya usia Klien dengan penyakit Parkinson mengalami penurunan terhadap sensasi sensorik secara progresif. Penurunan sensorik yang ada merupakan hasil dari neuropati.



13. B4 (Bladder) Perkemihan Penurunan refleks kandung kemih perifer dihubungkan dengan disfungsi kognitif



dan



persepsi



klien



secara



umum.



Ketidakmampuan



untuk



menggunakan urinal karena kerusakan kontrol motorik dan postural. 14. B5 (Bowel) Pencernaan Penurunan nutrisi berkurang yang berhubungan dengan asupan nutrisi yang kurang karena kelemahan fisik umum dan kesulitan dalam menelan, konstipasi karena penurunan aktivitas. 15. B6 (Bone) Muskulus Adanya kesulitan untuk beraktivitas untuk beraktivitas karena kelemahan, kelelahan otot, tremor dan kaku pada seluruh gerakan memberikan risiko pada trauma fisik bila melakukan aktivitas. i.



Activity Daily Living (ADL) 1. Pola aktivitas Aktivitas klien sangat lamban baik saat berjalan, berbalik, bangun dari duduk dan saat mengambil barang / mengerjakan sesuatu. 2. Gaya Berjalan Pada saat berjalan klien sulit menghentikan jalan, baik jalan kedepan (propulsi,) kebelakang (retropulsi), atau berjalan kesamping (ateropulsi). Klien sulit berpaling arah dengan cepat, cara berputar en bloc. Cara berjalan klien menyeret / menggeser kaki kecil-kecil, langkahnya cepat dan terburuburu untuk memperoleh keseimbangan.



Tidak adanya asosiatif saat berjalan, posisi tangan saat berjalan fleksi / adduksi. 3. Pola Komunikasi Suara jadi mengecil, disfoni, palilali, desertri, dan monoton. 4. Pola Pikir Klien sulit membuat suatu keputusan. 5. Pola Nutrisi Klien mengalami kesulitan menelan. 6. Pola Eliminasi Klien mengalami gangguan BAK dan BAB (terjadi konstipasi) j.



Laboratorium 1. X-ray spinal: Menentukan adanya lesi dan kerusakan vertebra. 2. Myelografi: Mengidentifikasi adanya kejang, derajat tumor. 3. CT Scan: Identifikasi lokasi tumor. 4. Lumbal Pungsi: Menganalisa cairan serebrospinalis, peningkatan jumlah protein menunjukkan adanya tumor. 5. MRI: Mengidentifikasi lokasi,ukuran dan keadaan tumor.



2.



Diagnosa Keperawatan a. Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan penurunan kendali otot deitandai dengan sendi kaku, gerakan tidak terkoordinasi b. Hambatan komunikasi verbal berhubungan dengan gangguan neuromuskuler ditandai dengan menunjukkan respon yang tidak sesuai, gagap, suli memahami komunikasi c. resiko cidera berhubungan dengan perubahan fungsi kognitif d. Defisit nutrisi berhubungan dengan ketidakmampuan menelan makan ditandai dengan otot mengunyah lemah, otot menelan lemah e. Defisit perawatan diri berhubungan dengan gangguan neuromuskuler ditandai dengan tidak mampu mandi, mengenakan pakaian/makan/ke toilet/berhias secara mandiri



3.



Intervensi Keperawatan No.



Standart Diagnosa Keperawatan



Standart Luaran Keperawatan Indonesia (SLKI)



Standart Intervensi Keperawatan



Indonesia (SDKI) 1.



Indonesia (SIKI)



Gangguan mobilitas fisik



Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama



Penyebab :



.....x.... jam diharapakan gangguan mobilitas fisik



1. Kerusakan integritas kulit



menurun atau pasien dapat bergerak dengan kriteria :



2. Perubahan metabolisme



a) Mobilitas fisik (65)



3. Ketidakbugaran fisik 4. Penurunan kendali otot 5. Penurunan masa otot 6. Penurunan kekuatan otot 7. Keterlambatan perkembangan 8. Kekuatan sendi 9. Kontraktur 10. Malnutrisi 11. Gangguan muskuloskeletal 12. Gangguan neuromuskular 13. Indeks masa tubuh diatas persentil ke-75 sesuai usia 14. Efek agen farmakologis 15. Program pembatasan gerak 16. Nyeri 17. Kurang terpapar informasi



