LP Peritonitis [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

LAPORAN PENDAHULUAN PERITONITIS



Oleh : Noti Talia Meidiyah, S.Kep NIM 202311101043



PROGRAM STUDI PENDIDIKAN PROFESI NERS FAKULTAS KEPERAWATAN UNIVERSITAS JEMBER 2020



LAPORAN PENDAHULUAN PERITONITIS Disusun untuk memenuhi tugas Profesi Ners Stase Keperawatan Medikal Fakultas Keperawatan Universitas Jember



Oleh : Noti Talia Meidiyah S.Kep NIM 202311101043



PROGRAM STUDI PROFESI NERS FAKULTAS KEPERAWATAN UNIVERSITAS JEMBER 2020



HALAMAN PENGESAHAN Nama : Noti Talia Meidiyah, S.Kep NIM



: 202311101043



Judul : Laporan Pendahuluan Peritonitis Telah diperiksa dan disahkan oleh pembimbing pada : Hari



:



Tanggal :



Jember, Desember 2020 Mengetahui, Pembimbing Akademik



Mahasiswa,



Ns. Akhmad Zainur Ridla, S.Kep., MadvN



Noti Talia Meidiyah S.Kep



NRP. 760019007



NIM 202311101043



BAB 1. KONSEP DASAR PENYAKIT 1.1 Anatomi Fisiologi



Peritoneum berasal dari bahasa yunani yaitu “peri” yang berarti sekitar dan tonos yang berarti peregangan yang ketika digabungkan keduanya memiliki arti membentang di sekitar. Peritoneum adalah sebuah membran yang dilapisi oleh selapis sel mesotelial, luasnya sebesar 1,7m² hampir sama dengan luas total permukaan tubuh. Rongga peritoneal mengandung beberapa mililiter cairan peritoneal yang steril dan berperan sebagai pertahanak lokal terhadap bakteri. Lapisan peritoneum parietal dan visceral memiliki ruangan diantara keduanya, ruangan tersebut disebut kantong piretoneum. Pada laki-laki kantong peritoneum tertutup sedangkan pada perempuan kantong piretonium terbuka yaitu pada saluran telur atau tuba fallopi yang membuka masuk ke adama rongga peritoneum. Di dalam kantong tersebut memiliki banyak lipatan atau kantong yang terdapat dalam peritoneum sebuah lipatan besar yaitu omentum. Omentum dibagi menjadi dua yaitu omentum minus dan majus. Omentum majus atau mayor kaya akan lemak bergantungan di sebelah depan lambung. Omentum minus atau mayor berjalan dari porta hepatis setelah menyelaputi hati ke bawah. Kolon juga terbungkus peritoneum ini, kedua omentum mayor dan minor ini mesentrium usus



halus dan meso kolon memmuat penyaluran darah vaskuler dan limfe dari organ-organ yang diselimutinya (Simbiring 2018). Peritotenum terdiri atas dua bagian utama yaitu : 1. Peritoneum parietal Peritoneum parietal adalah peritoneum yang melapisi bagian anterior, lateral dan posterior dinding abdominal yaitu permukaan inferior diafragma dan juga pelvis. Peritoneum parietal ini sensitif terhadap nyeri, temperatur dan tekanan. Iritasi pada peretoneum parietal memberikan rasa nyeri lokal 2. Peritoneum visceral Peritoneum visceral adalah peritoneum yang



melapisi permukaan dari organ



intraperitoneal (lambung, jejunum, ileum, kolon transversum, hati dan limpa). Peritoneum visceral ini sensitif terhadap regangan dan sobekan, peritoneum visceral ini tidak memberikan rasa nyeri. Fungsi peritoneum adalah menutupi sebaian besar organ-organ abdomen dan pelvis, membenruk perbatasan halus yang memungkinkan organ saling bergeseran tanpa ada penggasakan. Kelenjar limfe dan pembuluh darah ada di dalam peritoneum, maka peritoneum ini berfungsi untuk melindungi terhadap infeksi. Fungsi lain peritoneum adalah setengah bagiannya memiliki membran basal semipermiabel yang berguna untuk difusi air, elektrolit, makro maupun mikro sel. Oleh karena itu peritoneum digunakan sebagai media cuci darah yaitu peritoneal dialisis (Pearcce, 2009). 1.2 Definisi Peritonitis



