LP Polio [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

LAPORAN PENDAHULUAN POLIOMIELITIS (POLIO)



A. KONSEP PENYAKIT 1.



Definisi Poliomielitis atau polio merupakan penyakit infeksi akut atau sekelompok virus ultramikroskop yang bersifat neurotrofik yang awalnya menyerang susunan syaraf pusat melalui peredaran darah. Penyakit ini menyebabkan kelemahan motorik yang asimetris dengan adanya gangguan bulbar dan pernapasan dalam korteks (Nurarif & Kusuma, 2015).



2.



Etiologi Menurut Nurarif & Kusuma (2015) penyebab polio adalah virus polio. Virus polio merupakan RNA virus dan termasuk famili Picornavirus dari genus Enterovirus. Virus polio tahan terhadap Ph asam tetapi mati terhadap bahan panas, formalin, klorin dan sinar ultraviolet. Selain itu, penyakit ini mudah berjangkit di lingkungan dengan sanitasi yang buruk, melalui peralatan makan, bahkan melalui ludah. Secara serologi virus polio dibagi menjadi 3 tipe, yaitu: - Tipe I Brunhilde - Tipe II Lansing dan - Tipe III Leoninya Tipe I yang paling sering menimbulkan epidemi yang luas dan ganas Penularan virus terjadi melalui : a) Secara langsung dari orang ke orang b) Melalui tinja penderita c) Melalui percikan ludah penderita Resiko terjadinya Polio, yaitu : a) Belum mendapatkan imunisasi b) Berpergian ke daerah yang masih sering ditemukan polio



c) Malnutrisi d) Stres atau kelelahan fisik yang luar biasa (karena stress emosi dan fisik dapat melemahkan sistem kekebalan tubuh) e) Defisiensi imun 3. Manifestasi Klinis Manifestasi klinis menurut Nurarif & Kusuma (2015) adalah penyakit polio paling banyak pada anak dibawah 5 tahun dan juga bisa pada remaja. Kemungkinan gejala yang dicurigai pada anak adalah panas disertai sakit kepala, sakit pinggang, kesulitan menekuk leher dan punggung, kekakuan otot yang diperjelas dengan tanda head drop, tanda tripod saat duduk, tanda – tanda spinal, tanda brudzinsky atau kering. Penyakit ini berkembang melalui beberapa tahap, yaitu : a) Fase inkubasi : 3 – 6 hari dan kelumpuhan terjadi dalam waktu 7 – 21 hari b) Fase gejala umum : seperti influenza, nyeri kepala, rasa nyeri tulang belakang dan anggota gerak, malaise, dan mungkin gejala mencret ± 3hari c) Fase paralisis mendadak : berlangsung 3 hari sampai 2 bulan d) Fase penyembuhan e) Fase menahun atau fase paralisis residusi Manifestasi klinis menurut klasifikasinya : a) Minor illness (penyakit dengan gejala ringan) -



Sangat ringan atau bahkan tanpa gejala.



-



Nyeri tenggorokan dan perasaan tak enak diperut, gangguan gastrointestinal, demam ringan, perasaan lemas dan nyeri kepala.



-



Terjadi selama 1 – 4 hari, kemudian menghilang dan jarang lebih 6 hari.



Selama waktu itu virus bereplikasi pada nasofaring dan saluran cerna bagian bawah. b) Major illness (termasuk jenis non – paralitik dan paralitik)



-



Terjadi selama 3 – 35 hari termasuk gejala minor illness dengan rata – rata 17 hari.



-



Demam, kelemahan cepat dalam beberapa jam, nyeri kepala dan muntah.



-



Dalam 24 jam terlihat kekakuan leher dan punggung.



-



Terlihat mengantuk, iritabel, dan cemas.



-



Pada kasus tanpa paralisis sangat sukar dibedakan dengan meningitis aseptic.



-



Bila terjadi paralisis biasanya dimulai dalam beberapa detik sampai 5 hari sesudah keluhan nyeri kepala.



-



Pada anak, stadium pre – paralisis lebih singkat dan kelemahan otot terjadi pada waktu penurunan suhu.



