LP Peb [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

LAPORAN PENDAHULUAN PRE EKLAMSIA BERAT (PEB)



OLEH : ROOSDANI NOVITASARI NIM 20.300.0056



PROGRAM STUDI PENDIDIKAN NERS UNIVERSITAS CAHAYA BANGSA TAHUN 2020



LEMBAR PENGESAHAN LAPORAN PENDAHULUAN PRE EKLAMSIA BERAT (PEB)



OLEH : ROOSDANI NOVITASARI NIM 20.300.0056



Palangka Raya, 08 Maret 2021 Mengetahui, Preseptor Klinik



Preseptor Akademik



(



)



( LIDYA AMIANI, S.Kep., Ns )



I. KONSEP DASAR TEORI 1.1 Definisi Pre eklamsia merupakan penyakit khas akibat kehamilan yang memperlihatkan gejala trias (hipertensi, edema, dan proteinuria), kadang-kadang hanya hipertensi dan edema atau hipertensi dan proteinuria (dua gejala dari trias dan satu gejala yang harus ada yaitu hipertensi). Menurut Mansjoer (2000), pre eklamsia merupakan timbulnya hipertensi disertai proteinuria dan edema akibat kehamilan setelah usia kehamilan 20 minggu atau segera setelah persalinan. Pre eklamsia merupakan suatu kondisi spesifik kehamilan dimana hipertensi terjadi setelah minggu ke-20 pada wanita yang sebelumnya memiliki tekanan darah normal dan diartikan juga sebagai penyakit vasospastik yang melibatkan banyak system dan ditandai oleh hemokonsentrasi, hipertensi dan proteinuria (Bobak, Lowdermik, & Jensen, 2005) Klasifikasi pre eklamsia dibagi menjadi 2 yaitu sebagai berikut: a. Pre eklamsia ringan ditandai dengan: 1) Tekanan darah 140/90 mmHg atau lebih yang diukur pada posisi berbaring terlentang, kenaikan diastolic 15 mmHg atau lebih dari tensi baseline (tensi sebelum kehamilan 20 minggu), dan kenaikan sistolik 30 mmHg atau lebih. Cara pengukuran sekurang-kurangnya pada 2 kali pemeriksaan dengan jarak periksa 1 jam atau berada dalam interval 4-6 jam. 2) Edema umum, kaki, jari tangan dan muka. Kenaikan berat badan 1 kg atau lebih dalam seminggu 3) Proteinuria kuantatif 0,3 atau lebih per liter, kualitatif 1+ atau 2+ pada urin kateter atau midstream (aliran tengah) b. Pre eklamsia berat Pre eklamsia berat ditandai dengan: 1) Tekanan darah 160/110 mmHg atau lebih 2) Proteinuria 5 gr atau lebih per liter 3) Oliguria yaitu jumlah urin kurang dari 500 cc per 24 jam 4) Adanya gangguan serebral atau kesdaran, gangguan visus atau penglihatan dan rasa nyeri pada epigastrum 5) Terdapat edema paru dan sianosis 6) Kadar enzim hati (SGOT,SGPT) meningkat disertai ikterik 7) Perdarahan pada retina 8) Trombosit kurang dari 100.000/mm 1.2 Etiologi Penyebab pre-eklamsia belum diketahui secara jelas. Penyakit ini dianggap sebagai “maladaptation syndrome” akibat penyempitan pembuluh darah secara umum yang mengakibatkan iskemia plasenta (ari-ari) sehingga berakitab kurangnya