Peritonitis merupakan suatu proses inflamasi pada membran serosa yang membatasi rongga abdomen dan organ-organ di dalam abdomen. Peritonitis bisa menyebabkan penyakit berbahaya baik penyakit akut ataupun penyakit kronis. Peritonitis biasanya disebabkan oleh infeksi dari organ abdomen, perofrasi saluran cerna, dan luka tembus abdomen. Peritonitis merupakan suatu kegawatdaruratan abdomen yang biasanya ditandai dengan adanya bakteri atau adanya sepsis yang terjadi karena masalah bedah dan non bedah. Peritonitis akut biasanya sering dikaitkan dengan perfusi viskus, (Hidayati dkk, 2018). Peritonitis adalah peradangan yang disebabkan oleh infeksi pada selaput organ perut atau peritoneum. Peritonieum adalah selaput tipis dan jerni ang membungkus organ dan dinding perut bagian dalam. Lokasi terjadinya peritonitis bisa terlokalisir atau difuse yaitu pada lokasi tertentu di abdomen atau bisa terjadi di semua area abdomen. Peritonitis bisa ditandai dengan riwayat nyeri akut atau kronik dan lokasi nyeri pada pasien yang bisa diakibatkan dari dalam atau luar abdomen. Semua umur bisa terkena penyakit peritonitis baik anak-anak, remaja, wanita dan laki-laki hingga lanjut usia. Peritonitis terbanyak pada anak-anak biasanya adalah perforasi apendiks, pada orang tua biasanya terjadi komplikasi divertikulitis atau perforasi ulkus peptikum. Komplikasi peritonitis berupa gangguan pembekuan darah dan sepsis yang dapat mengakibatkan syok pada penderitanya. Organisme yang sering menginfeksi adalah organisme yang biasanya hidup di usus besar atau kolon yaitu eschericia coli. Reaksi awal peritoneum terhadap invasi bakteri adalah keluarnya eksudat fibrosa dari peritoneum yang kemudian terbentuk kantong-kantong nanah (abses) antara perlekatan fibrosa yang menempel. Perlekatan biasanya menghilang apabila infeksi menghilang, tetapi bisa menetap dan menjasi pita-pita fibrosa yang dapat menyebabkan terjadinya obstruksi usus (Japanesa dkk, 2016). 1.3 Epidemiologi Prevalensi kasus peritonitis di dunia masih sangat tinggi, peritonitis akut terjadi pada 9,3 pasien per 1000 pasien yang masuk ke rumah sakit .Peritonitis adalah kegawatdaruratan bedah yang paling sering terjadi di dunia. Peritonitis banyak terjadi pada negara-negara dengan pendapatan menengah kebawah seperti pada negara afrika



sub-sahara dengan tingkat prevalensi 915 kematian. Kasus baru ditemukan sebanyak 305 kasus yaitu kasus ulkus gastrointestinal, perforasi apendisitis dan perforasi ileum thypoid. Tingkat kematian setelah dilakukan operasi peritonitis akut bervariasi antara (8,4%) dan (34%) yang disebabkan oleh perforasi ileum thypoid sebanyak (34,7%), setelah operasi peritonitis sebanyak (19,5%), perforasi ulkus peptikum sebanyak (15,2%), perforasi apendisitis sebanyak (8,7%), dan perforasi kolon sigmoid sebanyak (8,7%) (Touchie dkk, 2020). Penelitian di India mendapatkan hasil selama 3 tahun terdapat 545 pasien yang menderita peritonitis sekunder yang sedang menjalani pengobatan, (48,44%) diakibatkan oleh perforasi gastroduenal, (36,1%) diakiabtkan oleh infeksi luka. Di dalam penelitian ini pasien yang menderita peritonitis sekunder di dominasi oleh lakilaki yaitu sebanyak 461 pasien (84,58%) dengan angka kematian (8,4%) (Sarathi gosh dkk, 2016). Peritonitis tuberkolosis merupakan salah satu penyakit dengan prevalensi paling banyak dengan angka kejasian 0,4-2% dari semua kasus tuberkolosis yang ada terutama pada negara-negara maju. Di indonesia khususnya padang terdapat 144 kasus peritonisis tuberkolosis dalam satu tahun pada tahun 2013 yang sedang rawat inap (Japanesa dkk, 2016). 1.4 Etiologi Penyebab terjadinya peritonitis adalah bakteri, bakteri ini masuk ke rongga peritoneum yang mengakibatkan terjadinya peradangan. Peritonitis ini juga bisa disebabkan oleh kalinan di dalam abdomen berupa inflamasi seperti perforasi apendisitis, perforasi tukak lambung, perforasi thypoid abnominalis, ileus obstruktif dan perdarahan. Menurut Hidayati dkk. (2018) peritonitis berdasarkan penyebabnya dibagi menjadi dua yaitu disebabkan dari dalam tubuh dan dari luar tubuh yaitu : a. Dari dalam tubuh : 1) infeksi bakteri : Peritonitis yang disebabkan oleh infkesi yang menyebar dari saluran pencernaan seperti adanya bakteri atau jamur seperti eschericia coli dan stafilokokus, 2) Apendisitis : Apendisitis yang meradang dan adanya perforasi yaitu bakteri masuk ke peritoneum melalui lubang pada saluran pencernaan,