Indikator Pergerakan ekstremitas Kekuatan otot Rentang gerak (ROM) Nyeri Kecemasan Kaku sendi Gerakan tidak terkoordinasi Gerakan terbatas Kelemahan fisik Keterangan : Nilai 1 : menurun Nilai 2 : cukup menurun Nilai 3 : sedang Nilai 4 : cukup meningkat Nilai 5 : meningkat



a) Dukungan mobilisasi 1) Observasi a) Identifikasi adanya nyeri atau keluhan fisik lainnya



1



2



3



4



5



b) Identifikasi toleransi fisik melakukan pergerakan c) Monitor frekuensi jantung dan tekanan darah sebelum memulai mobilisasi d) Monitor



kondisi



umum



selama



melakakukan mobilisasi 2) Terapeutik a) Fasilitasi aktivitas mobilisasi dengan alat bantu (misal pagar, tempat tidur) b) Fasilitasi melakukan pergerakan, jika perlu c) Libatkan keluarga untuk membantu pasien



dalam



meningkatkan



pergerakan 3) Edukasi a) Jelaskan



tujuan



dan



prosedur



tentang aktivitas fisik



mobilisasi



18. Kecemasan



b) Anjurkan melakukan mobilisasi dini



19. Gangguan kognitif



c) Ajarkan mobilisasi sederhana yang



20. Keengganan melakukan pergerakan 21. Gangguan sensori persepsi



harus dilakukan (mis duduk ditempat tidur, duduk di sisi tempat tidur, pindah dari tempat tidur ke kursi ) b) Terapi Akupuntur



Gejala dan tanda mayor Subyektif : 



Mengeluh sulit menggerakkan ekstremitas



Obyektif : 



Kekuatan otot menurun







Rentang gerak (ROM) menurun



Gejala dan tanda minor Subyektif : 



Nyeri saat bergerak







Enggan melakukan pergerakan







Merasa cemas saat bergerak



1) Observasi a) Periksa



riwayat



kesehatan



dan



pengkajian fisik, sesuai kebutuhan b) Periksa adanya risiko akupuntur 2) Terapeutik a) Perhatikan



prosedur



keselamatan



pasien (cuci tangan, persiapan kulit, persiapan lingkungan kerja, persiapan alat, kadaluarsa jarum, manajemen sampah, manajemen darah) b) Berikan posisi yang sesuai dan buka area



yang



akan



diterapi,



sesuai



kebutuhan c) Tentukan titik akupuntur : Shao Hai (He-3), Shau San Li (LI-10), Qu Chi



Obyektif :



(LI-11), Bi Nao (LI-14), tianding (LI-







Sendi kaku



17), jianzhen (SI-9), tianchuang (SI-







Gerakan tidak terkoordinasi



16), Yin Shi (ST-33), Liang Qiu (ST-







Gerakan terbatas



34), Tiao Kou (ST-38), Chong Yang







Fisik lemah



(ST-42), Yu Zhen (BL-9), Xio Chan Xue



Kondisi klinis terkait :



d) Lakukan akupuntur sesuai indikasi







Stroke



(lokasi), ukuran jarum, jumlah jarum







Cedera medula spinalis



yang digunakan







Trauma







Fraktur







Osteoarthritis







Osteomalasia







Keganasan



e) Lakukan manajemen efek samping akupuntur (misalnya nyeri, hematom, pingsan, jarum yang rusak, bengkok, tertancap, infeksi) 3) Edukasi a) Jelaskan indikasi,



prosedur



akupuntur,



kontraindikasi,



dan



kemungkinan efek samping 4) Kolaborasi a) Kolaborasi



dengan



terapis



yang



tersertifikasi b. Terapi akupresur 1) Observasi a) Periksa kontraindikasi (mis kontusio,



jaringan



parut,



infeksi,



penyakit



jantung dan anak kecil) b) Periksa



tingkat



kenyamanan



psikologis dengan sentuhan c) Periksa tempat yang sensitif untuk dilakukan penekanan dengan jari d) Identifikassi hasil yang ingin dicapai 2) Terapeutik a) Tentukan