-



Pada dewasa, stadium pre –paralitik berlangsung lebih hebat dan lama, terlihat sakit berat, tremor, agitasi, kemerahan didaerh muka, otot menjadi sensitif dan kaku, pada otot ekstensor ditemukan reflek tendon meninggidan fasikularis.



4.



Klasifikasi Menurut Nurarif & Kusuma (2015) kalsifikasi infeksi virus polio, yaitu : a. Minor illness (penyakit dengan gejala ringan) b. Major illness (termasuk jenis non – paralitik dan paralitik) Dari segi klinis dibagi atas dua tipe, yaitu : a) Tipe bulbar



: Tipe ini ditemukan pada batang otak



b) Bentuk spinal



: Kelainan tipe ini memberikan komplikasi ortopedi



Cara penularan dapat melalui inhalasi, makanan dan minuman, bermacam serangga seperti, lipas, lalat, dll. Penularan oral berkembang biak diusus yaitu verimia virus + DC feses beberapa minggu. 5.



Patofisiologi Pada umumnya virus yang tertelan akan menginfeksi di epitel orofaring,tonsil,kelenjar limfe pada leher dan usus kecil/halus. Faring akan segera terkena setelah virus masuk dan karena virus tahan terhadap asam lambung maka virus dapat mencapai saluran cerna bagian bawah



tanpa perlu proses in aktivasi. Dari faring setelah bermultiplikasi virus akan menyebar pada jaringan limfe tonsil yang berlanjut pada aliran limfe dan pembuluh darah. Virus dapat dideteksi pada nasofaring setelah 24 jam sampai 3 – 4 minggu. Infeksi susunan saraf pusat dapat terjadi akibat viremia yang menyusul replikasi cepat virus ini. Virus polio menempel dan berkembang biak pada sel usus yang mengandung PVR ( PolioVirus Reseptor) dalam waktu sekitar 3 jam setelah infeksi telah terjadi kolonisasi. Sel yang menganduk PVR tidak hanya di usus dan tenggorok saja akan tetapi terdapat di sel monosit dan sel neuro motor di SSP, sekali terjadi perkaitan antara virion dan replikator akan terjadi integrasi RNA ke dalam virion berjalan cepat sehingga dari infeksi sampai pelepasan virion baru hanya memerlukan waktu 4 – 5 jam. Sedang virus yang bereplikasi secara local kemudian menyebar pada monosit dan kelenjar limfe yang terkait. Perlekatan dan penetrasi virus dapat dihambat oleh secretory IgA lokal, kejadian neuropati pada poliomyelitis merupakan akibat langsung dari multiplikasi virus di jaringan saraf,itu merupakan gejala yang patognomonik namun tidak semua saraf yang terkena akan mati keadaan reversibillitas fungsi sebagian disebabkan karena sprouting dan seolah kembali seperti sediakala dalam waktu 3 – 4 minggu setelah onset. Terdapat kelainan perivaskular dan infiltrasi interstisiel sel glia, secara histology pada umumnya kerusakan saraf yang terjadi luas namun tidak sejalan dengan gejala klinisnya. Gambaran patologik menunjukkan adanya reaksi peradangan pada system retikuloendoteal terutama jaringan limfe, kerusakan terjadi pada sel motor neuron karena virus bersifat sangat neuronotropik, tetapi tidak menyerang neuroglia, myelin atau pembuluh darah besar. Terjadi juga peradangan pada sekitar sel yang terinfeksi dehingga kerusakan sel makin luas. Kerusakan pada sumsum tulang belakang terutama pada anterior horn cell/kornu anterior, pada otak kerusakan terutama terjadi pada sel motor neuron formasi dari pons dan medulla, nucleus vestibularis, serebelum sedang lesi pada kortex hanya merusak daerah



motor dan premotor saja. Pada jenis bulbar lesi terutama mengenai medulla yang berisi nuklai motor dari saraf otak, replikasi pada sel motor neuron di SSP yang akan menyebabkan kerusakan permanen. 6.



Pathway Polio virus



Defisit nutrisi



Melalui fekal – oral (makanan yang terkontaminasi)



Sulit menelan



Bermultiplikasi



Infeksi



Orofaring



Masuk kesistem limfatik/pembuluh darah



Defisit pengetahuan



Faces



Mukosa usus (pauer’s patches)



Menyebar keorgan target Fase viremia



Hipertermi



Peningkatan suhu tubuh



Sistem syaraf pusat (SSP)



Nyeri akut



Infeksi



Menyerang sel – sel yang mengendalikan otot



Melemahnya otot



Paralysis



Ansietas



Otot tungkai (flaccid paralysys)



Gangguan mobilitas fisik



7.