3) Pankreatitis : adanya peradangan pada pankreas yang mengakibatkan infeksi dan dapat menyebabkan peritonitis apabila bakteri menyebar secara luas 4) Divertikulisis : yaitu infeksi kantong kecil yang menonjol pada saluran pencernaan, hal tersebut bisa mengakibatkan peritonitis apabila saah satu kantong pecah ke dalam rongga abdomen b. Dari luar tubuh : 1) pembedahan medis : ketika dilakukan pembedahan medis yang tidak steril dapat menyebabkan infeksi dikarenakan dikarenakan lingkungan yang kotor, kurang terjaganya kebersihan, peralatan yang terkontaminasi, komplikasi dari operasi pencernaan dan komplikasi kolonoskopi atau endoskopi. 2) Trauma pada kecelakaan : dapat menyebabkan peritonitis apabila bakteri atau bahan kimia dari bagian organ tubuh lain memasuki peritoneum 1.5 Klasifikasi Menurut Wyers & Matthews (2016) Klasifikasi peritonitis menurut penyebabnya dibagi menjadi 3 yaitu primer, sekunder dan tersier: 1. Peritonitis primer Peritonitis primer merupakan infeksi pada peritoneum yang tidak berhubungan dengan abnormalitas organ dan biasanya terjadi secara spontan. Peritonitis primer bisa juga disebabkan karena penyebaran infeksi melalui darah dan kelenjar getah bening di peritoneum. Peritonisis primer biasanya sering dikaitkan dengan penyakit sirosis hepatis yang biasanya dikenal dengan spontaneounus bacterial peritonitis (SBP). Pasien sirosis hepatis yang mengalami asites biasanya akan rentan terhadap infeksi bakteri, hal ini disebabkan karena mekanisme pertahanan tubuh yang tidak adekuat. Peritonitis juga bisa disebakan karena penggunaan atau pemasangan kateter peritoneum dimana terdapat akses untuk masuknya benda asing ke dalam rongga peritoneum yang bisa menyebabkan peritonitis 2. Peritonitis sekunder Peritonitis sekunder terjadi disebabkan arena adanya proses inflamasi pada rongga perinoteum yang bisa disebabkan karena adanya inflamasi, perforasi, san gangren



dari stukrut intraabdominal. Contoh dari peritonitis sekunder yang paling sering ditemui adalah perforasi apendisistis, ulkus peptikum, divertikulisis dan komplikasi pasca operasi merupakan beberapa penyebab yang sering ditemui pada peritonitis sekunder. Penyebab lain terjadinya peritonitis sekunder adalah bocornya darah kedalam rongga peritoneal yang disebabkan robekan pada kehamilan di tuba fallopi dan kista 3. Peritonitis tersier Peritonitis tersier yaitu peritonitis berulang dari rongga peritoneum setelah dilakukannya terapi peritonitis sekunder. Peritonitis tersier biasanya timbul setelah 48 jam pengobatan peritonitis sekunder. Peritonitis ini terjadi ketika imunitas pasien tidak adekuat sehingga terjadi disfungsi pada organ abdomen. 1.6 Patofisiologi Peritonitis disebabkan dari berbagai penyebab baik infeksius ataupun noninfeksius yang menyebabkan terjadinya peradangan pada peritoneum viseral dan parietal. Ketika ada inflamasi respon awal peritoneum terhadap infeksi adalah adanya vasodilatasim edema pada jaringan, transudasi cairan dan masuknya makorofag dan keukosit sebagai tanda inflamasi. Invasi oleh bakteri pada peritoneum mengakibatkan keluarnya eksudat fibrinosa terhadap invasi bakteri adalah keluarnya eksudat fibrosa dari peritoneum yang kemudian terbentuk kantong-kantong nanah (abses) diantara perlekatan fibrosa yang menempel. Perlekatan biasanya menghilang apabila infeksi menghilang, tetapi bisa menetap dan menjasi pita-pita fibrosa yang dapat menyebabkan terjadinya obstruksi usus. Apabila abses menyebar kepada semua permukaan pertoneum dapat memnimbulkan peritonitis generalisata yang menyebabkan aktivitas peristaltik usus berkurang sehingga mengakibatkan ileus paralitik yang kemudian usus menjadi meregang. Cairan dan elektrolit akan menurun dikarenakan caira masuk ke dalam lumen usus yang mengakibatkan dehidrasi syok (Sembiring 2018). 1.7 Manifestasi Klinis Menurut Hidayati dkk. (2018) Tanda geajala yang muncul pada pasien yang menderita peritonitis adalah :



1. Seluruh atau sebagian abdomen terasa sakit dan terasa nyeri. Nyeri dapat dirasakan secara terus mnerus selema beberapa jam dan nyeri semakin dirasakan ketika pasien bergerak melakukan aktivitas sehari hari 2. Terdapat distensi abdomen : biasanya ditandai dengan penurunan bising usus atau bisis usus tidak terdengar sama sekali 3. Kehilangan selera makan 4. Mual dan muntah : mual dan muntah dirasakan akibat dari iritasi peritoneum 5. Deman dan menggigil : biasanya temperatur demamnya lebih dari 38 °C, pada kondisi sepsis berat pasien bisa mengalami hipertermia 6. Leukosit atau sel darah putih lebih dari batas normal 7. Diare 8. Buang air kecil sedikit 9. Perasaan haus yang terus menerus 10.