titik



akupuntur,



sesuai



dengan hasil yang dicapai b) Perhatikan isyarat verbal atau non verbal untuk menentukan lokasi yang diinginkan c) Rangsang titik akupresur dengan jari atau ibu jari dengan kekuatan tekanan yang memadai d) Tekan jari atau pergelangan tangan untuk mengurangi mual e) Tekan bagian otot yang tegang hingga rileks atau nyeri menurun sekitar 1520 detik f) Lakukan



penekanan



pada



kedua



ekstremitas g) Lakukan akupresur setiap hari dalam satu pekan pertama untuk mengatasi nyeri h) Telaah referensi untuk menyesuaikan terapi dengan etiologi, lokasi dan gejala jika perlu 3) Edukasi a) Anjurkan untuk rileks b) Anjurkan keluarg atau orang terdekat melakukan akupresur secara mandiri 4) Kolaborasi a) Kolaborasi



dengan



terapis



yang



tersertifikasi 2.



Hambatan komunikasi verbal



Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama



Penyebab :



.....x.... jam diharapakan hambatan komunikasi verbal



1. Penurunan sirkulasi serebral



menurun atau pasien dapat berbicara perkata dengan



2. Gangguan neuromuskuler



kriteria : Komunikasi verbal (49)



3. Gangguan pendengaran 4. Gangguan muskuloskeletal 5. Kelainan platum 6. Hambatan



fisik



(mis



Indikator Kemampuan berbicara Kemampuan mendengar Kesesuaian ekspresi wajah/tubuh Kontak mata Afasia



1



2



3



4



5



a. Promosi komunikasi : defisit bicara 1) Observasi a) Monitor



kecepatan,



tekanan,



kuantitas, volume, dan diksi bicara b) Monitor proses kognitif, anatomis, dan fisiologis yang berkaitan dengan bicara (mis, memori, pendengaran, dan bahasa) c) Monitor frustasi, marah, depresi, atau



terpasang



trakheostomi,



intubasi, krikotiroidektomi) 7. Hambatan



individu



ketakutan, merasa



(



mis



kecemasan,



malu,



emosional,



kurang privasi) 8. Hambatan psikologis ( mis gangguan



psikotik,



gangguan konsep diri, harga diri rendah, gangguan emosi) 9. Hambatan lingkungan (mis ketidakcukupan ketiadaan



orang



ketidaksesuaian



informasi, terdekat, budaya,



Disfagia Apraksia Disleksia Disatria Afonia Dislalia Pelo Gagap Respon perilaku Pemahaman komunikasi



hal lain yang mengganggu bicara d) Edentifikasi perilaku emosional dan fisik sebagai bentuk komunikasi 2) Terapeutik a) Gunakan alternatif



Nilai 2 : cukup menurun



(mis



komunikasi



menulis,



mata



berkedip, papan komunikasi dengan gambar dan huruf, isyarat tangan,



Keterangan : Nilai 1 : menurun



metode



dan komputer) b) Sesuaikan gaya komunikasi dengan kebutuhan (mis berdiri di depan



Nilai 3 : sedang



pasien, dengarkan dengan seksama,



Nilai 4 : cukup meningkat



tunjukkan



Nilai 5 : meningkat



pemikiran



bahasa asing)



satu



gagasan



sekaligus,



atau



bicaralah



dengan perlahan sambil menghindari teriakan, gunakan komunikasi tertulis



Gejala dan tanda mayor



atau meminta bantuan keluarga untuk



Subyektif : (tidak tersedia )



memahami ucapan pasien) c) Modifikasi



Obyektif :  



lingkungan



untuk



meminimalkan bantuan



Tidak mampu berbicara atau



d) Ulangi apa yang disampaikan pasien



mendengar



e) Berikan dukungan psikologis



Menunjukkan respon tidak



f)



Gunakan juru bicara, jika perlu



seusai



3) Edukasi a) Anjurkan berbicara perlahan



Gejala dan tanda minor



b) Ajarkan pasien dan keluarga proses



Subyektif :



kognitif, anatomis, dan fisiologis yang



(tidak tersedia)



berhubungan



dengan



kemampuan



bicara Obyektif :