Penatalaksanaan Penatalaksanaan menurut Nurarif & Kusuma (2015), tidak ada pengobatan spesifik terhadap poliomeilitis. Antibiotika v – globulin dan vitamin tidak mempunyai efek. Penatalaksanaan adlah simtomatis dan suportif. a) Infeksi tanpa gejala : istirahat total. b) Infeksi abortif : istirahat sampai beberapa hari sampai beberapa hari setelah temperatur normal. Kalau perlu dapat diberikan analgetik, sedatif. Jangan melakukan aktivitas selama 2 minggu, 2 bulan kemudian dilakukan pemeriksaan neuro – muskuloskeletal untuk mengetahui adanya kelainan. c) Non paralitik : sama dengan tipe abortif. Pemberian analgetik sangat efektif bila diberikan bersamaan dengan pembalut hangat selama 10 – 30 menit setiap 2 – 4 jam dan kadang – kadang mandi air panas juga dapat membantu. Sebaiknya diberikan foot board, papan penahan pada telapak kaki, yaitu agar kaki terletak pada sudut yang sesuai terhadap tungkai. Fisioterapi dilakukan 3 – 4 hari setelah demam hilang. Fisioterapi bukan mencegah atrofi otot yang timbul sebagi akibat denervasi serl kornu anterior, tetapi dapat mengurangi deformitas yang terjadi. d) Paralitik : harus dirawat dirumah sakit karena sewaktu – waktu dapat terjadi paralisis pernapasan, dan untuk ini harus diberikan pernapasan mekanis. Bila rasa sakit telah hilang dapat dilakukan fisioterapi pasif dengan menggerakkan kaki/tangan. Jika terjadi paralisis kandeng kemih maka diberikan stimulan parasimpatetik seperti bethanechol (urecholine) 5 – 1- mg oral atau 2,5 – 5 mg/SK.



8.



Pemeriksaan Penunjang Pemeriksaan penunjang menurut Nurarif & Kusuma (2015), yaitu : a. Pemeriksaan lab :



-



Pemeriksaan darah tepi perifer



-



Cairan serebrospinal



-



Pemeriksaan serologik



-



Isolasi virus polio



b. Pemeriksaan radiologi c. Pemeriksaan MRI, dapat menunjukkan kerusakan didaerah kolumna anterior d. Pemeriksaan likuor, memberikan gambaran sel dan bahan kimia (kadar gula dan protein) e. Pemeriksaan histologik corda spinalis dan batang otak untuk menentukan kerusakan yang terjadi pada sel neuron 9.



Prognosis Seseorang yang terkena polio paralitik, biasanya sembuh dengan sekuele berupa kontraktur otot yang lumpuh layu. Tingkat mortalitas kasus polio paralitik umumnya berkisar 2‒5% pada anak-anak, dan 15‒ 30% pada orang dewasa. Rasio tersebut meningkat 25‒75% dengan keterlibatan infeksi virus polio pada bulbar. Pasien dengan penyakit minor dan jenis non - paralitik dapat sembuh total dan kebanyakan orang dengan penyakit mayor yang lumpuh juga dapat kembali sembuh total. Kurang dari 25 % dari orang-orang dengan polio yang hidup cacat. Meskipun dapat sembuh sepenuhnya dari gejala polio, polio meninggalkan beberapa kerusakan. Seiring pertambahan usia, sistem syaraf mungkin menjadi kurang mampu mengkompensasi kerusakan yang disebabkan polio, sehingga gejala secara bertahap dapat muncul kembali. Hal ini dapat terjadi 15 atau 30 tahun setelah infeksi polio aktif. Gejala berulang dari polio yang disebut post - polio syndrome.



B. KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN 1. Pengkajian a. Anamnesa



 Identitas : mengkaji identitas klien dan penanggung jawab yang meliputi ; nama, umur, agama, suku bangsa, pendidikan, pekerjaan, status perkawinan, dan alamat.  Keluhan utama : kaku punggung dan leher  Riwayat kesehatan sekarang : demam, kelumpuhan, kaku punggung dan leher  Riwayat kesehatan dahulu : kaji penyakit waktu kecil, pernah MRS atau tidak, alergi dan imunisasi  Riwayat kesehatan keluarga : kaji apakah ada penyakit keturuna atau menular pada keluarga  Riwayat antenatal : kaji keluhan selama hamil dan ANC  Riwayat natal : kaji umur kehamilan, jenis persalinan, keadaan bayi dan penyakit saat persalinan  Riwayat neonatal : kaji kondisi bayi, BB dan TB waktu lahir  Riwayat gizi : kaji pemberian ASI, MPASI, dan makanan sehari – hari  Riwayat tumbuh kembang : mengangkat kepala, tengkurap, duduk, gigi tumbuh pertama, dan merangkak, berdiri, berjalan, berjalan dituntun, berjalan berpegangan, berjalan sendiri, brbicara dan tidak mengompol b. Pola Kesehatan Sehari – hari  Nutrisi : biasanya px mengalami penurunan nafsu makan, mual dan muntah  Eliminasi : biasanya px mengalami konstipasi  Aktivitas : biasanya pada px polio akan mengalami keterbatasan aktivitas akibat nyeri sendi, malaise dan paralisis  Istirahat tidur : biasanya px mengalami gangguan tidur dikarenakan nyeri sendi yang dialami dan sering terbangun karena mual c. Pemeriksaan Fisik  Keadaan umum



- Tingkat kesadaran (apatis, sopor, koma, gelisah, composmentis, tergantung pada keadaan px) - Kesakitan atau keadaan penyakit (akut, kronis, ringan, sedang, dan pada kasus osteomielitis biasanya akut) - TTV : terdapat peningkatan suhu tubuh  Kepala & leher : terdapat nyeri kepala dan otot leher mengalami kram/kaku kuduk dan terdapat nyeri saat menelan  Axila : teraba hangat  Abdomen : adanya nyeri tekan  Ekstremitas : adanya paralisis atau kaku/kram Pemeriksaan fisik pada ekstremitas dapat dilakukan dengan : 1) Pada bayi -



Perhatikan posisi tidur. Bayi normal menunjukkan posisi tungkai menekuk pada lutut dan pinggul. Bayi yang lumpuh akan menunjukkan tungkai lemah dan lutut menyentuh tempat tidur.



-



Lakukan rangsangan dengan menggelitik atau menekan dengan ujung pensil pada telapak kaki bayi. Bila kaki ditarik berarti tidak terjadi kelumpuhan.



-



Pegang bayi pada ketiak dan ayunkan. Bayi normal akan menunjukkan gerakan kaki menekuk, pada bayi lumpuh tungkai tergantung lemas.



2) Anak besar -



Mintalah anak berjalan dan perhatikan apakah pincang atau tidak



-



Mintalah anak berjalan pada ujung jari atau tumit. Anak yang mengalami kelumpuhan tidak bisa melakukannya



-



Mintalah anak melompat satu kaki. Anak yang lumpuh tidak bisa melakukannya



-



Mintalah anak berjngkok atau duduk dilantai kemudian bangun kembali. Anak yang mengalami kelumpuhan akan



mencoba berdiri dengan berpegangan merampat pada tungkainya -



Tungkai yang mengalami lumpuh pasti lebih kecil



d. Pemeriksaan Penunjang 1) Pemeriksaan Laboratorium a. Viral Isolation Polio virus dapat di deteksi secara biakan jaringan, dari bahan yang di peroleh pada tenggorokan satu minggu sebelum dan sesudah paralisis dan tinja pada minggu ke 2 – 6 bahkan 12 minggu setelah gejala klinis. b. Uji Serologi Uji serologi dilakukan dengan mengambil sampel darah dari penderita, jika pada darah ditemukan zat antibodi polio maka diagnosis orang tersebut terkena polio benar. Pemeriksaan pada fase akut dapat dilakukan dengan melakukan pemeriksaan antibodi immunoglobulin M (IgM) apabila terkena polio akan didapatkan hasil yang positif. c. Cerebrospinal Fluid (CSF) Cerebrospinal