Ketidakmampuan atau kesulitan buang air besar



1.8 Pemeriksaan Penunjang Pemeriksaan penunjang pada pasien peritonitis menurut Wyers & Matthews (2016) adalah: 1. Pemeriksaan laboratorium : Yaitu untuk mengtahui hasil leukosit dan hematrokit apakah ada peningkatan atau tidak, apabila ada peningkatan leukosit lebih dari 11.000 sel/ml maka diduga peritonitis 2. Pemeriksaan X-Ray : Pemeriksaan X-ray dilakukan untuk mendapatkan foto abdomen dari 3 posisi yaitu posisi anteriorm posterior atau lateral. Pemeriksaan x-ray ini bertujuan untuk mengetahui keadaan abdomen apakah ada abses atau tidak di dalam rongga peretoneum 3. CT scan abdomen : CT scan dilakukan untuk melihat tempat pastinya terjadi perforasi. Pemeriksaan CT scan akan bisa mendeteksi adanya lesi. Walaupun sensitivitasnya tinggi, CT scan



tidak selalu diperlukan berkaitan dengan biaya yang tinggi dan efek radiasinya. CT scan dapat memberi ketepatan sampai 95%. 4. USG : Pemeriksaan USG dapat menggambarkan adanya abses, dilatasi saluran empedu, dan adanya penumpukan cairan. 5. Diagnostic Peritoneal Lavage (DPL) DPL dilakukan dengan cara memasukkan 1 liter saline normal ke dalam peritoneal melalui keteter. Cairan keluar akan diperiksa jika mengandung leukosit lebih dari 500 sel/ml dan kabar enzim amilase atau bilirubin meningkat maka kemungkinan terjadi peritonitis sekunder 6. Laparoskopi Pemeriksaan laparaskopi dilakukan untuk menentukan jenis perotonitis dan penyebab penyakitnya, laparoskopi sangat akurat untuk melihat hasil peritonitis pada pasien dan bisa diatasi menggunakan laparoskopi 1. 9 Penatalaksanaan Penatalaksanaan peritonitis bisa dilakukan dalam dua hal yaitu pre operatif dan pos operatif. Menurut Japanesa dkk. (2016) penatalaksanaan peritonitis adalah : 1. Penanganan preoperatif a) Resusitasi Cairan Pengembalian volume cairan melalui intravaskular yang diperlukan untuk menjaga produksi urin tetap baik dan menjaga keseimbangan status hemodinamik tubuh. Cairan yang diberikan adalah cairan lartan kristaloid dan koloid, cairan koloid lebih efektif untuk mengatasi kehilangan cairan akan tetapi cairan koloid harganya lebih mahal sehingga biasanya tenaga kesehatan medis menggunkan cairan kristaloid dengan jumlah yang lebih besar. b) Antibiotik Pemberian antibiotik bertujuan untuk melawan kuman aerob atau anaerob yang menginfeksi peritoneum. Terapi antibiotik ini biasanya digunakan sebelum dan setelah pasien dilakukan pembedahan. Banyak jenis antibiotik yang bisa