pasokan darah yang membawa nutrisi ke janin, namun ada beberapa faktor predisposisi terjadinya pre eklamsia, diantaranya yaitu: a. Primigravida atau primipara mudab (85%) b. Grand multigravida c. Social ekonomi rendah d. Gizi buruk e. Faktor usia )remaja 60 uL  Serum glutamate pirufat transaminase (SGPT) meningkat (N=15-45 u/ml)  Serum glutamate oxaloacetic transaminase (SGOT) meningkat (N=< 31u/ml)  Total protein serum menurun (N= 6,7 – 8,7 g/dL) d) Tes Kimia Darah Asam urat meningkat > 2,7 mg/dL dimana nilai normalnya yaitu 2,k4 – 2,7 mg/dL 2. Pemeriksaan radiologi a) Ultrasonografi (USG) hasil USG menunjukkan bahwa ditemukan retardasi pertumbuhan janin intra uterus. Pernafasan intra uterus lambat, aktivitas janin lambat, dan volume cairan ketuban sedikit b) Kardiografi Hasil pemeriksaan dengan menggunakan kardigrafi menunjukkan bahwa denyut jantung lemah. 1.8 Penatalaksanaan 1. Pencegahan atau tindakan preventif a. Peeriksaan antenatal yang teratur dan bermutu secara teliti, mengenali tandatanda sedini mungkin (pre eklamsia ringan) lalu berikan pengobatan yang cukup supaya penyakit tidak menjdai lebih berat b. Harus selalu waspada terhadap kemungkinan terjadinya pre eklamsia kalau ada faktor predisposisi c. Berikan penerangan tentang manfaat istirahat dan tidur, ketenangan, serta pentingnya mengatur diet rendah garam, lemak, serta karbohidrat dan tinggi protein, juga menjaga kenaikan berat badan yang berlebihan



2. Penatalaksanaan atau tindakan kuratif Tujuan utama penatalaksaan atau penanganan adalah untuk mencegah terjadinya pre eklamsia berlanjut dan eklamsia sehingga janin bisa lahir hidup dan sehat. a. Penanganan pre eklamsia ringan Penderita dapat dirawat jalan dengan skema periksa ulang yang lebih sering misalkan 2 kali seminggu. Penanganan dengan istirahat ditempat, diit rendah garam, dan berikan obat-obatan seperti valium tablet 5 mg dosis 3 kali sehari atau fenobarbital tablet 30 mg dengan dosis 3 kali 1 sehari. Diuretika dan obat anthihipertensi tidak dianjurkan karena obat ini tidak begitu bermanfaat, bahkan bias menutupi tanda dan gejala pre eklamsia berat. Apabila di raat inap monitor keadaan janin ; kadar estriol urin, lakukan aminoskopi, dan ultrasografi, jika keadaan mengizinkan barulah induksi partus pada usia kehamilan minggu 37 ke atas. b. Penanganan pre eklamsia berat a) Pre eklamsia berat pada kehamilan kurang dari 37 minggu Jika janin belum menunjukkan tanda maturitas paru-paru dengan uji kocok dan rasio L/S makan penanganannya adalah :  Berikan suntikan sulfas magnesikus dengan dosis 8 gr intramuscular kemudian disusul dengan injeksi tambahan 4 gr intramuscular selama tidak ada kontrakindikasi  Jika ada perbaiakn jalannya penyakit pemberian sulfas magnesikus dapat diteruskan lagi selama 24 jam sampai kriteria pre eklamsia ringan  Selanjutnya ibu dirawat, diperiksa dan keadaan janin dimonitor serta berat badan ditimbang seperti pada pre eklamsia ringan  Jika tidak ada perbaikan lakukan terminasi kehamilan dengan induksi partus atau tindakan lain tergantung keadaan b) Pre eklamsia berat kehamilan lebih dari 37 minggu  Penderita di rawat inap : Istirahat mutlak, berikan diet rendah garam dan tinggi protein, berikan suntikan sulfas magnesikus 8 gr intramuscular, 4 gr digluteus kanan dan 4 gr digluteus kiri dengan syarat reflek patella positif, infus dektrosa 5% dan ringer laktat  Berikan obat anti hipertensif : injeksi katapres 1 ampul IM dan selanjutnya berikan tablet katapres 3 kali ½ tablet atau 2 kali ½ tablet sehari  Diuretika diberikan jika ada edema umum, edema paru dan kegagalan jantung kongestif  Segera setelah pemberian sulfas magnesikus kedua lakukan induksi partus dengan ataua tanpa amniotomi.