4) Kolaborasi







Afasia



Rujuk ke ahli patologi bicara atau







Disfagia



terapis







Apraksia







Disleksia







Disatria







Afonia







Dislalia







Pelo







Gagap







Tidak ada kontak mata







Sulit memahami komunikasi







Sulit mempertahankan komunikasi







Sulit menggunakan ekspresi wajah atau tubuh



b. Terapi akupresur 1) Observasi a) Periksa kontraindikasi (mis kontusio, jaringan parut, infeksi, penyakit jantung dan anak kecil) b) Periksa tingkat kenyamanan psikologis dengan sentuhan c) Periksa tempat yang sensitif untuk dilakukan penekanan dengan jari d) Identifikassi hasil yang ingin dicapai 2) Terapeutik a) Tentukan



titik



akupuntur,



sesuai



dengan hasil yang dicapai b) Perhatikan isyarat verbal atau non







Tidak mampu menggunakan



verbal untuk menentukan lokasi yang



ekspresi wajah atau tubuh



diinginkan c) Rangsang titik akupresur dengan jari







Sulit menyusun kalimat







Verbalisasi tidak tepat



atau ibu jari dengan kekuatan tekanan







Sulit mengungkapkan kata-



yang memadai



kata 



Disorientasi orang, ruang, waktu







Defisit penglihatan







Delusi



Kondisi klinis terkait : 



Stroke







Cedera kepala







Trauma wajah







Peningkatan tekanan intrakranial







Hipoksia kronis







Tumor







Miastenia gravis







Sklerosis multipel







Distropi muskuler







Penyakit alzheimer



d) Tekan jari atau pergelangan tangan untuk mengurangi mual e) Tekan bagian otot yang tegang hingga rileks atau nyeri menurun sekitar 1520 detik f) Lakukan



penekanan



pada



kedua



ekstremitas g) Lakukan akupresur setiap hari dalam satu pekan pertama untuk mengatasi nyeri h) Telaah referensi untuk menyesuaikan terapi dengan etiologi, lokasi dan gejala jika perlu 3) Edukasi a) Anjurkan untuk rileks b) Anjurkan keluarg atau orang terdekat melakukan akupresur secara mandiri 4) Kolaborasi



3.







Kuadriplegia



Kolaborasi







Labiopalatoskizis



tersertifikasi







Infeksi laring







Fraktur rahang







Skizofrenia







Delusi







Paranoid







Autisme



Resiko Cedera



Setelah dilakukan intervensi selama ….x…… jam,



Faktor resiko



maka resiko cedera menurun dengan keriteria hasil :



Eksternal



Tingkat Cedera



1. Terpapar patogen 2. Terpapar zat kimia toksik 3. Terpapar agen nosokomial 4. Ketidakamanan transportasi Internal



Indikator Toleransi aktivitas Ketegangan otot Frekuensi nadi Frekuensi napas Pola istirahat/tidur



3



4



5



yang



1) Observasi area



lingkungan



yang



berpotensi menyebabkan cedera b) Identifikasi



obat



yang



berpotensi



menyebabkan cidera c) Identifikasi kesesuaian alas kaki atau stoking elastis pada ekstremitas bawah 2) Terapeutik



1. Ketidaknormalan profil darah 2. Perubahan orientasi afektif



2



terapis



a) Pencegahan Cedera a) Identifikasi



1



dengan



Keterangan :



3. Perubahan sensasi



1. Meningkat



4. Disfungsi autoimun



2. Cukup meningkat



5. Disfungsi biokimia



3. Sedang



6. Hipoksia jaringan



4. Cukup menurun



a) Sediakan pencahayaan yang memadai b) Gunakan lampu tidur selama jam tidur c) Sosialisasikan



pasien



dan



keluarga



dengan lingkungan ruang rawat (mis penggunaan



telpon,



tempat



tidur,



7. Kegagalan



mekanisme



5. Menurun



penerangan ruangan dan lokasi kamar



pertahanan tubuh 8. Malnutrisi



mandi) d) Gunakan



9. Perubahan fungsi psikomotor 10. Perubahan fungsi kognitif



1. Kejang 2. Sinkop 3. Vertigo 4. Gangguan penglihatan 5. Gangguan pendengaran 6. Penyakit parkinson 7. Hipotensia



jika



berisiko



e) Sediakan alas kaki antislip Sediakan



pispot



atauurinal



untuk



eliminasi ditempat tidur, jika perlu g) Pastikan bel panggilan atau telpon mudah dijangkau h) Pastikan barang-barang pribadi mudah dijangkau i)



Pastikan posisi tempat tidur atau kursi roda dalam kondisi terkunci



j)