digunakan secara tunggal atau bisa dikombinasikan antara lain sefalosporin, betalaktam, metronidazil dan aminoglikosida c) Oksigen dan ventilator Pemberian oksigen pada peritonitis biasanya diberikan kepada pasien peritonitis dengan hipoksemia. Oksigen perlu diberikan dikarenakan ketika mengalami peritonitis biasanya terjadi peningkatan metabolisme tubuh akibat adanya infeksi sehingga menimbulkan gangguan ventilasi pada paru-paru. d) Pemasangan kateter urin dan monitor hemodinamik Pemasangan keteter urin digunakan untik mengetahui fungsi dari kandung kemih dan pengeluaran urin. Memonitor tanda tana vital setiap 4 jam sekali. 2. Operatif (Pembedahan) Terapi yang dilakukan untuk peritonitis adalah tindakan operasi (pembedahan). Operasi ini bertujuan untuk mengontrol sumber dari kontaminasi pertoneum. Tindakan pembedahan ini berupa penutupan perforasi usus, reseksi usus. Beberapa tindakan pembedahan yang bisa dilakukan untuk mengatasi peritonitis adalah : a) Kontrol sepsis Tujuan pembedahan pada peritonitis adalah untuk menghilangkan sepsis dan mencegah kompilkasi lebih lanjut. Kontrol sespis ini dilakukan dengan insisi. Insisi merupakan teknik operasi yang terbaik, insisi dilakukan dengan membuang jaringan yang terkontaminasi yang sudah menjadi abses atau nekrosis b) Peritoneal Drainage Peritoneal drainage ini efektif digunakan pada peritonitis ditempat yang terlokalisir dan melekat pada dinding yang biasanya gagal untuk masuk ke rongga peritoneum. Pembedahan ini dilakukan dengan cara mencuci atau mengirigasi semua rongga pertoneum untuk mengeluarkan semua bakteri akan keluar setelah irigasi. Cairan yang digunakan yaiyu 3 liter cairan fisiologis saline atau ringer laktat untuk membersihkan ous, feses, bahan nekrotik dan kemudian cairan tersebut akan dibuang. Prosedur drainage ini dilakukan berulang sampai semua rongga peritoneum bersih dari semua bakteri c) Pembedahan Laparotomi



Laparotomi merupakan pilihan utama untuk menemukan infeksi peritoneal dengan ditemukannya pus yang kemudian dilakukan piihan antibiotik sebagai terapi. d) Pembedahan Laparoskopi Laparoskopi ekftif untuk peritoitis dengan apendisitis akut, perofrasi ulkus duodenum dan perforasi kolon 3. Penanganan pos operatif Monitor tanda-tanda vital secara intensif, pemberian cairan dan elektrolit, dan bantuan ventilator pada klien yang tidak stabil untuk mencapai stabilitas pembedahan odinamik dan perfusi organ-organ vital. Antibiotik diberikan selama 10-14 hari bergantung pada keparahan peritonitis. Respon klinis yang baik ditandai dengan produksi urin yang normal, penurunan demam dan leukositosis, ileus menurun, dan keadaan umum membaik. Tingkat kesembuhan bervariasi tergantung pada durasi dan keparahan peritonitis. Pelepasan kateter (arterial, CVP, urin, nasogastric) lebih awal dapat menurunkan resiko infeksi sekunder



1.10. Pathway Bakteri



Perforasi saluran cerna : Apendisitis



Luka/ Trauma penetrasi



Divertikulisis



Pembedahan medis yang tidak steril



Inflamasi pada rongga peritoneum



Peritonitis



Aktivitas peraltastik Usus menurun Ileus paralitik



Peregangan usus



Absorbsi makanan terganggu



Mual dan muntah



Mengaktifkan neutrofil dan makrofag



Keluarnya eksudat Fibrinosa



Membentuk Abses



Resiko Infeksi



Defisit nutrisi



Gangguan ventilasi paru



Pelepasan pirogen endogen



Penurunan ekspansi paru



Merangsang prostalgandin



Terjadi perlekatan fibrinosa Pelapasan (Lekukotrin, proetalgandin E histamin)



Inflamasi



Merangsang nosiseptor nyeri



Nyeri Akut Hambatan Rasa Nyaman



Meningkatkan kerja hipotalamus



Hipertermia



Meningkatkan titik patok suhu



Suhu tubuh meningkat



Sesak ketika bernafas Pola nafas tidak efektif



BAB 2. KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN 2.1 Konsep Asuhan Keperawatan A. Pengkajian I.



Identitas 1. Identitas klien Nama



:



Umur



:



Jenis kelamin



:



Pendidikan



:



Pekerjaan



:



Alamat



:



Tanggal MRS



:



2. Identitas penangggung jawab II.



Riwayat kesehatan 1. Keluhan utama : Apa yang dirasakan pasien saat ini, tanya keadaan pasien apakah ada gangguan rasa nyeri : keluhan nyeri ada atau tidak ada, hal-hal yang menyebabkan nyeri, kualitas nyeri, kapan neyri timbul (terus menerus atau berulang) gali semua secara rinci apa yang dikatakan oleh pasien tentang keadaanya 2. Riwayat penyakit sekarang : Keluhan dan kronologi kenapa pasien datang ke pelayanan kesehatan 3. Riwayat penyakit terdahulu : Gali atau kaji riwayat penyakit yang pernah dialami klien sebelumnya, riwayat alergi, riwayat imunisasi, kebiasaan dan pola hidup, dan obat-obatan yang pernah digunakan sebelumnya 4. Riwayat penyakit keluarga : Kaji riawayat penyait yang dialami oleh kelurga baik penyakit menular atau penyakit tidak menular



III.