 Kala II harus dipersingkat dengan ekstraksi vakum atau forceps jadi ibundilarang mengedan  Jangan diberikan methergin postpartum kecuali terjadi perdarahan yang disebabkan atonia uteri  Bila ada indikasi obstetric dilakukan seksio sesarea (SC) 3. Perawatan mandiri untuk pre eklamsia a. Aromatheraphy : penelitian membuktikan bahwa minyak tertentu dapat menimbulkan efek penurunan tekanan darah dan membantu reaksasi seperti : lavender, kamomile, kenanga, neroli dan cendana. Ada juga aromatheraphy yang dapat meningkatkan tekanan darah diantaranya rosemary, fenel, hyssop dan sage b. Pijat : pijat bagian punggung, leher, bahu, kaki, bias memberikan ketenangan dan kenyamanan c. Shiatsu, tai chi, yoga dan latihan relaksasi d. Terapi nutrisi : spesialis nutrisi menganjurkan penggunaan vitamin suplemen mineral. Khususnya zinc dan vitamin B6



I. KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN 2.1 Pengkajian 1) Data subjektif a) Identitas umum ibu b) Umur biasanya sering terjadi pada primigravida, < 20 th atau > 35 th c) Riwayat kesehatan ibu sekarang : terjadinya peningkatan tekanan darah, adanya edema, pusing, nyeri epigastrum, mual muntah, penglihatan kabur, pertambahan berat badan yang berlebihan yaitu naik > 1 kg/minggu, pembengkakan ditungkai, muka dan bagian tubuh lainnya dan urin keruh atau sedikit (pada pre eklamsia berat < 400 ml/24 jam d) Riwayat kesehatan ibu sebelumnya : penyakit ginjal, anemia, vaskuler esensial, hipertensi kronik, DM e) Riwayat kesehatan keluarga : Kemungkinan mempunyai riwayat preeklampsia dan eklampsia dalam keluarga. f) Riwayat kehamilan : riwayat kehamilan ganda, mola hidatidosa, hidramnion serta riwayat kehamilan dengan pre eklamsia atau eklamsia sebelumnya g) Pola nutrisi : jenis makanan yang dikonsumsi baik makanan pokok maupun selingan h) Psikososial spiritual : emosi yang tidak stabil dapat menyebabkan kecemasan, oleh karenanya perlu kesiapan moril untuk menghadapi resikonya. 2) Data Objektif a) Pemeriksaan fisik  Inspeksi : edema yang tidak hilang dalam kurun waktu 24 jam



 Palpasi : untuk mengetahui TFU, letak janin, dan lokasi edema  Perkusi : untuk mengetahui reflex patella sebagai syarat pemberian SM jika reflex positif  Auskultasi : mendengarkan DJJ untuk mengetahui adanya fetal distress. Selain itu, untuk pre eklamsia ringan tekanan darah pasien > 140/90 mmHg atau peningkatan sistolik > 30 mmHg dan distolik > 15 mmHg dari tekanan biasa (base line level/ tekanan darah sebelum usia kehamilan 20 minggu). Sedangkan untuk pre eklamsia berat tekanan darah sistolik >160 mmHg dan atau tekanan darah diastolik > 110 mmHg. 2.2 Pemeriksaan penunjang 1) Tanda vital yang diukur dalam posisi terbaring atau tidur 2 kali dengan interval 4-6 jam 2) Laboratorium : proteinuria dengan kateter atau midstream (biasanya meningkat hingga 0,3 gr/liter atau lebih dan +1 hingga +2 pada skala kualitatif) kadar hematokrit menurun, BJ urine meningkat, serum kreatinin meingkat, uric acid biasanya > 7 mg/100 ml 3) Pemeriksaan darah lengkap dengan penghapusan darah.  Penurunan hemoglobin (nilai rujukan atau kadar normal hemoglobin untuk wanita hamil adalah 12-14 gr%).  Hematokrit meningkat (nilai rujukan 37-43 vol%).  Trombosit menurun (nilai rujukan 150-450 ribu/mm3). 4) Pemeriksaan fungsi hati  Bilirubin meningkat (N= < 1 mg/dl).  LDH (laktat dehidrogenase) meningkat.  Aspartat amonomtransferase (AST) > 60 ul.  Serum glutamate pirufat transaminase (SGPT) meningkat (N = 15-45 u/ml).  Serum glutamat oxaloacetic trasaminase (SGOT) meningkat (N = 6,7-8,7 mg/dl).  Total protein serum menurun (N = 2,4-2,7 mg/dl). 5) Urinalisis : ditemukan protein dalam urine. 6) Berat badan : peningkatan lebih dari 1 kg/minggu 7) Tingkat kesadaran : penurunan GCS sebagai tanda adanya kelainan pada otak 8) USG : untuk mengatahui keadaan janin 9) NST : untuk mengetahui kesejahteraan janin 2.3 Analisa data Analisa data merupakan proses intelektual yang meliputi kegiatan mentabulasi, menyeleksi, mengelompokkan, mengaitkan data, menginteprestasikan dan akhirnya membuat kesimpulan. Hasil analisa data adalah pernyatan masalah keperawatan atau yang disebut diagnosa keperawatan.