Gunakan pengaman tempat tidur sesuai dengan kebijakakan fasilitas pelayanan



8. Kelainan nervus vestibularis 9. Retardasi mental



lantai



mengalami cedera serius f)



Kondisi Klinis Terkait



alas



kesehatan k) Pertimbangkan



penggunaan



alarm



elektronik pribadi atau alarm sensor pada tempat tidur atau kursi l)



Diskusikan mengenai latihan dan terapi fisik



yang



diperlukan



diskusikan



mengenai alat bantu mobilitas yang sesuai (mis tongkat atau alat bantu



jalan) m) Diskusikan bersama anggota keluarga yang dapat mendampingi pasien n) Tingkatkan



frekuensi



observasi



dan



pengawasan pasien, sesuai kebutuhan 3) Edukasi a) Jelasakan



alasan



pencegahan



jatuh



intervensi



ke



pasien



dan



keluarga b) Anjurkan



berganti



posisi



secara



perlahan dan duduk selama beberapa menit sebelum berdiri b) Terapi Akupuntur 1) Observasi a) periksa



riwayat



kesehatan



dan



pengkajian fisik, sesuai kebutuhan b) periksa adanya risiko akupuntur 2) Terapeutik a) perhatikan



prosedur



keselamatan



pasien (cuci tangan, persiapan kulit, persiapan lingkungan kerja, persiapan alat,



kadaluarsa



jarum,



sampah, manajemen darah)



manajemen



b) berikan posisi yang sesuai dan buka area



yang



akan



diterapi,



sesuai



kebutuhan c) tentukan titik akupuntur : Shao Hai (He3), Shau San Li (LI-10), Qu Chi (LI-11), Bi



Nao



(LI-14),



TianDing



(LI-17),



JianZhen (SI-9), TianChuang (SI-16), Yin Shi (ST-33), Liang Qiu (ST-34), Tiao Kou (ST-38), Chong Yang (ST-42), Yu Zhen (BL-9), Xio Chan Xue d) lakukan



akupuntur



sesuai



indikasi



(lokasi), ukuran jarum, jumlah jarum yang digunakan e) lakukan



manajemen



efek



samping



akupuntur (misalnya nyeri, hematom, pingsan, jarum yang rusak, bengkok, tertancap, infeksi) 3) Edukasi Jelaskan prosedur akupuntur, indikasi, kontraindikasi, dan kemungkinan efek samping 4) kolaborasi kolaborasi



dengan



terapis



yang



tersertifikasi



DAFTAR PUSTAKA Batticaca, F.B. 2012. Asuhan Keperawatan Pada Klien Dengan Gangguan Sistem Pernafasan. Jakarta: Salemba Medika. Eudon Muliawan, Dkk. 2018. Diagnosis Dan Terapi Deep Brain Stimulation Pada Penyakit Parkinson. Jurnal Sinaps. Vol 1. Halaman 67-87. Heather. (2018-2020). Nanda-1 Diagnosa Keperawatan Defisiensi Dan Klasifikasi. Kajarta: EGC.



Pearce, C. Evelyn. 2018. Anatomi dan Fisiologi untuk Paramedis. Jakarta : Gramedia Pustaka Utama. PPNI. 2016. Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia: Definisi dan Indikator Diagnosis, Edisi 1. Jakarta: DPP PPNI. PPNI. 2018. Standar Intervensi Keperawatan Indonesia: Definisi dan Indikator Diagnosis, Edisi 1. Jakarta: DPP PPNI. PPNI. 2018. Standars Luaran Keperawatan Indonesia: Definisi dan Kritiria Hasil Keperawatan, Edisi 1. Jakarta: DPP PPNI. Sudoyo, A.W. 2014. Ilmu Penyakit Dalam Jilid I. Interna Publishing. Jakarta. Syahril, Achwan. 2020. Acupuntur of Sians..Edisi 2. Jember :Oriental Medicine Education Center Syamsudin Thamrin, Dkk. 2015. Buku Paduan Tatalaksana Penyakit Parkinson Dan Gangguan Gerak Lainnya. Jakarta : Salemba Medika. Wilkinson.J. M. 2016. Diagnosa Keperawatan Edisi 10. Jakarta:EGC. Zullies. 2012. Farmakoterapi Penyakit Sistem Syaraf Pusat. Yogyakarta: Bursa Ilmu.