Pengkajian Keperawatan 1. Presepsi kesehatan dan pemeliharaan kesehatan Kaji bagaimana kesiapan dan kesediaan pasien untuk meningkatkan pengetahuan terkait dengan keadaaan kesehatannya sekarang dan perawatan yang harus dilakukan 2. Pola nutrisi/metabolik (ABCD) (saat sebelum sakit dan saat dirumah sakit) Kaji apakah ada gangguan nutrisi : seperti kaji bagaimana nafsu makan pasien, cek berat badan, kaji kebiasaan makan pasien, kaji makanan yang dapat menyebabkan diare dan konstipasi 3. Pola eliminasi (saat sebelum sakit dan saat dirumah sakit) Kaji apakah ada perubahan eliminasi tinja : seperti kaji konsistensi, bau, waran feces, kaji apakah ada konstipasi atau diare, kaji apakah feses tetrampung dengan baik, kaji apakah keluarga dan pasien bisa mengurus feces sendiri 4. Pola Aktivitas & latihan (saat sebelum sakit dan saat dirumah sakit) Kaji bagaimana aktivitas pasien, kaji apakah terjadi perubahan dari sebelum dan sesudah sakit, kaji apakah pasien mempunyai hambatan dalam melakukan aktivitas setelah keadaan sakit yang dialami 5. Pola tidur & istirahat pasien (saat sebelum sakit dan saat dirumah sakit) Kaji apakah kebutuhan istirahat dan tidur pasien terpenuhi seperti tidur nyenyak atau tidak, kaji kialitas tidur, lama durasi tidur, keadaan saat bangun tidur. Apakah penyakit yang dialami yaitu peritonitis menganggu kondisi tidur atau tidak, kaji adakah faktor lingkungan yang mempersuliy tidur, kaji apakah ada faktor psikologis yang membuat gangguan tidur 6. Pola kognitif dan perceptual Kaji apakah pasien mengetahui terkait hal-hal yang berhubungan dengan penyakit atau prosedur yang dilakukan, apakah pasien mengetahui tatalaksana yang harus dilakukan prosedur tersebut 7. Pola presepsi diri



Kaji bagaimana pasien memandang dirinya dalam kondisi sakit saat ini, kaji apakah pasien bisa menerima dan mudah adaptasi dengan penyakit yang do deritanya 8. Pola seksualitas dan reproduksi Kaji apakah pasien mengalami gangguan seksualitas dan reproduksi setelah keadaan sakit 9. Pola peran & hubungan Kaji ada atau tidaknya dukungan untuk meningkatkan motivasi klien dalam hal kesembuhan, kaji hubungan dengan pasangan, anak, cucu, keluarga dan kerabat 10. Pola manajemen Koping Stres Kaji apakah ketika ada masalah pasien terbuka untuk menceritakan masalah yang dialami, kaji apakah pasien bisa beradaptasi dengan lingkungan setelah mengetahui kondisi penyakitnya 11. Sistem nilai & keyakinan Kaji apakah pasien mengalami ganggun dalam keyakinan melakukan ibdanhnya saat pada kondisi sakit IV.



Pemeriksaan Fisik Pemeriksaan fisik yang terdiri dari inspeksi, palpasi,auskultasi dan perkusi 1. Keadaan umum : Pada pasien dengan peritonitis keadaan umum pasien tidak baik, biasanya pasien akan mengeluh demam sampai 38°C, pasien dengam sepsis hebat biasanya akan muncul gejala hiptermia. Pada pasien peritonitis bisa jertadi takikardi karena dilepasnya mediatir inflamasi dan hipovolemia yang disebabkan karena mual dan muntah, demam, kehilangan cairan yang banyak dari abdomen. Dehidrasi pada pasien peritonitis akan menyebabkan hipotensi yang mengakibatkan produksi uri berkurang. Pasien dengan peritonitis akut bisa mengalami syok sepsis, kaji apakah kesadaran pasien comps mentis (GCS : E=4, V=5, E=6) 2. Tanda-Tanda Vital : Tekanan darah



:



Nadi



:



Suhu



:



RR



:



3. Kepala dan leher Inspeksi : kaji apalah persebaran rambut normal, bentuk kepala apakah simetris, apakah terdapat luka, apaah terdapat benjolan Palpasi : Kaji apakah ada nyeri tekan 4. Thorax/dada Paru-paru : Inspeksi : kaji apakah ada pengembangan dada simetris, kaji apakah ada pembangkakan pada paru abnomal Palpasi



: kaji apakah ada nyeri tekan



Perkusi



:Kaji suara paru apakah terdengar sonor atau tidak



Auskultasi : Kaji apakah bunyi vaskuler dan teratur atau da kelainan pada patuparu Jantung : Inspeksi : Kaji apakah adda pengembangan pada jantung, kaji apakah ictus cordis telihat atau tidak Palpasi : kaji apakah ada nyeri tekan Perkusi