2.4 Diagnosa Keperawatan 1) Risiko ketidakefektifan perfusi jaringan otak berhubungan dengan pre eklamsia berat 2) Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan ventilasi-perfusi akibat penimbunan cairan paru : adanya edema paru 3) Penurunan curah jantung berhubungan dengan perubahan preload dan afterload 4) Kelebihan volume cairan berhubungan dengan gangguan mekanisme regulasi 5) Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelemahan umum 6) Ketidakseimbangan nutrisi : kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan faktor psikologis dan ketidakmampuan untuk mencerna, menelan dan mengabsorpsi makanan 7) Risiko cedera berhubungan dengan diplopia dan peningkatan intracranial : kejang



2.5 Intervensi Keperawatan Diagnosa Tujuan Intervensi Risisko setelah dilakukan tidakan Neurology monitoring ketidakefektifan keperawatan selama 1x24 jam 1. Monitor ukuran pupil, bentuk, perfusi jaringan otak diharapkan status neuroligi simetris, dan reaktifitas pupil berhubungan dengan membaik dan ketidakefektifan 2. Monitor keadaan klien dengan pre eklamsia berat perfusi jaringan serebral teratasi GCS dengan indikator : 3. Monitor TTV NOC: Management neurology 4. Monitor status respirasi: ABClevels, pola nafas, Indikator Awal Target kedalaman nafas, RR Status 2 3 5. Monitor reflek muntah neurologi : 6. Monitor pergerakan otot syaraf sensorik 7. Monitor tremor dan motorik 8. Monitor reflek babinski Ukuran pupil 4 4 9. Identifikasi kondisi gawat Pupil reaktif 3 4 darurat pada pasien Pola 3 4 10. Monitor tanda peningkatan pergerakan tekanan intracranial mata 11. Kolaborasi dengan dokter jika Pola nafas 3 4 terjadi perubahan kondisi pada TTV dalam 3 4 klien batas normal Pola istirahat 3 4 dan tidur Tidak muntah 5 5 Tidak gelisah 3 4 Keterangan : 1 = keluahan ekstrim 2 = keluhan substansial 3 = keluhan sedang



Rasional 1. Klien dengan cedera kepala akan mempengaruhi reaktivitas pupil karena pupil diatur oleh syaraf cranialis 2. Mengetahui penurunan kesadaran klien 3. Memantau kondisi hemodinamik klien 4. Mengetahui kondisi pernafasan klien 5. Peningkatan TIK 6. Memonitor kelemahan 7. Memonitor persyarafan di perifer 8. Reflek babinsky (+) menunjukkan adanya perdarahan otak 9. Peningkatan TIK dengan tanda muntah proyektil, kejang, penurunan kesadaran



4 = keluhan ringan 5 = tidak ada keluhan Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan ventilasiperfusi akibat penimbunan cairan paru : adanya edema paru