Fluid



pada



infeksi



poliovirus



terdapat



peningkatan jumlah sel darah putih yaitu 10 – 200 sel/mm terutama sel limfosit, dan terjadi kenaikan kadar protein sebanyak 40 – 50 mg/100 ml. 2) Pemeriksaan Radiologis Pemeriksaan ini hanya menunjang diagnosis poliomielitis lanjut. Pada anak yang sedang tumbuh, di dapati tulang yang pendek, osteoporosis dengan korteks yang tipis dan rongga medulla yang relative lebar, selain itu terdapat penipisan epifise, subluksasio dan dislokasi dari sendi. 2. Diagnosa Keperawatan a. Hipertermi b.d proses infeksi b. Defisit nutrisi b.d anoreksia dan mual muntah c. Nyeri akut b.d proses infeksi yang menyerang syaraf



d. Gangguan mobilitas fisik paralisis (kelumpuhan) e. Ansietas b.d kondisi penyakit f. Defisit pengetahuan b.d kurang terpapar informasi 3. Perencanaan No 1.



Diagnosa Keperawatan



Luaran dan Kriteria Hasil



Intervensi



(SDKI) Hipertermi b.d proses



(SLKI) (SIKI) Setelah dilakukan asuhan Intervensi Utama :



infeksi



keperawatan 3x24 jam



Manajemen



Definisi :



diharapkan suhu tubuh



hipertermia



Suhu tubuh meningkat



agar tetap pada rentang



Observasi



diatas rentang normal tubuh



normal



1. Identifikasi penyebab



Penyebab :



Luaran Utama :



1. Dehidrassi



Termogulasi



2. Monitor suhu tubuh



2. Terpapar lingkungan



1. Suhu tubuh membaik



3. Monitor kadar



panas 3. Proses penyakit (mis. Infeksi, kanker) 4. Ketidaksesuaian pakaian dengan suhu lingkungan



2. Kulit merah menurun 3. Kejang menurun 4. Takikardi menurun



hipertermia



elektrolit 4. Monitor komplikasi akibat hipertermia



5. Takipnea menurun



Terapeutik



6. Pucat menurun



5. Sediakan lingkungan



5. Peningkatan laju



yang dingin



metabolisme



6. Longgarkan atau



6. Respon trauma



lepaskan pakaian



7. Aktivitas berlebih



7. Berikan cairan oral



8. Penggunaan inkubator



8. Hindari pemberian



Gejala & tanda mayor :



antipiretik atau



Subjektif



aspirin



(tidak tersedia) Objektif 1. Suhu tubuh diatas nilai normal



9. Berikan oksigen, bila perlu 10. Ganti linen setiap hari atau lebih sering



Gejala & tanda minor :



jika mengalami



Subjektif



hiperhidrosis



(tidak tersedia)



Edukasi



Objektif



11. Anjurkan tirah baring



1. Kulit merah



Kolaborasi



2. Kejang



12. Kolaborasi



3. Takikardi



pemberian cairan dan



4. Takipnea



elektrolit intravena,



5. Kulit terasa hangat



bila perlu



C. DAFTAR PUSTAKA CDC. Epidemiology and Prevention of Vaccine-Preventable Diseases: Poliomyelitis. Diakses pada 19 Oktober 2020. Dari https://www.cdc.gov/vaccines/pubs/pinkbook/polio.html



Nurarif, A. H., & Kusuma, H. 2015. Aplikasi Asuhan Keperawatan Berdasarkan Diagnosa Medis dan Nanda Nic-Noc, Jilid 2. Jogjakarta: Mediaction. PPNI. 2016. Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia : Definisi dan Indikator, Diagnostik, Edisi : 1. Jakarta : DPP PPNI PPNI. 2018. Standar Intervensi Keperawatan Indonesia : Definisi dan Tindakan Keperawatan, Edisi : 1. Jakarta : DPP PPNI PPNI. 2018. Standar Luaran Keperawatan Indonesia : Definisi dan Kriteria Hasil Keperawatan, Edisi : 1. Jakarta : DPP PPNI Hira Agustin. 2015. Asuhan Keperawatan Pasien Polio. Diakses pada 20 Oktober 2020 https://www.scribd.com/document/266476033/ASKEPPolio