: Kaji bunyi jantung apakah ada suara pekak di jantung



Auskultasi : Kaji bunyi jantung S1 dan S2 apakah tunggal 5. Abdomen Inspeksi : Kaji apakah ada jaringan parut bekas operasi yang menunjukkan adanya adesi, kaji apakah ada pembuncitan pada perut, tegang perut atau distended Palpasi



: Palpasi abdomen apakah ada nyeri tekan, jika ada kaji sejak kapan,



bagaiaman rasanya, kualitas nyeri, kaji tingkat nyeri diluar abdomen untuk membandingkan antara bagian yang nyeri dan tidak nyeri. Perkusi



: Kaji adanya iritasi pada peritoneum, kaji adanya udara bebas ataau



cairan bebas, pada pasien peritonitis pekak hepat akan menghilang dan perkusi abdomen akan hipertimpani karena adanya udara bebas



Auskultasi



: Kaji apakah ada suara bising usus, pada pasien peritonitis



biasanyya suara bising usus akan menghilang hal ini disebkan karena peritoneal yang lumpuh sehingga meneyebabkan usus ileus pralatik 6. Genetalia dan anus Inspeksi :Kaji apakah ada kelainan pada genetalia dan anus, kaji apakah ada lesi, kaji apakah ada masalah peradangan pada genetalia dan anus Palpasi : Kaji apakah ada nyeri tekan 7. Ekstermitas Ekstermitas atas Inspeksi : kaji apakah bentuk simestris, kaji apakah ada edema, kaji kekuatan otot Palpasi : Kaji apakah akral hangat, kaji apakah CRT < 2 detik, kaji apakah terdapat nyeri tekan Ekstermitas bawah Inspeksi : Kaji apalah bentuk simetrism kahi apakah ada edema, kaji kekuatan otot Palpasi



: kaji apakah hangat, kaji apakah CRT < 2 detik, kaji apakah terdapat



nyeri tekan 8. Kulit dan kuku Inspeksi : Kaji warna kulit, kaji apakah ada nyeri tekan Palpasi : kaji turgor kulit < 2 detik B. Diagnosia Keperawatan Diganosa keperawatan yang mungkin muncul pada klien dengan peritontis menurut SDKI (2017) antara lain : 1. Pola nafas tidak efektif D.005berhubungan dengan penurunan ekspansi paru 2. Nyeri Akut D. 077 berhubungan dengan cedera pada organ peritoneum (peritonitis) 3. Hipertermia D. 0130 berhubungan dengan prsoses inflamasi 4. Resiko Infeksi D.0142 berhubungan dengan ketidakadekuatan pertahanan tubuh primer



5. Defisit nutrisi D.0032 berhubungn dengan terganggunya absorbsi makanan 6. Resiko ketidakseimbangan cairan D,0036 berhubungan dengan kehilangan banyak cairan pada membran kapiler dikarenakan dehidrasi



C. Perencanaan No



Diagnosa Keperawatan



Tujuan dan Kriteria Hasil



Intervensi



Paraf & Nama



1



Pola nafas tidak efektif Setelah dilakukan asuhan keperawatan 3x Manajemen jalan napas I.01011 D.0005



24 jam diharapkan pola nafas tidak efektif



1. Monitor pola napas



pasien dapat teratasi dengan kriteri hasil :



2. Monitor bunyi napas tambahan



Pola Napas L. 601004 :



3. Monitor sputum



No Indikator



4. Memposisikan pasien semi fowler atau



Awal Tujuan 1 2 3 4 5



1



Frekuensi



2



5. Berikan minum hangat







6. Berikan oksigen jika perlu



nafas 2



Kedalaman



2



7. Ajarkan teknik batuk efektif kepada







pasien



nafas 3



Pemanjangan ekspirasi



fowler



3







8. Kolaborasikan pemberian bronkodilator jika perlu



Keterangan : 1. Memburuk, 2. Cukup Terapi relaksasi otot progresif I. 05187 memburuk, 3. Sedang, 4. Cukup membaik, 1. Identifikasi tempat yang tenang dan 5. membaik nyaman



Ns. Tita



2. Monitor



secara



berkala



untuk



memastikan otot rileks 3. Atur lingkungan agar tidak ada gangguan saat terapi 4. Berikan posisi bersandar atau duduk sesuai dengan posisi yang nyaman untuk pasien 5. Anjurkan bernafas dalam secara perlahan 6. Hentikan sesi relaksasi secara bertahap 7. Beri waktu mengungkapkan perasaan tentang terapi 2