Setelah dilakukan tindakan keperawatan 3x24 jam, status respiratori : pertukaran gas dengan indikator 1. Status mental dalam batas normal (5) 2. Dapat melakukan napas dalam (5) 3. Tidak terlihat sianosis (5) 4. Tidak mengalami somnolen (4) 5. PaO2 dalam rentang normal (4) 6. pH arteri normal (4) 7. ventilasi-perfusi dalam kondisi seimbang (4)



NIC: Airway management 1. Posisikan klien untuk memaksimalkan potensi ventilasinya 2. Identifikasi kebutuhan klien akan insersi jalan nafas baik actual maupun potensial 3. Lakukan terapi fisik dada 4. Auskultasi suara nafas, tandai area penurunan atau hilangnya ventilasi dan adanya bunyi tambahan 5. Monitor status pernafasan dan oksigenasi sesuai kebutuhan



1. Untuk mempermudah pertukaran gas 2. Untuk memantau kondisi jalan nafas klien 3. Untuk mengeluarkan sputum 4. Memantau kondisi pernafasan klien 5. Memantau kondisi klien



Penurunan curah jantung berhubungan dengan perubahan preload dan afterload



Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x24 jam diharapkan penurunan curah jantung teratasi dengan indikator: NOC : Cardiac pump effectiveness, Circulation status, Vital Sign Status, Tissue perfusion perifer Indikator Awal Target TTV dalam 2 3 batas normal Dapat 1 3 mentoleransi



1. Evaluasi adanya nyeri dada 2. Catat adanya distrimia jantung 3. Catat adanya tanda dan gejala penurunan cardiac output 4. Monitor status pernafasan yang menandakan gagal jantung 5. Monitor balance cairan 6. Monitor respon klien terhadap efek pengobatan antiaritmia 7. Monitor adanya dyspnea, fatigue, takipneu dan ortopneu 8. Anjurkan untuk menurunkan



1. Menunjukkan jantung dalam kondisi abnormal 2. Takikardi, bradikardi 3. Tanda dan gejala penurunan cardiac output : pucat, akral dingin, udema ektremitas 4. Gagal jantung kiri menyebabkan udema di paru dan gagal jantung kanan menyebabkan udema ekstremitas 5. Mengetahui adanya kelebihan cairan karena klien biasanya



aktivitas, tidak ada kelelahan Tidaka ada 1 edema paru Tidak ada asites 5 Tidak ada udema 2 perifer Tidak terjadi 5 penurunan keasadaran Tidak ada 5 distensi vena jugularis Warna kulit 1 normal Keterangan : 1 = keluahan ekstrim 2 = keluhan substansial 3 = keluhan sedang 4 = keluhan ringan 5 = tidak ada keluhan Kelebihan volume cairan berhubungan dengan gangguan mekanisme regulasi



1 5 2 5 5 2



stress 9. Monitor TD, nadi, suhu dan RR 10. Monitor irama jantung 11. Monitor frekuensi dan irama pernafasan 12. Monitor pola pernapasan abnormal 13. Monitor suhu, warna, dan kelembaban kulit 14. Monitor sianosis perifer 15. Jelaskan pada klien tujuan dari pemberian oksigen 16. Kolaborasi pemberian obat anti aritmia dan vasodilator



udema 6. Mengetahui respon klien terhadap obat 7. Udema paru menyebabkan dyspnea 8. Stress menambah berat kerja jantung 9. Mengetahui kondisi hemodiamik klien 10. Suara jantung tambahan, S3, S4 11. Ronchi basah menunjukkan adanya cairan di pulmo 12. Dyspnea, cepat dan dangkal 13. Memungkinkan terjadinya sianosis 14. Kurang O2 menyebabkan sianosi perifer 15. Membantu suplai O2 ke klien 16. Obat anti aritmia dan vasodilator untuk membantu pengelolaan kontraindikasi jantung



Setelah dilakukan tindakan 1. Monitor pengeluaran urin, cata 1. Pengeluaran urin mungkin keperawatan selama 3x24 jam jumlah dan warna saat dimana sedikit dan pekat karena diharapkan volume cairan klien diuresis terjadi penurunan perfusi ginjal stabil dengan kriteria hasil: 2. Monitor dan hitung intake 2. Pemantauan intake dan output 1. Keseimbangan intake dan output output cairan selama 24 jam cairan membantu keseimbangan cairan (4) 3. Pertahankan duduk atau tirah cairan dan elektrolit klien 2. TTV normal (4) baring dengan posisi semifowler 3. Posisi duduk atau tirah baring



3. BB stabil dan tidak terdapat edema (4) 4. Menyatakan pemahaman tentang pembatasan cairan individual (5)



4. 5. 6. 7.



atau posisi nyaman bagi klien dengan posisi semifowler dapat selama fase akut meningkatkan filtrasi ginjal dan Monitor TTV terutama TD dan menurunkan produksi ADH CVP (bila ada) 4. Hipertensi dan peningkatan Monitor rehidrasi cairan dan CVP menunjukkan kelebihan batasi asupan cairan cairan dan dapat menunjukkan Timbang berat badan setiap hari kongesti paru serta gagal jika memungkinkan dan amati jantung turgor kulit serta adanya edema 5. Pemantauan dan pembatasan Kolaborasi pemberian medikasi cairan BB ideal kluaran urin dan seperti pemberian diuretic respon terhadap terapi furosemide, spironolactone dan 6. Berat badan, turgor kulit dan hidronolacton adanya edema mempengaruhi kondisi cairan dalam tubuh 7. Diuretic bertujuan untuk menurunkan volume plasma dan menurunkan retensi cairan dijaringan sehingga menunjukkan risiko terjadinya edema



Intoleransi aktivitas Setelah dilakukan tindakan 1. Kaji aktivitas dan periode berhubungan dengan keperawatan selama 3x24 jam klien istirahat klien, rencanakan dan kelemahan umum mempunyai cukup energy untuk jadwalkan periode istirahat dan beraktivitas sehingga toleran tirah baring yang cukup dan terhadap aktivitas dengan kriteria adekuat hasil: 2. Berikan latihan aktivitas fisik 1. TTV normal (4) secara bertahap (ROM, 2. EKG normal (4) ambulasi dini, cara berpindah, 3. Koordinasi otot, tulang dan dan pemenuhan kebutuhan



1. Mengetahui aktivitas dan periode istirahat pasien serta upaya untuk menurunkan keletihan dan kelemahan klien 2. Tahapan yang diberikan membantu proses aktivitas secara perlahan degan menghemat tenaga namun tujuan tepat



Ketidakseimbangan nutrisi : kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan faktor psikologis dan ketidakmampuan untuk mencerna, menelan dan mengabsorpsi makanan



anggota gerak lainnya baik (4) 4. Klien melaporkan kemampuan dalam ADL (4)



dasar) 3. Mengurangi pemakaian energy 3. Bantu klien dalam memenuhi sampai kekuatan klien pulih kebutuhan dasar kembali 4. Lakukan terapi komponen darah 4. Mencegah dan mengurangi sesuai resep bila klien menderita anemia berat yang berakibat anemia berat pada kelemahan 5. Kaji aktivitas dan respon klien 5. Menjaga kemungkinan adanya setelah latihan aktivitas respon abnormal dari tubuh (monitor TTV) sebagai akibat dari latihan



Setelah dilakukan tindakan keperawatan 3x24 jam diharapkan kebutuhan nutrisi klien terpenuhi dengan kriteria hasil: 1. Masukan per oral mungkin (5) 2. Porsi makan yang disediakan habis (5) 3. Masa dan tonus otot baik (5) 4. Tidak terjadi penurunan BB (5) 5. Mual dan muntah tidak ada (5)



1. Kaji pola amakn kebiasaan makan dan makanan yang disukai klien 2. Kaji TTV klien secara rutin, status mual, muntah dan bising usus 3. Berikan makanan sesuai diet dan berikan selagi hangat 4. Jelaskan pentingnya makanan untuk kesembuhan 5. Anjurkan klien makan sedikit tetapi sering 6. Anjurkan klien untuk meningkatkan nutrisi yang adekuat terutama makanan yang banyak mengandung karbohidrat atau glukosa, protein dan berserat 7. Kolaborasi dengan ahli gizi untuk pemberian diet sesuai