Nyeri Akut D.0077



Setelah dilakukan asuhan keperawatan 3x Manajemen nyeri I. 08238 24 jam diharapkan nyeri akut pasien dapat teratasi dengan kriteria hasil :



frekuensi, kualitas, intensitas nyeri



Tingkat Nyeri L. 2102 No Indikator



2. Identifikasi skala nyeri



Awal Tujuan 1 2 3 4 5



1



Keluhan



5







Meringis



3. Identifikasi faktor yang memperberat dan meringankan nyeri 4. Berikan teknik nonfarmakologis untuk mengurangi nyeri



Nyeri 2



1. Identifikasi lokasi, karakteristik,



4







5. Jelaskan penyebab, periode, dan pemicu



Ns. Tita



3



Mual



4







Keterangan : 1. Menurun, 2. Cukup menurun 3. Sedang, 4. Cukup meningkat 5. Meningkat



nyeri 6. Jelaskan strategi meredakan nyeri 7. Anjurkan memonitor nyeri secara mandiri 8. Kolaborasi pemberian analgesik jika perlu Pemberian Analgesik I. 08243 1. Identifikasi riwayat alergi obat 2. Identifikasi kesesuaian jenis analgesik 3. Monitor tanda tanda vital sebelum dan sesudah pemberian analgesik 4. Monitor efektivitas analgesik 5. Tetapkan target efektifitas analgesik untuk mengoptimalkan respon pasien 6. Jelaskan efek terapi dan efek samping obat



3



Hipertermia D. 0130



Setelah dilakukan asuhan keperawatan 3x Manajemen Hipertermia I. 15506 24 jam diharapkan hipertermia pada pasien 1. Identifikasi penyebab hipertermia dapat teratasi dengan kriteria hasil :



2. Monitor suhu tubuh



Termoregulasi L. 14134



3. Monitor kadar elektrolit



Ns. Tita



No Indikator



Awal Tujuan 1 2 3 4 5



4. Sediakan lingkungan yang dingin 5. Longgarkan pakaian



1



Menggigil



4







6. Berikan cairan oral



2



Suhu tubuh



4







7. Anjurkan tirah baring



3



Pucat



2







Keterangan : 1. Menurun, 2. Cukup



8. Kolaborasi pemberian cariran elektrolit intravena



menurun 3. Sedang, 4. Cukup meningkat 5. Regulasi Temperatur I. 14578 1. Monitor tekanan darah, Meningkat



frekuensi



pernafasan dan nadi 2. Monitor warna dan suhu kulit 3. Monitor



dan



catat



tanda



gejala



hipertermia 4. Tingkatkan asupan cairan dan nutrisi yang adekuat 5. Gunakan



matras



penghangat



jika



diperlukan 6. Kolaborasi pemberian antipiretik jika perlu



DAFTAR PUSTAKA



Hidayati Afif Nurul, Ikbar M. Ilham Adika dan Rosyid Nur A. 2018. Gawat Darurat Medis dan Bedah. Airlangga University Press : Surabaya Japanesa A., Zahari Asril dan Rusjdi Renita Selfi. 2016. Pola Kasus dan Penatalaksanaan Peritonitis Akut di Bangsal bedah RSUP Dr. M. Djamil padang. Journal Kesehatan anadalas : Vol 5 (1). Pearce Evelyn C. 2009. Anatomi dan Fisiologi untuk Paramedis. Jakarta : Gramedia Sarathi Ghosh., Mukherjee R, Sarkar S, Halder dan Dhar Debasis. 2016. Epidemiology of Secondary Peritonitis : Analysis of 545 cases. International Journal of Scientific study : Vol (3) issue (12) Sembiring Octavia Azriana. 2018. Prevalensi Peritonitis pada Pasien Apendisitis di RSUP Haji Adam Malik Periode 2017. Skripsi. Repository Institusi Usu : Universitas Sumatera Utara. SDKI DPP PPNI 2016. Standar Diagnosa Keperawatan Indonesia. Edisi 1. Jakarta: Dewan Pengurus Pusat Persatuan Perawat Nasional Indonesia. SLKI DPP PPNI. 2017. Standar Diagnosa Keperawatan Indonesia. Edisi 1. Jakarta: Dewan Pengurus Pusat Persatuan Perawat Nasional Indonesia. SIKI DPP PPNI. 2018. Standar Intervensi Keperawatan Indonesia. Edisi 1. Jakarta: Dewan Pengurus Pusat Persatuan Perawat Nasional Indonesia. Tochie J.N., Agboor V.N, Leonel, Mbonda dan Darwang. 2020. Global Epidemiology of Acute Generalised peritonitis : A Protocol For a Systematic review an Meta Analysis. BMJ Open. Wyers, S. G & Matthews. 2016. Surgical peritonitis and Other Disease of The Peritoneum, Mesentry, Omentum and Diaphragm’in Slesenger and Fordtran’s Gastrointentinal and Liver Disease. United Stase of Amerika 634-641