1. Meningkatkan nafsu makan klien dan menghindari makanan yang alergi 2. Monitor KU klien mengetahui kemampuan klien dalam memenuhi kebutuhan nutrisi 3. Meminimalkan anoreksia dan mengurangi iritasi gaster 4. Klien termotivasi untuk makan 5. Meningkatkan kenyamanan saat makan 6. Glukosa dalam karbohidrat cukup efektif untuk pemenuhan energy, lemak sulit untuk diserap sehingga membebani hepar, protein baik untuk meningkatkan dan mempercepat kesembuhan klien, makan berserat membantu mencegah konstipasi



indikasi Risiko cedera berhubungan dengan diplopia dan peningkatan intracranial : kejang



Setelah dilakukan tindakan 1. Identifikasi keterbatasan fisik keperawatan selama 3x24 jam dan kognitif klien yang dapat diharapkan tidak terjadi cedera meningkatkan risiko cedera dengan kriteria hasil: 2. Ajarkan klien untuk 1. Klien tidak mengeluh pusing (5) meminimalkan cedera misalkan 2. Klien tidak mengalami cedera ketika ditempat tidur maka (5) gunakan side rail, ketika 3. Klien mempu menjelaskan cara mobilitas dari tempat tidur mencegah terjadinya cedera (5) anjurkan dibantu keluarga atau tongkat sebagai pegangan 3. Damping klien dalam melakukan pemenuhan kebutuhan ADL 4. Anjurkan klien untuk banyak mengkonsumsi makanan yang menambah darah seperti sayur hijau dan diet rendah garam untuk menurunkan tekanan darah sehingga mengurangi pusing



7. Meningkatkan proses penyembuhan 1. Mengetahui penyebab klien mengalami risiko cedera 2. Memberikan pengetahuan kepada klien sehingga terhindar dari cedera 3. Mengantisipasi hal-hal yang menyebabkan terjadinya cedera 4. Sayuran hijau dapat menambah darah dan mengobati anemia serta diet rendah garam dapat mengurangi kekambuhan hipertensi



2.6 Implementasi Keperawatan Implementasi keperawatan merupakan tindakan yang sesuai dengan yang telah direncanakan mencakup tindakan madiri yang berdasarkan analisis, kesimpulan perawat yang bukan atas petunjuk tenaga kesehatan lain dan tindakan kolaborasi yang didasarkan hasil keputusan bersama dokter atau petugas kesehatan lainnya. 2.7 Evaluasi Keperawatan Evaluasi keperawatan merupakan hasil perkembangan ibu dan janin dengan berpedoman kepada hasil dan tujuan yang hendak di capai



DAFTAR PUSTAKA Arif, M. (2002). Kapita Selekta Kedokteran Jilid 1 Edisi 3. Jakarta: Media Aesculapius. Bobak, I.M., Deitra L.L., & Margaret D.J (2005). Buku ajar keperawatan maternitas, Eedisi 4. Jakarta; EGC Hada & Hardhi Kusuma. 2015. Aplikasi Asuhan Keperawatan Berdasarkan Diagnosa Medis & Nanda NIC-NOC. Jogjakarta: Mmediaction Herdman, T. H. (2012). Diagnosis keperawatan: definisi dan klasifikasi 2012-2014. Jakarta: EGC Prawirohardjo, S. (2006). Ilmu Kebidanan. Jakarta: Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo. Sumiati & Dwi F. (2012). “Hubungan obesitas terhadap pre eklamsia pada kehamilan di RSU Haji Ssurabaya”. Embrio Jurnal Kebidanan, Vol 1, No. 2, Hal. 21-24. Widiastuti, N. P. A (2012). “Asuhan keperawatan pre eklamsia”. http://nursingisbeautiful.wordpress.com/2021/03/09/askep-pre-eklamsia/.